Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kemas Syamsudin
Abstrak :
ABSTRAK Selama kurun waktu 25 tahun khususnya sepuluh tahun terakhir dari tahun 1985 sampai 1995 pembangunan di berbagai sektor di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Pertumbuhan sektor pembangunan yang pesat diikuti pula oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Pertumbuhan penduduk yang pesat ini umumnya terjadi pada propinsi-propinsi tertentu saja, sehingga propinsi yang sudah padat penduduknya akan menjadi semakin padat. Propinsi yang kepadatan penduduknya tinggi akan berkorelasi terhadap kualitas lingkungan. Yang menjadi permasalahan di sini adalah sektor pembangunan meningkat, jumlah penduduk rneningkat tetapi kualitas liugkungan khususnya kualitas udara menurun. Sebaran penduduk yang belum merata ini diduga ada korelasinya dengan penduduk masih terpusat pada daerah-daerah tertentu. Sebaran industri maupun sebaran penduduk yang belum merata, khususnya di daerahdaerah yang sangat padat penduduknya tentu akan berdampak pada kualitas lingkungan khususnya kualitas udara. Untuk mengetahui apakah sebaran industri manufaktur mempunyai korelasi terhadap sebaran penduduk maupun terhadap kualitas lingkungan, khususnya kualitas udara maka dilakukan studi ini. Studi ini dilakukan dengan mengolah data sekunder, terutama dan Sensus Ekonomi 1985, Sensus Ekonomi 1995, Supas 1985, Supas 1995 dan Neraca Kependudukan Lingkungan Hidup Daerah 1995. Manfaat studi ini adalah untuk memberikan masukan pada .suatu pengambilan keputusan dalam perencanaan tata ruang. Pada studi ini diajukan empat hipotesis yaitu: (i) Penyebaran industri manufaktur mempunyai korelasi yang kuat terhadap penyebaran penduduk di tiap-tiap propinsi di Indonesia, (ii) Sektor usaha jasa (perdagangan besar, eceran, rumah makan, restoran, serta hotel; angkutan, penggudangan, komunikasi; jasa keuangan, asuransi, usaha persewaan, bangunan tanah, jasa prusahaan; jasa kemasyarakatan dan sosial hiburan dan peroraugan) mempunyai korelasi yang lebih kuat dibandingkan dengan sektor industri (pertambangan dan penggalian; manufakur; lisirik, gas, dan air, bangunan dan konstruksi) terhadap penyebaran penduduk di tiap-tiap propinsi di Indonesia, (iii) Sektor industri manufaktur secara umum mempunyai korelasi yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor usaha jasa industri lain terutama sektor usaha jasa, (iv) Sebaran industri manufaktur maupun sebaran penduduk mempunyai korelasi yang kuat terhadap kualitas udara. Dari hasil analisis data dengan menggunakan persarnaan regresi dan korelasi melalui Program Statistika 5 maka dapat disimpulkan bnhwa hipotesis 1, 2, 3, dan 4 dapat diterima. Dalam hal korelasi antara penyebaran industri, penyebaran penduduk dan kualitas lingkungan, khususnya kualitas udara dapat dikatakan bahwa : Semakin padat industri manufaktur di suatu daerah maka semakin padat penduduknya, demikian juga pencemaran udaranya akan semakin meningkat. Bahan pencemar udara yang berkorelasi dengan meningkatnya kepadatan industri manufaktur adalah debu, NOx, HC, CO, dan CO2, sedangkan bahan pencemar udara yang berkorelasi laugsung dengan uktivitas kepadatan penduduk adalah debu, CO, dan CO2 ini menunjukkan bahwa sebaran industri manufaktur dan sebaran penduduk mempunyai korelasi yang kuat terhadap kualitas lingkungan khususnya kualitas udara. Semakin padat industri manufaktur di suatu propinsi, maka semakin padat penduduknya sedangkan kualitas udaranya menjadi semakin rendah.
