Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Tonny Chandra A.
Abstrak :
Pencemaran Sungai Siak di Propinsi Riau merupakan salah satu isu strategis lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat pelaksanaan pembangunan dan ekonomi yang cenderung dilakukan secara eksploitatif tanpa memperhatikan upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran Sungai Siak serta peran Pemerintah Daerah Kabupaten Siak dalam pengendalian pencemaran Sungai Siak. Selain itu juga untuk mengetahui kontribusi masyarakat dan industri dalam pencemaran Sungai Siak, serta terbentuknya kerangka dasar kebijakan pengendalian pencemaran Sungai Siak. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisa kualitatif dan analisa kuantitatif Analisa kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap responden dengan analisis content. Analisa kuantitatif menggunakan data sekunder dengan menganalisa hasil penelitian JICA tahun 2000, Bapedalda tahun 2001 dan PPLH tahun 2002 UNRI tentang Sungai Siak. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi pencemaran Sungai Siak yang ditandai dengan penurunan kualitas air sesuai hasil penelitian, yakni kadar BOD 28 mg/1, COD = 67 mg/1. Hal tersebut melebihi standar yang ditentukan dalam PP Nomor 82 Tahun 2001 yaitu kadar BOD = 2 mg/l dan COD =10 mg/l.
Analysis of Management Policies of Siak River Pollution in Relation with District Autonomy Process in the Siak RegencyPollution of the Siak River in the Province of Riau is one of the strategic environmental issues which are caused by infrastructures and economical development that tends to be done exploitatively without considering efforts to preserve the environment. The objectives of this study are to find out how high is the pollution level in Siak River and the pollution management by the Local Government of Siak Regency. Moreover, to examine the contribution of the community and industries to the pollution of Siak River, and to build evidences for management policies regarding the pollution of Siak River. This study is carried out using qualitative and quantitative analysis approaches. Qualitative analysis is performed through in-depth interviews toward the respondents using content analysis. Quantitative analysis uses secondary data through analyzing the result of studies carried out by MCA in 2000, Bapedalda in 2001, and PPLH UNRI in 2002 concerning Siak River pollution. The results of this study suggests that there has been pollutions in the Siak River as shown by the decreasing water quality, that is the BOD level = 28 mg/l, COD = 67 mg/I. This is beyond the standards of BOD = 2 mg/l and COD = 10 mg/l which determined by Gov. Reg. 82 Yr. 2001. The Government's roles on managing pollutions of Siak River are yet optimized, especially in the course of surveillance and development. This is strongly related to the insufficiency related to quantitative and competencies of human resources and budget. The industrial sector has yet to fully comply with the regulations and law concerning the environment. This is signified by the research result of BOD and COD level of all industrial waste are above the regulation of liquid waste quality, with BOD level approximately between 92 mg/l to 861 and COD level approximately between 195 mg/l to 1268,8 mg/l. As according to the regulation of Riau Governor concerning Liquid Waste Quality for the Industries is regulated that BOD level is between 75 mg/1 to 100 mg/l and COD level is between 125 mg/l to 350 mg/l. From the result of the questionnaire toward 28 respondents who lived on the banks of Siak River, it was discovered that 64% of them uses Siak River to dispose of manure, and 71% throw away of their garbage. The Policy Officers have yet to implement the Environmental regulations entirely; it is considered important to arrange the bases of policies concerning pollution management in Siak River which refers to Gov. Reg. No. 23 Yr. 1997 of the Environment, Gov. Reg. No. 82 Yr. 2001 of the Water Quality Management and Water pollution Management. Siak River management should better be managed integrated involving every Regency along the Siak River, changing the development patterns from backyard to front yard, establish water recognition and water quality accordingly, establish Liquid Waste Quality, carry out tight and consistent surveillance, and institute sanctions to those who break the regulations. Bibliography: 29 (1953-2002)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hendarto
Abstrak :
Peternakan sapi perah, merupakan salah satu usaha peternakan dengan tujuan untuk memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak. Peternakan sapi perah, juga merupakan introduksi teknologi dari luar negeri, kegiatannya berpotensi menimbulkan pencemaran. Pencemaran pada usaha peternakan, menurut kegiatannya, dapat dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu pencemaran di sekitar tempat usaha peternakan dan pada hasil ternak berupa susu. Agar potensi timbulnya pencemaran dapat ditekan, diperlukan upaya pengendalian. Peternak sebagai pengelola usaha peternakan, dituntut untuk melakukan upaya pengendalian pencemaran, yang dalam bidang peternakan, dipengaruhi oleh latar belakang atau karakteristiknya yakni umur, mata pencaharian, tingkat pendidikan, lama beternak, jumlah ternak yang dipelihara, pendapatan, keterlibatan peternak dalam lembaga sosial dan tipe usaha peternakan. Penelitian dilakukan pada peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah yang mendapat bantuan ternak dari Proyek Pengembangan Sapi Perah Baturraden bantuan Pemerintah dengan sistem Sumba Kontrak. Tujuan penelitian untuk mengetahui peran serta peternak dalam upaya pengendalian pencemaran dan hubungan antara variabel karakteristik peternak dengan variabel upaya pengendalian pencemaran. