Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Meyliana S.K.
Abstrak :
Keberadaan lembaga pengawas dalam bidang persaingan usaha yang dikenal dengan Komisi Pengawas Persainga Usaha (KPPU), merupakan kemajuan di bidang bisnis khususnya terhadap perlindungan bagi konsumen dan para pelaku usaha dalam aktivitas bisnis persaingan yang sehat. Adapun perihal pembuktian terhadap perkara tentang perjanjian penetapan harga / sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengalami pergeseran dalam pembuktiannya. Berkaitan dengan alat bukti yang digunakan KPPU dalam memeriksa perkara, selain yang diatur dalam undang-undang, dikeluarkanlah Peraturan Komisi sebagai pedoman penerapan/penggunaan Pasal 5 tentang Perjanjian Penentapan Harga ini yang dimaksudkan agar terjadi kesepahaman antara masyarakat dengan lembaga pengawas sebagai penegak. Penulis mengangkat beberapa putusan KPPU tentang perkara penetapan harga yang dilakukan oleh beberapa pelaku usaha sebagai terlapor, agar pembaca dapat memahami beberapa bentuk dan ragam pembuktian yang dilakukan KPPU di tahun 2003, 2007 dan 2009. Teori kemanfaatan penulis gunakan dalam kajian penulisan ini agar dapat dipahami bahwa tujuan hukum diciptakan ditengah masyarakat bukan hanya untuk mencapai keadilan semata, melainkan juga bermanfaat bagi masyarakat. ......The existence of an agency in business competition law, known as Commission for Supervision of Business Competition (KPPU) such an improvement in business, especially on consumer protection and businessman / business-actor in a healthy competition of business activity. Proofing the subject matter of the price fixing agreement / as set forth in Article 5 of Law Number 5 Year 1999 about Anti Monopoly and Unfair Business Competition, a shift in approach to the concept of proof. Evidence relating to the use of the Commission in examining the case, the Commission issued regulations to guide the implementation / use of Article 5 of this Price Fixing Agreement which are intended to enable the understanding between the community and regulatory agencies for enforcement. The author raises several Commission judgements on price fixing case made by some business as reported, so that readers can understand some of the forms and kinds of evidence which the Commission conducted in 2003, 2007 and 2009. The theory used in this study is ulitily theory, in order to be understood by readers that the purpose of the law was created in the community not only to achieve justice, but also give benefit for the community.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30435
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Madonna Corry Evelyna
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai penetapan harga obat hipertensi dan jantung yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, termasuk kartel dan sistem pembuktian yang digunakan dalam menyelesaikan perkara dalam perspektif hukum persaingan usaha berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat. Putusan KPPU No. 17/KPPU-I/2010 berkaitan dengan penetapan harga dan kartel yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan farmasi terkenal. Perusahaan-perusahaan farmasi tersebut telah memenuhi unsur dalam Pasal 5 mengenai penetapan harga dan Pasal 11 mengenai kartel. Kemudian perusahaan-perusahaan farmasi mengajukan keberatan terhadap Putusan KPPU ke Pengadilan Negeri. Atas dasar keterangan ahli dan sistem pembuktian yang dianut oleh Indonesia maka putusan KPPU No.17/KPPU-I/2010 dibatalkan seluruhnya oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelusuran kepustakaan dalam pengumpulan data. Hasil penelitian menyarankan perbaikan-perbaikan dalam peningkatan pengawasan terhadap pelaku usaha, peningkatan edukasi, serta diberikan ruang bagi pembuktian tidak langsung untuk perkara persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. ......This thesis discusses the pricing of hypertension and cardiovascular medications that cause unfair competition, including cartels and verification systems are used in resolving the matter in perspective of competition based on No. 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. The Commission?s decision No.17/KPPU-I/2010 relating to price fixing and cartels are performed by well-known pharmaceutical companies. Pharmaceutical companies have met the elements of Article 5 concerning the pricing and Article 11 of the cartel. Then the pharmaceutical companies objected to the Commission's decision to the District Court. On the basis of expert testimony and evidence that the system adopted by Indonesia, the decision of the Commission No.17/KPPU-I/2010 canceled entirely by the Central Jakarta District Court. The method used in this study is normative legal research or literature searches in data collection. The results suggest improvements in increased oversight of the business, improving education, and provided space for an indirect evidance for the case of unfair business competition in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31175
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yie, Brian
Abstrak :
Perjanjian penetapan harga adalah perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. Sedangkan kartel adalah perjanjian antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa. Pada tahun 2010, KPPU melalui putusan No. 17/KPPU-I/2010 memutus bahwa Kelompok Usaha Pfizer dan PT Dexa Medica, keduanya produsen obat anti hipertensi merek Norvask dan Tensivask, terbukti melakukan perjanjian penetapan harga dan kartel yang dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Putusan tersebut kemudian dibatalkan oleh putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan permohonan kasasi yang diajukan oleh KPPU ditolak oleh Mahkamah Agung dalam putusan No. 294 K/Pdt.Sus/2012. Dalam skripsi ini, penulis mencoba menganalisa kesesuaian antara putusan Mahkamah Agung terkait pembuktian perjanjian penetapan harga dan kartel dalam perkara ini dengan hukum persaingan usaha di Indonesia, serta kedudukan bukti tidak langsung dalam hukum persaingan usaha di Indonesia. Hal tersebut didorong fakta bahwa penegakan hukum persaingan usaha di indutri farmasi, dalam hal ini obat anti hipertensi, menyangkut kepentingan masyarakat Indonesia akan kesehatan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, penulis mengambil kesimpulan bahwa putusan Mahkamah Agung in casu telah sesuai dengan hukum persaingan usaha di Indonesia dan bahwa penggunaan bukti tidak langsung oleh KPPU tidak memiliki dasar hukum yang kuat dalam peraturan perundang-undangan sehingga harus didukung oleh bukti-bukti langsung (hard evidence). Penulis mengharapkan kedepannya KPPU mendukung penggunaan bukti tidak langsung dengan bukti langsung untuk dapat membuktikan dengan pasti terjadinya pelanggaran hukum persaingan usaha dan Pemerintah Republik Indonesia merevisi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 untuk memberikan dasar hukum bagi bukti tidak langsung sebagai alat bukti yang sah dalam hukum persaingan usaha