ABSTRACT During the last quarter of a century, especially the last decade, from 1985 to 1995, development in every sector in Indonesia has shown a rapid ,growth_ The rapid growth was followed by an increase in population too. The growth of this population, generally, occurs in certain provinces. Hence, these provinces that are already crowded became even more crowded. Provinces which have a huge population will correlate with environmental quality. The problem here is that development. and population increased but environmental quality, especially air quality, decreased. Unbalanced population distribution pattern may be due to the distribution are of manufacturing firms. The distribution of both manufacturing firms and population focussed in a certain region. Both these unbalanced distributions will certainly influence environmental quality. To find out whether or not the distribution of manufacturing firms correlate closely with population distribution, and environmental quality, especially air quality, therefore this research was undertaken. This research was conducted by processing secondary data, mostly from the economic census 1985, economic census 1995, Supas 1985, Supas 1995 and NKLU 1995. This research is useful inproviding input for making decisions for site plan. This research proposed four hypotheses as follows: 1. The distribution of manufacturing firms have strong correlations with population distribution in each province in Indonesia 2. Services sectors (big trade, retail, restaurants and hotels, transport, finance services, insurance. rentals, real estates, services company, community social and personal services) have stronger correlations compared to industry sectors (mining and quarrying, manufacturing, electricity, gas and water supply, construction) towards population distribution in every province in Indonesia 3. Manufacturing, generally, has strong correlations towards the growth of service establishment or other industry, especially service establishment. 4. Manufacturing industry distribution as well as population distribution has strong correlations towards air quality. Results of data analyses by using regression equation and correlation through Statistic Program 5, it could be concluded that hypothesis 1, 2, 3, and 4 can be accepted. Correlations between industry distribution, population distribution and air quality it could be stated that: The more crowded the manufacturing industries in one region, the more dense population will be; the same is true with air pollution. The air pollutant that have correlations with increasing manufacturing industries were dust, NOx, HC, CO, and C02. Whilst air pollutants that have correlations with population were dust, CO, and C02. These indicate that the Beater the population in one region, the lower the environmental quality will be, especially air quality.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Air-photos can be used for aiding various investigations. It is due to the special characteristics of air-photos themselves and their high relevancy to various field of study. So far air-photos are mostly used for studying physical problems. The following paper is to introduce the use of air-photos in the framework of studying urban population density. By employing air-photos as auxiliary tools of analysis, urban population density can be more clearly presented and can be divided into three types. The first type is commonly used in urban study, while the second and the third type are rarely presented. Based on the survey carried can give clearer and representative picture about the study area. Consequently, the second and the third concept of population density are really recommended in any urban study.
GEOUGM 8:36 (1978)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rismayanti
Abstrak :
Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang masih banyak menimbulkan masalah kompleks. Masalah tersebut bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi dan budaya (W1-L0,2000). Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu kabupaten endemis kusta di provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki Case Detection Rate tertinggi ( 50,9/100.000) di tahun 2006 dan prevalensi rate 4/10.000. Jumlah kasus baru yang ditemukan di tahun 2006 sebesar/69 kasus. Sebagian besar kecamatan yang ada di wilayah kabupaten Jeneponto dinyatakan endemis dan derajat endemisitasnya, cukup tinggi sehingga risiko tertularnya penduduk menjadi sangat besar. Masih tingginya case detection rate di kabupaten Jeneponto disertai kepadatan hunian yang cukup tinggi memungkinkan penularan kusta melaitri droplet maupun sentuhan langsung. Untuk itu perlu di ketahui hubungan kepadatan human terhadap risiko kejadian kusta. Tujuan penelitian ini tuttuk rnengetahui hubungan faktor hunian dengan kejadian kusta di Ka.bupaten Jeneponto setelah dikontrol oleh faktor konfounding yaitu umur, jenis kelamin, vaksinasi BCG, pengeluaran, riwayat kontak serurnah, pendidikan dart pekerjaan. Penelitian ini menggunakan disain study kasus kontrol yang dipadankan( pair wise matching). Sampel penelitian adalah seluruh penderita kusta baru yang ditemukan periode Juli 2006 sampai September 2007. Jumlah kasus sebanyak 115 orang dan jumlah kontrol sebanyak 115 orang. Analisis data diIakukan meialui tiga tahapan, yaitu Univariat (distribusi frekuensi), Bivariat (uji McNemar) dan rnultivariat (Conditional Multiple Logistic Regression). Hasil penelitian menunjukan bahwa kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian kusta dengan nilai OR 10,65 (95% Cl: 4,11— 27,62) dart