Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Ainum Sakiman
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang album Dari Rakyat Untuk Rakyat-DRUR dan teks lagunya sebagai medium resistensi menjadi sebuah kajian menarik. Dengan berlandaskan paradigm kritis, penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan kajian budaya kritis ke dalam proses komunikasi politik. Penelitian ini coba memberikan fokus untuk membongkar dan memahami bagaimana teks-teks musik populer digunakan untuk mengkonstruksi suara-suara resistensi dan menyiasati perubahan konteks sosio-kultural dan politik. Analisis wacana kritis Norman Fairclough dengan pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali lebih dalam peran bahasa dalam konstruksi dari album Dari Rakyat Untuk Rakyat-DRUR. DRUR memperlihatkan faktor-faktor yang berkontribusi pada kekuatan produktif musik dalam upaya untuk mengkonstruksi resistensi budaya dan politik. Penemuan penelitian ini menunjukkan bahwa teks-teks musik merupakan bentuk budaya yang kuat untuk mengajak atau membangkitkan dukungan pada suatu gerakan atau kasus, membangun solidaritas dan kohesi sosial, mempromosikan kesadaran atau sekadar memberikan harapan di kalangan penggemarnya. ......This thesis studies about album of Dari Rakyat Untuk Rakyat-DRUR and song text as a medium of resistance into an interesting study. With a paradigm based on critical, this study aims to integrate the critical cultural studies into the processes of political communication. This study tries to give focus to unpack and understand how texts of popular music are used to construct the voices of resistance and deal with changes in socio-cultural context and politics. Norman Fairclough critical discourse analysis with a qualitative approach is used to dig deeper into the role of language in the construction of the album Dari Rakyat Untuk Rakyat-DRUR shows the factors that contribute to the productive power of music in an attempt to construct a cultural and political resistance. This research findings suggest that the texts of the music is a powerful cultural form to ask or raise support for a movement or a case, build solidarity and social cohesion, promote awareness or just give hope among fans.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T31376
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Yoga Ramadhan
Abstrak :
Musik populer lahir dengan beragam asumsi yang melekat seperti, low culture, komoditi industri, musik non serius dan sebagainya, hal tersebut yang sekaligus membentuk pengertian kita secara umum mengenai musik populer. Mengangkat kembali problem penting dalam musik, seperti proses kreasi yang mengandalkan ide dan imajinasi terhadap relevansinya dengan musik populer yang ketat dengan tradisi industri, media dan massa ditinjau melalui epistemologi Carl Gustav Jung mengenai konsep ketidaksadaran, merupakan ide yang menarik dalam membentuk pandangan, makna dan keseharian manusia terhadap aktivitas musik populer yang berpengaruh secara mendalam bagi perkembangan sosial dan budaya. ......Popular music was born with a variety assumptions such as, low culture, industrial commodities, not serious music and so forth, it is well established in general our understanding of popular music. Raised important issues in music, like the creative process that relies on ideas and imagination of its relevance to popular music is tight with industry tradition, and the media are dealt with through the epistemology of Karl Gustav Jung's concept of the unconscious, is an interesting idea in forming the view, the meaning and the everyday activities of influential popular music in depth the social and cultural development.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S42979
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Yoon-mi
Korean: Korean Culture and Information Service, 2011
781.63 KIM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Nurul Maliki
Abstrak :
