Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Napitupulu, Wilson
Abstrak :
Sebagai tindak lanjut dari TAP MPR No. II/MPR/1978, sudah berpuluh juta rakyat Indonesia mengikuti pemasyarakatan P-4, melalui jalur Penataran P-4 dan Non Penataran, dan telah menghabiskan dana yang tidak kecil, waktu dan tenaga. Masyarakat mempertanyakan hasilnya, yang tercermin dengan pernah munculnya issu "kejenuhan Penataran P-4" pada medio 1989. Ada yang pro dan kontra dan sempat terjadi silang penadapat pada beberapa media massa antara BP-7 Pusat dengan para pakar. Penulis telah berkecimpung dalam kegiatan pemasyarakatan. P-4 selama 11 tahun dengan kedudukan sebagai salah satu pejabat di BP-7 DKI Jakarta dan sampai sekarang aktif sebagai Penatar, sangat menaruh perhatian terhadap masalah tersebut. Karena itulah diadakan penelitian dengan pokok masalah : "Penyelenggaraan Penataran P-4 di DKI dan pengaruhnya terhadap Ketahanan Nasional di DKI Jakarta. Yang menjadi sasaran penelitian ialah Penataran P-4 Pola Pendukung 45 Jam / Pola 45 Jam Terpadu Bagi Mahasiswa Baru Perguruan Tinggi di Jakarta, sejak tahun 1982/1983 sampai dengan tahun 1994/1995. Dari berbagai dimensi penataran seperti : (1) Petatar; (2) Penyelenggara; (3) Metode Penataran; (4) Materi Penataran; (5) Penatar; dan (6) Evaluasi Penataran, karena keterbatasan waktu, maka yang menjadi fokus penelitian ialah dua dimensi penataran, yaitu materi penataran dan Penatar. Sekalipun dimensi-dimensi tersebut merupakan sub sistem-sub sistem dari Penataran P-4 sebagai satu sistem, penulis berpendapat bahwa materi penataran dan Penatar merupakan faktor yang sangat berpengaruh kepada penanaman dan pengukuhan nilai-nilai Pancasila yang pada gilirannya membentuk sikap dan perilaku peserta penataran. Metode penelitian yang dipergunakan ialah deskriptif analisis yang diikuti eksplanasi analisis dengan pendekatan kualitatif, sedang teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan pengamatan (observasi). Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan lebih lanjut, ternyata masih dijumpai kelemahan-kelemahan pada pelaksanaan Penataran P-4, dalam bidang kebijakan dan strategi penataran, rencana dan program, pelaksanaan di lapangan serta pengendalian dan pengawasan. Pengaruh lingkungan strategik berskala lokal yaitu situasi dan kondisi Jakarta sebagai kota metropolitan, regional dan global, kurang menunjang tercapainya efektivitas penataran dalam kehidupan warga masyarakat DKI Jakarta sehari-hari. Indikator keberhasilan Penataran P-4 menunjukkan bahwa Penataran P-4 baru pada tahap pemasyarakatan P-4, belum menyentuh pada tahap pembudayaan. Karena itu perlu diadakan perbaikan dan penyempurnaan terhadap penyelenggaraan P-4, dan didukung oleh situasi dan kondisi yang kondusif, yang selanjutnya diikuti dengan aktualisasi dan pelembagaan nilai-nilai Pancasila dalam IPOLEKSOSBUDHANKAM. Adalah tugas para negarawan dan ilmuwan untuk menjabarkan Pancasila ke dalam konsep-konsep operasional dalam berbagai bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM. Hal itu semua akan mewujudkan integrasi nasional di kalangan warga masyarakat DKI Jakarta. Namun untuk memantapkan integrasi warga masyarakat DKI Jakarta, hukum dan peraturan harus ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. Dengan demikian peningkatan Ketahanan Nasional akan terwujud di DKI Jakarta. Dalam tulisan ini disarankan agar diadakan perbaikan dan penyempurnaan pelaksanaan Penataran P-4 di DKI Jakarta di bidang penentuan kebijakan dan strategi, perencanaan dan program, pelaksanaan, serta pengendalian dan pengawasan. Selain itu agar aparat pemerintahan di DKI Jakarta dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari seyogianya berorientasi kepada people centered, dan pengaturan serta penegakan hukum harus dikedepankan secara konsekuen dan konsisten.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhana Ulfa Azis