nilai p 0,000 setelah dikontrol variabel pengeluaran, pekerjaan dan riwayat kontak serurnah. Dari hasil penelitian ini disarankan perlu dilaksanakan pemeriksaan kontak serumah yang lebih intensif pada wilayah puskesmas yang tingkat kepadatan hunian tinggi, screening terhadap rumah yang ada penderita kusta terutarna pada rumah-rumah dengan tingkat kepadatan hunian tinggi. ......Disease of Leprosy represent contagion which still many generating the problem of complex. The problem not merely from medical facet but extending to problem of social, cultural and economic ( WHO,2000). Sub-Province of Jeneponto represent one of the sub--province of endemic of leprosy in Province of South Sulawesi owning highest Case Detection Rate ( 50,9/100.000) in year 2006 and prevalence rate 4,1/10.000. Amount of new case found in year 2006 amount 169 cases. Mostly district of exist in region of sub-province of Jeneponto expressed by endemic and degree of high endemic enough so that its contagious risk resident become very big. Still height of case detection rate in sub-province of Jeneponto accompanied by density of dwelling which high to enough enable infection of leprosy through droplet and also direct touch. For that need in knowing relationship of density of dwelling to risk of leprosy occurrence. Target of this research to know relation of factor of dwelling with occurrence of leprosy in Sub-Province of Ieneponto after controlled by confounder that is age, gender, vaccination BCG, expenditure, history contact house, education and work. This research use to design case control study (pair wise matching). Sample of Research is all new leper was found by period of July 2006 until September 2007. Amount of case of counted 115 people and amount of control of counted 115 people. Data analyzing conducted to through three steps, that is Univariate ( frequency distribution), Bivariate (McNemar test) and multivariate (Conditional Multiple Logistic Regression). Result of research of show that density of dwelling relate to occurrence of leprosy with Odd Ratio 10,65 ( 95% CI: 4,11 - 27,62) and p value 0,000 after controlled by variable of expenditure, job and history contact house. From result of this research is suggested require to be executed by a inspection contact more intensive house at region of puskesmas (public health center) which mount density of high dwelling and screening to existing house of leper especially at house with level density of high dwelling.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusdiyono
Abstrak :
Kepadatan penduduk di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung tidak merata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepadatan penduduk di Kabupaten Saahlunto Sijunjung, diantaranya faktor fisik yaitu ketinggian, lereng dan curah hujan, serta faktor non fisik yaitu faktor sosial dan ekonomi serta faktor budaya. Sandy (1977) mengatakan, pada awalnya manusia memanfaatkan tanah yang terletak pada ketinggian 25 meter dari muka laut. Karena tempat tersebut mudah untuk digarap dan aman dari bahaya banjir. Setelah tempat tersebut habis digarap dan jumlah manusianya bertambah, mereka akan bergerak ke daerah yang lebih tinggi dimana tingkat penggarapannya lebih sulit. Sehingga penduduk yang terpadat akan terletak di wilayah dataran rendah, dan penduduk akan terpusat pada daerah pertanian yang tanahnya subur. Tetapi tidak demikian yang tenjadi pada Kabupaten Saah1unto Sijunjung,. penduduk yang terpadat justru terletak pada wilayah pegunungan. Sehubungan dengan itu tujuan penulisan ini ingin mengetahui tingkat kepadatan penduduk di Kabupateñ Sawahiunto Sijunjung serta faktor yang mempengaruhinya. . dapun permasalah yang dikemukakan adalah : 1. Bagaimana fisiografi Kabupaten Sawahiunto Sijunjung ?. 2. Bagaimana kepadatan penduduk Kabupaten Sawahiunto Sijunjung ?. 3. Bagaimana kaitannya fisiografi dan non fisik terhadap kepadatan penduduk di daenah tersebut ? Berdasarkan belakang tersebut di atas, hipotesa yang dibuat adalah faktor fisiografi kurang berpengaruh terhadap kapadatan penduduk di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Yang memengaruhi kepadatan penduduk di daerah tersebut adalah faktor sosial, ekonomi dan budaya. Dalam analisa menggunakan metode korelasi peta pada areal yang diteliti, yaitu antara kepadatan penduduk dengan ketinggian lereng, curah hujan, mata pencaharian penduduk dan aksesbilitas. Sedang untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap kepadatan penduduk dilakukan analisa statistik.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elliya
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niko Laus Horianto
Abstrak :
ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk mau tidak mau akan menambah kepadatan manusia di suatu kota. Setiap manusia membutuhkan tempat untuk bernaung berupa hunian. Jika kepadatan pada suatu kota sudah semakin besar, maka hunian yang berupa landed house tidak bisa lagi mencukupi kebutuhan akan perumahan. Rumah susun bisa menjadi solusi pada saat kepadatan penduduk sudah semakin besar. Di sisi lain, kepadatan manusia yang tinggi dapat menimbulkan masalah dalam suatu lingkungan hunian, termasuk di dalam suatu lingkungan rumah susun. Masalah ini dapat berupa masalah fisik dan masalah non fisik. Agar masalah yang ditimbulkan akibat kepadatan manusia yang tinggi ini dapat diatasi, diperlukan suatu intervensi perancangan yang baik. Intervensi perancangan yang diberikan dapat berupa bentuk fisik dari rumah susun itu sendiri, selain itu intervensi perancangan juga dapat berupa penyediaan fasilitas dan utilitas.
