Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Abdullah
Abstrak :
Telan dilakukan optimasi polimerisasi emulsi core metil metakrilat (MMA) melalui variasi konsentrasi monomer dan jenis inisiator untuk mengnasilkan ukuran partikel 100-150 nm dengan distribusi monocIispers_ Teknik polimerisasi yang digunakan adalan semikontinu dengan vvaktu feeding lima jam dan konsentrasi surfaktan sodium Iauril sulfat (SLS) 10 CIVIC. Kenaikan konsentrasi monomer ternyata dapat menaikkan persen konversi dan ukuran partikel yang terbentuk sampai batas tertentu. Kondisi optimum diperolen pada konsentrasi MMA 25% dan inisiator termal amonium persulfat (APS) 0,5% yang mengnasilkan partikel berdiameter 103 nm dengan indeks polidispersitas 0,149 dan persen konversi 73,87%. Data spektrum IR dan sunu transisi gelas memperkuat telan terjadinya po|imerisasi. Juga telan dilakukan sintesis polimer emulsi metil metakrilat-butil akrilat berstruktur partikel core-shell tanpa agen pengikat silang dengan variasi penambanan inisiator tanap kedua Konsentrasi SLS yang digunakan dalam preemulsi shell butil akrilat adalan sebesar 0,5 CMC untuk menoegan pembentukan inti sekunder akibat terbentuknya misel-misel bam. Penambanan inisiator APS kedua seoara shot dan kontinu sekaligus telan mengnasilkan polimer emulsi yang stabil tetapi sebagian BA masin ternomopolimerisasi. Terdapat keoenderungan kenaikan persen konversi seiring dengan meningkatnya jumlan inisiator kedua yang ditambankan secara shot. Kondisi optimum diperoleh pada penambahan secara shot sebanyak 80% dan kontinu 20% dengan persen konversi 6O,65%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30450
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Margisari
Abstrak :
Pembuatan polimer Core-Shell Stirena Butil Akrilat, telan dicoba dengan metoda polimeriSaSi emulsi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan iniSator rec|okS [H2O2-ASam Askorbat] dengan ammonium persulfat untuk mendapatkan optimasi core Stirena. VariaSi yang dilakukan untuk membandingkan keduanya pada tanapan core Stirena meliputi variaSi konSentraSi Surfaktan di ataS nilai cmc, konSentraSi iniSiator, dan teknik po|imeriSaSi, Serta pengarun penggunaan pengikat Silang Glisidil IV|etakri|at [GIVIA] pada tanapan core Shell. Polimer yang dinasilkan ditentukan perSen konverSi, ukuran partikel dan diStribuSi ukuran partikel, guguS fungSi dengan FTIR, dan nilai Tg dengan DSC. Penelitian ini menemukan bahwa pada teknk Seeding iniSiator recloks mampu memberikan ukuran partikel Iebih beSar dibanding APS, Serta teknik polimerisasi Seeding Semikontinu mengnaSi|kan %konverSi yang Iebin tinggi dibandingkan teknik Seeding, tetapi ukuran partikel menjadi Iebin kecil. Hasil juga menunjukkan Semakin kecil konSentraSi Surfaktan, Semakin beSar ukuran partikelnya, Serta pengunaan konSentraSi Surfaktan diatas nilai cmc menghasilkan polimer dengan Struktur kopolimer.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S30427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menghasilkan meti ester dari asam Iemaknya memerlukan bantuan katalis agar reaksinya berjalan Iebih cepat, mengoptimalkan penggunaan metanol, dan memiliki persen konversi yang tir1ggi_ Katalis yang paling mudah dipisahkan dari produk setelah akhir reaksi adalah katalis hetroger1_ Pada penelitian ini, katalis IV|g-AI hidrotalsit dengan perbandingan mol IV|g/AI divariasikan 2 - 5, diujikan pada reaksi heterogen katalisis minyakjarak dengan metar1o|_ Perbandingan antara mol minyak dengan mol metanol adalah 1 1 4,5 dengan mencampurkan 80% metanol dari perbandingan tersebut pada avval reaksi_ \/\/aktu reaksi divariasikan 1 - 6 jam, setetah gliserol dipisahkan dari metil ester, metil ester kemudian direaksikan kembali dengan 20% metanol dari perbandingan selama 1 jam dengan mengambil hasil reaksi setiap 15 menit Suhu reaksi dijaga antara 60°C - 65° C. Hasil persen konversi optimum yaitu 94_17%, diperoleh pada reaksi dengan bantuan katalis IV|g-AI hidrotalsit dengan perbandingan mol IV|g/AI = 4 dan vvaktu reaksi selama 5 jam ditambah 1 jam reaksi
Universitas Indonesia, 2007
S30409
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angela Dian S. Dewi
Abstrak :