Abstrak :
Keterlibatan artis di dalam dunia politik khususnya di partai politik sudah berlangsung sejak dari Orde Lama hingga Pasca-Orde Baru. Namun pada kedua masa pemerintahan itu keterlibatan artis sangat terbatas karena hanya sebagai pendukung ideologi politik pemerintah yang otoriter. Sehingga yang terjadi adalah artis berpolitik hanya sebagai pajangan dan penghias, serta penghibur belaka dan hanya terbatas pada kepentingan artis untuk mempertahankan status dan profesinya agar penguasa membiarkannya hidup. Karena kekuatan otoriter pemerintah maka potensi keartisan sebagai pencipta karya budaya menjadi terbatas ditambah lagi dengan keterbatasan media sebagai mitra artis dalam mempopulerkan dunia keartisan. Namun ketika keadaan relatif berubah setelah Soeharto jatuh oleh gerakan pro-reformasi pada bulan Mei 1998, terutama menjelang dan pasca-pemilu tahun 1999, kesadaran artis mulai berubah dari sekedar melaksanakan fungsi `penghibur politik' menjadi aktivis politik untuk melaksanakan peran politik yang lebih dalam. Dan menjadi sangat menarik lagi ketika menjelang pemilu 2004 dimana para artis ramai-ramai memasuki partai politik dan menjadi calon legislatif untuk selanjutnya dapat duduk parlemen. Perubahan itu membuat pula sejumlah faktor-faktor penyebab masuknya artis dalam partai politik semakin bervariasi. Metode penelitian yang digunakan studi ini meliputi lima aspek. Pertama, pendekatan kualitatif. Kedua, tipe penelitian deskriptif analitis. Ketiga, teknik pengumpulan data dengan studi dokumentasi dan dilengkapi dengan wawancara. Keempat, teknik analisis dengan kualitatif. Dengan penggunaan metelogi penelitian tersebut di atas studi ini akhirnya menghasilkan sejumlah temuan-temuan baru. Adapun hasil dari penelitian adalah : Pertama, faktor popularitas, yang melihat pecan media massa dan. Sehingga terbentuknya image baru para artis berpolitik. Kedua, faktor tujuan politik artis yang melihat orientasi politik artis melalui agenda, visi dan misi politik para artis. Ketiga, faktor self identification yaitu faktor pengidentifikasian diri atas kemampuan berpolitik yang ditinjau dari faktor kecakapan politik, dengan melihat sosialisasi politik (political socialitation) dan pengalaman politik (political experiences), faktor kemampuan ekonomi, dan faktor nilai lebih keartisan. Ketiganya merupakan sejumlah temuan dari faktor yang mendorong artis masuk partai politik. Faktor popularitas (public figure) bagi artis sebenarnya merupakan potensi yang inheren dengan profesi keartisannya. Artis populer karena banyak disukai orang atas karya seninya maupun gaya hidupnya Melalui media seperti televisi sebagai lembaga industri dan komersialisasi gaya hidup artis yang sedang berpolitik semakin populer. Popularitas artis berpolitik juga menimbulkan image baru yang menandai keseriusan para artis untuk menampilkan kemampuan dan intelektualitas berpolitik. Artis berpolitik kemudian menjadi topik menarik di tengah masyarakat. Dengan menyandang popularitas dan intelektualitas artis tidak hanya menarik perhatian masyarakat tetapi juga sejumlah partai politik kembali mengajak artis bergabung di partainya dan menjadikannya sebagai calon legislatif. Hal ini cukup membuktikan bahwa masuknya artis dalam partai politik merupakan konsekwensi logis dari popularitasnya (public figure). Faktor tujuan politik artis terlihat dari nisi, mini dan agenda politik para artis yang sesungguhnya didasari dari persepsi para artis terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang dianggap belum cukup maksimal memperlihatkan hasilnya. Walaupun tujuan politik mereka