Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogi Arief Nugraha
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana media dalam hal ini media televisi (RCTI dan SCTV) memaknai realitas konflik yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia dalam proses produksi beritanya.
Penelitian tentang pola pemberitaan atau pendekatan jurnalistik yang digunakan media televisi dalam proses produksi berita seputar konflik di Indonesia, mengajukan pendekatan jurnalisme perdamaian dan paradigma konstruksionis yang memandang tidak adanya realitas obyektif termasuk dalam berita.
Penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif ini melakukan kajian terhadap kebijakan dan pandangan pengelola berita di RCTI dan SCTV atas realitas konflik yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia hingga masuk ke dalam proses produksi berita.
Studi kualitatif terhadap kebijakan dan pandangan pengelola berita di RCTI dan SCTV disertai analisis berita seputar konflik di RCTI dan SCTV, ditemukan bahwa pemahaman berita yang mencerminkan realitas serta prinsip jurnalisme berimbang dan obyektif dianggap sebagai paradigma tepat dalam menyikapi realitas di wilayah konflik.
Pandangan konstruksionis yang banyak diadopsi oleh pendekatan jurnalisme perdamaian (intervensi dan subyektif terhadap realitas di wilayah konflik demi penyelesaian konflik melalui pemberitaan media) dipandang sebagai bentuk jurnalisme sepihak dan tidak obyektif.
Pada kenyataannya, bagian pemberitaan RCTI dan SCTV pada proses produksi berita seputar konflik tanpa disadari melakukan konstruksi atas realitas seperti memilih angle, nara sumber, penokohan dan penekanan isu tertentu.
Akibat digunakannya pendekatan jurnalisme obyektif (objektifitas semu)- tidak melakukan intervensi subyektif pada proses produksi berita seputar konflik, maka media seringkali dituding mengeksploitasi konflik demi kepentingan bisnis. Dan lebih jauh lagi media dinilai tidak berperan dalam penyelesaian suatu konflik.
Diperlukan kebijakan manajemen RCTI dan SCTV untuk menempatkan program berita sebagai fungsi sosial televisi terhadap pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Salah satunya dengan melakukan intervensi subyektif terhadap suatu berita konflik dengan motif penyelesian masalah.
Program berita televisi sebagai social cost diharapkan dapat menciptakan model pemberitaan yang tidak berorientasi pada selera pasar atau rating, melainkan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian tudingan bahwa televisi hanya mengutamakan kepentingan komersial dapat diimbangi dengan fungsi pemberitaan yang konstruktif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suraya
"ABSTRAK
Pokok permasalahan tesis ini dititik beratkan pada media yang diwakili oleh para pekerja medianya mengkonstruksi realitas sosial terutama mengenai kasus Aceh dilatarbelakangi oleh ideologi profesionalnya, yaitu menyajikan beritanya dengan tujuan untuk memberikan informasi, pendidikan dan hiburan. Namun kita belum mengetahui bagaimana sebenarnya cara pandang yang dimiiiki oleh institusi medianya (KOMPAS, Republika dan Suara Karya) terutama para individu pengelolanya terhadap kasus Aceh itu sendiri dan citra ABRI yang diangkat ?
Aspek yang ditelaah dalam kerangka teori adalah seputar isi berita (teks) dengan teori ekonomi politik, yang diintertekstualitaskan dengan produksi dan konsumsi teksnya serta sosial budaya pers di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk menemukan nilai-nilai (Ideologi) apa yang disebarkan oleh ketiga media tersebut melalui beritaberita kasus Aceh.
Hasil penelitian yang didapat, Republika dan Suara, Karya cenderung lebih banyak mengemukakan framing pelanggaran HAM. ABRI di citrakan sebagai pelariggar HAM. Pada Suara Karya eksemplar yang dikemukakan adalah kekejaman Polpot di Kamboja, Hitler dan Nazi-nya di Jerman dan kekejaman Serbia terhadap Bosnia.
Sedangkan KOMPAS mengemukakan ketiga framing secara merata, yaitu Stabilitas Keamanan, Jasa Rakyat Aceh dan Pelanggar HAM.