Sebenarnya musik telah menjadi bagian dari hidup manusia selama berabad-abad lamanya. Musik lahir dari kecintaan manusia pada kehidupan dan dilandasi oleh ingatan manusia akan pengalaman-pengalaman hidupnya (Campbell, 1997: 142). Jika ditelaah kapan musik itu mulai tumbuh, mungkin jawabannya adalah ketika manusia terlahir di Bumi. Sebagai titik tolak, untuk pertama kali musik Progressive itu lahir dari ketidakpuasan, atau ingin mencari suatu bentuk baru yang di luar kebiasaan atau minat orang kebanyakan. Terjadinya akuiturasi dan asimilasi yang begitu kuat menyerang pada individu dan masyarakat, maka tercetuslah musik Progressive. Perkembangan musik aliran ini memang berasal dari Barat (Eropa). Berawal dari eksperimentasi musisi rock saat itu, diinspirasi oleh The Beatles dan The Beach Boys, band musik rock asal inggris, di mana mulai menggabungkan musik tradisional, musik kiasik, dan jazz ke dalam komposisi mereka, hal ini dikenal sebagai aliran musik rock Progressive (Progressive Rock). Timbulnya musik-musik underground ini, khususnya yang beraliran Progressive merupakan suatu bentuk apresiasi seni musik yang jauh dari unsur kapitalisme. Hal ini terjadi karena saat ini seni tidak lagi dihargai menjadi sebuah nilai kesenian. Seni diukur hanya lewat uang belaka. Ringkasnya seni musik khususnya telah menjadi industri. Padahal suatu karya seni apapun jenisnya merupakan hasil suatu pemikiran yang otentik dan orisinil terhadap realita sosial yang tertuang melalui media baik lukisan, lagu, puisi dan sebagainya. Namun saat ini, hal itu mulai bergeser jauh, dimana orang hanya meniiai seni dengan 'uang semata' dan seperti pemyataan Walter Benjamin: 'Seni akan kehilangan auranya.' (dalam Connerton, 1980: 281). Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah wujud komunitas musik underground progressive melalui rekaman independent-nya merupakan wadah penolakan terhadap kapitalisme yang mengarah pada fetisisme (dari konsep Adomo dan Thornton), di mana dalam masyarakat modem saat ini tercipta masyarakat yang pasif dan terdoktrin pada keinginan ?pasar? sehingga membentuk suatu kesadaran palsu atas rasionalitas masyarakat. Paradigma kritis dipakai sebagai landasan penelitian dengan mengaplikasikan metode etnografi. Pengetahuan dan realitas dalam kerangka pemikiran kritis bersifat emansipatoris dan menggali fenomena yang mendalam. Proses pemahamannya tidak dapat mengabaikan faktor historis dan kultural. Oleh sebab itu, etnografi dipilih sebagai metode untuk menggali data alamiah dengan Iebih dalam, berkaitan dengan kebutuhan informasi historis dan kuttural. Aplikasi metode penggalian data menggunakan tehnik observasi langsung, observasi terlibat, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Semua elemen yang terkandung dalam seluruh sistem produksi karya seni berada dalam lingkupan sosial-historis. Karya seni lahir dari sejarah seni dan sejarah masyarakat yang masing-masing punya sejarah sosial sendiri yang melibatkan relasi-relasi antar kelompok, kekuasaan institusi, konvensi-konvensi yang berlaku, serta perubahan setera masyarakat. Dengan demikian terbangun dua konsep pembentukan pasar dalam hal ini. Mereka adalah musik pada jalur mainstream dan musik pada jalur underground. Masing-masing memiliki misi yang berujung pada kapitalisme yang idealis. Konsep pertama menganggap bahwa sesuatu yang popular dapat menjadi sumber keuntungan karena mewakili homogenitas selera masyarakat dan selera masyarakat tersebut akan terbentuk dengan intensitas strategi penjuatan yang tinggi. Di lain pihak pada konsep yang kedua menganggap bahwa setera masyarakat seharusnya terbentuk atas dasar latar belakang individu atau kelompok secara natural tanpa intervensi kekuatan sebuah institusi sehingga karya yang tercipta akan semakin beragam, karena hakikat manusia yang unik dengan beragam pengalaman hidup yang berlainan merupakan anugerah yang tidak dapat dipungkiri. Kesadaran akan hat ini membentuk aliran musik yang segmental dalam sebuah komunitas yang berpegang pada rasionalitas akan kehendak bebas manusia dalam berkarya dengan mengesampingkan unsur komoditas dan pemasungan hak berkarya yang autentik. Makna teoritis hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua subkultur mengarah pada sesuatu yang menyimpang, namun memang tidak dapat dielakkan bahwa suatu komunitas ada karena adanya ketidakpuasan terhadap budaya dominan masyarakat. Melalui identitasnya yang menjunjung tinggi nilai kehendak bebas atas karya cipta dengan orisinalitas dan autentisitasnya menunjukkan bahwa dengan jelas mereka menentang adanya intervensi yang bertujuan komersial yang dimanipulasi. Dalam misinya komunitas ini lebih menunjukkan perlawanan dengan budaya dalam praktek kompromistis. Hal ini dilakukan karena komunitas ini sangat menjunjung kehendak bebas dan rasionalitas manusia. Sehingga perbedaan didasarinya dapat terjadi. Namun penolakannya terhadap kebijakan mainstream yang cenderung kolonialis tetap merupakan usaha yang harus dilakukan lewat rasionalisasi identitas komunitas melalui kesadaran masyarakat dalam rekaman karya-karyanya.
