Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marleen Prigita
Abstrak :
ABSTRAK
Pesatnya pertumbuhan sektor industri dan populasi menyebabkan permasalahan sampah di Indonesia. Pemerintah mulai menerapkan peraturan untuk membatasi penggunaan plastik. Upaya ini membutuhkan dukungan dari konsumen dan perusahaan. Konsumen diharapkan mengadopsi perilaku konsumsi berkelanjutan sustainable consumption) dalam kehidupan sehari-hari mereka, dan perusahaan didesak untuk melibatkan kelestarian lingkungan environmental sustainability) dalam strategi mereka. Dengan demikian, produk ramah lingkungan green product muncul sebagai salah satu solusi yang dapat mengurangi masalah kelestarian lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi niat pembelian produk ramah lingkungan bagi Generasi Y dan Generasi Z di Indonesia. Generasi Y dan Generasi Z dikenal memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan dan mereka adalah konsumen potensial saat ini dan di masa depan. Karena itu, penting bagi pemasar marketer) untuk memahami perilaku konsumsi mereka. Penelitian ini didasarkan pada Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikembangkan dengan menambahkan 5 (lima) konstruk laten baru, yaitu environmental concern, environmental knowledge, willingness to pay premium, moral attitude, dan health consciousness. Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada 349 responden dengan teknik purposive sampling. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Hasil analisis data menyatakan bahwa semua variabel (kecuali environmental concern,memiliki pengaruh positif terhadap niat beli (purchase intention)
ABSTRACT
The rapid growth of the industrial sector and population causes waste problems in Indonesia. The government began implementing regulations to limit the use of plastics. However, this effort need support from both consumers and companies. Consumers were expected to adopt sustainable consumption in their daily life, and companies were urged to involve environmental sustainability in their strategy. Thus, green products appear as one of the possible solutions for reducing environmental sustainability issues. This study aims to analyze factors that could influence green product purchase intention for Generation Y and Generation Z in Indonesia. Generation Y and Generation Z were known for their concerns toward the environment, and they are the potential current and future consumers. Therefore, it is essential to understand their consumption behavior. This study is based on the theory of planned behavior (TPB) framework that was extended with additional variables, namely environmental concern, environmental knowledge, willingness to pay premium, moral attitude, and health consciousness. Data were collected by distributing questionnaires to 349 respondents adopting purposive sampling approach. Data were analyzed using Structural Equation Modeling (SEM). The result reported that all variables, except environmental concern, have positive influence on purchase intention.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Fitria Ulfah
Abstrak :
Masalah lingkungan yang terjadi, menyebabkan peningkatan kesadaran dan gerakan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan. Hal ini juga berdampak pada berubahnya pola konsumsi masyarakat. Trend saat ini menunjukkan adanya peningkatan konsumsi produk ramah lingkungan oleh konsumen. Begitupun umat islam yang notabene diajarkan mengenai penjagaan lingkungan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh religiosity terhadap pembelian green products di Indonesia dengan melihat 4 variabel yaitu collectivism, eco-literacy, environmental concern, dan attitude towards green product. Analisis data pada penelitian ini menggunakan software SPSS dan AMOS dengan metode pengolahan data Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan dari religiosity terhadap collectivism dan eco-literacy, eco-literacy terhadap environmental concern dan attitude towards green product, collectivism terhadap attitude towards green product, dan environmental concern terhadap attitude towards green product. ......The environmental problem that happen today, increase people awareness and movement to prevent environmental problem. It also affects the consumption pattern of consumer in society. The trend shows that there is the increase of green product consumption in society. Then, That increase is also shown in moslem consumer that having thought of environmental protection in their religion. This study purpose was to find out how the role of religiosity in purchase of green products in Indonesia by analyzing 4 variables, collectivism, eco-literacy, environmental concern, and attitude towards green products. The data were analyzed using SPSS and AMOS with the Structural Equation Modelling (SEM) method. The finding of this study showed that there were influence of religiosity to collectivism and eco-literacy, eco-literacy to environmental concern and attitude towards green products, collectivism to environmental concern, and environmental concern to attitude towards green products.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Sekarwangi