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survei. Penelitian bersifat diskriptif analisis. Teknik sampling yang digunakan adalah Multi Stage Purposive Random Sampling menurut petunjuk Sutrisno (1981), hingga didapat 15 desa sampel dan 133 responden (17,8 persen populasi peternak). Variabel bebas dalam penelitian adalah karakteristik peternak yang diasumsikan memberi pengaruh dalam upaya pengendalian pencemaran, sedangkan variabel terikatnya adalah upaya pengendalian pencemaran di sekitar tempat usaha peternakan dan hasil ternak berupa susu. Dalam usaha mengkuantitatifkan kondisi kualitatif, digunakan bentang 1-5 dari kondisi sangat kurang sampai sangat baik. Untuk mengetahui pengaruh antar variabel, digunakan rumus koefisien korelasi Pearson dan Uji t, sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh, digunakan Uji Koefisien Determinasi. Berdasarkan uji di atas dapat disimpulkan bahwa : 1. Upaya pengendalian pencemaran yang dilakukan peternak sapi perah di sekitar tempat usaha peternakan, terdapat pada tingkat cukup berperanserta, sedangkan upaya pengendalian pencemaran terhadap hasil ternak berupa susu, pada tingkat baik peransertanya. Hal tersebut ditunjukkan dengan usaha peternakan sapi perah yang sebagian besar (52,53 persen) terdapat di tengah-tengah permukiman penduduk dengan potensi menimbulkan pencemaran, walaupun kondisi tersebut masih dapat diterima oleh masyarakat. Untuk hasil ternak berupa susu, ditunjukkan dengan tingkat pemahaman yang telah baik dalam hal hasil susu dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, walaupun pada kondsisi termotivasi oleh persyaratan penerimaan kualitas susu. 2. Terdapat hubungan antara umur, tingkat pendidikan, jumlah ternak yang dipelihara, pendapatan peternak, keterlibatan peternak dalam lembaga sosial dan tipologi usaha peternakan dengan upaya pengendalian pencemaran di sekitar tempat usaha peternakan dan pengaruh terbesarnya adalah variabel tingkat pendidikan sebesar 12,25 persen. Hal tersebut ditunjukkan pada kenyataan bahwa mayoritas peternak berpendidikan rendah. 3. Terdapat hubungan antara mata pencaharian, tingkat pendidikan, lama beternak, jumlah ternak yang dipelihara, keterlibatan peternak dalam lembaga sosial dan tipologi usaha peternakan dengan upaya pengendalian pencemaran terhadap hasil ternak berupa susu, dan pengaruh terbesarnya adalah variabel jumlah ternak sebesar 34,81 persen. Hal tersebut ditunjukkan pada kenyataan bahwa mayoritas peternak jumlah pemilikan ternaknya, sedikit. Dattar Kepustakaan : 63 (1957-1995). Jumlah halaman permulaan xx, jumlah dalam isi 167, Tabel 22, Gambar 3, dan Lampiran 11
Dairy cattle production is one of animal production. It has purposes for increasing the income and enhancing the prosperity of farmers. Culturally, dairy cattle is merely introduced technology from Western countries. In fact, dairy cattle production has a potency to make pollution, caused by this activity itself. Pollution on dairy cattle, from their activity can be divided into two kinds i.e. pollution around the farm and pollution on the product of milk. In order to eliminate the potency of the pollution, then, the effort to control it is urgently needed. To control pollution in their farm. The success of the effort is influenced by their background or their characteristic i.e. age, mean of livelihood, level of education, the duration in conducting animal production activity, number of animal, income of farmers, participation of farmers on social institution and type of animal production. The research was conducted in Banyumas Regency, Central Java Province, and was on animal production held by the farmers who obtained the aid from the Development Dairy Cattle Paturraden Project from the Government, by Sumba Contract system. The aim of the research was to uncover participation farmers on pollution control and correlation between the farmers characteristics and the effort of pollution control. Survey method and descriptive analysis were used in this research. 133 respondents from 15 samples villages were collected by Multi Stage Purposive Random Sampling from Sutrisno (1501). The independent variables of this research was characteristic of the farmers with an assumption that it would have been influencing the effort of pollution control. Meanwhile, the dependent variable was the effort of pollution control around the farm and the product of milk. Coefficient of Correlation by Pearson and the t test were exploited to uncover the influence between the variables. In the meantime, the determination Coefficient Test was used to meansure the degree of the influences. Based on the analysis, it was found that : 1. In general, the participation of the farmers on the efforts to control pollution around the farm was in the level of "fair" (since the score was 3.15 from the maximum of 5). In the meantime, the effort to control pollution on the product of milk was in the level of "good" for the score was 4.3B. These results were sustained by the fact that the majority the farm (52.63 percent) were located in the middle of public settlement, which have a potency to create pollution. In the meantime the farmers understanding about the effects of milk on public health was in level "good". 