Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herlia Susilawati
Abstrak :
Farmasi rawat jalan Rumah Sakit Haji Jakarta dari tahun ke tahun semakin meningkat kedatangan resepnya, namun masih ada pasien yang tidak membeli obat pada farmasi rawat jalan RSHJ yang salah satu kemungkinan penyebabnya adalah waktu tunggu yang lama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu tunggu seorang pasien dalam membeli obat, faktor-faktor yang menyebabkannya dan mengembangkan model yang lebih baik yang dapat mempersingkat waktu tunggu. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Cross Sectional atau penelitian operasional dengan analisa kuantitatif. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh lembar resep yang datang ke farmasi rawat jalan RSHJ pada pukul 08.00 - 14.00 mulai tanggal 27 Mei sampai dengan 1 Juni 2002. Analisa data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kedatangan resep per jam selama seminggu adalah sebesar 30 lembar per jam. Rata-rata tingkat kedatangan pada saat waktu sibuk sekitar dua kali lebih besar dibandingkan rata-rata tingkat kedatangan pada saat tidak sibuk. Pola pelayanan obat jadi lebih singkat daripada pola pelayanan obat racikan, khususnya pada tahap penyiapan obat. Sedangkan lama waktu tunggu dalam sistem pada tahap penyiapan obat jadi selama 22 menit 27 detik, dan lama waktu tunggu pada tahap penyiapan obat racikan selama 41 menit 3 detik. Untuk mengurangi lamanya waktu tunggu dibuatlah model antrian M/G/2/I/I pada tahap penyiapan obat jadi dan tahap penulisan etiket dan pengemasan obat. Hasil simulasi dari model tersebut menunjukkan bahwa lama waktu dalam sistem dapat berkurang selama lebih kurang 2.5 menit.
Development of the Prescription's Queuing System Model in the Outpatient's Pharmacy of RSHJ in 2002The prescriptions of out patients in RSHJ have increased from year to year. Some of the outpatient do not buy drug in RSHJ pharmacy. One of the reasons, probably, is the waiting time of the service. The aim of this study was to know the waiting time in buying drug, of the outpatient the contribution factors, and how to develop a better model for shorten the waiting time. The research uses the cross sectional or operational research by using quantitative analysis. The sample has taken from the whole prescriptions in outpatient's pharmacy in RSHJ from 08.00 AM until 02.00 PM, from May 27 th up to June 1 st, 2002. The result from analysis by using computer. Has revealed that the average of the prescriptions per hour during one week was 30 prescriptions. The average of arrival rate at peak hours was about twice longer than the average of arrival rate at UN peak hours. The non-dispensed medicine prescription has shortened than the dispensed medicine prescriptions, especially in the prepared time. The result show the waiting time for non-dispensed medicine prescriptions is 22 minutes 27 seconds, and for the dispensed medicine prescriptions is 41 minutes 3 seconds. The queuing model M/G/2/I/I, has use as a model in this study to analysis how to shorten the waiting time in preparing the non-dispensed medicine prescriptions, descriptions etiquette drugs, and drug's packaging. The simulation of this model show the waiting time can be shorten for about 2,5 minutes.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 8321
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoswita Syakur
Abstrak :
Dalam evaluasi kinerja instalasi farmasi dan biaya obat di Rumah Sakit Semen Padang dari tahun 1995 sampai tahun 1999, terjadi peningkatan jumlah resep yang diambilkan ke apotik luar yaitu 8.862 resep tahun 1995, menjadi 10.287 resep (tahun 1996), lalu meningkat lagi menjadi 13.666 resep (tahun 1997), 13.963 resep (tahun 1998) dan 13.735 resep (tahun 1999). Kalau dilihat rata-rata biaya pengambilan obat ke apotik luar adalah 27 % dari total biaya obat Rumah Sakit Semen Padang. Pada tahun 2000 biaya obat apotik luar adalah Rp. 526.469.784. Penulis berpendapat bahwa biaya tersebut cukup besar dan tidak effisien dan berdampak kepada kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Semen Padang. Karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui beberapa faktor yang menyebabkan tingginya resep keluar tersebut. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif, dengan wawancara mendalam kepada dokter intern. Selain itu dilakukan penelitian dokumen yang ada di instalasi farmasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penulisan resep keluar cenderung meningkat disebabkan karena jenis obat yang diperlukan tidak tersedia, dan proses perencanaan perbekalan farmasi tidak melibatkan dokter intern. Koordinasi antara manajemen dan dokter belum berjalan seperti yang diharapkan. Telaah dokumen menunjukan ineffisiensi biaya obat. Untuk mengurangi penulisan resep ke apotik luar tersebut, penulis menyarankan sebagai berikut: - Meningkatkan fungsi perencanaan perbekalan farmasi melalui proses Bottom-Up dengan melibatkan dokter. - Membentuk komite medik dan komite farmasi dan terapi agar terbentuknya standard terapi yang dapat dipedomani dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit Semen Padang. - Membuat suatu sistem pengawasan atau aturan mengenai penggantian obat dengan persediaan yang sama di instalasi farmasi. - Meningkatkan peranan dan tanggung jawab apoteker terutama dalam pengawasan penggunaan obat.
