Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Riza Widyarsa
Abstrak :
ABSTRAK
Libanon adalah sebuah negara di Timur Tengah yang menerapkan pola patron-client dalam dinamika politik. Pola ini berjalan sejak jaman Usmani sampai pada masa pemerintahan Republik Libanon dan terns berjalan dalam memasuki abad ke-21. Di Libanon zaim (tokoh masyarakat) adalah sang patron, sementara masyarakat adalah para client. Kepemimpinan zaim (jamak: zuama') di Libman sangat dominan pada masa terbentuknya Republik Libanon pada tahun 1943, perang saudara dan pada pemilu parlementer. Ini menunjukkan bahwa pola patron-client yang feodal, dapat eksis pada sebuah negara dan masyarakat yang telah mengadopsi ideologi republik. Metode yang diterapkan dalam penulisan tesis ini adalah metode studi kasus. Di mana tesis ini hanya menjelaskan pola patron-client di Libanon. Pengumpulan data dilakukan dengan melalui studi pustaka. Pola patron-client dapat tetap berjalan di Libanon, karena pola ini adalah sebuah pola yang 'nail?. Pola patron-client dapat memasuki dan 'berasimilasi' dengan sistem republik. Zuama' juga dipandang sebagai pengikat sebuah komunitas, tidak hanya sekedar pemimpin komunitas. Sistem patriarchal yang telah membudaya di Libanon selama berabad-abad juga menjadi penyebab mengapa pola patron-client tetap berjalan di Libanon. Zuama' dipandang sebagai sang ayah dan provider, yang otoritasnya tidak dapat diganggu gugat oleh komunitas. Namun dengan berjalannya waktu, kekuasaan zuama' tergeser dengan naiknya pamor politisi-politisi non-zuama', khususnya dari warga Syiah. Hal ini dikarenakan zuama' tidak dapat memberikan sesuatu kepada komunitas, khususnya warga Syiah.
ABSTRACT
Lebanon is a country in the Middle East that's still use patron-client relationships in her political dynamics. Patron-client relationships in Lebanon have existed since the Ottoman time up to the present time. In Lebanon zuama' (community leaders) act as the patrons, while the clients are the rest of the populations. Zaim or zuama' (p1.) have been very dominant during the establishment of the republic in 1943, civil wars, and parliamentary elections. It shows that, even though patron-client system is feudal in nature, it has survived in a country which adopting republican system of government. The method use for this thesis is a study case method. Since this thesis is concentrate in explaining patron-clients patterns in Lebanon. Researched for this thesis was done through library researches. Patron-client patterns still exist in Lebanon because of its 'fluidity'. It can 'penetrate' and 'assimilate' with the republican system. As for the community, zuama' are seen as someone who holds the community together, not only as a mere leader. Patriarchal system in Lebanon, which had become a part of the local culture, had contributed to the existence of patron-clients patterns. Zaim is seen as the father and the provider of the community with unquestioned authority. However, as the time moves on, the authority of zuama' had been challenged by non-zuama' politicians, especially among the Shi'a community. These changes occur because some zuama' are unable to fulfill the needs of their communities.