Indonesia. ......Price fixing agreement is an agreement between business competitors to fix the price on certain goods and or services which are to be paid by consumers or costumers in the same relevant market. While cartel is an agreement between business competitors to influence price by arranging production and or marketing of a good and or service. In 2010, KPPU through verdict No. 17/KPPU-I/2010 ruled that Pfizer Business Group and PT Dexa Medica, both are producers of anti hypertension drugs branded Norvask and Tensivask, were found guilty of making price fixing agreement and cartel which are forbidden by Law No.5/1999. The verdict was then annulled by the District Court's verdict, and the appeal submitted by KPPU was denied by the Supreme Court by verdict No. 294 K/Pdt.Sus/2012. In this thesis, Writer tried to analyze the conformity of the Supreme Court's verdict regarding the evidencing of price fixing agreement and cartel in this case with antimonopoly law in Indonesia, and the position of indirect evidence in antimonopoly law in Indonesia. This analysis was motivated by the fact that the enforcement of antimonopoly law in pharmaceutical industry, in this case anti hypertension drugs, is related to the interest of Indonesian society in health. Based on the result of the analysis, Writer concludes that the Supreme Court's verdict in casu is in conformity with antimonoply law in Indonesia and that the use of indirect evidence by KPPU do not have a solid legal foundation in Indonesia's legislation, therefore it has to be supported by direct evidence (hard evidence). Writer hopes that in the future KPPU would support the use of indirect evidence with direct evidence to be able to assuredly prove a violation of antimonopoly law and the government of RI would revise Law No.5/1999 to give legal foundation for indirect evidence as legitimate evidence in Indonesia's antimonopoly law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46352
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiqurrahman
Abstrak :
Bardasarkan Pasal 10 UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi menegaskan adanya larangan praktek yang menjurus kearah monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantara pengusaha penyelanggara telekomunikasi. Hal ini sejalan dengan asas yang terkandung di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Menurut Undang-Undang tentang Telekomunikasi, jasa instalasi dilaksanakan oleh Penyelenggara Telekomunikasi. Siapa saja penyelenggara telekomunikasi, dinyatakan di dalam Pasal 8 dengan peraturan pelaksanaannya diatur di dalam PP No. 52 Tahun 2000. Penyelenggara tersebut adalah pengusaha yang berbadan hukum, tetapi juga dapat dilakukan oleh pengusaha perorangan. Perekrutan pengusaha sebagai penyelenggara telekomunikasi oleh PT. Telkom Tbk., lazimnya dibuat perjanjian dengan memuat kesepakatan-kesepakatan yang dituangkan secara tertulis dan tidak tertulis. Perjanjian kerja yang dibuat dengan tidak tertulis inilah yang menjadi peluang adanya praktek persaingan usaha tidak sehat. Pengusaha cenderung membuat penetapan harga jasa maupun barang, melalui perjanjian tidak tertulis, dapat diduga agar sulit dilacak sekalipun oleh pihak berwenang yaitu KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha), sekalipun terdapat laporan, KPPU tidak dapat bertindak diluar kewenangannya sebagaimana peran penyidik. Dari sudut pandang dua Peraturan yaitu UU No. 5 Tahun 1999 dan UU No. 36 Tahun 1999, terjadi dualisme dalam menghadapai satu permasalahan mengenai penetapan harga. Menurut UU No. 5 Tahun 1999 perjanjian mengenai penatapan harga adakalanya dapat diterapkan pendekatan perse illegal atau rule of reason.atau keduanya. Demikian juga menurut UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang dikenal dengan pendekatan bundling service dan unbundling service.
AArticle 10 of Law 36 of 1999 on Telecommunications confirms the prohibition of the practice that leads towards monopoly and unfair competition among telecommunications carriers entrepreneurs. This is in line with the principles contained in the Law no. 5 in year 1999 on Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. According to the Law on Telecommunications, installation service carried out by the Telecommunication Providers. Anyone telecommunications operator, expressed in Article 8 of the implementing regulations set in PP. 52 of 2000. The organizers are incorporated businesses, but can also be done by an individual entrepreneur. In the recruitment of employers as providers of telecommunications by PT. Telkom Tbk., typically made agreements that containing the written and unwritten. Employment agreement made with the unwritten that is the opportunity for unfair business practices. Employers tend to make the pricing of goods and services through an unwritten agreement, it can be presumed that difficult to trace even by the authorities that the Commission (KPPU), though there is a report, the Commission can not do outside the authority, which should investigator. From the point of view of the two regulations, namely Law no. 5 of 1999 and Law no. 36 In 1999, there was a duality in the face of the existing problems. According to Law no. 5 In year 1999 an agreement on price fixing is sometimes applied approach illegal per se or rule of reason or both. Similarly, according to Law no. 36 of 1999 on Telecommunications, as known as service bundling and unbundling approach to service.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53182
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhika Fathazazi
Abstrak :
Skripsi ini membahas pengaturan hukum persaingan usaha terhadap kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menetapkan tarif premi asuransi kendaraan bermotor, kondisi pasar industri asuransi kendaraan bermotor sebelum dikeluarkannya kebijakan tersebut, dan dampak yang ditimbulkan dari penetapan batas bawah tarif premi asuransi kendaraan bermotor. Metodelogi penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa pelaku usaha asuransi kendaraan bermotor yang tidak menyerahkan tarif premi kepada mekanisme pasar tetapi menggunakan tarif premi yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan termasuk perbuatan yang dikecualikan dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena OJK mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengawasi sektor jasa asuransi yang diamanatkan oleh UU No.21 Tahun 2011 tentang OJK. Kondisi pasar industri asuransi kendaraan bermotor sebelum adanya kebijakan ini sangat kompetitif dan tidak ada pelaku usaha dominan yang mengkontrol pasar, dan penetapan tarif premi batas bawah ini mendorong para pelaku usaha asuransi untuk bersaing dalam hal pelayanan, tetapi tidak dengan persaingan harga. Meskipun tidak melanggar hukum persaingan usaha, tetapi dampak dari penetapan harga dari kebijakan ini mempengaruhi pasar industri asuransi kendaraan bermotor.