Dalam beberapa tahun terakhir ini telah banyak industri yang menggunakan membran-membran polimer pennselektif untuk sistem pemisahan gas, antara lain pemisahan C02 dari udara (02 dan Nz). Untuk mempelajari kinerja proses permeasi gas melalui membran, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan membran poli-imida dari Nitto Denko, Jepang, dan sel penneasi sebagai alat pengujinya. Membran poli-imida ini adalah membran asimetrik dari polimer glassy yang memiliki stabilitas termal, kimia dan mekanis yang sangat baik. Selain itu sebagai polimer glassy, poli-imida memperlihatkan permeabilitas dan selektivitas gas yang lebih tinggi daripada polimer lain (Matsumoto, 1993). Dalam tugas akhir ini dilakukan penelitian dengan menguji pengaruh kondisi operasi terhadap permeabilitas gas CO2, O2 dan N2 pada membran poli-imida. Dengan menggunakan sel permeasi dapat diukur Iaju permeasi dan permeabilitas gas dengan berbagai variasi tekanan dan temperatur pada kondisi ideal. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yang menyatakan kenaikan permeabilitas gas CO2 sebanding dengan kenaikan tekanan dan temperatur operasi, karena adanya efek plastisisasi sehingga membran menjadi bersifat rubbery. Sedangkan untuk O2 dan N2, permeabilitas gas tidak dipengaruhi oleh tekanan. Sementara itu permeabilitas ketiga gas meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur. Permeabilitas gas-gas tersebut membentuk urutan Pco2 > Po2 > PN2; sesuai dengan peningkatan ukuran diameter kinetik molekulnya. Kenaikan tekanan menyebabkan naiknya nilai selektivitas ideal gas CO2/O2 maupun CO2/N2, tetapi pengaruh temperatur terhadap selektivitas tidak dapat diperkirakan. Selektivitas gas-gas tersebut membentuk urutan αCO2/O2 < αCO2/N2. Dari hasil penelitian juga diperoleh energi aktivasi rata-rata untuk permeasi CO2, O2 dan N2 masing-masing sebesar 25.747 kJ/mol, 17.624 kJ/mol, dan 18.153 kJ/mol, serta permeabilitas standar masing-masing sebesar 3.17E-13 m3(STP).m/m2.det.Pa, 1.06E-15 m3(STP).m/m2.det.Pa, dan 1.21E-15 m3(STP).m/m2.der.Pa.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Nadillah Permata Sari
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan sifat polivinil asetat dengan cara menambahkan koloid pelindung dan agen ikat silang agar diperoleh emulsi polivinil asetat yang lebih stabil dan memiliki kemampuan untuk menghambat laju api pada saat kebakaran. Polivinil asetat (PVAc) disintesis melalui proses polimerisasasi emulsi dengan menggunakan teknik semi-continuous yang dilakukan selama 5 jam pada suhu 70-80˚ C dengan kecepatan pengadukan 300 rpm. Variasi yang digunakan dalam proses polimerisasi adalah dengan menambahkan polivinil alkohol (PVA) dan asam borat dengan konsentrasi penambahan 2 wt.% dan 0,5 wt.%. Karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mengukur pH, densitas, kandungan padatan, viskositas, dan gugus fungsi dari polimer emulsi. Selain itu, untuk mengetahui sifat ketahanan api yang dimiliki oleh PVAc emulsi melalui reaksi ikat silang bersama asam borat dilakukan dengan cara uji pembakaran menggunakan substrat kertas. Diperoleh hasil, nilai pH yang semakin menurun hingga mencapai pH ~1 menunjukkan adanya pembentukan produk samping asam asetat dari PVAc. Nilai kandungan padatan PVAc tertinggi adalah 22,70% diperoleh dari penggunaan surfaktan yang ditambahkan PVA dan asam borat. Sedangkan densitas tertinggi diperoleh sebesar 1,07 gram/mL. Untuk nilai viskositas, emulsi yang ditambahkan PVA menjadi lebih kental dengan viskositas 14,06 mPa.s. Nilai kandungan padatan, densitas, dan viskositas dari variasi polivinil asetat dengan adanya tambahan aditif koloid pelindung dan agen ikat silang cenderung bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan variasi tanpa adanya komponen tambahan. Gugus fungsi polimer emulsi polivinil asetat yang sudah terbentuk diketahui dari pengukuran menggunakan FTIR Spectrophotometer. Pengembangan emulsi PVAc menghasilkan material penghambat laju api dengan laju pembakaran terlama 15,54 detik dan dengan waktu inisiasi pembakaran pada 1,98 detik. ......This research was conducted to develop the properties of polyvinyl acetate by adding protective colloids and crosslinking agents to obtain a polyvinyl acetate emulsion that is more stable and can retard the rate of fire. Polyvinyl acetate (PVAc) was synthesized through an emulsion polymerization process using a semi-continuous technique carried out for 5 hours at a temperature of 70-80 ˚C with a stirring speed of 300 rpm. The variation used in the polymerization process is by adding polyvinyl alcohol (PVA) and boric acid with different concentrations of 2 wt.