2. There was a correlation between age, level of education, number of animal, income of farmers, participation of farmers in social institution, and type of animal production with effort of pollution control around the farm. The lighest effect was the level of education i.e. 12.25 percent. This result was supported by the fact that the majority of farmers had a law education level. 3. There was a correlation between mean of live hood, level of education, duration in conducting animal production activity, number of animal, participation of farmers in social institution, and type of animal production with effort of pollution control on product of milk. The highest effect was the number of animal i.e. 34,81 percent. This result was supported by the fact that the majority of farmers had raised only a little number of animals. Number of References s 63 (1957-1995). Number of pages m Number of initial pages xx, Number of Content pages 167, Tables 22, Figures 3, Enclosures 11.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Dewi Handayani Sujatno
Abstrak :
Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki. Kebisingan akibat kegiatan industri dan transportasi adalah hal yang lazim ditemukan, oleh karenanya seberapa tinggi nilai kebisingan serta usaha-usaha pencegahan yang berkaitan dengan pengaruh di lingkungan dan tenaga kerja adalah hal yang penting untuk dipantau dan diteliti. Seperti halnya daerah industri lainnya di sekitar Jakarta, daerah Cikampek dan sekitamya adalah daerah dengan perkembangan kawasan industri yang cukup pesat dengan arus transportasi yang cukup padat. Pihak industri di sekitar kawasan tersebut banyak yang telah memanfaatkan vegetasi bambu (Bambusa sp.) dan jati (Tectona grandis) salah satunya sebagai peredam kebisingan. Berdasarkan uraian di atas, maka timbul suatu pemikiran untuk meneliti apakah vegetasi bambu (Bambusa sp.) dan jati (Tectona grand's) yang ada di sekitar kawasan industri dan tepi jalan tol Jakarta-Cikampek-Sadang dapat mereduksi kebisingan. Lokasi penelitian yang dipilih adalah di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang, Cikampek, Jawa Barat Hal ini didasari karena pada lokasi tersebut ditemukan kedua kelompok jenis vegetasi tersebut. Selain hal tersebut di atas diketahui juga bahwa pada umumnya kebisingan di area pabrik PT Pupuk Kujang hampir pada semua titik pemeriksaan ada di atas Nilai Ambang Batas (NAB), yaitu antara 84-113 dB(A), sedangkan pada jalan tol Jakarta-Cikampek di sebelah Seiatan industri PT Pupuk Kujang juga di atas baku mutu yang ditetapkan yaitu tingkat kebisingan pada siang hari 85,9 dB(A) dan pada malam hari 83,5 dB(A) (Widagdo, 1998). Kondisi eksisting letak populasi vegetasi tersebut diharapkan memudahkan penyusunan desain penelitian. Melanjutkan uraian di atas maka rumusan permasalahan yang dapat disusun adalah: 1. Kelompok vegetasi rumpun bambu di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi kebisingan yang bersumber dari pabrik PT Pupuk Kujang. 2. Kelompok vegetasi jati di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi keblsingan yang bersumber dari aktivitas jalan tol Jakarta-Cikampek di sebelah Selatan industri PT Pupuk Kujang. Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu: 1. Tujuan Umum: Pemakaian vegetasi untuk meredam kebisingan. 2. Tujuan Khusus: a. Diketahuinya seberapa besar pengaruh kelompok vegetasi rumpun bambu di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang daiam mereduksi kebisingan yang bersumber dari pabrik PT Pupuk Kujang. b. Diketahuinya seberapa besar pengaruh kelompok vegetasi jati di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dalam mereduksi kebisingan yang bersumber dari aktivitas jalan tol Jakarta-Cikampek di sebelah Selatan industri PT Pupuk Kujang. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kelompok vegetasi rumpun bambu (Bambusa sp.) dan jati (Tectona grandls) di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi kebisingan sebesar ±3-18%. Janis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan metode survey. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Hasil uji t untuk tingkat reduksi kebisingan pada bambu temyata mernperlihatkan penurunan kebisingan yang signifikan (p<0,05), dengan nilai signifikansi sebesar 0,019, sedangkan pada jati temyata memperlihatkan penurunan kebisingan yang tidak signifikan (p>0,05), dengan nilai signifikansi sebesar 0,059. Seiain itu berdasarkan uji korelasi tebal kelompok vegetasi rumpun bambu dan jati pada efektivitas reduksi kebisingan memperlihatkan hasil yang sangat kuat, dengan koefisien korelasi bambu 0,975 dan koefisien korelasi jati 0,840. Hasil pengukuran kebisingan di Dusun Poponcol (Desa Dawuan Tengah) yang berjarak 180 m dari pabrik tingkat kebisingannya 57,80 dB(A), sedangkan dipermukiman karyawan yang berjarak 480 m dari pabrik tingkat kebisingannya 48,20 dB(A). Berdasarkan hasil dan pembahasan maka kesimpulan yang diperoleh adalah: 1. Kelompok vegetasi rumpun bambu di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi kebisingan yang bersumber dari pabrik PT Pupuk Kujang. Semakin tebal kelompok vegetasi rumpun bambu, semakin tinggi persentase efektivitas reduksi kebisingannya. 2. Kelompok vegetasi jati di sekitar pabrik PT Pupuk Kujang dapat mereduksi keblsingan yang bersumber dari aktivitas jalan tol Jakarta Cikampek di sebelah Selatan industri PT Pupuk Kujang. Namun secara statistik reduksi kebisingan tersebut tidak signifikan.