This research discusses the regulation of competition law to the policy of the Financial Services Authority (OJK), which establishes motor vehicle insurance premium rates, market conditions motor vehicle insurance industry prior to the issuance of the policy, and the impact of delimitation under the motor vehicle insurance premium rates. The methodology used in this research is normative juridical approach to conceptual (conceptual approach) The results of the study found that businesses motor vehicle insurance did not submit the premium rates to the market mechanism but use the premium rate set by the Financial Services Authority, including acts that are excluded in the Act 5 of 1999 on Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition as the OJK has the authority to regulate and supervise the insurance services sector is atributed by the Act No.21 of 2011. Market conditions of automotive insurance industry prior to this policy is very competitive and there is no dominant business operators who control the market, and the establishment of premium rates of lower limit encourages insurance businesses to compete in terms of service, but not with price competition. Although not violate competition law, but the impact of the pricing of these policies affect market of automotive insurance industry.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agrina Ika Cahyani
Abstrak :
Diare pada balita masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Maluku merupakan tiga provinsi dari beberapa provinsi di Indonesia yang mengalami peningkatan kejadian diare dari tahun 2007 hingga 2013 dan balita menjadi populasi yang paling berisiko untuk mengalami diare. Fasilitas jamban, sumber air minum, pengolahan air minum, dan fasilitas cuci tangan diketahui menjadi faktor risiko kejadian diare.Studi ini menggunakan desain potong lintang dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2012 untuk mengetahui hubungan antara fasilitas jamban, sumber air minum, pengolahan air minum, dan fasilitas cuci tangan dengan kejadian diare pada balita. Sampel penelitian adalah balita berusia 0-59 bulan di Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Maluku yang menjadi sampel SDKI 2012.Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi diare tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan 20,5 dan terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta 6,4 . Selain itu, ditemukan hubungan yang signifikan antara fasilitas cuci tangan dengan kejadian diare pada balita di Daerah Istimewa Yogyakarta nilai P=0,026 . Sumber air minum juga ditemukan berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare pada balita di Sulawesi Selatan nilai P=0,007 . Fasilitas cuci tangan pun berhubungan dengan signifikan dengan kejadian diare pada balita di Maluku nilai P=0,010 . Walaupun beberapa variabel tidak berhubungan dengan signifikan, variabel-variabel tersebut dapat meningkatkan risiko balita untuk mengalami diare. Oleh karena itu, pencegahan terhadap faktor risiko perlu dilakukan seperti menggunakan jamban yang memenuhi syarat, menggunakan sumber air minum yang layak, mengolah air minum sebelum dikonsumsi, dan memiliki fasilitas cuci tangan yang memadai. ......Diarrhea in under five children is still one of the public health problems in Indonesia. The Special Region of Yogyakarta, South Sulawesi, and Maluku are the three provinces of several provinces in Indonesia which experienced an increase in the incidence of diarrhea from 2007 to 2013 and under five children became the most at risk population for diarrhea. The latrine facility, drinking water source, drinking water treatment and hand washing facilities are known to be risk factors for diarrhea.This study used a cross sectional design using secondary data from the Indonesian Demographic and Health Survey IDHS 2012 to determine the association between latrine facilities, drinking water sources, drinking water treatment and hand washing facilities with diarrhea occurrences among under five children. The sample of the study was 0 59 months old children in Yogyakarta, South Sulawesi and Maluku which were samples of the IDHS 2012.The results showed that the highest prevalence of diarrhea was found in South Sulawesi 20.5 and the lowest was found in Yogyakarta Special Region 6.4 . In addition, there was a significant association between hand washing facilities and the incidence of diarrhea among under five children in the Special Region of Yogyakarta P value 0.026 . Drinking water sources were also found to be significantly related to the incidence of diarrhea among under five children in South Sulawesi P value 0.007 . Hand washing facilities were significantly associated with the incidence of diarrhea among under five children in Maluku P value 0.010 . Although some variables do not have significant association, these variables may increase the risk of under five children suffering from diarrhea. Therefore, prevention of risk factors needs to be done such as using improved latrines, using improved drinking water sources, treating drinking water before consumption, and having adequate handwashing facilities.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S67956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zealabetra Mahamanda
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang praktek kartel dan penetapan harga yang diduga dilakukan oleh delapan perusahaan semen di Indonesia. Dugaan tersebut diperkuat dengan terjadinya hambatan pasokan yang menyebabkan kelangkaan dan tingginya harga jual akan produk semen semen di Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU, dugaan kartel tersebut tidak terbukti. KPPU tidak dapat membuktikan bahwa pelaku usaha telah melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu, tidak terdapat adanya petunjuk perjanjian pengaturan harga, perjanjian pengaturan pemasaran dan perjanjian kartel dalam kasus ini. Alhasil, dugaan terjadinya praktek kartel dan penetapan harga tidak terbukti. Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tujuan menganalisis putusan KPPU No. 01/KPPU-I/2010 berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan Peraturan Komisi No. 4 Tahun 2010. ......This thesis analyzes the presumption of cartel practices and price fixing by the eight cement company in Indonesia. This presumption is being strengthened by supply barrier which caused scarcity and raise the sell price of the cement product. KPPU couldn't prove that cement industry participants were breaking the article 5 and article 11 Regulation Number 5 Year 1999. Beside that, there is no evidences and indication about price fixing agreement, market sharing agreement and cartel agreement. As a result, this cartel and price fixing practices presumption hasn't proven. In process of writing this thesis, writer is using legal research methode to analyzing KPPU decision Number 01/KPPU-I/2010 based on the Law Number 5 Year 1999 and Comission Regulation Number 4 year 2010.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S448
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Giartono
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang

