Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kukuh Prasetiogi
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Analisis Perbandingan Regulasi dan Penerbitan Advance Pricing Agreement antara Indonesia dan Jepang. Hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam proses penerbitan Advance Pricing Agreement di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa mengingat Advance Pricing Agreement merupakan hal baru dalam sistem perpajakan Indonesia masih banyak terdapat hambatan dalam pelaksanaannya. Utamanya adalah belum jelasnya pihak yang ditunjuk sebagai pelaksana Advance Pricing Agreement dan aturan tata cara yang menjadi petunjuk pelaksanaannya. Hasil penelitian ini menyarankan agar Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas perpajakan di Indonesia segera melakukan perbaikan-perbaikan dalam rangka proses penerbitan Advance Pricing Agreement agar dapat berjalan dengan lancar dan menjadi sebuah alat bantu dalam rangka menangani permasalahan transfer pricing. ...... This thesis discusses the Comparative Analysis of Regulatory and Publishing Advance Pricing Agreement between Indonesia and Japan. Things that become obstacles in the process of issuance Advance Pricing Agreement in Indonesia. This research is a qualitative study. The research concludes that given the Advance Pricing Agreement is new in Indonesia taxation system there are still many obstacles in its implementation. The main is unclear parties appointed as the executor of the Advance Pricing Agreement and the rules of procedure of the implementation instructions. Results of this study suggest that the Directorate General of Taxation as tax authorities in Indonesia immediately to make improvements in order to process the issuance of Advance Pricing Agreement to run well and become a tool in order to handle with transfer pricing issue.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Catur Wulandari
Abstrak :
Perjanjian kartel penetapan harga yang diduga dilakukan para operator dalam Perjanjian Kerjasama Interkoneksi dimana terdapat klausul yang mengatur tentang tarif Short Messaging Services (SMS). Perjanjian penetapan harga merupakan perjanjian dilarang yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pembuktian pelanggaran yang dilakukan para operator ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan analisa aspek materiil dilakukan dengan melihat unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam Pasal 5. Berdasarkan pedoman Pasal 5 bahwa unsur-unsur yang harus terpenuhi mencakup pelaku usaha, perjanjian, pelaku usaha pesaing, harga pasar, barang, jasa, konsumen dan pasar yang bersangkutan. Dalam kasus perkara ini terdapat perbedaan dalam menilai unsur yang harus terpenuhi oleh Majelis Komisi dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri. Menurut Majelis Komisi unsur yang harus terpenuhi yaitu pelaku usaha, perjanjian penetapan harga, dan pesaing. Sedangkan menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri unsur yang harus terpenuhi meliputi pelaku usaha, perjanjian penetapan harga dengan pelaku usaha pesaing, harga yang harus dibayar oleh konsumen dan pasar bersangkutan yang sama. Perbedaan ini mengakibatkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri membatalkan putusan Majelis Komisi. Untuk itu perlu adanya kesepahaman dalam menganalisa terpenuhinya unsur berdasarkan pedoman yang berlaku meskipun pada akhirnya analisa yang dilakukan tidak mengubah hasil putusan.
Price fixing cartel agreement alleged operators in the Interconnection Cooperation Agreement where there is a clause that stipulates Short Messaging Services (SMS). Pricing agreement is an agreement prohibited under Article 5 of Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Proof of offense committed by the operator in terms of the legislation in force and the material aspects of the analysis done by looking at the elements that must be met in Article 5. Under the guidelines of Article 5 the elements that must be met include businesses, agreements, business competitors, market prices, goods, services, consumers and the market concerned. In this case there is a difference in assessing the elements that must be met by the Assembly Commission and District Court Judges. According to the Assembly Commission elements that must be fulfilled were business, pricing agreements, and competitors. Meanwhile, according to the District Court Judges elements that must be met include business, price fixing agreements with competitors' businesses, the price paid by the consumer and the same relevant market. This difference resulted District Court Judges canceled the verdict of the Commission. An understanding in analyzing the fulfillment of the element based on the guidelines is needed even in the end the analysis carried out did not change the verdict.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46484
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library