Namun pada elemen framing yang dikemukakan terdapat eksemplar, yaitu pemboman terhadap kedutaan besar Amerika Serikat di Nairobi, Kenya dan Dar es Salaam, Tanzania oleh aksi teroris. Depiction yang muncul adalah Terorisme pada aksi-aksi kerusuhan sedangkan pelakunya adalah teroris. Hal ini_ biasanya dikemukakan oleh media non Islam dengan menyebarkan nilai-nilai (Katolik) yang dianutnya. Ideologi dominan pada ketiga media tersebut adalah ideologi kapitalis. KOMPAS memiliki oplah yang besar sehingga lebih banyak dibaca dibandingkan dengan Suara Karya yang hanya lebih banyak dibaca oleh pegawai negeri (afiliasi ke Golkar) dan Republika yang segmen pembacanya kebanyakan muslim. Dengan adanya pemberitaan kasus Aceh tersebut. ketiga suratkabar mengharapkan lebihbanyak dibaca pembacanya sehingga oplahnya menjadi naik dan para pengiklan lebih banyak masuk.
Pemberitaan dalam media pada masa orde baru sangat dibatasi terutama yang menyangkut masalah Pancasila, UUD 1945, Dwi Fungsi ABRI dan kegiatannya serta Keluarga Suharto beserta kroninya. Karena itu pemberitaan mengenai ABRI sangat jarang terekspos. Sedangkan pada
masa reformasi, katup-katup pembatas tersebut mulai terbuka. Semua media menikmati ephoria kebebasan tersebut, sehingga kasus Aceh yang banyak menyangkut kegiatan ABRI mulai terekspos. Para pekerja media mengkonstruksi berita Kasus Aceh dipengaruhi oleh perekonomian media yang bersangkutan. Sehingga saat berita tersebut terjadi dikaitkan dengan krisis moneter yang melanda media massa serta peta politik yang sedang berubah ke arah era reformasi. Berita Kasus Aceh dikonstruksikan dengan tujuan agar oplah media tersebut menjadi naik sehingga tetap bertahan dalam situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yundi Fitrah
"ABSTRAK
Pada masa pemerintahan Jepang masalah penulisan karya sastra khususnya penulisan cerpen mendapat tempat yang istimewa dikalangan pemerintah. Pemerintah Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Kantor Pusat Kebudayaan) sebagai wadah menyampaikan karya sastra bagi seniman. Selain itu wadah ini juga menerbitkan beberapa majalah, yang salah satu majalah penting pada masa itu adalah Djawa Baroe. Sebab banyak menyajikan berita propaganda politik Jepang, yang terutama terdapat dalam karya sastra.
Penelitian yang dilakukan terhadap karya sastra khususnya cerpen-cerpen dalam majalah Djawa Baroe, ditemukan tujuh jenis tema propaganda. (1) Tema kecintaan terhadap laut terdapat dalam cerpen "Lajar Poetih", "Darah Laoet", "Aroes Mengalir". (2) Tema anti Belanda terdapat dalam cerpen "Hamid, Pahlawan Perkoempoelan Anti A.V.C. (Di Ba-. wah Bayangan Djembatan)", dan "Kardjo Pandai Besi". (3) Tema Konflik jiwa dalam menghadapi keadaan yang baru terdapat dalam cerpen "Radio Masyarakat", dan "Pemuda Pantjaroba". (4) Tema kesesatan akibat cinta terhadap Barat terdapat dalam cerpen "Setinggi-tinggi Terbang Bangau", dan "Pamankoe". (5) Tema kecintaan terhadap pemerintah Jepang terdapat dalam cerpen "Tanda Bahagia", dan "Mendjelang Hari Gemilang". (6) Tema menjadi pembela tanah air terdapat dalam cerpen "Panggilan Tanah Air (Tjitra)", "Boekan Karena Akoe", dan "Djiwa Pahlawan". (7) Tema kekacauan keluarga karena sikap suami tidak menabung terdapat dalam cerpen "Tangan Mentjentjang Bahoe Memikoel".
Teknik-teknik Propaganda yang digunakan dalam cerpencerpen majalah Djawa Baroe, dalam cerpen "Lajar Poetih", "Darah Laoet", "Aroes Mengalir", "Radio Masjarakat", "Pemoeda Pantjaroba", "Setinggi-tinggi Terbang Bangau", dan "Mendjelang Hari Gemilang" adalah menggunakan teknik propaganda "pembajikan". Cerpen "Hamid, Pahlawan Perkoempulan Anti A.V.C. (Di Bawah Bayangan Djembatan)", "Kardjo Pandai Besi", "Pamankoe", dan "Tanda Bahagia" adalah menggunakan teknik propaganda "cap buruk". Cerpen "Panggilan Tanah Air", "Boekan Karena Akoe", dan "Djiwa Pahlawan adalah menggunakan teknik propaganda "pengumpulan". Cerpen " T angan Mentjentjang Bahoe Memikoel" adalah menggunakan teknik propaganda "mengatur Keadaan".