Prescription by Interns at Semen Padang HospitalDuring the performance evaluation of the pharmacy and medicine costs at Semen Padang Hospital, conducted in 1995 to 1999, an increase in the amount of prescriptions filled at other pharmacies from 8,862 in 1995, to 10,287 in 1996, then 13,666 in 1997, 13,963 in 1998, and 13,735 in 1999. The average costs for prescriptions filled at other pharmacies are 27% from the total medicine costs at Semen Padang Hospital. Which in the year 2000 is Rp526,469,784,-. The sizes of those costs are considered quite large by the author, inefficient, and may affect the quality of the health services provided at Semen Padang Hospital. Therefore, a study is performed to discover the factors that caused the high percentage of prescription filled at other pharmacies. This study is conducted qualitatively, through in depth interviews on the interns. A study on the documents at the pharmacy is also performed. The study indicates that the cause of the increase in the amount of prescriptions filled in other pharmacies was the absence of the required medicine and the non-involvement of the interns during the pharmaceutical supplies planning process. Coordination between the management and the doctors have not functioned as expected. Documentary studies indicate inefficient medicine costs. To reduce the amount of prescriptions filled at other pharmacies, the author suggests: - To increase the pharmaceutical planning function through a Bottom-Up by involving the doctors. - Forming a medical committee, a pharmacy and therapy committee to establish a therapy standard as guidelines for health services that Semen Padang Hospital. - Create a inspection system or regulations on the replacement of the medicine according to the available supplies at the pharmacy. - Increase the rote and responsibility of the pharmacist, particularly in supervising the use of the medicine.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T8322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzi Kasim
Abstrak :
Peningkatan umur harapan hidup penduduk indonesia telah menghasilkan peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut. Transisi demografi dan epidemiologi telah menyebabkan penyakit pembuluh darah menjadi urutan pertama dalam penyebab kematian, terutama pada umur lanjut. Kebutuhan pelayanan kesehatan dan biaya bagi mereka akan meningkat. Tujuan penelitian ini adalah menilai kebijakan penggunaan obat melalui perbandingan pola peresepan bagi penderita stroke pasien Askes dan Umum, yang meliputi nama generik dan kelas terapi, jumlah obat per pasien, ketepatan dosis, jumlah Dosis per hari (Defined Daily Dose), dan biaya obat per pasien. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengendalian biaya obat dan peningkatan pelayanan kesehatan. Metode penelitian survai 'cross sectional' digunakan terhadap 182 pasien stroke yang terdiri dari 46 pasien Askes dan 136 pasien Non Askes, melalui rekam medik penderita yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama Januari sampai Desember 1995. Data yang dikurnpulkan adalah nama dan kelas terapi obat, jumlah dosis dan jumlah unit obat yang dipakai, dan harga satuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara peresepan dan biaya obat bagi pasien Askes dan Non Askes, kecuali dalam jumlah Defined Daily Dose, jumlah rata-rata obai perpasien, dan biaya obat per pasien. Referensi : 61. ( 1979 - 1996 )