Apparently music has been a part of human life for centuries. Music is born from human love for life and is inspired by human thoughts of experiences (Campbell, 1997: 142). If we analyzed when music starts to develop, the answer might be when human starts to exist. As the background, progressive music is born from dissatisfaction or desire to find something that out of mainstream interest. The development of this music genre originated from the West (Europe). Born from Rock Musicians' experimentation, inspired by The Beatles and The Beach Boys, English Rock Bands; they start elaborating traditional music, classical music, and jazz to their composition. This thing is to be known as progressive rock music genre. The existence of underground music, especially the one that have progressive genre is a form of musical art appreciation which far from capitalism factor. It is happened because nowadays art is no longer appreciated for its value but art is measured by mere money. For short, musical art has transformed into an industry. Instead of appreciation in art as a form of authentic and original thought, which is addressed to criticize the social realism such as paintings, songs, and poems; nowadays, art is appreciated as commodity. The aim of the study is to investigate whether the underground progressive community with its independent recordings is a medium of rejection for capitalism, which swayed toward fetishism (Adomo and Thornton). Thus this modem society becomes passive and doctrines by the market, which has big influence to the false consciousness of the society; to elaborate the con-elation between these symptoms to its background. Therefore, critical paradigm and ethnographical method is applied to this study. The findings show that all of the elements contained in the art production system are related to its social-historical background. Art is produced with in the society by its elements, such as histories, institutions, conventions, and also the governance. Therefore, it elicits two concepts of art. They are mainstream music (popular music) and underground music (progressive music), which are aimed to their idealistic capitalism. The first concept is to think that something popular can be the profit source because it represents the homogeneity of taste and that taste will be formed with high intensity marketing strategy. On the other side, in the second concept thinks that the society's taste should be formed based on the background of individual or groups in a natural way without any interventions so that, the resulting composition will have more varieties. The consciousness of this mater forms segmental music genre in a community, which deeply rooted in rationality of human freewill in making arts by disbanding co modification factors and inhibiting of authentic art creating rights. The theoretical meaning of this study shows that not all subcultures geared toward deviation, but it is an undeniable fact that a community exists because dissatisfaction of society's dominate culture. Through their identity that upheld freewill value of arts with originality and authenticity shows clearly that they oppose any manipulated commercial interventions. In their mission, this community shows their opposition to compromised practice. These acts are done because the community upheld the freewill value and human rationality. Therefore, the rationalization of subculture identity has to be through their underground recordings.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Gede Windu Saskara
Abstrak :
Munculnya musik rock'n'roll pada tahun 1950-an menjadi refleksi dari konsensus dalam struktur sosial masyarakat Amerika Serikat pasca Perang Dunia II. Rack n'roll muncul ketika masyarakat Amerika Serikat mapan secara ekonomi, tingkat konsumsi yang tinggi, jumlah populasi yang meningkat, terjadinya mobilitas ke pusat-pusat industri dan perkembangan teknologi yang meningkat. Dampak nyata akibat perubahan sosial tersebut pada industri hiburan adalah meningkatnya permintaan konsumen akan hiburan yang berarti adalah meningkatnya pendapatan dalam industri hiburan. Di industri musik, satu hal yang tidak bisa diabaikan setelah berakhirnya Perang Dunia II adalah munculnya perusahaan rekaman independen atau independent label yang mempunyai pasar musik yang kondusif melalui pasar musik rhythm and blues dan country and western. Banyak perusahaan rekaman independen ini berhasil menjaring konsumen tersendiri yang umumnya adalah para kaum urban yang masuk dalam tahapan orang kaya baru setelah perang. Musik rock'n'roll sendiri muncul sebagai suatu ide untuk membentuk pasar yang dapat menjaring konsumen secara nasional terutama segmen remaja kulit putih dengan mengakomodir musik rhythm and blues dan country and western yang sebelumnya hanya berada dalam lingkup lokal. Dalam konteks konflik, kemunculan musik