Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Nurhayati
"Fenomena kehidupan dalam era poshuman menunjukkan adanya keterjedaan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan oleh kemajuan jaman yang dipenuhi oleh teknologi canggih sehingga manusia hidup dalam keterasingan. Terdapat ketidakmampuan manusia untuk menjalin hubungan yang baik terhadap sesama, sehingga dengan kondisi ini manusia berada dalam bentuk keterputusan hubungan atau diskoneksitas. Mengambil film Zoe sebagai korpus utama penelitian, film mengindikasikan terdapatnya kondisi diskoneksitas manusia melalui penciptaan teknologi kecerdasan buatan. Namun terdapat kondisi ironi ketika penggunaan teknologi kecerdasan buatan tidak sejalan dengan tujuan awal penciptaan, sehingga pada akhirnya terdapat kondisi katastropik yang terjadi dalam kehidupan manusia. Menggunakan teori sinema dari Bordwell, Thompson, dan Smith penelitian akan berfokus pada unsur naratif dan sinematografi yang mampu untuk mengungkapkan kondisi diskoneksitas manusia yang terlihat dalam film. Teori poshuman dari Katherine Hayles juga diperlukan untuk dijadikan rujukan dalam melihat kondisi poshuman dalam film. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini ialah film mengambil posisi sebagai media kritik terhadap eksistensi manusia yang tidak lagi mampu untuk terlibat pada unsur humanitasnya, film juga menggugat kesadaran manusia yang semakin hilang tergerus oleh jaman. Lebih dalam, film menampilkan teknologi sebagai hal yang paradoks, yakni teknologi hadir sebagai penolong manusia, namun juga sebagai penjeda manusia.

The phenomenon of life in the posthuman era shows that there is a gap between one human and another. This is due to the advancement of the era which is filled with advanced technology so that humans live in isolation. There is an inability of humans to establish good relationships with others so that with this condition humans are in the form of disconnection. Taking Zoe film as the main corpus of research, the film indicates that there is a condition of human disconnection through the creation of artificial intelligence technology. However, there is a condition of irony when the use of artificial intelligence technology is not in line with the original purpose of creation so that in the end there are catastrophic conditions that occur in human life. Using the cinema theory of Bordwell, Thompson, and Smith, the research will focus on narrative and cinematographic elements that can reveal the conditions of human discontinuity seen in films. Posthuman theory from Katherine Hayles is also needed to be used as a reference in seeing the posthuman condition in the film. The conclusion obtained in this study is that the film takes a position as a medium of criticism of human existence who is no longer able to engage in the element of humanity, the film also sues human consciousness which is increasingly being eroded by the times. More deeply, the film presents technology as a paradoxical thing, namely technology is present as a human helper, but also technology also gives a disconnect from one human to another."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinar Hava Ramadhani
"ABSTRAK
Sebuah peradaban berhubungan erat dengan identitas kemanusiaan dari awalnya terbentuk sampai melewati berbagai perubahan namun semua peninggalan jejak tersebut masih tergantung kepada bumi, adakalanya jika bencana terjadi dapat menyebabkan identitas tersebut bisa hilang begitu saja dikarenakan tanpa adanya suatu tindakan pencegahan ataupun upaya penyimpanan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang pesat, teknologi refraksi pada tingkatan material dan zat dapat diterapkan sebagai sistem utama untuk mengumpulkan dan menyimpan data kemanusian yang dikumpulkan dari data digital internet maupun material penunjang kehidupan, menanggalkan ketergantungan kepada planet yang ditinggali, dan membangun kembali kemanusiaan dan komunitas sedemikian rupa dalam lingkup dan instrumen pasca manusia.