Comparative Study of Prescribing Pattern and Drug Cost for Stroke Patient of Cipto Mangunkusumo Hospital by PT. Askes Beneficiaries in 1995Increased life expectancy of Indonesian population has resulted in the growing number of elderly until 2010. Demographic and epidemiologic changes has placed cardiovascular disease becomes a major disease, predominantly affecting the elderly population. The majority of them have chronic diseases requiring long term care and high cost. The objective of the study was to review drug use policy by assessing drug prescribing pattern (generic name and therapeutic class of drug, number of drug per patient, accuracy of dose, number of Debited Daily Dose , and drug cost per patient) among patients suffer front stoke, causisted at those are PT. Askes' beneficiaries (a government health insurance company) and Non Askes beneficiaries. It was expected that the results of this study can be used to improved health care services and control drug. The method used was cross sectional survey on 182 stroke patients (46 /Likes beneficiaries and 136 Won Askes beneficiaries) who were hospitalized in Cipto Mangunkusumo Hospital dining January - December 1995. Data obtained from medical records include generic name and therapeutic class of drug, dosage regiment, number of drug administered, and unit price of the drugs. The result showed that there was no difference in drug treatment both for Askes and Non Askes patients, except in term of defined daily dose, number of drug per patient and drug cost per patient. Refferences : 61 (1979-1996)
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Febrianti
Abstrak :
Tesis ini dilatarbelakangi oleh banyaknya penggunaan obat non DPHO dan tingginya beban cost sharing obat pada pasien ASKES di rawat inap gedung A RSCM. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan peresepan obat non DPHO yang terdiri dari faktor Dokter Penanggung Jawab Pasien (pendidikan, spesialisasi), faktor pasien (umur, jenis kelamin), faktor kelas ruang rawat terhadap rerata biaya obat non DPHO. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan desain cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan rerata biaya obat non DPHO per pasien adalah Rp 1.511.626 atau 55,3% dari total biaya obat. Pendidikan dan spesialisasi DPJP, umur dan jenis kelamin pasien, serta kelas ruang rawat berhubungan dengan rerata biaya obat non DPHO. Rerata biaya obat non DPHO Konsultan lebih tinggi daripada Spesialis, rerata biaya obat non DPHO paling tinggi pada spesialisasi Syaraf dan paling rendah pada Gigi Mulut, rerata biaya obat non DPHO tertinggi pada pasien kelompok umur tua dan paling rendah pada anak, rerata biaya obat non DPHO pasien laki-laki lebih tinggi daripada perempuan,dan rerata biaya obat non DPHO paling tinggi pada kelas VIP (4 bed) dan VVIP, paling rendah pada kelas 2 dan 3. ......This study is triggered by the heavy use of drugs of non-DPHO and the high burden of drug cost sharing for ASKES? patients hospitalized in Gedung A RSCM. The purpose of the study was to determine the factors associated with the prescriptions of non-DPHO comprising factors of Responsible Patient Physician (i.e. education, specialization), patient factors (i.e. age, gender), the room class factor toward the average cost of non-DPHO drugs. This study is an analytical one using cross-sectional design. The results showed that the average drug cost per patient non DPHO is Rp. 1,511,626 or 55.3% of total drug costs. Education and specialization of DPJP, age and sex of the patient, as well as room class have relationship toward non-DPHO average drug costs. The average of cost of medication non DPHO from Consultant is higher than that of drugs prescribed by Specialist. The highest cost for non-DPHO is neural specialization while Dental Mouth is the lowest. Furthermore, the average cost of non DPHO in older age groups are the highest whilst children are the lowest. Finally, male patients are higher than the female, as well as VIP class (4 beds) and VVIP are the highest and the class 2 and 3 are the lowest.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T33197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Kinanthi Bekti
Abstrak :