2007
T20729
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Kartika Putri
Abstrak :
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terbentuknya tim sukses perempuan yang baru pertama kali ada di Kabupaten Temanggung. Tim sukses tersebut bernama Jaringan Srikandi yang mendukung pasangan calon Hadik-Bowo dalam Pilkada Kabupaten Temanggung Tahun 2018. Jaringan Srikandi dibentuk oleh Denty, istri Bowo, calon wakil bupati yang menang dalam pilkada tersebut. Tugas dari tim sukses ini adalah merekrut perempuan lain untuk bergabung menjadi anggota Jaringan Srikandi dan menjaring suara pemilih di wilayah mereka masing-masing. Dalam pembentukan Jaringan Srikandi, Denty memanfaatkan relasinya dengan perempuan pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM), Kelompok Wanita Tani (KWT) dan Persatuan Wanita Olahraga (Perwosi). Selain Jaringan Srikandi, Hadik-Bowo juga memiliki tim sukses dari partai politik dan relawan bentukan Hadik, bernama Timses HB, yang anggotanya adalah laki-laki. Meskipun pembentukannya terpisah, namun dalam perjalanannya kedua tim ini bergabung. Keputusan perempuan untuk menjadi tim sukses, yang aktivitasnya membutuhkan waktu, tenaga, dan mengharuskan mereka keluar dari ranah domestiknya, tentu memiliki motivasi tertentu. Oleh sebab itu, tulisan ini meneliti motivasi perempuan bergabung dengan Jaringan Srikandi. Selain itu, masuknya perempuan sebagai elemen baru dalam tim sukses yang selama ini identik dengan laki-laki, menjadi warna tersendiri. Ketiadaan pengalaman berpolitik perempuan dalam masyarakat patriarki mempengaruhi relasi keduanya. Dengan demikian tulisan ini juga akan meneliti relasi yang terjalin antara Jaringan Srikandi dengan Timses HB. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini menggunakan teori perempuan dan politik, teori partisipasi politik, dan teori rekrutmen politik untuk menganalisa permasalahan di atas. Temuan penelitian menunjukkan bahwa motivasi perempuan bergabung dengan Jaringan Srikandi adalah keinginan balas budi, sungkan menolak ajakan perekrut, dan senang dengan aktivitas tersebut (social gratification); keinginan mewujudkan kesejahteraan masyarakat (civic gratification); keinginan dekat dengan tokoh demi kepentingan materi tertentu (material benefit); serta keinginan untuk mengembangkan potensi diri dan menunjukkan kemampuan diri. Dalam kaitannya antara relasi perempuan (Jaringan Srikandi) dan laki-laki (Timses HB), penelitian ini menemukan bahwa stereotype gender mempengaruhi relasi laki-laki dan perempuan yang bekerja dalam suatu tim. ......The background of this study is the firstly forming of the women campaigner team in Temanggung Regency. This women campaigner team, named Jaringan Srikandi, which support Hadik-Bowo in Local Election of Temanggung regency 2018. This team was initiated by Denty, Bowo’s wife, the candidate of vice regent who win that election. Jaringan Srikandi is assigned for recruiting other women joining the team and soliciting votes on their living area. In initiating this team, Denty empowering her relations with small and medium enterprises (UKM), women peasant association (KWT), and sports women union (Perwosi). As a campaigners, Jaringan Srikandi did not stand alone. Hadik-Bowo also has a campaigner team from political party and Hadik’s volunteer. This team named Timses HB, whose members are men. Even though they were formed separately, but they work together. Women’s decision to be a campaigner, that requires investing time and effort, moving outside their domestic space, must be based on certain motivation. Therefore, this research was conducted to investigate women’s motivation in joining Jaringan Srikandi. Moreover, the inclusion of women as a new element in the campaign team, which mostly was men, brought a new color. The absence of women political participation in a patriarchal society affcts men-women relation. Thus, this paper will also examine the relations between Jaringan Srikandi and the campaign team of Hadik-Bowo. By using qualitative research method, this reseach operating theory of women and politics, theory of political participation theory, and theory of political recruitment to analyze the problems. The research findings show that the women’s motivation in joining Jaringan Srikandi are return the favor and hesitate to reject the recruiter’s invitation, enjoy doing joint activites in groups (social gratifications); striving for community welfare (civic gratification); desiring to have close relation to the figure (material benefits); and desiring to empower themselves and showing their abilities. Gender stereotyping as the result of social construction affects the relationship of Jaringan Srikandi and Timses HB.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Telaumbanua, Harlitus Berniawan
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada analisa terhadap usulan pembentukan Provinsi Tapanuli Protap tahun 2002-2009. Pertanyaan utama yang diangkat adalah mengapa usulan pembentukan Protap dari tahun 2002-2009 tidak dapat terwujud. Pertanyaan tersebut dielaborasi melalui metode penelitian kualitatif dan disajikan dalam ekplanasi analitis. Penelitian ini menggunakan kerangka analisis koalisi vertikal dengan melihat aktor yang hadir dalam relasi institusional, sosial, dan personal. Dalam studi Kimura, koalisi vertikal menjadi penentu keberhasilan usulan pembentukan DOB. Namun, dalam penelitian ini usulan pembentukan Protap tidak terwujud walaupun koalisi vertikal berhasil terbentuk. Hal ini disebabkan oleh munculnya kompetisi elit sebagai intervening variable. Munculnya kompetisi elit tersebut dipicu oleh beberapa faktor, seperti kompetisi lokasi ibukota, kompetisi teritorial antara Pemerintah Provinsi Sumut dan Panitia Pembentukan Provinsi Tapanuli, kompetisi partai politik, kompetisi untuk kursi gubernur, dan kompetisi media massa. Kompetisi elit ini yang kemudian menyebabkan koalisi vertikal tidak dapat bekerja dalam mendukung terwujudnya Protap dan sekaligus menjadi jawaban atas pertanyaan utama dalam penelitian ini.