ABSTRACT
A civilization is closely related to humanitys identity from its initial formation until it passes various changes but all the remains of that trace are still dependent on the earth, sometimes if a disaster happens, it can cause that identity to be simply be lost due to no precautionary measures or safekeeping efforts. With the rapid technological advancements, refraction technology at the material and matter levels can be applied as the main system for collecting and storing humanitarian data gathered from digital internet data or life-supporting materials, abandoning dependence on inhabited planets, and rebuilding humanity and communities in such form and scope of post-human instruments.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ajay Bagaskara
"Dalam ranah pascahumanisme dalam filsafat teknologi. Eksistensialisme seringkali dianggap tidak penting. Hal ini dikarenakan, dalam pencarian filsafat teknologi pemaknaan manusia terhadap teknologi sering dianggap antroposentris. Namun, sejatinya perenungan eksistensialisme tersendiri justru penting agar seorang engineer melakukan refleksi diri dan mempunyai penjiwaan atas apa yang ia sedang rancang, rakit, ataupun buat. Terkhususnya dalam welding engineering process yang merupakan ranah engineering dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Jika refleksi diri dan penjiwaan dalam perancangan, perakitan, dan pembuatan artefak engineering ini dikesampingan dan tidak dibahas. Maka artefak dan teknologi tetap hanya dinilai sebagai instrumen ataupun objek belaka yang tidak memiliki creative energy untuk membuat menampakkan sesuatu. Pada kesempatan inilah relasi I-Thou yang di rancang oleh Martin Buber dapat membantu seorang engineer menampakkan state of the art dari artefak dengan dialog bersama teknologi yang menghasilkan creative energy bersama yang aktif.
In the realm of post-humanism on philosophy of technology, Existentialism is often deemed unimportant. This is because in philosophy of technology, humans meaning of technology is often considered anthropocentric. However, in fact, independent existentialist contemplation is actually important so that an engineer can self-reflect and have an understanding of what he/she is designing, assembling or creating. Especially in the welding engineering process, which is an engineering domain with a high level of difficulty. If self-reflection and spirit in the design, assembly and manufacture of engineering artifacts are sidelined and not discussed. So artifacts and technology are still only valued as mere instruments or objects that do not have the creative energy to do something. It is on this occasion that the I-Thou relationship designed by Martin Buber can help an engineer reveal the state of the art of artifacts through dialogue with technology that produces active joint creative energy."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hasbi Thaufik Oktodila
"Elemen interaktivitas yang ada dalam video game memungkinkan proses penyampaian narasi dapat dilakukan melalui kata-kata dan tindakan yang diambil oleh pemain selama permainan. Keragaman desain game dalam menyampaikan cerita mengarah ke perdebatan antara ludologi (game-centered) dan narratology (narrative-centered). Ludology menganggap game sebagai 'set aturan' karena game itu sendiri adalah media yang terbentuk dari aturan main. Di sisi lain, narratologi memandang permainan dalam hal narasi yang dihasilkan dari aturan. Narratologi cenderung mengurangi kekhasan media karena tidak memperhitungkan aturan permainan, sementara ludologi mengabaikan unsur-unsur naratif. Namun, belakangan ini, game menggabungkan aspek gameplay dan narasi untuk membentuk sebuah narasi interaktif. Salah satu video game yang mengawali penggunakan kombinasi tersebut adalah Bioshock (2007). Dalam tesis ini, elemen narasi dan gameplay yang dimiliki Bioshock akan diteliti dengan metode skema aktansial yang sudah dimodifikasi agar dapat memahami kesatuan narasi dan gameplay yang membentuk penceritaan Bioshock secara utuh. Setelah melakukan penelitian, ditemukan bahwa Bioshock membawa isu kapitalisme serta kondisi posthumanisme yang terkandung dalam logika permainan dan narasi yang ditawarkan. Bioshock membangun gameplay sedemikian rupa agar mencerminkan sebuah sistem kapitalisme yang digunakan melalui perspektif seorang posthuman. Relasi antara manusia dan teknologi dalam kondisi tersebut ditentukan oleh dua jenis ending cerita yang ditentukan dari tindakan pemain dalam memperlakukan sumber daya permainan. Dari perbandingan dua ending tersebut, ditemukan bahwa Bioshock membawa ideologi anthropocentrisme sebagai solusi moral dalam menghadapi kondisi posthumanisme dan kapitalisme.

The interactivity element in video games allows the narrative delivery process to be done through the words and actions. The diversity of game designs in storytelling leads to a debate between the school of ludology (game-centered) and narratology (narrative-centered). Ludology regards games as a 'set of rules' because it is a medium formed by the rules of the game. On the other hand, narratology views games in terms of narratives resulted from the rules. Narratology tends to reduce the distinctiveness of media because it does not take into account the rules of the game, while ludology ignores narrative elements. However, game developers continuously combine both gameplay and narrative aspects to form an interactive narrative. One of the video games that started using this technique is Bioshock (2007). In this thesis, Bioshock’s narrative elements and gameplay will be examined with a modified actantial model in order to understand the unity of narrative and gameplay in Bioshock’s storytelling. After conducting research, it was found that Bioshock brought up the issue of capitalism and the conditions of posthumanism contained both in the game’s logic and the narrative it offered. Bioshock builds the gameplay in a particular way to resemble a capitalist system in a posthuman perspective. The relationship between humans and technology in this condition is determined by two types of story ending which are determined by the player's actions while playing the game. From the comparison of the two endings, it is found that Bioshock carries the ideology of anthropocentrism as a moral solution in facing the conditions of posthumanism and capitalism."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library