Noise is an unwanted sounds. It has been commonly founded in industrial area and transportation, hence it is still important to be observed and researched on how high the noise level is and how to find efforts in avoiding the noise effect on environment and workers. Likely other industrial area surrounding Jakarta, Cikampek and its neighbourhood areas have become developed industrial areas with a traffic transportation flow. The industry players nearby have utilized vegetation bamboo (Bambusa sp.) and teak wood (Tectona grandis) as means of noise soundproof surrounding the area. A thought then occurs whether natural vegetation of bamboo (Bambusa sp.) and teak wood (Tectona glandis) surrounding Cikampek industrial areas and along Jakarta-Cikampek-Sadang highways can reduce the noise or not. Location chosen is industrial area of PT Pupuk Kujang, Cikampek, West Java. Based on the existence of both vegetation bamboo and teak wood nearby location. Based on some e)aminations, it is almost found that noise level around factory area is categorized above Critical Value, which ranges between 83-113 dB(A), meanwhile, in the southern industrial area of PT Pupuk Kujang and along Jakarta-Cikampek highway, the same case is found which is both noise levels in afternoons and at nights are categorized above the normal range, each ranges 85,9 dB(A) in afternoons and 83,5 dB(A) at nights (Widagdo, 1998).The condition of where the vegetation populations are will be expected to determine research design more easily. Some problems measured are : 1. Bamboo vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang is able to reduce noise from PT Pupuk Kujang factory. 2. Teak wood vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang is able to reduce noise from Jakarta-Cikampek highway in the southern part of PT Pupuk Kujang industrial area. The objectives consist of 2 groups: 1. General Objective: Vegetation utilization to soundproof noise. 2. Particular Objective: a. To measure the effectiveness of bamboo vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang in reducing noise from PT Pupuk Kujang factory. b. To measure the effectiveness of teak wood vegetation surrounding industrial area of PT Pupuk Kujang in reducing noise from Jakarta-Cikampek highway which is located in the southern part of PT Pupuk Kujang industrial area. Hypothesis proposed in research is bamboo (Barnbusa sp.) and teak wood (Tectona grandis) vegetation surrounding factory of PT Pupuk Kujang are able to reduce noise of t3-18%. Research type is descriptive quantitative with survey method. The design used Is cross sectional. T -test on noise reduction level of bamboo vegetation shows the significaint noise reduction (p<0,05) with significant value of 0,019, meanwhile noise reduction level of teak wood vegetation shows the insignificant noise reduction (p>0,05), with significant value of 0,059. Correlation test on thickness of bamboo and teak wood vegetation to noise reduction effectivity shows a very strong correlation with bamboo coefficient of 0,975 and teak wood coefficient of 0,840. Noise measurement result in Dusun Poponcol (Dena Dawuan Tengah) on distance of 180 m from factory has noise level of 57,80 dB(A), meanwhile in worker residences on distance of 480 m from factory has noise level of 48,20 dB(A). This research concludes some points, which are: 1. Bamboo vegetation surrounding PT Pupuk Kujang area is able to reduce noise sourced from PT Pupuk Kujang factory. The more thick the bamboo vegetation is, the more higher is the percentage effectivity of noise reduction. 2. Teak wood vegetation surrounding PT Pupuk Kujang area is able to reduce noise sourced from JakarEa-akampek highway in the southern part of PT Pupuk Kujang area. Statistically, noise reduction is not significant.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianti Sugiarta
Abstrak :
Pencemaran air sekarang ini semakin bertambah dengan semakin meningkatnya penggunaan bahan-bahan kimia, baik dalam proses industri maupun pada pertanian. Senyawa organik merupakan salah satu polutan air pada sumber air minum. Senyawa organik tersebut diantaranya adalah senyawa aromatik, senyawa hidrokarbon terklorinasi, dan senyawa aromatik terklorinasi. Penemuan fotokatalitik dapat menjadi alternatif dalam pemurnian air, karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu hasil reaksi tidak berbahaya untuk lingkungan dan proses dapat dihentikan dengan mudah atau diatur. Pada penelitian ini reaksi fotokatalitik dengan Ti02 yang diimmobilisasi pada pelat titanium diterapkan untuk degradasi senyawa 2,4-diklorofenol. Immobilisasi TiO2 pada pelat titanium dilakukan dengan metode sol gel dari dua prekursor, yaitu titanium diisopropoksi bisetilasetoasetat (TAA) dan titanium diisopropoksi bisasetilasetonat (TEA). Pemeriksaan lapisan tipis Ti02 pada pelat titanium dilakukan dengan TLC-scanner dan difraksi sinar X. Kristal Ti02 hasil dari kedua prekursor sama, yang terbesar adalah anatase (72,15% untuk TEA dan 70,45% untuk TAA). Proses degradasi 2,4-diklorofenol dilakukan dibagi dalam tiga bagian yaitu variasi perlakuan dengan UV dan katalis, perlakuan dengan bias potensial dan perlakuan dengan penambahan hidrogen peroksida. Proses fotokatalitik dengan Ti02 dan UV dapat menurunkan konsentrasi 2,4-diklorofenol 43,46% (TEA) dan 48,65% (TAA). Tetapi tidak terjadi mineralisasi sempurna karena ion klorida yang dihasilkan hanya 0,4075 ppm (TEA) dan 0,4206 ppm (TAA). Sebagian besar 2,4-diklorofenol terdegradasi hanya sampai membentuk senyawa intermediet yang masih mempunyai 2 atom klor. Bias potensial dan penambahan H202 dilakukan untuk meningkatkan hasil degradasi yang dicapai, yaitu dengan menghambat terjadinya rekombinasi lubang positif dan elektron yang terbentuk pada proses fotokatalitik. Penurunan konsentrasi 2,4- diklorofenol pada variasi perlakuan ini (UV/BP-TAA : 38,93%, UV/H2OrTAA : 53,42%, UV/BP/H2C>2-TAA : 39,62%) tidak berbeda secara berarti dengan perlakuan UV dan katalis (UV-TAA : 48,65% dan UV-TEA : 43,46%). Ion klorida yang dihasilkan yaitu UV/BP-TAA : 2,540 ppm, UV/H202-TAA : 0,928 ppm, UV/BP/H202-TAA : 4,106 ppm. Konsentrasi ion klorida yang dihasilkan ini lebih besar daripada perlakuan UV dan katalis (UV-TAA). Dapat disimpulkan bahwa bias potensial dan penambahan H202 pada reaksi fotokatalitik dapat meningkatkan proses mineralisasi 2,4-diklorofenol.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Putri