ABSTRACT This study focuses on the analysis of the proliferation proposal of Tapanuli Province in 2002 2009. The main question is why the proliferation proposal of the Tapanuli Province in 2002 2009 cannot be realized. The question is elaborated through qualitative research methods and presented in an analytical explanation. This study uses the analytical framework of vertical coalition to see the actors present in the institutional, social, and personal relations. In Kimura rsquo s study, vertical coalitions determines the success of a new autonomous region proliferation proposal. This study shows that the proliferation proposal of Tapanuli Province fails to materialize despite the formation of a vertical coalition. This is due to the emergence of elite competition as an intervening variable. The emergence of the elite competition was triggered by several factors, such as the competition about the location of the capital city, territorial competition between North Sumatera Government and the Tapanuli Province Proliferation Committee, political party competition, the competition for the governorship seat, and the competition between mass media. The existence of elite competition hampers vertical coalition to support the realization Tapanuli Province, and such is also the answer to the main question of this study.
Depok: 2016
S66187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Yudha Pangestu
Abstrak :
Penelitian ini melibatkan variabel pengaruh paparan selektif dan prediksi afektif terhadap polarisasi politik. Penelitian menggunakan desain eksperimental. Partisipan penelitian adalah masyarakat umum dengan kriteria usia di atas 17 tahun dan pernah berpartisipasi dalam kegiatan politik masif di Indonesia seperti PilPres dan PilLeg ( N = 242). Instrumen yang digunakan adalah Political Ideology Scale dan Positive Affect Negative Affect Schedule. Hasil analisis Mixed ANOVA menunjukan polarisasi politik atau penguatan sikap awal partisipan setelah pemberian informasi yang berlawanan pada kategori kelompok Eksperimen-“Tidak”/kontra LGBT, Eksperimen-Konservatif dan Liberal- Konservatif. Hasil analisis Hayes Macro Process menemukan pengaruh moderasi prediksi afektif dalam pengaruh paparan selektif terhadap perubahan sikap ideologi politik. ......This study involve effect of selective exposure and affective forecasting on political polarization. This study have experimental design. Participants of this study are general public that have criterion age above 17 years old and at least once participated in general public leaders election like Presidential election or Legislative election at Indonesia (N = 242). The instruments used in this study are Political Ideology Scale and Positive Affect Negative Affect Schedule. The results of Mixed ANOVA showed that political polarization or strengthening of initial attitude that participants have after exposure of opposing view happen in group category Experiment-Contra LGBT, Experiment- Conservative and Control-Conservative. Hayes Macro Process Analysis results found that there is moderation effect of affective forecasting on the effect of selective exposure to change in political ideology.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigiro, Atnike Nova
Abstrak :
ABSTRAK
Although it has not yet reached an ideal composition, the adoption of a 30% quota of women in elections in Indonesia has increased the number of women in parliament, both at the central level (House of Representative/DPR) and at the regional level (local legislative councils/DPRD). However, the issue of womens representation in parliament is not only a matter of representation based on sex, but also of substantive representation, where womens political agenda can be voiced. One of the concepts developed by feminist thinking is the concept of critical actors. This article seeks to explain how womens organizations and parliamentarians are critical actors that encourage womens involvement with parliament. This article explains how the involvement between womens organizations and parliament can strengthen the substantive representation of women in both the DPR and the DPRD. It is based on studies conducted on a model of strengthening the involvement of several womens organizations with the DPR and DPRD, which was developed by MAMPU and its partner organizations.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2019
305 JP 24:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sigiro, Atnike Nova
Abstrak :