ABSTRACT
The literary writing was much more stressed on by the government in Japan's colony period. Japan government set up a center for culture, Keimin Bunka Shidosho. It was a place magazines. One of them was called Djawa Baroe. Their magazines generally presented political issues which was a Japan's propaganda. Directly, the literary works that came up at that time were containing a political propaganda.
This research was carried out to discover those issues. It was done on some short stories that taken from Djawa Baroe. It had been found that there were seven types of propagandas theme. (1) Adorn to the sea was found on "Lajar Poetih", "Darah Laoet", and "Aroes Mengalir". (2) Dutch-anti got on "Hamid, Pahlawan Perkoempoelan Anti A.V.C. (Di Bawah Bajangan Djembatan)", and "Kardjo Pandai Besi". (3) Phsycoconflict to cope with a new situation found on "Radio Masjarakat", and "Pemoeda Pantjaroba". (4) Misleading of admiration to Wastern culture was seen on "Setinggi-tinggi Terbang Bangau", and "Pamankoe". (5) Admiration to Japan was got on "Tanda Bahagia", and "Mendjelang Hari Gemilang". (6) Struggle for Independence on "Panggilan Tanah Air (Tjitra)" and "Boekan Karena Akoe". (7) Broken home of husband not to save was seen on "Tangan Mentjentjang Bahoe Memikoel".
Propaganda's technique that used on Djawa Baroe magazine were: "Lajar Poetih", "Darah Laoet", "Aroes Mengalir", "Radio Masjarakat", "Pemoeda Pantjaroba", "Setinggitinggi Terbang Bangau", and "Mendjelang Hari Gemilang" writers used glittering generalities. Mean while, wrirwes in "Hamid, Pahlawan Perkoempoelan Anti A.V.C. (Di Bawah Bajangan Djembatan)", "Kardjo Pandai Besi", "Pamankoe", and "Tanda Bahagia" tended to neme calling. In "Panggilan Tanah Air", "Boekan Karena Akoe", and "Djiwa Pahlawan we found band wagon technique. The Card Stacking technique was used in "Langan Menjentjang Bahoe Memikoel".
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Rachman
"Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, dan di dalam hierarki gramatikal wacana merupakan satuan bahasa yang tertinggi. Wacana merupakan satuan bahasa yang tidak terbatas dalam jumlah kalimat dan kalimat-kalimat tersebut merupakan komponen konstruksi wacana. Kalimat-kalimat dalam wacana itu tidak terlepas-lepas begitu saja, melainkan saling berpautan dengan kalimat-kalimat yang lain secara semantis tekstual, membuat kesatuan yang utuh sebagai suatu wacana. Kohesi adalah istilah yang menunjuk pada perpautan kalimat-kalimat itu, yang membatasi kumpulan kalimat itu sebagai suatu wacana. Dengan menghubungkan kalimat-kalimat itu secara kohesif, maka dapat diketahui tingkat kekohesifan wacana itu. Kohesi ditandai oleh pemarkah-pemarkah yang menghubungkan kalimat-_kalimat yang terdapat di dalam wacana itu. Pemarkah-pemarkah itu berupa alat kohesi yang terdiri dari pengacuan (reference), penggantian (substitution), pelesapan (ellipsis), konjungsi (conjuction), dan leksikon (lexicon). Hasil analisis kekohesifan pada karya tulis mahasiswa BTPA III, ternyata tidak sepenuhnya kohesif, karena ada kalimat-kalimat yang tidak menggandung unsur kohesif. Secara umum penggunaan tipe-tipe ikatan kohesif pada seluruh wacana hampir sama, kecuali pada wacana Korea Selatan. Urutan penggunaan tipe ikatan kohesif pada wacana Korea Selatan adalah kolokasi, pengacuan, konjungsi, penggantian, dan pelesapan, sedangkan ketiga wacana lainnya adalah kolokasi, konjungsi pengacuan, penggantian, dan pelesapan. Alat kohesi yang dominan dipergunakan pada semua wacana adalah lama, yaitu leksikon, sedangkan yang jarang dipergunakan adalah pelesapan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12412
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library