Latar belakang penelitian ini adalah kenaikan tren kunjungan pasien JKN di rumah sakit Dewi Sri baik rawat jalan ataupun rawat inap. Kendali mutu dan kendali biaya sangat diperlukan untuk menjamin agar pelayanan kesehatan pada peserta JKN sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan dan diselenggarakan dengan efisien. Pilihan obat yang termasuk dalam pembayaran InaCBGs akan menjadi komponen penting, sehingga review terhadap penggunaan obat sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan efisiensi biaya obat. Penelitian ini menggunakan studi crosssectional dengan metode kuantitatif, untuk melihat gambaran rata-rata jumlah item obat per resep, persentase peresepan obat generik, peresepan antibiotik, peresepan obat fornas, dan jumlah biaya obat terhadap faktor jenis kelamin pasien, usia pasien, jenis kelamin dokter, umur dokter dan jaminan kesehatan sesuai dengan data sekunder yang didapat melalui data rekam medis dan resep di farmasi. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan yang signifikan jumlah item obat per resep, persentase oobat generik, persentase obat antibiotik, persentase obat fornas, dan biaya obat diantara ketiga jenis jaminan kesehatan tersebut. Faktor yang paling berpengaruh terhadap persentase antibiotik di rawat jalan dan jumlah item obat per resep pada rawat jalan dan rawat inap adalah jenis kelamin dokter. Faktor yang paling berpengaruh pada persentase antibiotik di rawat inap, dan persentase generik, persentase fornas, dan biaya obat pada rawat jalan dan rawat inap adalah jaminan kesehatan. Sehingga perlu adanya kebijakan penggunaan obat generik, penggunaan obat fornas, dan jumlah item obat per resep ≤ 2 jenis obat di lingkungan rumah sakit. ...... The background of the present research was the increasing trend of JKN patients visits at Dewi Sri Hospital, for both outpatients and inpatients. Quality and cost controls are highly needed in securing that health services to JKN members be in conformity with the specified quality standard and implemented efficiently. The choice drugs included in InaCBGs payment would become a significant component, and thus a review of drug administration is greatly needed in attempt to enhance both health service quality and drug cost efficiency. The research used a cross-sectional study by a quantitative method, so as to find out the average number of drug items per prescription, percentage of generic drug prescription, antibiotic prescription, fornas drug prescription, and total cost of drugs on the factors of patient gender, patient age, physician gender age, physician age, and health assurance according to the secondary data obtained from both medical record data and prescription at pharmacy. Based on the research findings, there were some significant differences in the number of drug items per prescription, percentage of generic drugs, percentage of antibiotic, percentage of fornas drugs, and drug costs between the three health assurances. The most influential factor on percentage of antibiotic and the number of drug items per prescription in both outpatient and inpatient was physician gender. The most influential factor on percentage of antibiotic in inpatient, and percentage of generic, percentage of fornas, and drug cost in both outpatient and inpatient was health assurance Thus, a policy on the use of generic drugs, the use of fornas drugs, and number of drug items per prescription by ≤ 2 types of drugs is needed at the hospital
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Wayan Ari Anindita Sari
Abstrak :