% and 0.5 wt.%. The characterization carried out in this study was to measure the pH, density, solids content, viscosity, and functional groups of the emulsion polymer. In addition, it is carried out through a combustion test using a paper substrate to determine the fire retardant properties of PVAc emulsion that has been crosslinked with boric acid. The results showed that the pH value decreased until it reached pH ~1, indicating the formation of acetic acid by-products from PVAc. The highest value of solids content of PVAc is 22.70%, obtained from the use of surfactants added with PVA and boric acid. Also, it got the highest density at 1.07 grams/mL. For the viscosity value, the emulsion added with PVA became denser with a viscosity of 14.06 mPa.s. The value of solids content, density, and viscosity of the polyvinyl acetate variation with the addition of protective colloid additives and crosslinking agents tend to be higher than the variations without additional components. The functional groups of the polyvinyl acetate emulsion polymer that have been formed are known from measurements using an FTIR spectrophotometer. The development of PVAc emulsion resulted in flame retardant material with the most extended burning rate of 15.54 seconds and the initiation time of combustion at 1.98 seconds.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, [2022;, ]
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Hidayah
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari kondisi optimum untuk menghasilkan homopolimer emulsi etil akrilat (PEA) dengan ukuran partikel berkisar 100 nm dengan distribusi ukuran partikel yang monodispers dan persen konversi yang tinggi. Optimasi PEA dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi surfaktan sodium lauryl sulfate (SLS) yaitu 0,5 CMC, 1 CMC, 3 CMC dan 5 CMC, dan variasi teknik polimerisasi yaitu semikontinu, batch, shot 10%, dan seeding 10%. Konsentrasi monomer etil akrilat (EA) dan inisiator ammonium persulfat (APS) dibuat konstan, yaitu konsentrasi EA sebesar 18,38% dari total berat bahan, dan konsentrasi APS sebesar 3% dari total berat monomer yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum berupa ukuran partikel sebesar 120,5 nm dengan distribusi ukuran partikel yang monodispers (PDI 0,053) dan persen konversi yang tinggi (93,3%) pada konsentrasi 5 CMC SLS dengan teknik semikontinu. Data spektrum IR dan suhu transisi gelas memperkuat bukti telah terjadi polimerisasi.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30419
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Suswanti
Abstrak :
Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat polimer emusi. Untuk aplikasi coating, polimer dengan ukuran partikel 200-300 nm dan monodisperse merupakan material yang menjanjikan untuk kreasi efek warna opal. Pada penelitian ini dilakukan polimerisasi emulsi core shell metil metakrilat-butil akrilat yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi pengikat silang glisidil metakrilat (GMA) dan variasi teknik polimerisasi terhadap ukuran partikel dan indeks polidispersitas. Variasi teknik polimerisasi yang dilakukan adalah variasi teknik penambahan insiator kedua yaitu secara shot dan kontinu dan suhu aging akhir yaitu 800C dan 1000C. Variasi GMA yang dilakukan yaitu tanpa GMA, GMA 6% bersama preemusi shell, dan GMA 3% sebelum pre-emulsi shell. Polimer yang dihasilkan kemudian ditentukan solid content, indeks viskositas, ukuran dan distribusi ukuran partikel, suhu transisi gelas (Tg), dan spektrum infra merah. Kondisi optimum yang diperoleh adalah polimerisasi MMA-BA tanpa penambahan GMA, dengan teknik penambahan inisiator kedua secara kontinu, dan suhu aging akhir 800C. Teknik ini menghasilkan ukuran partikel 149 nm, persen konversi 97,06% dan bersifat monodispers.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30369
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Masayu Farina Chairunnisyah
Abstrak :