beragam namun mereka berkeyakinan bahwa mereka akan berbuat lebih baik demi rakyat dan bangsa Faktor kecakapan politik yang terdiri dari sosialisasi politik dan pengalaman politik merupakan faktor yang diakui oleh artis untuk menutupi alasannya masuk partai politik dan alasan partai politik yang merekrut artis karena kepopulerannya. Melalui kecakapan politiknya, artis sangat yakin dapat melaksanakan tanggung jawab politik bila kaiak dipercaya oleh rakyat menjadi wakilnya. Sosialisasi politik yang mereka dapatkan dari keluarga, pendidikan formal dan media komunikasi, dan pengalaman politik yang mereka telah ialui di organisasi sosial cukup membuat mereka yakin akan kemampuan dirinya. Dengan kecakapan politiknya pula artis merasa yakin kalau tidak terkalahkan oleh sejumlah politisi regular yang sudah lama menggeluti dunia politik. Faktor berikutnya yang mendorong artis masuk partai politik adalah kemampuan ekonominya. Melalui kepemilikan uang yang tergolong tinggi memberi kesempatan besar bagi artis untuk masuk partai politik. Lebih dari itu dengan penghasilannya yang tergolong tinggi artis berharap dapat menepis seluruh anggapan bahwa keterlibatannya dalam partai politik adalah untuk mengejar uang. Dan yang terakhir sebagai faktor identifikasi diri. Faktor ini sangat terkait dengan profesi keartisannya. Artis adalah penggelut dunis seni atau dunia estetika. Dari apa yang didapatkan dalam menggeluti dunia seni para artis mengakui bahwa mereka memiliki rasa sensitivitas yang tinggi. Dengan sensitivitas ini para artis berkeyakinan bahwa mereka mampu merespon aspirasi yang muncul terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial yang sedang terjadi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Gau Kadir
Abstrak :
Paul Allen Beck, mengemukakan bahwa penelitian sosialisasi politik dapat digolongkan dalam dua perspektif umum. Pertama, disebut perspektif pengajaran (the teaching perspective) yang menggambarkan sosialisasi politik sebagai proses melalui mana orientasi-orientasi politik diajarkan. Kedua, perspektif belajar (the learning perspective) yang menekankan pada aktivitas individu untuk belajar sendiri. Pengaruh perspektif pengajaran menjadi dominan setelah munculnya salah satu topik utama dalam penelitian sosialisasi politik yaitu peranan agen-agen sosialisasi politik. Perhatian para ilmuan terhadap topik tersebut di atas dapat dilihat dalam beberapa tulisan. Tulisan Hyman Greenstein, Hess dan Torney, yang membatasi telaahnya pada penelitian empiris dan berusaha menggambarkan pengaruh masing-masing agen sosialisasi politik terhadap 2 pandangan politik individu. Di Indonesia studi sosialisasi politik telah dilakukan oleh para sarjana seperti Win Gandasari Abdullah, Stephen Arneal Douglas, yang lingkup studinya pada tingkat nasional. Sedangkan pada tingkat lokal (pedesaan), studi ini masih jarang dijumpai. Khusus di Sulawesi Selatan studi sosialisasi politik pada masyarakat pedesaan dapat dikatakan belum ada. Walaupun ada tulisan mengenai sosialisasi politik, tetapi tidaklah merupakan perhatian utama. Fakta ini mendorong penulis untuk melakukan studi sosialisasi politik agar dapat dipahami agen-agen sosialisasi politik yang mana berperanan dalam meningkatkan pengetahuan politik masyarakat mengenai sistem politik yang dikembangkan oleh pemerintah Republik Indonesia, yaitu sistem demokrasi. Pada dasarnya sistem politik demokrasi menghendaki adanya keseimbangan yang wajar antara hak dan kewajiban politik anggota masyarakat. Di dalam sistem teori, hak dan kewajiban politik melekat pada "komponen input" dalam sistem politik. Hak politik berkaitan dengan tuntutan-tuntutan terhadap sistem politik. Sedangkan kewajiban politik berhubungan dengan dukungan-dukungan yang diberikan kepada