Abstrak :
Tujuan - Tujuan dari penelitian yang disajikan dalam makalah ini adalah untuk mengisi kesenjangan dalam studi sebelumnya dan melihat apakah pilihan kata-kata yang digunakan oleh pemberontak moral akan mengurangi atau meningkatkan keinginan seseorang untuk memutuskan untuk membeli produk hijau. Selain itu, bagaimana budaya individualis dan kolektivis memoderasi hubungan antara dua variabel. Metodologi - Proses pengumpulan data akan dilakukan melalui survei Qualtrics, yang nantinya didistribusikan kepada responden Indonesia dan Belanda. Setelah mengumpulkan data, saya berhasil mengumpulkan 147 responden dan menjalankan regresi untuk menguji hipotesis. Temuan - Dalam makalah penelitian ini, saya tidak dapat menemukan dukungan untuk kedua hipotesis. Namun, saya menemukan bahwa ada beberapa alasan mengapa orang akan bereaksi berbeda ketika mereka dihadapkan dengan pemberontak moral yang menggunakan pernyataan bermuatan moral. Saya juga menemukan pembenaran terhadap fakta bahwa meskipun seseorang berasal dari budaya kolektivis, mereka masih memikirkan kepentingan mereka sendiri daripada pendapat kelompok. Orisinalitas – Tulisan ini mencoba mengisi kekosongan yang ada dalam literatur masa lalu dengan melihat bagaimana pemberontak moral dapat mempengaruhi niat seseorang untuk membeli produk hijau dan juga dengan menambahkan budaya kolektivis vs individualis sebagai moderator. ......Purpose - The objective of the study presented in this paper is to fill the gap in the past studies and see whether the choice of words used by moral rebels will decrease or increase one's desire to decide to purchase green products. Moreover, how individualist and collectivist cultures moderate the relation between the two variables. Methodology - The process of data collection will be conducted through a Qualtrics survey, which later on distributed to Indonesian and Dutch respondents. After collecting the data, I managed to gather 147 respondents and run a regression to test the hypothesis. Findings - In this research paper, I wasn’t able to find support for both hypotheses. However, I found that there are several reasons why people would react differently when they are faced with moral rebels that use morally charged statements. Also, I found a justification for the fact that even though someone comes from a collectivist culture, they still think about their own interest instead of the group’s opinion. Originality - This paper tried to fill in the gap that exists in the past literature by looking at how moral rebels can affect someone's intention to purchase green products and also by adding the collectivist vs individualist culture as the moderator.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Sitoresmi
Abstrak :
Merek/ Brand merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mempertahankan posisi dominan, salah satunya adalah strategi Brand Proliferation, yaitu dengan mengubah strategi pemasaran yang lebih menekankan pada usaha untuk mendapatkan brand awareness dari para konsumen. PT Bogasari sebagai salah satu produsen terigu di Indonesia yang sampai saat ini menguasai pangsa pasar tertinggi di sektor tepung terigu, pada saat ini menerapkan brand proliferation dalam strategi pemasaran produknya. Dalam strategi brand proliferation, Bogasari memproduksi lebih dari satu merek di kelas harga yang sama. Namun, tidak semua strategi brand proliferation dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan posisi dominan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 25 UU No. 5 Tahun 1999 seperti pada industri tepung terigu, dimana brand proliferation dilakukan PT Bogasari bertujuan untuk segementasi manfaat dan segmentasi geografis. Brand proliferation merupakan salah satu strategi bersaing non harga yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha untuk mengembangkan dan memasarkan produknya. Strategi Brand Proliferation dapat dikatakan melanggar hukum persaingan usaha apabila terjadi excessive profit dan adanya entry barier yang dilakukan dengan analisa ekonomi.