Nanoserat (nanofiber) polianilin disintesis dengan metode polimerisasi antarmuka (interfacial polymerization) sistem dua fasa organik-air (aqueous) dari monomer anilin, (NH)4S2O8 (ammonium peroxydisulfat) sebagai oksidan, dan HCl sebagai sumber dopan proton. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran partikel dalam polimerisasi interfasial adalah konsentrasi dopan, konsentrasi inisiator, dan konsentrasi anilin. Polianilin yang diperoleh merupakan bentuk emeraldine salt (ES) atau polianilin terprotonasi. Selanjutnya bentuk ES diubah menjadi emeraldin basa (EB) melalui reaksi deprotonasi menggunakan NaOH. EB dimodifikasi melalui reaksi substitusi aromatik elektrofilik (SO3) yang berasal dari H2SO4 pekat, dengan jumlah mol yang berbeda-beda, menjadi emeraldin tersulfonasi 1 dan emeraldin tersulfonasi 2. Sulfonasi dilakukan untuk meningkatkan kelarutan dan keasaman PANI. PANI dalam bentuk ES dan emeraldin tersulfonasi digunakan sebagai indikator boraks yang bersifat basa. Karakterisasi terhadap PANI dilakukan dengan menggunakan UV-Vis, FT-IR, PSA, dan SEM. Reaksi yang terjadi antara PANI dengan boraks berupa perubahan warna dari hijau menjadi biru. Karakterisasi dengan UV-Vis untuk melihat perubahan karakteristik absorpsi spesifik dan responnya terhadap boraks, serta PSA untuk mengetahui diameter partikel rata-rata. Hasil SEM memperlihatkan morfologi struktur berpori dan berserat dari PANI dengan diameter serat beberapa puluh nanometer yang saling bersilangan. Sedangkan hasil uji FTIR mengindikasikan bahwa polianilin telah berhasil disulfonasi dengan H2SO4 pekat. Urutan sensitivitas PANI sebagai indikator boraks adalah emeraldin tersulfonasi 2 lebih sensitif dari emeraldin tersulfonasi 1dan emeraldin tersulfonasi 1 lebih sensitif dari emeraldin terprotonasi terlihat dari daerah kerja dan linearitasnya.
Nanofiber polyaniline synthesized by the interfacial polymerization method by two-phase system of organik and water (aqueous) using aniline monomer, (NH)4S2O8 (ammonium peroxydisulfat) as oxidant, and HCl as a dopant proton. Factors effecting the size of particles in the interfacial polymerization were concentration of dopant, concentration of initiator, and concentration of aniline. The product obtained was polyaniline emeraldine salt (ES) or protonated polyaniline. Furthermore, the ES form was changed to emeraldin base (EB) by deprotonation reactions using NaOH. EB was modified by electrophilic aromatic substitution reaction (SO3) from H2SO4 with a different mol, become emeraldine sulfonated 1 and 2, to improve the solubility and acidity of the PANI. ES and emeraldine sulfonated used as indicator for borax. PANI were characterized by UV-Vis, FT-IR, PSA, and SEM. The reaction that occurs between PANI and borax was changing color from green to blue. Characterization by UV-Vis to see the specific absorption characteristics and its response to borax, and the PSA to know the average of particle diameter. The result of SEM showed a porous structure and fibrous morphology with diameter of several tens of nanometers which intersect While the result of FTIR show that emeraldine sulfonated have been produce successfully by H2SO4. According to the work area and the linearity, emeraldine sulfonated 2 is more sensitive than emeraldine sulfonated 1 and emeraldine sulfonated 1 is more sensitive than the protonated emeraldine as borax indicator.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S21
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nidya Chitraningrum
Abstrak :
ABSTRAK
Pada penelitian ini, nanokomposit matriks epoxy dengan kandungan organoclay yang berbeda telah disintesa dan pengaruh filler organoclay diamati. Uji tarik dan HDT dilakukan untuk mendapatkan sifat nanokomposit. Karakterisasi sifat mekanik, seperti tensile strength, tensile modulus, dan elongation at break diperoleh.

Nanokomposit epoxy - clay telah disIntasa melalui proses polimerisasi insitu. Epoxy resin tipe DER 331 dan Versamid 125 digunakan masing-masing sebagai matriks dan curing agent. Nanofiller yang digunakan adalah organoclay yang dibuat dengan clay yang berasal dari Tapanuli melalui reaksi pertukaran kation pada kation ammonium yang terdapat pada surfaktan heksadesiltrimetilamonium bromida (HDTMABr) dengan metode ultrasonik. Struktur dari organoclay dan nanokomposit epoxy - clay dikarakterisasi dengan menggunakan XRD.