Lamanya waktu tunggu di pelayanan di instalasi farmasi rawat jalan Rumah Sakit Ari Canti masih belum sesuai target Standar Pelayanan Minimal, dimana standar pelayanan minimal (SPM) mewajibkan waktu tunggu obat non racikan ≤30 menit dan obat racikan ≤60 menit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis waktu tunggu pelayanan obat rawat jalan JKN dengan lean hospital di RS Ari Canti Tahun 2023. Desain penelitian ini adalah operational research (OR). Tempat dari penelitian adalah Depo Farmasi Rawat Jalan di RS Ari Canti saat hari kerja pada bulan Mei-Juni 2023. Sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak 98 resep obat yang dibagi ke dalam beberapa poliklinik di RS Ari Canti. Pengamatan langsung menggunakan lembar observasi VSM dan lembar waste, wawancara mendalam dengan infoman menggunakan lembar wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total waktu dalam pelayanan kefarmasian pada kondisi current state adalah 53 menit 12 detik. Lead time untuk obat racikan selama 1 jam 2 menit 28 detik sedangkan pada resep obat non-recikan selama 51 menit 41 detik. Setelah dilakukan pengkajian ditemukan 10 aktivitas waste yang terdiri dari 56,89% waste waiting, 20,75% waste defect, 15,53% waste motion, dan 6,83% waste overprocessing. Setelah dilakukannya intervensi lean hospital berupa 5S, visual management, heijunka borda pareto dan PDCA terjadi penurunan lead time dari 53 menit 12 detik menjadi 19 menit 47 detik dengan persentase penurunan sebesar 62,80%. Kemudian lead time berdasarkan resep obat racikan pasca intervensi selama 42 menit 7 detik, sedangkan lead time resep obat non racikan selama 18 menit 47 detik. Nilai value to waste ratio juga terjadi peningkatan dari sebelumnya pre intervensi sebesar 40,90% menjadi 88,32% pasca intervensi. Kesimpulan penelitian ini alalah Lean Hospital merupakan metode atau tool yang tepat untuk meningkatkan value to waste ratio dengan mengurangi pemborosan dan meningkatkan nilai tambah untuk pasien. Manajemen dapat melakukan langkah awal continuous improvement seperti menghitung kebutuhan obat secara berkala untuk dapat memproyeksikan persiapan obat sesuai dengan permintaan.  ......The length of time waiting for service at the outpatient pharmacy installation at Ari Canti Hospital is still not in accordance with the Minimum Service Standard target, where the minimum service standard (SPM) requires waiting time for non-concoction drugs ≤30 minutes and for mixed drugs ≤60 minutes. This study aims to analyze the waiting time for JKN outpatient drug services with lean hospital at Ari Canti Hospital in 2023. The design of this research is operational research (OR). The location of the research was the Outpatient Pharmacy Depot at Ari Canti Hospital during weekdays from May to June 2023. The sample in this study was taken as many as 98 drug prescriptions which were divided into several polyclinics at Ari Canti Hospital. Direct observation using VSM observation sheets and waste sheets, in-depth interviews with informants using interview sheets. The results showed that the total time in pharmaceutical services in the current state was 53 minutes 12 seconds. The lead time for concoction drugs is 1 hour 2 minutes 28 seconds while for non-recipe drug prescriptions it is 51 minutes 12 seconds. After conducting the study, it was found that 9 waste activities consisted of 56,89% waste waiting, 20,75% waste defects, 15,53% waste motion, and 6,83% waste overprocessing. After the lean hospital intervention in the form of 5S, visual management, heijunka borda pareto and PDCA, the lead time decreased from 53 minutes 12 seconds to 19 minutes 47 seconds with a decrease percentage of 62.80%. Then the lead time based on post- intervention concoction drug prescription was 42 minutes 7 seconds, while the non- concoction drug prescription lead time was 18 minutes 47 seconds. The value to waste ratio also increased from the previous pre-intervention of 40.90% to 88.32% post- intervention. The conclusion of this study is that Lean Hospital is the right method or tool to increase the value to waste ratio by reducing waste and increasing added value for patients. Management can take initial steps for continuous improvement, such as calculating drug needs on a regular basis to be able to project drug preparations according to demand. 