Dominant position in competition law is not prohibited as long as business actors is not abusing the dominant position. From economic perspective, the ability to control the market has a positive impact for consumer related to price. This is because the business actors that dominated the market can delivering cost efficiency or ensuring the supply of raw materials or product, and to achive economic of scale or scope. While the form of abuse of dominant position is created barrier to entry, inhibit development of market or technology and many other competition behavior. Brand proliferation is a strategy that can be used to maintain a dominant position by restricting the entry of new firms into the market. The brand proliferation changing the marketing strategy to emphasis on the effort to get awareness of consumer, where The most obvious that can be seen by consumer is the brand PT Bogasari as one of wheat flour producer in Indonesia, which has the highest market share in wheat flour product implementing brand proliferation as a marketing strategy.PT Bogasari produces more than one brand at the same class of product. Strategy launched many brands in the same class of products called the strategy of brand proliferation. This strategy, by using a brand for many products (brand proliferation) is part of non-price strategy. Not all brand proliferation strategy is considered as a form of abuse of dominant position as defined in Article 25 of Law no. 5 of 1999 as in the flour industry, where brand proliferation that used by PT Bogasari aims to benefit consumer from segmentation of the uses if wheat flour by consumer and geographical location. Brand proliferation is one of the non-price competitive strategy that can be done by businesses actors to develop and market its products. Brand Proliferation Strategy can be said to violate the competition law in case of excessive profits and creating the entry barrier to the economic analysis that had been conducted.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31298
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Nugraha
Abstrak :
Perlindungan indikasi geografis diatur dalam Persetujuan TRIPs Pasal 22, 23, dan 24 yang mewajibkan negara-negara anggota untuk menyusun peraturan tentang indikasi geografis guna memberikan perlindungan hukum bagi produk-produk indikasi geografis dari praktek atau tindakan persaingan curang. Semenjak Indonesia meratifikasi Persetujuan TRIPs tersebut maka hal tersebut dituangkan dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek dan kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

Ketentuan Indikasi Geografis di Indonesia belum berlaku efektif karena adanya pemahaman yang keliru mengenai indikasi Geografis dan Indikasi Asal dalam Undang-undang Merek di Indonesia dengan Persetujuan TRIPs dan WIPO, sehingga mengakibatkan sistem yang digunakan dalam mengatur indikasi geografis sama dengan sistem merek baik dari segi pemahaman maupun pendaftaran serta pengumuman.

Kekeliruan pemahaman ini pula yang mengakibatkan sulitnya membuat Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana undang-undang. Bahwa kebutuhan akan perlindungan indikasi geografis di Indonesia sangat mendesak mengingat Indonesia mempunyai potensi penghasil produk-produk indikasi geografis seperti kopi Toraja, Marquisan Medan dan Iainnya. Dan karena belum efektifnya pengaturan tentang Indikasi Geografis di Indonesia, maka permasalahan-permasalahan yang timbul yang berkaitan dengan indikasi geografis tidak dapat ditangani secara baik yaitu seperti kopi toraja didaftarkan sebagai merek di Amerika oleh Key Coffee dengan menggunakan logo rumah toraja. Kasus ini tidak dapat diselesaikan karena pengaturan indikasi geografis belum berlaku efektif.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
You, Kyung Oh
Abstrak :
Tesis ini meneliti tentang pengaruh dari brand innovativeness dan brand leadership terhadap keberhasilan luxury brands di Indonesia, dan bagaimana brand luxury, brand user-imagery fit dan brand value mempengaruhi willingness to pay a premium pada luxury fashion brands. Setelah dilakukan tinjauan pustaka dan penyusunan hipotesis, diperoleh data dari penyebaran kuesioner terhadap 157 responden yang pernah membeli dan menggunakan tas bermerek (Hermes, Chanel, dan Louis Vouitton) di wilayah Jakarta, dengan melakukan pendekatan snowball sampling dan convenience sampling, dan kemudian dilakukan analisis terhadap data dengan Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa brand innovativeness tidak memiliki pengaruh secara langsung terhadap brand luxury, sedangkan brand leadership mempunyai pengaruh positif terhadap brand