Abstrak :
Polusi udara merupakan permasalahan global yang berdampak negatif terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Telah diketahui bahwa polusi udara dapat dikurangi dengan upaya bioremediasi, salah satunya dengan memanfaatkan tanaman pohon. Tanaman pohon dapat merespons polusi udara secara fisiologis. Respons fisiologis tersebut dapat diketahui dari nilai indeks air pollution tolerance index (APTI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat toleransi dan perbedaan respons fisiologis enam spesies tanaman pohon (Mangifera indica, Pterocarpus indicus, Cerbera odollam, Pometia pinnata, Syzygium myrtifolium, dan Swietenia macrophylla) di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur dan Kampus UI Depok terhadap cekaman polusi udara berdasarkan nilai APTI. Pengukuran parameter lingkungan dan nilai APTI dengan parameter relative water content, pH ekstrak daun, kandungan asam askorbat, dan kandungan klorofil total dilakukan pada enam spesies tanaman pohon di kedua lokasi penelitian. Hasil uji APTI menunjukkan tanaman M. indica termasuk ke dalam kategori toleran terhadap polusi udara dengan nilai APTI tertinggi di Kawasan Industri Pulogadung yaitu sebesar 9,79 ± 0,13. Sementara itu, P. indicus termasuk ke dalam kategori sensitif terhadap polusi udara dengan nilai APTI terendah di Kampus UI Depok yaitu sebesar 6,59 ± 0,18. Hasil uji APTI tersebut menunjukkan bahwa spesies yang toleran memiliki nilai RWC dan kandungan asam askorbat yang tinggi, sedangkan spesies yang sensitif memiliki nilai RWC dan kandungan klorofil total yang rendah. ......Air pollution is a global problem that negatively affects living things and the environment. It is well known that air pollution can be reduced by bioremediation, one of which is by utilizing tree plants. Tree plants can respond to air pollution physiologically. The physiological response can be known from the value of the air pollution tolerance index (APTI). This study aims to find out the tolerance levels and physiological response differences of six tree plants species (Mangifera indica, Pterocarpus indicus, Cerbera odollam, Pometia pinnata, Syzygium myrtifolium, and Swietenia macrophylla) in Pulogadung Industrial Estate, East Jakarta and UI Campus in Depok towards air pollution based on APTI values. Measurements of environmental parameters and APTI values with relative water content parameters, leaf extract pH, ascorbic acid content, and total chlorophyll content were conducted in six species of tree plants at both research sites. APTI test results showed that M. indica plants fall into the category of air pollution tolerance with the highest APTI value in the Pulogadung Industrial Estate at 9.79 ± 0.13. Meanwhile, P. indicus is included in the category of sensitive to air pollution with the lowest APTI score at UI Depok Campus which is 6.59 ± 0.18. The APTI test results showed that tolerant species had high RWC values and high ascorbic acid content, while sensitive species had low RWC values and low total chlorophyll content.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Fitrihidajati Hadi
Abstrak :
Blotting atau disebut sebagai endapan nira, adalah salah satu bentuk limbah padat industri gula, yang dihasilkan dari proses pembuatan gula tebu kasar tepatnya pada tahapan penjernihan. Jumlah blotong dari tahun ke tahun semakin meningkat, bahkan pada tahun 2000 diperkirakan biotong sulfitasi berjumlah sekitar 1.265 x 103 ton , sedangkan blotong karbonatasi berjumlah sekitar 323 x 10' ton. Dibandingkan dengan limbah lainnya dari industri gula, sampai saat ini blotong belum banyak dimanfaatkan, bahkan menjadi limbah yang paling besar kemungkinannya mencemari lingkungan. Hal ini disebabkan blotong mengandung bahan organik yang akan mengalami perombakan kimiawi secara alamiah, dan hasil perombakan ini menjadi sumber pencemaran. Penumpukan blotong pada lahan-lahan kosong berpotensi menjadi sumber pencemaran karena dapat ikut aliran air hujan yang masuk ke sungai di sekitar pabrik. Pencemaran air sungai dapat berupa bau yang menusuk dan pengurangan oksigen dalam air, sedang blotong yang ditumpuk dalam keadaan basah dapat menimbulkan bau yang menusuk dan sangat mengganggu masyarakat sekitar. Pada dasarnya dalam pertumbuhannya tanaman sangat memerlukan ketersediaan unsur hara, oleh karena itu tanah sebagai media tempat hidup tanaman harus mengandung unsur atau bahan baik dalam bentuk makronutrient maupun mikronutrient. Karenanya tanah memerlukan tambahan dari luar berupa pupuk anorganik maupun pupuk organik. Mengingat harga pupuk yang semakin meningkat di luar jangkauan petani, demikian Pula dengan jumlah pupuk organik yang terbatas jika dibandingkan kebutuhan tanaman, maka diperlukan upaya atau alternatif untuk mencari bahan organik lain sebagai pupuk. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka diperlukan suatu upaya penanganan dan pengendalian limbah blotong. Upaya yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan blotong sebagai pupuk organik pada tanaman jagung, sehingga dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan dan melestarikan daya lingkungan. Berdasarkan pada hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh dari pemanfaatan blotong sebagai pupuk organik terhadap pertumbuhan vegetatif, reproduktif, produksi tanaman jagung serta dampaknya terhadap pendapatan petani. Penelitian dilakukan pada bulan November 1996 sampai bulan April 1977 di Kebun Percobaan (green house) Pendidikan Biologi I IP Surabaya. Metode yang digunakan adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Ada dua jenis blotong yang digunakan yaitu blotong sulfitasi (BS) dan blotong karbonatasi (BK) dengan empat tingkatan dosis blotong ditambah kontrol. Pada masing-masing perlakuan ditambah tanah sehingga mencapai total berat 10 kg. Tingkatan dosis blotong sulfitasi maupun blotong karbonatasi meliputi : - BS1 atau BKI (kontrol) = 10.000 gr tanah tanpa blotong - BS2 atau BK2 (setara 15 ton/ha) = 73,60 gr blotong + 9926,40 gr tanah - BS3 atau BK3 (setara 30 ton/ha) = 147,18 gr blotong + 9852,82 gr tanah - BS4 atau BK4 (setara 45 ton/ha) = 220,78 gr blotong + 9779,22 gr tanah - BS5 atau BK5 (setara 60 ton/ha) = 294,38 gr blotong + 9705,62 gr tanah. Penanaman dilakukan dalam polybag berukuran 40 x 50 cm dan setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga seluruh sampel yang digunakan berjumlah 30 tanaman. Tanaman yang digunakan adalah tanaman jagung hibrida varietas Pioner 4 (P4) yang peka pada pemupukan. Beberapa parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan kimia mall, kandungan unsur hara blotong serta parameter pertumbuhan tanaman jagung yang meliputi pertumbuhan vegetatif, reproduktif, produksi tanaman jagung daun serta pendapatan petani. Pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman jagung tanpa buah, Pertumbuhan reproduktif tanaman jagung meliputi waktu berbunga jantan dan berbunga betina. Parameter produksi meliputi jumlah buah, berat 100 biji pipilan kering dan produksi pipilan kering per hektar. Analisis terhadap parameter tanah dan blotong dilakukan secara analogi disesuaikan dengan standar baku mutu atau kriteria penilaian yang ada. Analisis terhadap pertumbuhan tanaman jagung dilakukan secara statistik dengan menggunakan ANOVA yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (ENT). Analisis terhadap pendapatan petani dilakukan dengan cara membandingkannya dengan pendapatan petani menurut kebiasaan petani jagung. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemanfaatan blotong sulfitasi maupun blotong karbonatasi sebagai pupuk organik berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, produksi tanaman jagung serta pendapatan petani. Pemberian dosis blotong yang optimal adalah BS5 dan BK5 dapat memberikan pengaruh yang tertinggi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman jagung tanpa buah. Produksi yang meliputi berat 100 biji pipilan kering jagung, produksi pipilan kering per hektar, serta pendapatan petani yang tertinggi dicapai dengan pemberian blotong dosis BS5 dan BK3. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa blotong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang baik bagi tanaman jagung, karena itu blotong adalah produk sampingan industri gula yang tidak seharusnya dibuang ke lingkungan sehingga tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Effort of Blotong Utilization as Fertilizer to Minimize Pollution (A Case Study of Blotong Utilization on Corn Plants)Blotong, an unfermented palm juice precipitate is a solid waste of sugar industry, produced in the processing of crude cane sugar, at the purification stage. The total amount of Wrong produced is increasing year after year, by the year of' 2000 it is even estimated that the sulfitate blotong will be approximately as much as 1,265 x 10 3,ton, while the carbonate blotong will be approximately as much as 323 x 10 3ton. Compared with other wastes of the sugar industry, blotong is until now not widely utilized, and therefore it is possible that largest amount of waste is polluting the environment. This is due to the fact that blolang contains organic material that will undergo natural chemical changes, and the result of this change becomes the source of pollution. Accumulation of blotong on empty ground becomes a potential source of pollution since it can be swept away into the stream around the factory by the rain. River water pollution can give rise to unpleasant odour and reduce the oxygen content of the water, while accumulated blotong in wet condition can cause extremely bad odour and disturbs many people in the surrounding. Basically, for its growth, plants need nutrients and hence, soil as the living place of plants must contain such elements and good material in the form of macronutrient as well as micronutrients. Therefore, soil needs additions from the outside, such as inorganic and organic fertilizers. Considering the increasing price of fertilizers, it is hard for the farmers who cannot effort to buy. The limited amount of organic fertilizer available compared to the need of plants, efforts towards alternatives are needed to find other organic material as fertilizer. To overcome problem mentioned above, endeavours are needed to handle and control the Wrong. Effort can be carried out by way of minimizing blotong by using it as organic fertilizer on corn fields, hence it can overcome the problem of environmental pollution and to conserve the environmental capacity. Based on cases mentioned above, this research has as objectives to find out information concerning the influence of the use of blotong as organic fertilizer on the vegetative and reproductive stages of corn plants, and the impact on the income of farmers. This research was carried out from November 1996 up to Apri 1997 at the green house of IKIF Biology Education in Surabaya. The method use is experimental using Fully Randomized Design. There are two kinds of use of blorong, namely sulfitate blotting (SB) and corbonatate blorong (CB) with four levels of blotong dosages and one control. For each treatment soil is added so that the total weight is 10 kg. The levels of the sulfitate and carbonate blotong dosages include : - S B 1 or CBI (control) = 10,000 grans of soil without blotong - SB2 or 032 (equivalent 15 ton/ha) = 73.60 gram of blotong + 9,926.40 gram of soil. - SB3 or CB3 (equivalent 30 ton/ha) = 147.18 gram of blotong + 9,852.82 gram of soil. - SB4 or 034 (equivalent 45 ton/ha) = 220.78 gram of blotong + 9,779.22 gram of soil. - 5B5 or CB5 (equivalent 60 ton/ha) = 294.38 gram of blotong + 9,705.62 gram of soil. The planting is performed in polybags measuring 40 x 50 cm, and each