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Zahrah
Abstrak :
Peresepan secara berlebihan untuk mengobati pasien pediatrik sering dijumpai di rumah sakit di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola peresepan pada pasien pediatrik rawat jalan di Rumah Sakit X. Data diperoleh dari resep pasien pediatrik rawat jalan yang masuk ke apotek Rumah Sakit X pada periode Januari - Maret 2005. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif melalui teknik survey secara retrospetif. Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah resep yang mengandung lebih dari 4 obat sebanyak 60,1%; golongan obat yang paling sering diresepkan adalah antibiotik 20,7%; antibiotik yang paling sering di resepkan adalah amoksisilin 50,5%; resep yang mengandung racikan sebanyak 59,4%; racikan yang mengandung jumlah obat lebih dari 4 sebanyak 31,9%; golongan obat yang paling sering di resepkan dalam racikan adalah obat saluran nafas 27,6%; pola kombinasi obat yang paling sering ditulis dalam racikan adalah obat saluran nafas + antialergi + kortikosteroid. Kesimpulan: terdapat peresepan polifarmasi dengan sebagian besar resep mengandung racikan, obat yang paling sering diresepkan adalah amoksisilin, dan obat yang sering dikombinasikan dalam racikan adalah obat saluran nafas. ......Over-prescribing in pediatric therapy has often occure in Indonesian?s Hospital. The objective of this study is to know the prescribing pattern of ambulatory pediatric patient at X Hospital. Data were collected from prescriptions of ambulatory pediatric patient, which received by X Hospital Pharmacy during January - March 2005. A descriptive method study by retrospective survey technique has been done. The result display that prescription which contains more than 4 drugs as many as 61,1 %; the class of drug which often prescribed is antibiotic 20,7 %; amoxicillin is the most prescribed antibiotic 50,5 %; prescription which contains compounding drug as many as 59,4 %; compounding drug which contains more than 4 drugs as many as 31,9 %; the class of drug which often prescribed in compounding is respiratory system drugs 27,6 %; the most prescript combination in compounding is respiratory system drug + antialergic + corticosteroid. Conclusion: the pattern of pediatric prescription showed polypharmacy and it was dominated with compounding drugs, most often prescript drug is amoxicillin, and most often combinated drug in compounding is respiratory system drug.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Fahira Salsabila
Abstrak :
Evaluasi pelayanan obat merupakan salah satu hal yang penting untuk dilakukan dalam tercapainya keselamatan dan kualitas hidup pasien. Pelayanan resep yang tidak baik di rumah sakit dapat membahayakan pasien. Penelitian ini bertujuan menilai dan menganalisis resep obat dengan indikator peresepan WHO pada pasien di depo rawat jalan Rumah Sakit Universitas Indonesia pada tahun 2022. Metode yang digunakan adalah potong lintang dengan data sampel seluruh resep pada periode bulan Januari-Desember 2022 di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Selanjutnya, hasil data penelitian dibandingkan dengan nilai optimal peresepan oleh WHO. Dari hasil penelitian didapatkan total sampel sebanyak 1505 resep dengan 4647 item obat. Karakteristik demografi pasien, yaitu wanita sebesar 71% dan pria sebesar 29% dengan kategori pasien paling sering berkunjung pada usia 26-35 tahun. Hasil penilaian indikator peresepan WHO untuk rata-rata jumlah obat yang diresepkan per pasien yaitu 3,09 ± 1,998; persentase obat resep dengan nama generik sebesar 47,47%; persentase obat resep antibotik sebesar 5,46%; persentase obat resep injeksi sebesar 5,40%; dan persentase obat resep dengan kesesuaian formularium nasional sebesar 75,91%. Hasil menunjukkan bahwa persentase obat resep antibiotik dan obat  resep injeksi memenuhi nilai optimal peresepan WHO. ......Evaluation of drug services is an important thing to do in achieving safety and quality of life for patients. Bad prescription services in hospitals can cause harm to patients. This study was designed to assess and analyze prescriptions according to WHO prescribing indicators for outpatient installation at the University of Indonesia Hospital. The method was cross-sectional with sample data from all prescriptions in the period January-December 2022 at the University of Indonesia Hospitals. The results of the study were compared with the optimal prescribing by WHO. The results of the study obtained a total sample of 1505 prescriptions with 4647 drug items. Demographic characteristics of patients were 71% women and 29% men with the most frequent category of patients visiting at the age of 26-35 years. The results of the assessment of WHO prescribing indicators for the average of drug prescribed were 3,09 ± 1,998; prescriptions with generic names were 47,47%; prescriptions of antibiotics were 5.46%; prescribed of injections were 5,40%; and prescriptions according to formulary were 75,91%. Based on the results, it was concluded that prescription antibiotics and prescription of injections drugs fulfill the prescribing optimal value by WHO.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Utami
Abstrak :
Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat apoteker melakukan praktek kefarmasian. Kegiatan perencanaan merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek dalam Permenkes No. 73 Tahun 2016 yang berkaitan dengan manajemen perbekalan farmasi. Perencanaan dan pengadaan obat merupakan faktor penting dalam tahap pengelolaan obat di apotek yang dapat menunjang ketersediaan perbekalan farmasi. Analisis Pareto (ABC) adalah salah satu metode pengendalian persediaan kebutuhan obat yang memiliki prinsip bahwa sebagian kecil barang memiliki kontribusi terhadap sebagian besar dari total nilai. Analisis pareto ABC berguna sebagai acuan dalam menentukan prioritas pemesanan berdasarkan nilai atau harga persediaan, selain itu dapat berguna untuk memfokuskan jenis persediaan utama yang dapat memberikan pemasukan tinggi bagi apotek. Analisis data secara pareto dilakukan dengan cara menghitung nilai investasi dari masing-masing nama dokter penulis. Pelaksanaan analisis Pareto (ABC) harus dilakukan secara berkala agar proses pengadaan dan pengendalian obat dapat berjalan efektif dan efisien. ......Drugstore is a pharmaceutical service facility were pharmacists practice pharmacy. Planning activity is one of the pharmaceutical service activities in pharmacies in Permenkes No. 73 of 2016 relating to pharmaceutical supply management. Drug planning and procurement are important factors in the drug management stage in pharmacies that can support the availability of pharmaceutical supplies. Pareto analysis (ABC) is a method of controlling drug inventory which has the principle that a small portion of goods contributes to a large proportion of the total value. ABC pareto analysis is useful as a reference in determining priority orders based on inventory value or price, besides that it can be useful for focusing on the main types of inventories that can provide high income for pharmacies. Pareto data analysis is carried out by calculating the investment value of each author's doctor's name. The implementation of Pareto analysis (ABC) must be carried out periodically so that the drug procurement and control process can run effectively and efficiently.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jehezkiel Kenneth Guilio
Abstrak :
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan terjadinya risiko efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien sehingga kualitas hidup pasien terjamin. Salah satu kegiatan pelayanan farmasi klinik yang penting dilakukan oleh apoteker di apotek adalah pengkajian dan pelayanan resep. Pengkajian resep merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menganalisa kemungkinan terjadinya masalah terkait obat yang terdapat pada resep. Aspek yang dikaji untuk melihat kemungkinan terjadinya masalah terkait obat adalah aspek administrasi, farmasetik, dan klinis dari resep yang diberikan dokter. Dengan dilakukannya pengkajian resep ini, diharapkan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) pada pasien dapat diminimalisir. Kesalahan yang terjadi pada proses peresepan obat dapat merugikan pasien karena dapat menyebabkan terapi obat yang diberikan pada pasien mengalami kegagalan. Pada laporan ini, dilakukan pengkajian resep obat yang berada di Klinik Kimia Farma Buncit Raya yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Dengan begitu, penulis berharap resep yang diresepkan dapat memberikan obat yang sesuai dengan aspek administrasi, farmasetika, dan klinis yang telah diatur oleh perundang-undangan. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan, masih memiliki beberapa kekurangan informasi yang perlu dilengkapi dan ditindaklanjuti baik pada aspek administrasi, farmasetika, dan klinis. ......Clinical pharmacy services are direct services provided by pharmacists to patients in order to improve therapeutic outcomes and minimize the risk of side effects due to drugs, for the purpose of patient safety so that the patient's quality of life is guaranteed. One of the important clinical pharmacy service activities carried out by pharmacists in pharmacies is reviewing and serving prescriptions. Prescription review is an activity carried out to analyze the possibility of problems related to the drugs contained in the prescription. The aspects that are studied to see the possibility of drug-related problems are the administrative, pharmaceutical, and clinical aspects of the prescription given by the doctor. By conducting this prescription review, it is hoped that medication errors in patients can be minimized. Errors that occur in the process of prescribing drugs can be detrimental to patients because they can cause drug therapy given to patients to fail. In this report, an assessment of drug prescriptions was carried out at the Kimia Farma Buncit Raya Clinic which had never been done before. That way, the authors hope that the prescriptions prescribed can provide drugs that are in accordance with administrative, pharmaceutical, and clinical aspects that have been regulated by law. Based on the results of the studies conducted, there are still some information deficiencies that need to be completed and followed up on both the administrative, pharmaceutical, and clinical aspects.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>