Pemerintah Indonesia hingga saat ini masih menerapkan kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang murah, yaitu tingkat harga jual yang lebih rendah dan harga pasar, rata- rata biaya pokok BBM atau harga jual di negara tetangga. Namun dengan persetujuan DPR, Pemerintah pada tahun 2000 telah sepakat babwa kebijakan subsidi BBM di masa mendatang tidak akan dipertahankan lagi, karena besaran subsidi yang menjadi beban APBN dirasakan semakin berat. Pengbapusan subsidi BBM ini memang tidak akan dilakukan sekaligus, melainkan berangsur-angsur dikurangi untuk meminimalisasi guncangan sosial, ekonomi dan politik di masyarakat. Dengan demikian kenaikan harga memang tidak dapat dihindarkan lagi. Persoalannya kini adalah seberapa besar kenaikan itu dan pada jenis BBM apa saja kenaikan layak dilakukan.

Kebijakan harga BBM sebelum penghapusan subsidi secara penuh diperkirakan akan ditetapkan secara spesifik untuk setiap jenis BBM, artinya kebijakan harga suatu jenis BBM mungkin berbeda dengan jenis BBM lainnya, Bahkan harga jual suatu jenis BBM mungkin akan berbeda, bisa dijual dengan harga pokok, harga subsidi atau harga pasar, sesuai dengan kondisi konsumen. Sebelum pemerintah bisa memutuskan besarnya kenaikan itu dan pada jenis BBM apa saja, salah satu informasi yang sangat penting sebagai dasar pengambilan keputusan adalah berapa barga pokok masing-masing jenis BBM dan bagaimana formula harga jual BBM yang bisa dipakai.