ABSTRAK
Meski belum mencapai komposisi yang ideal, penerapan kuota pencalegan 30% perempuan dalam pemilihan umum di Indonesia telah meningkatkan jumlah perempuan di parlemen, baik di tingkat pusat (Dewan Perwakilan Rakyat / DPR) maupun di tingkat daerah (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah / DPRD). Namun persoalan keterwakilan perempuan di parlemen bukan hanya persoalan keterwakilan berdasarkan jenis kelamin, melainkan persoalan keterwakilan substantif, dimana agenda politik perempuan dapat disuarakan. Salah satu konsep yang dikembangkan oleh pemikiran feminis adalah konsep 'critical actors atau aktor kritis. Artikel ini berusaha memaparkan dan menjelaskan bagaimana orghanisasi perempuan dan anggota parlemen menjadi aktor kritis yang mendorong pelibatan perempuan dengan parlemen. Artikel ini menjelaskan bagaimana keterlibatan antara organisasi perempuan dengan parlemen tersebut dapat memperkuat keterwakilan substantif perempuan baik di DPR maupun DPRD. Artikel ini disusun berdasarkan studi terhadap model keterlibatan beberapa mitra Mampu dengan DPR dan DPRD.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2019
305 JP 24:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Madjid Sallatu
Abstrak :
ABSTRACT
Representation of women in the legislature is important. The presence of women members of parliament (MPs) does not only balance the number of parliamentarians (gender balance), but also encourages womens issues to be a priority, so that various gender sensitive policies are born. This study focuses on women legislator in nine regencies/cities of Eastern Indonesia, namely: Maros Regency, Bone Regency, Tana Toraja Regency, Parepare City, Mataram City, East Lombok Regency, Kendari City, Belu Regency and Ambon City. This study looks at women legislators portraits in nine research areas, obstacles in implementing main tasks and functions as women legislator and relations with various related groups. This study applies a phased mixed method design that focuses on qualitative studies. Data collection is done througt document review, surveys, and in-depth interviews. This research found that in order to guarantee the struggle for womens political agenda, capacity building was needed for Parliamentary Members of Women in Eastern Indonesia.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2019
305 JP 24:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Madjid Sallatu
Abstrak :
ABSTRACT
Representasi perempuan di lembaga legislatif merupakan hal yang penting. kehadiran anggota parlemen perempuan (APP) tidak sekedar menyeimbangkan jumlah anggota parlemen (gender balance), tetapi juga untuk mendorong isu perempuan menjadi prioritas, sehingga lahir berbagai kebijakan yang sensitive gender. Studi ini berfokus pada APP di sembilan kabupaten/kota daerah kawasan indonesia timur yaitu: kabupaten maros, kabupaten bone, kabupaten tana toraja, kota parepare, kota mataram, kabupaten lombok timur, kota kendari, kabupaten belu, dan kota ambon. Studi ini melihat potret APP di sembilan daerah penelitian terkait hambatan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) dan relasi dengan berbagai kelompok terkait. Penelitian ini menerapkan rancangan metode campuran bertahap yang berfokus pada studi kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui kajian dokumen, survei dan wawancara mendalam. Riset ini menemukan bahwa untuk menjamin diperjuangkannya agenda politik perempuan diperlukan penguatan kapasitas pada APP dalam hal ini APP di kawasan Timur Indonesia.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2019
305 JP 24:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Coryati
Abstrak :
Tesis ini menguraikan dan menganalisis tentang masalah-masalah dalam peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen dengan mengambil studi kasus Partai Amanat Nasional (PAN) dalam pemilu 2004. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui kendala-kendala dalam peningkatan keterwakilan perempuan di DPR RI. PAN mempunyai rumusan konseptual mengenai posisi perempuan dalam politik yang dituangkan dalam platformnya. PAN juga merupakan kekuatan politik signifikan di parlemen yang turut berperan aktif mendukung peningkatan keterwakilan perempuan dengan mendorong pemberian kuota kepada perempuan yang kemudian tertuang dalam Undang-Undang Politik. PAN mengikuti pemilu 2004 dengan mengajukan caleg perempuan lebih dari 30% sebagaimana yang disyaratkan oleh Undang-Undang tersebut. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa dalam pemilu 2004 caleg perempuan yang terpilih sangat jauh dari angka 30%. Caleg PAN yang terpilih menjadi anggota DPR RI berjumlah 53 orang dan hanya ada 7 di antaranya yang berjenis kelamin perempuan. Teori-teori yang digunakan sebagai landasan pijak tesis ini adalah teori demokrasi dan keadilan, sistem pemilu dan kuota, patriarki dan jender, dan rekrutmen. Dengan menggunakan metode kualitatif berdasarkan teknik deskriptif, analisis mengenai masalah peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen ini dapat diuraikan secara jelas dengan cara mempelajari sumber-sumber kepustakaan yang membahas tentang peran politik perempuan, terutama yang menyangkut tentang PAN, hasil-hasil rapat DPP PAN, dan wawancara mendalam dengan 15 informan yang terdiri atas 9 perempuan dan 6 laki-laki yang merupakan pengurus dan caleg-caleg perempuan PAN. Temuan penelitian ini adalah bahwa dominasi laki-laki dan budaya patriarki masih kental dalam kepengurusan PAN. Kemauan politik (political will) elite PAN juga sangat lemah untuk memperjuangkan peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen. Selain itu, ditemukan pula kesenjangan antara semangat yang terdapat dalam konsep PAN dengan prakteknya. Sedangkan masalah yang paling menentukan dalam upaya peningkatan keterwakilan adalah keberpihakan partai kepada perempuan, karena partailah yang mempunyai kewenangan memberikan posisi nomor urut dan daerah pemilihan seorang caleg. Implikasi dari teori-teori yang dikemukakan dalam tesis ini sesuai untuk rnenganalisis dan mendeskripsikan kondisi keterwakilan perempuan dalam PAN. PAN pada prakteknya terlihat sebagai partai yang belum mempunyai komilmen nyata dalam peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen.
This thesis describes and analyzes the problems related to the women representation enhancement in parliament on Partai Amanat Nasional (PAN) during 2004 election as a case study. The main purpose of this research is to know the hindrances of women representation enhancement in the House of People's Representatives (DPR-Rl). PAN has a conceptual draft on women political position in its platform. PAN is also a significant political power within the parliament which involved in supporting women representation enhancement by granting quota for women through a political law. PAN ran for 2004 election with more than 30% women candidates as stated in the regulation. However, during the 2004 election, the women candidates elected are far less than 30%. PAN's candidates elected as members of people's representatives in 2004 accounted to 53 persons and only 7 of them are women. Theories used as a foundation for this thesis were theories of democracy and justice, election and quota system, patriarchy and gender, and recruitment. By using qualitative method based on descriptive technique, the analysis on the problem of women representative enhancement in parliament can be describe clearly by studying the literature resources that discuss women's political role, particularly related to PAN, meetings' transcripts of DPP PAN, and in-depth interview with 15 informants comprised of 9 women and 6 men, whom were also PAN's leaders and women candidates. This result of this research is that the male dominance and patriarchy's culture are still dominating PAN's leadership. The political will of PAN's political elite was also weak in urging women representative enhancement within the parliament. There was also a gap between the spirit of PAN's foundation and the practice. The most crucial problem in the effort to enhance representation is the low support of party for women candidates, which was caused by the position of the party in deciding the position and district of a candidate. The theories posed in this thesis imply an accordance to be used to analyze and describe the condition of women representation in PAN. PAN has been proven to be not having a real commitment in enhancing women representation within the parliament.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Fithriati
Abstrak :