sistem politik. Dengan demikian dapat dipahami bahwa di dalam sistem pengambilan keputusan yang demokratis, setiap anggota masyarakat di samping mempunyai hak politik untuk melakukan tuntutan, juga memikul kewajiban politik untuk mendukung sistem politik yang berlaku. Meskipun demikian, dalam perkembangan sistem politik di Indonesia sering ditemui munculnya tuntutan-tuntutan yang berbeda-beda yang cenderung menimbulkan konflik dalam masyarakat. Hal ini dapat diamati pada masa Demokrasi Parlementer (1945-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Pada periode pertama, muncul tuntutan-tuntutan masyarakat yang sangat besar jumlahnya, sementara kapasitas sistem politik belum mampu memenuhi semua tuntutan-tuntutan itu. Pemerintah belum mampu memanfaatkan kekayaan alam untuk melaksanakan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Juga partai-partai politik yang beroposisi sering melancarkan mosi tidak percaya kepada partai politik yang berkuasa, sehingga sering terjadi pergantian kabinet sebelum masa pemerintahannya berakhir. Keadaan ini menunjukkan lemahnya dukungan masyarakat terhadap sistem politiknya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwondo
Abstrak :
Latar Belakang Masalah
Sejak terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin bangsa telah memandang demokrasi sebagai suatu sistem politik yang ideal. Kata "ideal" tersebut berarti bahwa bangsa kita mempunyai keinginan yang besar untuk melaksanakan mekanisme pembuatan keputusan sesuai dengan yang dituntut oleh sistem demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Yang dikehendaki oleh sistem demokrasi itu adalah suatu keseimbangan yang wajar antara hak dan kewajiban politik warganegaranya dalam proses kehidupan politik. Hak politik berhubungan dengan tuntutan-tuntutan terhadap sistem politiknya seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, petisi-petisi kepada lembaga-lembaga ataupun pejabat-pejabat pemerintah, menghimpun perkumpulan-perkumpulan politik dan lain sebagainya. Sedangkan kewajiban politik berkaitan dengan dukungan-dukungan yang harus diberikan kepada sistem politik bersangkutan, misalnya masuk menjadi anggota suatu organisasi politik, mendukung kebijaksanaan yang ada dan berkomunikasi dalam masalah-masalah politik.

Namun demikian, dalam kehidupan politik sering tampak bahwa tuntutan-tuntutan yang berbeda-beda cenderung menimbulkan pertentangan-pertentangan yang sangat berbahayn. Pertentangan atau konflik-konflik tersebut, akan berakhir jika pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, baik menggunakan cara musyawarah maupun voting telah mencapai suatu kesepakatan.

Di negara-negara berkembang yang sebagian besar tuntutannya banyak dlpengaruhi oleh hal-hal yang bersifat primordial, suasana konflik cenderung menjurus ke arah situasi yang berbahaya. Demikian halnya yang pernah terjadi di Indonesia, khususnya masa Demokrasi Parlementer (1945-1959) dan Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Pada periode I, partisipasi politik anggota masyarakat ditandai oleh mengalirnya tuntutan-tuntutan yang sangat banyak jumlahnya, sedangkan kapasitas sistem politik belum mampu untuk menampungnya. Misalnya pemerintah belum mampu menggali kekayaan-kekayaan alam yang ada untuk melaksanakan pembangunan.

Di samping itu struktur-struktur politik ataupun pejabat-pejabat pemerintah belum mampu untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Konsekwensinya, maka muncullah situasi dan kondisi yang tidak mendukung sistem politik yang ada. Terlebih-lebih lagi dengan lahirnya pemherontakan-pemberontakan di daerah yang menentang ataupun tidak puas kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah pusat, misalnya pemberontakan PRRI (15 Pebruari 1959).