Dari survei pendahuluan yang dilakukan, tampaknya pemerintah tidak memiliki informasi harga pokok masing-masing jenis BBM dan formulasi harga jual masing-masing jenis BBM yang diproduksi oleh Pertamina. Tujuan studi ini adalah untuk mengkaji kemungknan perhitungan biaya pokok masing-masing jenis BBM dan penetapan formula harga jual produk BBM yang bersangkutan, yang bisa dipilih sebagai pola dalam memasuki era perdagangan bebas.

Definisi Permasalahan

Berlatar belakang kondisi yang diuraikan di atas, penulis melihat permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah perhitungan biaya pokok prnduksi masing-masing jenis BBM bisa dilakukan? 2. Bagaimana formula harga jual untuk masing-masing jenis BBM yang bisa menjadi acuan bagi pemerintah dalam menetapkan harga jual masing-masing produk BBM di dalam negeri.

Arena Studi

Sebagai arena studi yang dilakukan, penulis memilih Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMENA), sebagai pelaksana misi pemerintah untuk menyediakan kebutuhan energi BBM di dalam negeri sesuai Undang Undang No.8 tahun 1971. Kemudian sebagai sampel di Pertamina untuk kegiatan pengilangan, penulis memilih Kilang Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap, karena merupakan kilang terbesar yang dimiliki Pertamina dengan kapasitas pengolahan 300.000 barrel per han. Untuk sampel data keuangan yang digunakan dalam kalkulasi, penulis menggunakan data keuangan tahun anggaran 1998/1999.

Metode penelitian

Penelitian pustaka (library research) dilakukan untuk menelaah tulisan terdahulu dari artikel yang sesuai dengan topik ruang lingkup studi yang dimuat dalam surat kabar, jurnal atau buku referensi yang sesuai.