rock'n'roll juga menjadi suatu refleksi dari adanya persaingan dan kepentingan ekonomi dalam industri musik antara perusahaan rekaman independen dengan perusahaan rekaman besar atau major label. Perusahaan-perusahaan tersebut berlomba menciptakan trend musik sebagai sebuah produk jual yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Selain faktor kepentingan ekonomi, konflik nilai budaya menjadi permasalahan yang dapat disoroti dalam musik rock'n'roll. Musik rock'n 'roll dihujat serta dikecam oleh golongan konservatif dan agamawan yang dianggap sebagai pengawal nilai budaya mapan pada saat itu. Alasan utamanya adalah ketidak sukaan terhadap substansi musik rock'n'roll yang mengandung pemberontakan, ketidak laziman, pendorong dekadensi moral dan prasangka rasial terhadap terhadap minoritas kulit hitam.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdillah Arman Linuwih
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang musik populer sebagai dampak dari keterbukan Federasi Rusia terhadap budaya Barat yang menggunakan metode deskriptif-analitis yang dianalisis menggunakan tiga teori, globalisasi, conscious ideologies, dan adaptasi.Skripsi ini bertujuan untuk membuktikan argumen utama bahwa musik populer masuk sebagai representasi dari keterbukaan Federasi Rusia terhadap budaya Barat. Hasil penelitian menujukkan bahwa globalisasi mempengaruhi masuknya musik populer dengan penerapan proses adaptasi yang membentuk ideologi masyarakat Rusia yang secara sadar menerima musik populer sebagai gaya hidup baru. ......This thesis discusses popular music as a result of the openness of the Russian Federation to the Western culture that uses descriptive-analytical methods were analyzed using three theories, globalization, conscious ideologies, and adaptations. This thesis aims to prove the main argument that popular music in as a representative of the Russian Federation openness to Western culture. The results showed that the inclusion of popular music globalization affect the application of the adaptation process to form the ideology of Russian society that consciously accept popular music as a new lifestyle.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S44045
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Azmi
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas preferensi khalayak mengenai konten video di aplikasi live streaming. Saat ini, khalayak memiliki banyak pilihan untuk menonton video, di antara pilihan yang telah banyak digunakan oleh banyak orang, live streaming menjadi pilihan alternatif untuk khalayak. Penelitian ini berfokus pada aplikasi siaran V LIVE dengan lebih fokus membahas kanal K-Pop, yang menjadi kanal utam di aplikasi V LIVE. Penelitian ini bertujuan mengetahui preferensi khalayak dan pengelompokkan karakter khalayak berdasarkan preferensi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan 96 responden sebagai sampel untuk mengetahui preferensi khalayak dalam menonton video siaran live streaming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi khalayak dalam memilih jenis siaran dipengaruhi oleh jenis konten dan kualitas tayangan. Preferensi khalayak dalam memilih jenis siaran video tidak dipengaruhi oleh profil geodemografis. Pengelompokkan karakteristik khalayak dalam pemilihan konten video aplikasi V LIVE didasari oleh aktivitas khalayak saat menonton video siaran live streaming dan preferensi khalayak dalam memilih jenis siaran video. Berdasarkan hasil analisis cluster, pengelompokkan karakteristik khalayak menjadi tiga kelompok yaitu Kelompok Penikmat Setia, Kelompok Pengguna Biasa, dan Kelompok Pengguna Sambil Lalu.
ABSTRACT
This research discussed people preference about video content of a live streaming application. Nowadays, people have a lot of choice to watch videos, one of those is live streaming that was chosen as alternative. This research focused on broadcast application V LIVE with more focused on K pop, which the main channels of V LIVE application. The purpose of this research is to understand people 39 s preference and categorized their character based on their reference. This research using the quantitative approach and 96 respondent as a sample to understand people preference on watching video of live streaming. The result of this research showed that people preference on choosing type of broadcast affected by type of content and quality of broadcast. People 39 s preference on choosing type of broadcast video is not affected by geodemografis profile. Cateogrizing people 39 s character on choosing video content of V LIVE application is based on what actvities they were doing while they are watching and people 39 s preference on choosing type of broadcast video. Based on the result of cluster analysis, categorizing people 39 s preference into three groups, Loyal Lovers Group, Usual Users Group, and Casual Users Group.
