Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thita Moralitea Mazya
Abstrak :
Konsep kebebasan merupakan istilah kunci dalam konsep negara-bangsa modern, khususnya terkait dengan demokrasi dan hak asasi manusia. Asumsi ini berangkat dari pemikiran Locke yang menegaskan bahwa seluruh individu dikaruniai oleh alam hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan harta, yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat dipindahkan dan dicabut oleh negara (Scott Davidson, 1994:3). Namun demikian, dalam perkembangannya terjadi kerumitan konseptual khususnya dalam hal keharusan menyelaraskan antara konsep kebebasan individu dan otoritas negara. Di satu sisi, kebebasan merupakan prasyarat mutlak bagi terwujudnya masyarakat non dominasi, sementara di sisi lain konsep otoritas kelembagaan berarti memberi hak kepada negara untuk menerapkan kekuasaan terhadap individu-individu dan membuat keputusan yang mengikat mereka. Berdasarkan latar belakang tersebut, seorang filsuf Australia, Philip Noel Pettit mencoba memformulasikan teorinya mengenai kebebasan negatif yang ia sebut kebebasan Non Dominasi sebagai altenatif. Sebagai pokok permasalahan dalam tesis ini dapat dirumuskan sebagai berikut; Bagaimana konsep republikanisme ideal menurut Philip Pettit? Bagaimana konsepsi kebebasan non dominasi menjadi solusi alternatif diantara konsep-konsep kebebasan yang ada sebelumnya. Dan, Bagaimana konteks pemikiran republikanisme Pettit dalam wacana demokrasi modern. Untuk itu kerangka teori yang digunakan tentu menggunakan teori kebebasan kebebasan positif dan negatif Isaiah Berlin , konsep kebebasan Non Interferensi Skinner serta teori pemerintahahan Locke. Menurut Pettit, kebebasan Non Dominasi itu harus bisa melepaskan individu dari segala bentuk interferensi yang semena-mena, termasuk kapasitas seseorang yang hendak melakukakannya. Melalui kerangka teori tersebut akhirnya dapat disimpulkan bahwa konsep kebebasan non dominasi Pettit sebenarnya sangat kaya akan cita-cita politik, terutama dalam mewujudkan suatu instutitusi yang berimplementasikan non dominasi di wilayah republik. Pettit mencoba menempatkan non dominasi sebagai sebuah nilai moralitas. Jika moralitas tersebut menjadi bagian dari cara berfikir, berperilaku dan bertindak atau menjadi norma, dalam tubuh institusi akan menghasilkan kebijakan yang menempatkan warganya sebagai manusia yang berkualitas, defensif, dan memiliki pencitraan diri yang kuat terhadap sesamanya. Akan tetapi, persoalan pada konsepsi kebebasan positif negatif sebelumnya tidak jauh berbeda dari persoalan yang diungkapkan Pettit, bisa jadi justru menjadikannya lebih komplikasi lagi. Pettit tidak memiliki kontradiksi yang mencolok dengan kebebasan negatif klasik. Dalam arti ia tidak membedakan interferensi dengan sesuatu yang lebih berbeda, sehingga tidak dirasa perlu menghadirkan sebuah teori baru. Induksi dari kesimpulan ini akhirnya memperlihatkan jika sesungguhnya konsep non dominasi Pettit belum bisa menggantikan kebebasan negatif klasik dan ini berarti konsepnya belum sepenuhnya layak dijadikan solusi alternatif Namun setidaknya, teorinya ini dapat menjadi suplemen bagi wacana kebebasan diantara teori teori kebebasan yang sudah ada. Konsepsinya jugs bisa menjadi ajang perdebatan secara filosofis dan memberikan pengetahuan baru bagi lingkungan pendidikan filsafat khususnya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Nurtjahjo
Abstrak :
Hal yang dipertaruhkan dalam tulisan ini adalah pernyataan penulis bahwa konsep teoritis demokrasi bukanlah teori politik yang langsung dapat dikatakan etis. Pengertian teoritis 'demokrasi' dihipotesakan sebagai teori politik yang, dalam pemahaman konvensional, memiliki kelemahan atau kerapuhan (vulnerabilitas) yang inheren di dalam tatanan prinsip-prinsipnya, khususnya hal yang berkenaan dengan 'metodologi' dari demokrasi itu sendiri. Penelitian ini hendak menunjukkan bahwa teori politik demokrasi tidak selalu langsung dapat dikatakan sebagai teori yang memiliki klaim etis. Bahwa Klaim mayoritas sosiologis itu sendiri tidak mencukupi nilai legitimasi etis untuk sampai kepada suatu keputusan atau tindakan yang baik, benar, atau adil. Tentu saja semua ini dalam sudut pandang etika-filsafat yang menyeluruh. Karena kelemahan inheren