Penelitian lapangan (field research) dilakukan berupa wawancara dengan beberapa narasumber diantaranya Tim Subsidi BBM Pertamina dan pihak lain yang dapat memberikan informasi yang relevan

Temuan penting

Dari studi yang dilakukan, penulis menemukan hal-hal sebagal berikut: 1. Pertamina sebagai pelaksana tugas pemerintah untuk menyediakan kebutuhan BBM di seluruh wilayah Republik Indonesia, tìdak mendapatkan keuntungan dari operasi BBM., karena setiap keuntungan yang diperoleh harus diserahkan kepada pemerintah. Demikian pula bila mengalami kerugian akan diganti secara penuh oleh pemerintah.

2. Sistem akuntansi yang berlaku di Pertamina belum dapat menghasilkan perhitungan harga pokok penjualan per jenis produk BBM yang dihasilkan. Informasi akuntansi biaya pada Pertamina hanya menyediakan laporan biaya pokok BBM secara total yang terpisah dan operasi Non BBM.

3. Jenis produk yang dihasilkan oleh Pertamina baik BBM maupun Non BBM merupakan hasil dari serangkaian proses kilang yang teijadi secara simultan sesuai desain kilang Pertamina anggaran 1998/1999.

4. Sebagai dasar penetapan harga yang dibebankan secara sama kepada konsumen di seluruh wilayah Indonesia, pemerintah selama ini lebih menggunakan pertimbangan aspek politik dan aspek sosial melalui kebijaksanaan subsidi BBM.

5. Dengan menggunakan data akuntansi yang ada, perhitungan harga pokok produksi per jenis produk BBM bisa dilakukan oleh Pertamina dengan melakukan alokasi biaya menggunakan metode Market /Sales Value Methoa Average Urnt Cosi Methoa Weighted Average Method, atau Quantitative Unit Method

6. Dengan menggunakan harga pokok produksi masing-masing jenis BBM yang telah dihitung, pemerintah bisa menetapkan harga jual produk BBM yang menampung kepentingan produsen untuk dapat membayar kembali biaya-biaya yang dikeluarkan sesuai alternatif formula harga jual yang penulis ajukan. Untuk melindungi kepentingan konsumen, kebijakan penetapan harga BBM bisa dipelajari pemerintah dan praktik penetapan harga BBM di beberapa negara.

Kelemahan studi Untuk mendapatkan besaran harga jual yang pkpn diterapkan di masyarakat kiranya perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai dampak kenaikan harga BBM di Indonesia secara rnakro maupun sektoral baik mengenai aspek ekonomi, sosial maupun politik yang belum tercakup dalam studi yang dilakukan
2001
T2115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Ayuta Naomi
Abstrak :

Tesis ini membahas mengenai tanggungjawab direksi dalam konteks terjadinya concerted action pada kasus kartel kenaikan harga dan hal-hal apa saja yang harus ditempuh guna menemukan bukti indikasi terjadinya penetapan kenaikan harga dengan mengacu pada Putusan KPPU No. 04/KPPU-I/2016 jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. 163/Pdt.G/KPPU/2017/PN. Jkt.Utr. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya, yang diperoleh melalui studi dokumen. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, concerted action dapat dibuktikan dengan bukti komunikasi secara langsung dengan didukung bukti elektronik sebagai bukti yang sah dalam pengadilan. Kedua, pemeriksaan untuk membuktikan penetapan kenaikan harga melalui concerted action yang dilakukan tidak cukup sebatas dengan pendekatan per se illegal, melainkan membutuhkan pendekatan rule of reason. Ketiga, adapun tindakan concerted action yang dilakukan oleh direksi Yamaha tersebut merupakan perbuatan melawan hukum karena telah tidak mengindahkan fiduciary duty sehingga direksi dapat dikenakan pertanggungjawaban pribadi.

 

Kata kunci : Concerted Action; Rule Of Reason; Tanggung Jawab Direksi


This thesis discuss about the responsibilities of director in the context of the occurrence of a concerted action in case of price fixing and what must be taken to find evidences of an indication of the price fixing with reference to KPPU Decision No. 04 / KPPU-I / 2016 jo. North Jakarta District Court Decision No. 163 / Pdt.G / KPPU / 2017 / PN. Jkt.Utr. This study used normative juridical research methods with secondary data as the source of the data, obtained through document studies. From the results of the research, it can be concluded that: First, concerted action can be proven by evidence of direct communication supported by electronic evidence as a valid evidence in the court. Second, the examination to prove the determination of price fixing through concerted action is not enough to be limited to the per se illegal approach, but requires a rule of reason approach. Third, the concerted action carried out by Yamaha directors is an act against the law because it has not applied fiduciary duty so that directors can be subject to personal liability.