Di lain pihak partai-partai politik yang beroposisi sering melancarkan mosi tidak percaya kepada partai politik yang berkuasa, sehingga tidak mengherankan jika banyak terjadi pergantian pemerintahan dalam beberapa bulan atau satu tahun saja. Adanya mosi tersebut, pada dasarnya merupakan indikator bahwa dukungan yang diberikan kepada jalannya pemerintahan cukup lemah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode M Syarif
Abstrak :
This article is excerpted from a portion of KPK and LIPI's research on "political sector corruption" in Indonesia. This research concludes that one of the main roots of corruption in Indonesia is a corrupt political system and very corrupt political parties. The authors also find that the majority of major political parties in Indonesia are managed like a family company and controlled by a handful of oligarchs. Therefore, the management of political parties in Indonesia is not transparent and accountable and is not following the principles of democracy and anti-corruption. This research concluded that all political parties in Indonesia have the following characteristics: (i) they have no accountable and transparent political party financial management. All political parties are not willing to announce the amount and the origins of their finances and do not want to report the utilization of their political party funds in detail. (ii) The caderisation process in political parties is not working following the merit system so that many members of political parties are easily jumping from one political party to another. (iii) The implementation and enforcement of the ethical code of conduct in political parties are very little or not at all. As a result, the violations of democratic principles and ethics are considered normal. Therefore, it is not surprising that the quality of politicians in Indonesia is very low and results in prolonged corrupt practices among elected officials (legislative and executive), because they were born from unprofessional political parties and has many congenital disabilities.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Niemi, Richard G.
San Francisco: Jossey-Bass, 1974
301 NIE p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Perlmutter, Amos
London: Yale University Press, 1981
306.2 PER m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Doryntan Martalenta
Abstrak :
Proses demokrasi di Indonesia mencapai puncaknya melalui pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagai sebuah babak baru bagi bangsa Indonesia. Pesta demokrasi ini tidak dapat dirasakan secara maksimal apabila tidak adanya dukungan dari partisipasi seluruh warga Indonesia. Pada kenyataannya, para pemilih kurang memiliki kemampuan dalam mengingat banyaknya partai-partai politik, program-program yang ditawarkan, ataupun kandidat politik yang didukung oleh partai politik. Oleh karena itu, diperlukannya langkah-langkah yang dilakukan oleh para kandidat politik untuk mencapai target suaranya dan dikenal oleh para pemilih. Langkah-langkah tersebut dapat dilaksanakan dengan strategi, termasuk menerapkan pemasaran politik, yaitu sebuah cara atau metode pemasaran untuk membantu membangun hubungan antara kandidat politik dan masyarakat. Jumlah pemilih muda di Indonesia cukup besar, sehingga posisi strategi kelompok pemilih muda beserta faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku pemilih muda menjadi celah yang dimanfaatkan oleh beberapa kepentingan politik untuk mencapai suara lebih dalam memenangkan pemilu. Fokus penelitian ini ialah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih muda melalui isu-isu dan kebijakan politik, citra kandidat, peristiwa muktahir, peristiwa personal, citra sosial, keyakinan agama, pengaruh teman dan keluarga, serta media sosial. ...... The democratic process in Indonesia had reached its peak through the general election of President and Vice President as a new chapter for the people of Indonesia. This democratic party could not be perceived to the fullest when there was a lack of support from all Indonesian people. In reality, the voters did not have the sufficient knowledge in political parties, programs offered, or the political candidates who was supported by the political party. Therefore, there are several stages needed to be done by the political candidates in order to achieve its vote target and to be known by the voters. Those stages shall be done with the following strategies, including the political marketing, in which can be defined as a marketing method in order to develop the relationship between the political candidate and society. The amount of young voters in Indonesia are relatively large, therefore the strategic position of the young voters as well as several factors which underlying the behavior of young voters are used by several political interests in order to achieve its vote and win the general election. The focus of this research is to examine factors which influence the behavior of young voters through issues and political policies, image of a candidate, current event, personal events, social image, religious beliefs, friends and family influence, as well as social media.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2005
302.14 PRO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Krauss, Ellis S.
Berkeley: University of California Press, 1974
322.44 KRA j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library