ABSTRACT
The human growth inevitably increases the human density in the city. Each human needs a space for sheltering themselves, as called housing. If the human density is large in the city, landed housing can’t be fulfilled the needs of housing. Rumah susun can be a solution to solve the large amount of human density. In the other side, the high human density can cause a problem in the housing area, include in rumah susun, such as physical and non-physical aspect. To solve this problem, its needed intervention in good planning of design. The intervention of design can be interpreted such as physical aspect from the housing form and facility-utility contribution.
2014
S55515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rimartha Sri Arum
Abstrak :
Lebih dari setengah penduduk di Indonesia tinggal di kota. Penelitian ini ingin melihat keinginan penduduk untuk tetap tinggal penduduk di Kota Bogor setelah pensiun. Atribut yang digunakan untuk penelitian ini adalah keaadaan alam, peluang bisnis dan kerja, barang dan jasa, layanan pemerintah, transportasi, social bonding, tempat tinggal, biaya hidup, keamanan dan lingkungan bersih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kaitan antara atribut kota dan topologi, yaitu; keinginan untuk tetap tinggal dan lama tinggal dengan struktur kota dan kepadatan penduduk wilayah Kota Bogor. Hasil penelitian akan menunjukan atribut kota mana yang baik dibagian wilayah struktur kota dan kepadatan penduduk. Karakteristik penduduk yaitu lama tinggal dan keinginan untuk tetap tinggal baik di karakteristik wilayah mana. Keadaan alam, barang dan jasa, peluang bisnis dan kerja, dan social bonding adalah atribut yang berperan di Kota Bogor. Penduduk yang sudah lama tinggal namun mengatakan ingin pindah, cenderung akan berada pada wilayah dengan kepadatan penduduk rendah dan berada di pusat kegiatan. Penduduk yang baru tinggal dan mengatakan akan pindah berada pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi dan berada pada wilayah pusat. ......More than half of the population in Indonesia lives in the city. This study wanted to see intention to continue living in Bogor City after retirement. The attributes used for this study are natural conditions, business and employment opportunities, goods and services, government services, transportation, social bonding, shelter, living costs, security and clean environment. The purpose of this study was to determine the relationship between city attributes and topology, namely intention to continue living and living duration in the city, with city structure and population density. The first results of this study will show which city attributes are good in the area of the city structure and population density. The second results of this study will show which topology are good in he area of the city structure and population density. In concusion natural conditions, goods and services, business and work opportunities, and social bonding are the attributes that play a role in Bogor City. Residents who have long duration of living but said they want to move, tend to be in areas with low population density and at the center of city structure. New residents and said they would move to areas with high population density and located in the central of city structure.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Deanova Kusuma Dewanti
Abstrak :
Latar Belakang: Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular dari manusia ke manusia lain melalui udara yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Indonesia menempati peringkat kedua dengan beban kasus tuberkulosis terbanyak di dunia dan 91% merupakan kasus tuberkulosis paru. Kota Depok menempati peringkat ke-11 dengan kasus tuberkulosis terbanyak di Jawa Barat. Tujuan: Mengetahui hubungan antara cakupan pengobatan, success rate, dan kepadatan penduduk terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 11 kecamatan di Kota Depok tahun 2021. Metode: Menggunakan desain studi ekologi dengan uji korelasi untuk menganalisis hubungan antara cakupan pengobatan, success rate, dan kepadatan penduduk terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 11 kecamatan di Kota Depok tahun 2021 dengan data bulanan. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan cakupan pengobatan memiliki hubungan yang signifikan di 11 kecamatan (p = 0,000; r = 0,969–1,000), success rate memiliki hubungan yang signifikan di Kecamatan Tapos (p = 0,040; r = 0,598), dan kepadatan penduduk memiliki hubungan yang signifikan (p = 0,004–0,030) di Kecamatan Beji (r = 0,763), Cimanggis (r = 0,726), Cipayung (r = 0,669), Sawangan (r = 0,625, Tapos (r = 0,660), dan Cinere (r = –0,626). Rekomendasi bagi Dinas Kesehatan Kota Depok dapat mengadvokasi untuk melaporkan program tuberkulosis dan memberikan anggaran bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk menyediakan tenaga kesehatan terkait pelaporan kasus tuberkulosis, bagi fasilitas pelayanan kesehatan dapat meningkatkan pemberian edukasi, bagi masyarakat dapat menerapkan PHBS dan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan apabila mengalami gejala tuberkulosis. ......Background: Pulmonary tuberculosis is a disease transmitted from humans to other humans through the air caused by Mycobacterium tuberculosis. Indonesia ranks second with the highest tuberculosis caseload in the world and 91% are pulmonary tuberculosis cases. Depok City is ranked 11th with the most tuberculosis cases in West Java. Objective: The purpose of this study was to determine the relationship between case detection rate, treatment success rate, and population density on the incidence rate of pulmonary tuberculosis in 11 sub-districts in Depok City in 2021. Methods: This study used an ecological study design to analyze the relationship between treatment coverage, success rate, and population density on pulmonary tuberculosis incidence rate in 11 districts in Depok City in 2021 with monthly data. Results: The results of this study showed that treatment coverage had a significant relationship in 11 districts (p =0,000; r = 0.969–1.000), success rate had a significant relationship in Tapos District (p = 0,040; r = 0.598), and population density had a significant relationship (p = 0,004–0,030) in Beji District (r = 0.763), Cimanggis (r = 0.726), Cipayung (r = 0.669), Sawangan (r = 0.625, Tapos (r = 0.660), and Cinere (r = –0.626). Recommendations for the Health Department of the City of Depok can advocate to report the tuberculosis program and provide a budget for healthcare facilities to provide healthcare related to the reporting of cases of tuberculosis, healthcare facilities can improve education, the community can implement clean and health behavior and immediately to healthcare facilities when experiencing symptoms of tuberculosis.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rizki Amelia
Abstrak :
Latar Belakang: Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemik di seluruh wilayah tropis dan sebagian wilayah subtropic yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit DBD juga merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan Jakarta barat memiliki jumlah kasus tertinggi pertama dan kedua di Provinsi DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir. Tujuan: Menganalisis hubungan faktor iklim (curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara), kepadatan penduduk, dan angka bebas jentik dengan incidence rate DBD di Kota Administrasi Jakarta Barat tahun 2013-2022. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara faktor iklim yang meliputi curah hujan, suhu udara, kelembaban udara pada time lag 1 dan time lag 2 serta kepadatan penduduk dengan Incidence Rate DBD. Hasil: Hasil analisis bivariat dengan uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan yang signifikan lebih berpengaruh pada curah hujan time lag 2, suhu udara time lag 2 dan kelembaban time lag 2. Variabel lainnya yaitu kepadatan penduduk memiliki hubungan signifikan pada tahun 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, dan 2021. Hasil uji regresi linear ganda menghasilkan bentuk model prediksi dengan persamaan IR DBD = -160,665 + 3,763 (suhu) + 1, 033 (kelembaman) - 0,102 (curah hujan) - 0,001 (kepadatan penduduk). jika disimulasikan dengan kombinasi suhu sebesar 26,1°C, kelembaman 82,9%, curah hujan 14,9 mm, dan kepadatan penduduk sebesar 20.000 maka kejadian IR DBD akan muncul sebanyak 2,39 kasus per 100.000 penduduk. ......Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an endemic disease throughout the tropics and parts of the subtropics caused by the dengue virus. Dengue fever is also one of the main public health problems in Indonesia and West Jakarta has the first and second highest number of cases in DKI Jakarta Province in recent years. Objective: Analyzing the relationship between climate factors (rainfall, air temperature, and humidity), population density, and larvae-free rates with DHF incidence rates in West Jakarta Administrative City in 2013-2022. Methods: This study uses an ecological study design with correlation analysis to see the relationship between climatic factors which include rainfall, air temperature, air humidity in time lag 1 and time lag 2 and population density with DHF Incidence Rate. Results: The results of the bivariate analysis with the correlation test show that a significant relationship has more influence on rainfall time lag 2, air temperature time lag 2 and humidity time lag 2. Another variable, namely population density, has a significant relationship in 2014, 2015, 2017, 2019, 2020, and 2021. The results of the multiple linear regression test produce a predictive model with the DHF IR equation = -160.665 + 3.763 (temperature) + 1.033 (inertia) - 0.102 (rainfall) - 0.001 (population density). if simulated with a combination of temperature of 26.1°C, humidity of 82.9%, rainfall of 14.9 mm, and a population density of 20,000, the incidence of IR DHF will occur as many as 2.39 cases per 100,000 population.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Salamah
Abstrak :
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Flavivirus dan famili Flaviviradae yang disebarkan oleh nyamuk Aedes. Pada tahun 2019 IR DBD di wilayah Kecamatan Kramat Jati mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya dengan besar IR yaitu 104,37 per 100.000 penduduk. Lalu, pada tahun 2020, wilayah Kecamatan Kramat Jati masuk ke dalam peringkat ke tiga sebagai wilayah dengan kejadian DBD tertinggi di Jakarta Timur dengan jumlah kasus sebanyak 205 kasus dan nilai IR DBD sebesar 64,53 per 100.000 penduduk. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor iklim (suhu, kelembapan dan curah hujan), kepadatan vektor (angka ABJ), kepadatan penduduk dengan incidence rate demam berdarah dengue di Kecamatan Kramat Jati Tahun 2011-2020. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi menurut time trend dengan unit analisis per bulan selama 10 tahun (2011-2020) dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian pada data seluruh tahun (2011-2020) menunjukkan bahwa suhu, kelembaban, curah hujan, kepadatan penduduk dan Angka Bebas Jentik memiliki hubungan signifikan dengan incidence rate DBD di Kecamatan Kramat Jati. Upaya pencegahan dan pengendalian DBD dengan melakukan kegiatan PSN 3M Plus perlu dilakukan dan ditingkatkan oleh pihak puskesmas dan masyarakat. Selain itu, kerja sama lintas sektor antara Dinas Kesehatan Jakarta Timur dan BMKG selaku penyedia data iklim perlu dilakukan sebagai landasan untuk membuat keputusan terkait program pencegahan dan pengendalian DBD dalam bentuk pemberian update informasi terkait iklim. ......Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by a virus belonging to the genus Flavivirus dan family Flaviviridae that is spread by Aedes mosquitoes. In 2019, the incidence rate of DHF in Kramat Jati district has increased from the previous year with an incidence rate of 104.37 per 100.000 population. Then, In 2020 Kramat Jati district became 3rd position with the highest number of dengue cases among 10 districts in East Jakarta with a total of 205 cases and an incidence rate of 64.53 per 100.000 population. The research aims to determine the association between climate factors (temperature, humidity, and rainfall), vector density (ABJ figures), and population density with a DHF incidence rate in Kramat Jati District in 2011-2020. This research is a time-series ecological study with units analysis per month for 10 years (2011-2020) and used secondary data. The results in all years data (2011-2020) showed that temperature, humidity, rainfall, population density, and ABJ had a significant relationship with the incidence rate of DHF in Kramat Jati district. Prevention and control of DHF by doing PSN 3M Plus is necessary to do and must be improved by the public health center and the society. Besides that, the inter-sectoral collaboration between Dinas Kesehatan Jakarta Timur and BMKG as a provider of climate data should be done as a base for making decisions regarding dengue prevention and control programs by doing an information update about climate.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>