 

Keywords: Concerted Action; Rule Of Reason; Directors Responsibility

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Silvia
Abstrak :
Pada tahun 2022, Pemerintah menaikkan harga BBM jenis tertentu dan jenis khusus Penugasan. Keputusan ini membuat masyarakat turun kelapangan untuk melakukan demo yang artinya keputusan yang di ambil ini masih menuai kritik dari masyarakat. Penelitian ini di lakukan untuk menganalisa kesesuaian antara Keputusan Menteri ESDM mengenai penetapan harga jual eceran BBM dan peraturan perundang–undangan yang berlaku, manfaat dari dikeluarkannya keputusan tersebut, pendapat dan tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap kenaikan BBM tersebut dengan menggunakan penelitian sosio legal, dengan bahan analisa yang terdiri dari bahan primer berupa wawancara dengan pengemudi ojek online, dan wawancara dengan pegawai Kementerian ESDM, serta bahan sekunder berupa peraturan perundang-undangan, buku, dan sumber sekunder lainnya. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa keputusan terkait penetapan harga didasarkan 3 pertimbangan yakni pertama, harga minyak dunia yang melambung jauh dari perkiraan Kementerian ESDM yakni ICP Januari - Agustus USD$ 103,25 per barrel, kedua, pada realitanya BBM tertentu dan BBM jenis khusus penugasan sulit pengawasannya untuk tepat sasaran, dan ketiga, kenaikan harga BBM ini dilakukan untuk mendukung kemampuan daya beli masyarakat dengan cara Pemerintah mengalihkan dana APBN untuk Subsidi tersebut ke bantuan langsung tunai atau bantuan sosial. Serta, Surat keputusan ini tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Namun, pengemudi ojek online merasa lebih banyak penderitaan akibat dampak kenaikan harga BBM ini, sehingga berdasarkan teori utilitarianism of rule, Keputusan ini tidak memenuhi ketentuan rule dalam utilitarianism of rule. Pendapat pengemudi ojol terkait keputusan ini adalah 5 dari 10 mereka berpendapat bahwa kebijakan ini tidak memiliki manfaat sama sekali dan 5 dari 10 lainnya berpendapat bahwa kebijakan ini hanya bermanfaat bagi sebahagian orang saja. Tindakan yang dilakukan pengemudi ojek online terbagi 2 yaitu ada yang melakukan demonstrasi dan ada juga yang tidak melakukan demonstrasi. Kedua tindakan yang dilakukan tersebut sesuai dengan teori utilitarianism of rule. ......In 2022, the Government will increase the price of certain types of fuel and special types of duty. This decision made the public hold demonstrations which mean that the decision taken is still receiving criticism from the public. This study was conducted to analyze the conformity between the Minister of Energy and Mineral Resources' Decree regarding the determination of retail fuel pricing and the applicable laws and regulations, the benefits of the issuance of the decision, opinions and actions taken by the community regarding the increase in fuel using socio-legal research. Moreover, analytical materials consisted of primary materials in the form of interviews with online motorcycle drivers, and interviews with employees of the Ministry of Energy and Mineral Resources, Meanwhile, secondary materials are in the form of statutory regulations, books and other secondary sources. The result shows that decisions regarding price setting are based on 3 considerations that are first, world oil prices which have soared far from the estimates of the Ministry of Energy and Mineral Resources, namely ICP January - August USD$ 103.25 per barrel; second, In fact, certain types of fuel and special types of fuel for assignments are difficult to monitor on target; and third, the increase in fuel prices is conducted to support people's purchasing power by diverting APBN funds for subsidies into direct cash assistance or social assistance. However, online motorcycle taxi drivers feel more suffering due to the impact of this increase in fuel prices, so based on the theory of utilitarianism of rule, this decision does not fulfill the provisions of the rule in utilitarianism of rule. The opinion of online motorbike taxi drivers regarding this decision is that 5 out of 10 of them believe that this policy has no benefits at all while other 5 out of 10 believe that this policy is only beneficial for some people. In addition, the actions taken by online motorcycle taxi drivers are divided into 2 that are those who demonstrate and those who do not demonstrate. Both actions taken are in accordance with the theory of utilitarianism of rule.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>