Dari hasil XRD, basal spacing mineral clay akan mengembang dari 1.4 nm menjadi 2.2 nm. Sedangkan untuk epoxy - clay nanokomposit, tidak ada satupun hasil XRD yang memperlihatkan puncak difraksi. Puncak difraksi yang tidak terdeteksi dapat dihubungkan dengan struktur eksfoliasi atau basal spacing yang tinggi. Hasil uji tarik menunjukkan bahwa tensile modulus pada nanokomposit meningkat dengan bertambahnya kandungan clay. Peningkatan maksimum diperoleh ketika dilakukan penambahan 2 wt% kandungan clay, yaitu sebesar 8.24%. Tidak seperti halnya tensile modulus, penambahan clay pada nanokomposit menghasilkan tensile strength dan elongation at break yang lebih rendah dibandingkan dengan epoxy murni.

Hasil dari uji Heat Deflection Temperature ( HDT) menunjukkan peningkatan suhu defleksi maksimum dicapai ketika penambahan kandungan clay sebesar 4 wt%.
ABSTRACT
In this research, epoxy matrix nanocomposites with different compositions of organoclay are manufactured and effect of organoclay filler were studied. Tensile test and HDT were conducted to obtain the performance of nanocomposites. The mechanical characteristics, such as tensile strength, tensile modulus, and elongation at break were evaluated.

Epoxy - clay nanocomposites were synthesized by an in - situ polymerization process. Epoxy resin DER 331 and Versamid 125 were used as a matrix and a curing agent, respectively. Organoclay as nanofiller was prepared from Tapanuli clay with a cation exhange reaction using ammonium cations of hexadecyltrimethylammonium bromide (HDTMABr) surfactant by ultrasonic method. Both structure of organoclay and epoxy - clay nanocomposites were characterized using XRD.

From XRD results, it was exhibited that the basal spacing of clay minerals was expanded from 1.4 nm to 2.2 nm. While, none of epoxy - clay nanocomposites showed any diffraction peak. The absence of diffraction peaks can be attributed to exfoliated structure or higher basal spacing.

The tensile test results showed that the tensile modulus of the nanocomposites increases with increasing clay content. A maximum of 8.24% improvement is observed with an addition of 2 wt% clay. Unlike the tensile modulus, the nanocomposites of all clay content showed a lower tensile strength and elongation at break than that of the pure epoxy.

Heat Deflection Temperature (HDT) test exhibited that addition of 4 wt% clay provided a maximum of 10.45% improvement of temperature deflection.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Parameter polimerisasi pada fasa aqueous yang berpengaruh pada sifat-sifat film polimer dipelajari lebih lanjut untuk memungkinkan kontrol tak langsung pembuatan film dengan cara mengontrol fasa aqueous. Di antara parameter-parameter yang dipelajari adalah konsentrasi HCl, rasio APS/o-toluidin, lama polimerisasi, dan suhu. Konsentrasi HCl optimal pada nilai berlebih 1,0M, sementara rasio APS/o-toluidin optimal pada nilai 1,25. Lama polimerisasi ternyata berpengaruh pada kestabilan dan ketebalan. Secara umum, semakin lama waktu polimerisasi, film yang dihasilkan akan semakin tebal dan stabil. Suhu juga berpengaruh pada pengaturan ketebalan film. Meski data yang diperoleh baru bersifat semi kuantitatif, terdapat indikasi yang jelas bahwa kontrol tak langsung pembuatan film o-toluidin sangat dimungkinkan.
O-toluidine Polymerization in Aqueous Phase and Its Development to Produce In Situ Poly-o-toluidine Films. Polymerization parameters of aqueous phase which have an effect to polymer film were studied in order to establish indirect control of film fabrication by means of controlling the parameters of aqueous phase. Among the parameters studied are the concentration of HCl, APS/o-toluidine ratio, polymerization duration, and temperature. HCl concentration was found to be optimum at the excess value of 1.0M, whereas ratio of APS/o-toluidine at 1.25. Polymerization duration was found of having an effect to both stability and thickness. As a rule, longer duration of polymerization leads to a thicker and more stablized polymer film. Temperature was found to be a parameter that have a defining role in the control of film thickness. Despite of the rather semi quantitative nature of the data, the results show a clear indication that indirect control is possible for in situ method of o-toluidin film fabrication.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>