Tesis ini banyak mengungkap tentang bagaimana dinamika partai politik dan perempuan partai untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam legislatif menjelang pemilu 2004. Tesis ini dianggap penting karena analisis terhadap peran partai politik dan perempuan partai menjadi penentu utarna keberhasilan peningkatan partisipasi politik perempuan, terutarna partisipasi politik dengan menduduki jabatan politik merupakan partisipasi politik tertinggi menurut konsep hirarki partisipasi politik. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan inferensial tesis ini mencoba melukiskan peran partai dan perempuan partai untuk diambil kesimpulan umum dari masalah yang sedang dibahas. Kesimpulan ini diharapkan akan menjadi dasar deduktif dan prediktif untuk memikirkan berbagai tindakan yang bisa digunakan oleh perempuan partai dalam usaha meningkatkan keterwakilan perempuan dalam parlemen untuk pemilu 2009. Berdasarkan basil temuan, beberapa hambatan meningkatkan keterwakilan perempuan meliputi dua hal: 1), keterbatasan prespektif; yang berpengaruh terhadap pandangan patriarkhis dalam melihat masalah dan kepentingan perempuan. sehingga memunculkan keengganan, diskriminasi, dominasi dan stereotype partai-partai pada kepentingan perempuan. 2) kendala institusional dan keorganisasian; mencakup sistem rekrutmen, penyaringan, nominasi, proses kaderisasi anggota, tidak adanya kebijakan yang fair (male - oriented) dan mengakomodir keterwakilan perempuan. Untuk menghadapi beberapa hambatan di atas, perlu diketahui peluang yang ada, yaitu: pemenuhan kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif, ketetapan untuk memperhatikan kesetaraan dan keadilan jender dalam setiap rekrutmen kepengurusan di setiap tingkatan penempatan beberapa ealeg perempuan di nomor jadi. Dari kendala dan peluang yang ada, aktifis perempuan partai politik mempunyai beberapa strategi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, yaitu: 1) Melakukan perubahan paradigma melalui peningkatan kepedulian publik terhadap posisi perempuan dalam politik, 2) Reformasi Konstitusi dan Sistem Politik, 3) Membangun jaringan kerja (networking) antar kelompok perempuan; 4) Membangun infrastruktur yang akan membantu persiapan caleg perempuan dalam menghadapi pemilu 2004,5) penyadaran pentingnya keterwakilan perempuan dalam parlemen dengan melakukan sosialisasi bagi pemilih untuk memilih caleg perempuan, 6) rekrutmen dan pelibatan banyak perempuan dalam struktur partai.
This thesis explains mostly about the dynamic of political party and party's women in increasing women representative in the parliament approaching the general election in 2004. The thesis is considered important because the analysis of the role of political party and party's women in increasing women representative in the parliament is the most significant indicator of the success of the increasing of women political participation, especially, political participation by holding political position as the highest level of political participation hierarchy. Applying the inferential and qualitative method of research, this thesis describes the role of political party and party's women on which the general conclusions on the concerned subject is based. It is hoped that the conclusions could be the deductive and predictive basis for the woman activists of political party to formulate the practical actions in attempt to increase the women representative in the parliament in the next 2009 general election. Based on the result of this research, there are two inhibiting factors in increasing the women representative. 1) the weakness of perspective resulting in the patriarchal view in treating the problem and interest of women. The obscure paradigm of the parties' thinking is resulting in the appear of the reluctance, discrimination, domination and stereotype of the political parties in treating the representative of women. 2) the institutional and organizational obstacles comprising of the system of recruitment, selection, nomination, the cadre forming process, and no fair (male-oriented) and accommodative decision accommodating the women representative. To solve the inhibitions above, we must know several chances, they are: fully 30 percent women representative, a regulation for gender balances attention in every structural recruiting and nomination for women in strategic number. To solve the above problems, political party's women have formulated the strategies to increase the women representative. 1) changing paradigm of thinking and political consciousness of the general election's stakeholders; 2) reforming constitution and political system; 3) building a women networking, 4) giving aid of technical assistance, 5) voter's consciousness socialization to vote women candidate, 6) recruiting and promoting many women in structural of party.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>