luxury. Lebih lanjut variabel Brand luxury, brand value, dan brand user-imagery fit memiliki pengaruh yang positif terhadap willingness to pay a premium dan yang pengaruhnya paling besar terhadap willingness to pay a premium adalah brand value. Oleh karena itu, untuk menciptakan brand luxury harus diawali dengan upaya membangun brand leadership, apakah sudah menjadi merek yang terdepan, beradaptasi dengan perkembangan jaman dan memiliki visi jangka panjang. Kemudian dengan menjadi brand luxury tidak serta merta konsumen akan bersedia membayar premium, harus ada brand value yang kuat yang didasari bahwa dirinya adalah bagian dari orang-orang pengguna luxury fashion brand tersebut. Dalam membentuk brand luxury dan willingness to pay a premium, perusahaan sebaiknya memperhatikan “the Brand Luxury Model” pada penelitan ini. ...... This thesis examines the effect of brand innovativeness and brand leadership with respect to the success of luxury brands in Indonesia; as well as how brand luxury, brand user-imagery fit and brand value have an effect on the willingness to pay a premium on the luxury-fashion brands. After conducting a comprehensive literature study and crafting hypothesis, some useful data were obtained from the questioners distributed to 157 respondents who had purchased or are using a number of branded or designer bags (including Hermes, Chanel, and Louis Vouitton) in Jakarta, with a snowball sampling and convenience sampling approaches. This followed by an analysis of the data with Structural Equation Modeling (SEM). The research has provided us with an interesting observation whereby brand innovativeness does not have a direct influence on the brand luxury, and on the other hand brand leadership offers positive influence on the brand luxury. Furthermore, brand luxury, brand value, and brand user-imagery fit, all have positive influence on the willingness to pay a premium. And brand value is perceived as the one that has the biggest influence on the willingness to pay a premium. Therefore, to create a brand luxury, one must start by putting a lot of efforts in developing a brand leadership, whether one particular brand has already become a leading brand; an adaptive brand with the ever-changing era; or having a forward long-term vision. By being a brand luxury does not necessary mean that consumers will be willing to pay for a premium. There must be a strong brand value on the basis that they are part of those users of the luxury fashion brand. In shaping the luxury brand and the willingness to pay a premium, companies should consider to “the Brand Luxury Model” in this research.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S56072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Eka Marthani
Abstrak :
One Village One Product (OVOP) merupakan program unggulan yang digagas oleh Pemerintah Jepang sebagai proyek untuk memajukan perekonomian suatu desa dengan menonjolkan produk lokalnya yang khas. Program ini sudah banyak diadopsi oleh beberapa negara dengan tujuan yang sama, termasuk Indonesia. Pengembangan program OVOP di Indonesia tidak terlepas dari peranan Hak Kekayaan Intelektual. Pengembangan program OVOP difokuskan bagi para pelaku usaha dalam skala kecil dan menengah (UKM) yang banyak tersebar di Indonesia, dimana mereka perlu memperoleh perlindungan hukum terkait HKI, terutama dalam hal penggunaan merek sebagai identitas produknya. Namun temuan di lapangan mengindikasikan bahwa masih banyaknya kendala yang dihadapi UKM dalam pendaftaran merek, dengan demikian UKM perlu disosialisasikan mengenai penggunaan merek kolektif sebagai salah satu jalan keluar permasalahan. ...... One Village One Product (OVOP) is a flagship program, initiated by the Government of Japan, as a project to promote the economy of a village with a distinctive feature local products. This program has been widely adopted by several countries with the same purpose, including Indonesia. Development of OVOP program in Indonesia cannot be separated from the role of Intellectual Property Rights. OVOP program development focused for business on small and medium scale enterprises (SMEs) throughoutIndonesia, where they need to obtain IPR-related legal protections, especially in terms of the use of the brand identity products. However, findings from the reak activities indicate that there are still many obstacles faced by SMEs in the registration of the brand, so SMEs need to be disseminated on the use of collective brand as one way out of the problem.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kolko, Jon
Boston: Elsevier, 2011
745.2 KOL t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library