tersebut, maka teori demokrasi tidak memiliki legitimasi etis yang utuh, melainkan hanya legitimasi sosiologis saja yang utuh terpenuhi. Kalau dituangkan dalam bentuk hipotesa, maka apa yang dijadikan soal dalam pembahasan ini adalah "jika demokrasi secara teoritis memiliki kelemahan etis yang jelas (flagrant) dalam prinsip-prinsip esensial yang membentuknya, maka demokrasi tidak dapat dinyatakan sebagai teori politik yang etis sesungguhnya atau dengan kata lain tidak mentadai dalam perspektif etika-filsafat". Namun demikian, agar tulisan ini tidak hanya berhenti pada kritik tanpa upaya untuk masuk ke dalam pemahaman lebih komprehensif kita dapat menyatakan hipotesa selanjutnya, yaitu : "jika teori politik demokrasi dapat memenuhi syarat-syarat filosofis (prinsip-prinsip etika), maka akan dapat diwujudkan teori politik demokrasi yang etis sesungguhnya". Artinya, ada pengaruh dari prinsip-prinsip etika fundamental sebagai prasyarat terhadap suatu teori demokiasi untuk sampai dapat dikatakan sebagai teori politik yang etis sesungguhnya. Pembuktian teoritis yang akan menunjukkan kerapuhan teori politik demokrasi ini merupakan hal yang fundamental agar kita tidak terjebak dalam kancah demokrasi yang tidak jelas. Jika seluruh bangsa dan negara-negara yang ada di dunia ini mengarahkan dirinya pada konsep politik demokrasi yang menjadi sasaran ideal, maka sudah semestinya kita mewaspadai demokrasi yang bagaimana yang akan dicapai nantinya. Jika semua bangsa dan negara terjebak dalam konsep politik demokrasi yang hanya memberikan jalan kebebasan yang tidak menyelesaikan hakikat penyelamatan tujuan politik maupun hukum yang sesungguhnya, yaitu..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T4953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paramitha Wardhani
Abstrak :
Skripsi ini membahas enlarged thought sebagai etika politik dalam pemikiran Hannah Arendt sebagai antisipasi dari kejahatan yang banal. Hancurnya ruang publik dan absennya pikiran membuat politik menjadi tidak politis. Politik merupakan aktivitas di ruang publik yang sifatnya terbuka, dapat dilihat, dirasa, dan didiskusikan bersama-sama dengan yang lain. Sedangkan pikiran adalah suatu aktivitas yang terjadi dalam momen solitude, yaitu momen yang terjadi ketika individu menarik diri dari dunia bersama dan kembali berinteraksi dengan dirinya sendiri. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui cara berpikir yang politis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyektifitas manusia sementara harus dilepaskan untuk dapat melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang yang berbeda, sehingga setiap putusan politik yang diambil selalu melibatkan posisi orang lain. ......The focus of this study is the concept of “enlarged thought” as a political ethic based on Hannah Arendt’s thought which I regarded as an anticipation of the banality of evil. The collapsing of public sphere and the absence of "thought" turn politic into an inauthentic form. Politic is an open activity which can be seen, felt, and discussed together within the society. "Thought" is a solitude one. That is, the moment when an individual taking himself out of the public and trying to interact with himself. This writing is a kind of qualitative research which aimed to give some knowledge on political way of thinking. The result showed that one's subjectivity should be abandoned in order to see a problem from some different points of view. Therefore, every political decision is taken by the consideration of the other's position.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S54972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
West Sussex: John Wiley & Sons, 2007
320.01 CON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
California: Free Press, 1961
320 POL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Corbett, Sister Thomas Albert
Washington: University of America Press, 1950
320.01 COR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York : The Modern Library, 1949
193 PHI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Deliar Noer
Jakarta: Rajawali, 1983
320.01 DEL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Easton, David
Jakarta: Bina Aksara, 1948
320.01 Eas k (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>