2017
S67348
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhafira Athifah Sandi
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana anggota fandom musik pop melakukan engagement dan berpartisipasi dalam komunitas fanbase di media sosial, khususnya pada Instagram, Twitter, dan LINE yang termasuk dalam jajaran platform paling populer di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan desain fenomenologi. Melalui wawancara dengan perwakilan dari lima komunitas fanbase, penelitian ini mengeksplor praktik-praktik yang dilakukan dalam fandom musik pop dari perspektif dan pengalaman penggemar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggemar aktif terlibat dalam beragam proses produksi dan konsumsi konten, mulai dari informatif, interpretif, karya transformatif, proyek bersama komunitas, hingga merchandise. Produktivitas penggemar dalam melakukan berbagai aktivitas engagement tersebut menunjukkan adanya kesetiaan dan dedikasi terhadap musisi favorit. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa komunitas fanbase beroperasi berdasarkan konsep reward industry, yang mana penggemar termotivasi oleh adanya keuntungan-keuntungan emosional yang didapat dari interaksi dengan komponen industri, antara lain musisi, label rekaman, rekan media, dan promotor konser. ......This research discusses about how members of pop music fandoms engage and participate in fanbase communities on social media, specifically on Instagram, Twitter, and LINE which are among the most popular platforms in Indonesia. This research uses qualitative method with phenomenology design. Through interviews with representatives of five fanbase communities, this research explores practices in pop music fandom from the fans perspectives and experiences. The result shows that fans are actively involved in various processes of content production and consumption, from informative, interpretive, transformative, community projects, to merchandise. Fans productivity in doing these engagement activities shows devotion and dedication to their favorite artists. This research also finds that fanbase communities operate based on reward industry concept, in which fans are motivated by emotional rewards from interaction with industry components, such as the artist, record label, media partner, and concert promotor.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alviansyah Hidayat
Abstrak :
Vigilantisme diartikan sebagai sebuah tindakan main hakim sendiri yang dilakukan untuk membela nilai yang dipercayai tanpa mempertimbangkan apakah tindakan tersebut berbasiskan keadilan. Perilaku vigilantisme bukanlah sesuatu yang baru dalam budaya penggemar, contohnya di kalangan fandom K-Pop yang berpusat di Twitter atau biasa disebut dengan Stan Twitter dimana sering ditemukan adanya bentuk vigilantisme digital, salah satunya kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu kasus AG. Dengan menggunakan Media Construction of Reality, penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana fenomena vigilantisme muncul sebagai bentuk fanatisme penggemar terhadap idolanya, terutama dalam lingkungan Stan Twitter K-Pop. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana konstruksi media memengaruhi nilai-nilai budaya penggemar K-Pop yang ada di Twitter, termasuk budaya vigilantisme digital demi membela idola yang digemari. Dari 6 informan yang diwawancarai, ditemukan bahwa perilaku vigilantisme sebenarnya merupakan sesuatu yang tidak disukai namun dianggap wajar karena nilai-nilai budaya penggemar lain yang sudah dikonstruksikan sebelumnya. Peran dan partisipasi dari penggemar K-Pop lain diperlukan dalam mencegah adanya normalisasi perilaku vigilantisme digital lebih lanjut di kalangan penggemar K-Pop. ......Vigilantism is defined as an act to upheld the values an individual/community believes without considering whether the action is based on justice. Vigilantism is not something unusual in a fan culture, especially among K-Pop fandoms centered on Twitter or commonly referred to as Stan Twitter, like what happened to AG as one of the recent case. By using Media Construction of Reality, this study tries to explain how vigilantism emerges as a form of fan fanaticism towards their idols, especially in Stan K-Pop Twitter. Through a qualitative approach, this study aims to see how media construction affects the K-Pop fan culture on Twitter, including those of doing digital vigilantism in order to defend their idols. Based on the 6 informants interviewed, this research found that vigilantism is something that is actually frowned upon but still considered normal because of other values which have been constructed and established among the fandoms. The role and participation of other K-Pop fans is necessary in preventing further normalization of digital vigilantism among K-Pop fan community.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shuker, Roy
London: Routledge , 1998
781.64 SHU k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>