treatment is repeated 3 (three) times, the total number of samples is 30 (thirty) plants. The corn plants is of hybrid variety Pioneer 4 (P4) which is sensitive towards fertilizers. Several parameters observed in this research include physical and chemical characteristics of soil, nutrient elements content of blotong, and parameters of corn plants including the vegetative growth, reproductive, productive of corn plants and income of the farmers. The vegetative growth measured includes the height of the plants, total number of leaves, wet and dry weight_ of the plants without the corn. The reproductive growth of corn plants includes the period of staminate and pistillate emergence. Parameters of production include total number of corn, weight of 100 pealed dry seeds and production of pealed dry per hectare. Analysis of soil and blotong parameters is carried out in analogy and in accord with the standard of quality or the existing evaluation criteria. Analysis of the corn plant growth is carried out statistically using ANOVA, followed by the Least Significant Difference (LSD). Analysis of the income of farmers is carried out by comparing with the income of corn farmers who practiced their usual method. The result of research showed that utilization of sulfitate and carbonate blotong as organic fertilizer influenced the vegetative growth of corn plants and income of farmers. The optimal dosages of blotong, which is given in SB5 and CB5 treatments produce the highest results. These can be observed in the vegetative growth, including the height of plants, total number of leaves, wet and dry weights of plants without corn. The highest production of 100 shelled dry corn weight seeds, shelled dry corn per hectare, and income of farmers can be achieved by giving dosages of SB5 and CB3. Based on the result of research it can be concluded that blotong can be used as an excellent organic fertilizer for corn plants, therefore blotong is a by-product of sugar industry which should be not thrown away to the environment to pol iu is the enviroment.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamie Widjaya
Abstrak :

Polusi udara dan kemacetan merupakan salah satu masalah umum yang dapat ditemui di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta. Hal tersebut dikarenakan meningkatnya jumlah kendaraan pribadi dari tahun ke tahun, tidak hanya hal ini menimbulkan kemacetan, tetapi juga masalah lingkungan dan bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh emisinya. Pihak berwajib di bidang transportasi selalu berusaha untuk mencari jalan dalam mengurangi jumlah kendaraan pribadi. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mendorong niat berperilaku penggunaan transportasi publik dari Generasi X dan Y (millennial) lalu, faktor-faktor tersebut dikembangkan menjadi program-program yang dapat menarik minat kedua generasi dalam menggunakan transportasi publik. Penelitian ini menggunakan model yang mengintegrasikan Theory of Planned Behavior (TPB), Technology Acceptance Model (TAM), Environmental Concern dan Demographics. Model ini divalidiasi oleh para ahli transportasi melalui wawancara dan kuesioner. Setelah kuesioner publik disebarkan, hasilnya diolah melalui Structural Equation Modelling (SEM) dan pembuatan program dilakukan melalui wawancara para ahli. Hasilnya memperlihatkan bahwa hanya variabel Environmental Concern yang berpengaruh pada niat berperilaku pada Generasi X, sedangkan untuk Generasi Y ialah variabel Perceived Ease of Use, Perceived Usefulness, Subjective Norm, dan Environmental Concern. Selain itu, hasilnya juga memperlihatkan melalui perbandingan variabel TAM, Perceived Ease of Use pada Generasi X akan lebih mempengaruhi Attitude toward Public Transportation dibandingkan Generasi Y. Adapun program-program yang direkomendasikan ialah penggantian moda transportasi publik yang lebih ramah lingkungan, peningkatan aksesabilitas inklusif, penggunaan Near Field Communication (NFC), pengintegrasian moda transportasi, dan pemanfaatan influencer dan pejabat publik untuk menggunakan transportasi publik dan transparansi informasi. 

 


Air pollution and traffic congestion are common problems in Indonesia, especially in Jakarta. Mainly because the number of private vehicles increased rapidly in recent years, not only it resulted in traffic congestion, but also environmental problems and human health hazards because of its emissions. Transportation authorities have always been trying to find a way to reduce private vehicles and to encourage using public transportation. The purpose of this work is to understand factors that could encourage behavioral intention to use public transportation from Generation X and Y. Also, these factors are developed into programs that could attract the interest of both generations in using public transportation. This research used a model that integrates Theory of Planned Behavior (TPB), Technology Acceptance Model (TAM), environmental concern and demographics. Transportation experts validated the research model through semi-structured interviews and questionnaires. After distributing the public questionnaires, the results were processed through Structural Equation Modelling (SEM) and the programs were created through expert interviews. The results show only environmental concern that influence behaviour intention in Generation X, meanwhile for Generation Y are perceived ease of use, perceived usefulness, subjective norm and environmental concern variables. On top of that, the results also show through comparison of the TAM variable, perceived ease of use in Generation X will affect attitude toward public transportation more than Generation Y. Therefore, the recommended programs are the replacement of more environmentally friendly public transportation modes, increased inclusive accessibility, the use of Near Field Communication (NFC), the integration of public transportation modes, and the utilization of influencers and public officials to use public transportation and information transparency.

Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfina Nurul Haqoh
Abstrak :
Perkembangan teknologi membuat proses industrialisasi di wilayah DKI Jakarta dan seluruh Indonesia semakin cepat. Proses industrialisasi yang pesat memiliki dampak yang negatif yaitu terjadinya pencemaran terhadap air, laut, udara dan tanah. Pencemaran lingkungan salah satunya berupa pencemaran oleh logam berat seng (Zn). Selain limbah logam berat, Indonesia dengan produksi jagung sebanyak 19,6 juta ton berpotensi menghasilkan limbah tongkol jagung yang tidak memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan kedua masalah tersebut, limbah berupa tongkol jagung dimanfaatkan sebagai bahan baku ekstraksi silika. Silika diekstraksi menggunakan larutan alkali dan larutan asam untuk membentuk xerogel. Karakterisasi yang digunakan yaitu X-ray Diffraction (XRD), Fourier transform infrared (FTIR), Braun Emmet Teller (BET), Energy Dispersive X-Ray (EDX) dan X-ray Fluorosence (XRF). Silika yang telah diekstraksi menghasilkan luas permukaan optimum sebesar 360,5 m2/g. Selanjutnya silika difungsionalisasi menggunakan CPTMS agar lebih aktif dan dapat digunakan sebagai material remediasi logam cair Zn. Proses fungsionalisasi menurunkan luas permukaan silika menjadi 301,8 m2/g. Meskipun demikian, berdasarkan uji serapan tembaga dengan AAS, silika CPTMS memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi. ......Technological developments make the industrialization process in the DKI Jakarta region and throughout Indonesia even faster. The rapid industrialization process has a negative impact, namely the occurrence of pollution to water, sea, air and land. One of the environmental pollution is pollution by heavy metal zinc (Zn). On the other hand, Indonesia with corn production of 19,6 million tons has the potential to produce corn hump waste that has no economic value. Based on these two problems, corn cobs are used as raw material for silica synthesis. Silica is synthesized using an alkaline solution and an acid solution to form xerogel. Characterization used was X-ray Diffraction (XRD), Fourier transform infrared (FTIR), Braun Emmet Teller (BET), Energy Dispersive X-Ray (EDX) and X-ray Fluorence (XRF). The synthesized silica produces an optimum surface area of 360,5 m2/g. Furthermore, silica functionalized using CPTMS to be more active and can be used as Zn liquid metal remediation material. The functionalization process reduced the silica surface area to 301,8 m2/g. However, based on copper absorption tests with AAS, silica CPTMS has a higher adsorption ability.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Dwi Puspitasari
Abstrak :
Tujuan yaitu untuk mengetahui pola spasial pencemaran udara yang diakibatkan oleh PLTU dan PLTGU Muara Karang. Analisis yang digunakan adalah analisis keruangan hasil perhitungan Model Dispersi Gaussian untuk mengetahui semburan emisi PLTGU dan PLTU masing-masing parameter yaitu debu, NO2 dan SO2 pada enam hari pada bulan Juni dan Desember, selanjutnya hasil perhitungan tersebut ditampilkan dalam bentuk peta untuk mengetahui pola spasial pencemaran udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pencemaran udara dari sumber PLTU dan PLTGU Muara Karang menunjukkan jangkauan dan nilai konsentrasi tiap parameter, berbeda-beda sesuai arah anginnya. Dalam kondisi atmosfer stabil, jangkauan emisi dari kedua sumber pencemar tersebut lebih jauh dibandingkan dalam kondisi atmosfer tidak stabil. Hasil analisis yaitu konsentrasi pencemar menurun sesuai dengan jaraknya. Kecamatan Taman Sari, Sawah Besar, Kemayoran, dan Tambora memiliki resiko paling tinggi terkena dampak pencemaran udara dari sumber PLTU dan PLTGU Muara Karang.
The objective of the study are to determines the spatial patterns of air pollution caused by Muara Karang Power Plant and Combined Cycle Power Plant. The analysis which used is spatial analysis of the calculated Gaussian Dispersion Model to find out bursts emissions of Combined Cycle Power Plant and power plant of each parameter that is dust, NO2 and SO2 on six days in June and December, then the calculation results are displayed in the form of a map to determine the spatial pattern of air pollution. The results showed that the pattern of air pollution from Muara Karang Power Plant and Combined Cycle Power Plant shows the range and concentration values of each parameter, varies according to wind direction. In stable atmospheric conditions, the range of pollutant emissions from both sources are more distant than in the unstable atmospheric conditions. The results of the analysis that pollutant concentration will be change in the air. Taman Sari, Sawah Besar, Kemayoran, and Tambora has a highest risk area affected by air pollution from Muara Karang Power Plant and Combined Cycle Power Plant.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S78
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library