Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aris Supriyono
Abstrak :
ABSTRAK
Pembahasan dalam Tesis ini adalah bahwa tindak pidana perjudian di wilayah Jakarta Utara khususnya di wilayah Penjaringan dan Pademangan yang makin tumbuh makin subur, menuntut Polres Metro Jakarta Utara meningkatkan peranan dan operasionalnya, sehingga tindak pidana perjudian yang terjadi dapat diminimalisir. Penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan: 1) Jenis tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Utara adalah: (a) Judi Togel Singapura; (b) Judi Kartu Remi (Sam gong); (c) Judi Kartu Domino (d) Judi Kartu Capsa; (e) Judi Sepak Bola; dan (f) Judi online dengan internet; 2) Maraknya tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Utara disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: (a) Faktor Pendidikan; (b) Faktor ekonomi; (c) Faktor lingkungan; dan (d) Faktor budaya; 3) Tindak pidana perjudian yang dilakukan oleh para pelaku di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Utara dilakukan dengan berbagai modus operandi yang kesemuanya bertujuan untuk menghindarkan diri dari aparat Polisi; 4) Berbagai upaya yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Utara dalam mengungkap kasus Tindak Pidana Perjudian dilakukan dengan beberapa kegiatan: (a) Penyelidikan dan pencarian informasi; (b) Ikut serta bermain Judi; (c) Melakukan penyamaran; (d) Melakukan Pengintaian; (e) Menangkap Tersangka dan menyita barang bukti; dan (f) Melakukan operasi dan razia; 5) Tindakan pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perjudian oleh Polres Metro Jakarta Utara, dilakukan dengan dua model tindakan yaitu: (a) Tindakan Pencegahan (Preventif) dan (b) Upaya Penanggulangan (Represif); 6) Kendala-kendala yang dihadapi oleh Polres Metro Jakarta Utara dalam pengungkapan kasus tindak pidana perjudian adalah: (a) pemahaman pola pikir masyarakat; (b) kurangnya partisipasi masyarakat; (c) sulitnya pengumpulan barang bukti; (d) adanya kebocoran operasi sebelum dilakukan razia; (e) terbatasnya anggaran, sarana dan prasarana; (f) terbatasnya jumlah personil Polri; (g) ringannya hukuman yang diterima oleh pelaku; dan (h) dikembalikannya BAP oleh Jaksa Penuntut Umum. Implikasi dari kajian tesis ini adalah: (a) harus lebih meningkatkan kegiatan pengawasan dan operasi penggerebekan; (b) Polri, Kejaksaan dan Pengadilan diharapakan bersungguh-sungguh menerpakan aturan hukum tindak pidana perjudian yang tercantum dalam UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penetiban Perjudian; (c) Perlunya peran aktif dari masyarakat; (d) Perlunya penambahan anggaran serta penambahan sarana dan prasarana yang di Polres Metro Jakarta Utara; (e) Perlunya peran intensif dari Binamitra Polres Metro Jakarta Utara dalam memberikan penyuluhan hukum dan bimbingan kepada masyarakat tentang tindak pidana Perjudian.
ABSTRACT
This thesis discusses about gambling crime action that happened at the area of North Jakarta, particularly in Penjaringan and Pademangan that is getting develop and demands North Jakarta Metro Resort Police to improve their roles and operational to minimize the presence of gambling action that is rampant. The research was conducted through qualitative approach. Data collection was conducted through interview, observation and documentation. The research showed: 1) Types of gambling crime that often happen at the legal area of North Jakarta Metro Resort Police are: (a) Singapore gambling; (b) Bridge card gambling (Sam gong); (c) Domino Card gambling (d) Capsa Card gambling; (e) Soccer gambling; and (f) Online gambling through internet; 2) Rampant gambling action at the region of North Jakarta Metro Resort Police is triggered by several factors: (a) Education; (b) Economy; (c) Environment; and (d) Cultural; 3) Gambling action committed the suspect at the region of North Jakarta Metro Resort Police is triggered by some motifs that have aim to avoid the officers; 4) Some efforts conducted by North Jakarta Metro Resort Police to reveal gambling are seen from several activities: (a) Investigation and searching information; (b) Participate in gambling; (c) Disguise; (d) Spying; (e) Capture the suspects and confiscate evidences; and (f) Conducting operational and raid; 5) Prevention and repressiveness of gambling action by North Jakarta Metro Resort Police are conducted in two actions: (a) Preventive action and (b) Repressive action; 6) Obstacles that are experienced by North Jakarta Metro Resort Police to reveal gambling are: (a) the lack of comprehension of the society; (b) the lack of participation from the society; (c) difficulty in gaining evidence; (d) the leak of information before raid or searching is conducted; (e) limitation in budget and infrastructure; (f) the limiation of police officer presonnel; (g) mitigate punishment experienced by the suspects; and (h) the returning of Investigation Report (BAP) by the prosecutors. Implication of this thesis contains: (a) increasing monitoring and raid & searching operation; (b) Indonesian Police, Attorney General’s Office and Court are expected to have high determination in implementing gambling crime Law as mentioned on Law No. 7/1974 concern on Gambling Controlling Action; (c) The need of active role from the society; (d) The need to improve budget and the existed infrastructure at North Jakarta Metro Resort Police; (e) Intensive role is needed from Binamitra of North Jakarta Metro Resort Police to provide training about legal to the society about disadvantages of gambling.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Sutanto
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kesiapan untuk berubah (Readiness for Change!RFC) yang terdiri dari dimensi promotillg, participating, dan resisting terhadap penyimpangan perilaku organisasi (Organization Misbehavior/OMB) di Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian correlation study atau riset korelasi untuk mengetahui hubungan antara variabeL Hasil analisis data diperoleb kesimpulan bahwa kualitas kesiapan untuk berubah (Readiness for Change/ RF'C) memiliki korelasi negatif (invers correlation) dan signiftkan dengan penyimpangan perilaku organisasi (Organization Misbehavior/OMS) dan implementasi promoting memiliki korelasi negatif dengan OMB. Penulis menyarankan agar para pimpinan di jajaran kepolisian untuk lebih memperhatikan implementasi promoting dengan memberikan peran kepada karyawan yang potensial untuk berperan aktif dalam proses pernbahan serta dengan meningkatkan keterlibatan karyawan da!am perubahan sebingga siap berubah dari perilaku lama yang dimata masyarakat dianggap sebagai dtra burok organisasi kepolisian ke arab pembangunan citra yang positif dengan mengutamakan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat sebagai upaya pencapaian visi dan misi organisasi. ......The focus of this study is the relationships between the quality of the readiness for change (RFC) and organizational misbehavior (OMB) in Indonesia National Police. This research is correlation study to find the correlation between variables. The result of analysis we proved that the quality of readiness for change (RFC) have a negative relation (inverse correlation) to intention to misbehave (OMB) significantly and promoting implementation have a negative correlation with OMB. The researcher suggest that middle up commander give priority on promoting implementation with active participating of potential officers in the process of changes and increasing influences of employee in the changes then they have the readiness for change and avoid from organizational misbehavior that makes a bad image of organization to build the positive perfom1ance and give priority to shelving. protecting and service to community as an efforts of vision and mission organization achievement.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T32430
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I. Indiarto
Abstrak :
Disertasi ini merupakan hasil penelitian mengenai pengorganisasian kegiatan reserse kriminal khusus Polri di lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya (Ditreskrimsus PMJ). Teori Giddens (1984) tentang STrukturasi dipakai sebagai pijakan awal (point of departure) untuk mengembangkan tema-tema pokok yang relevan dengan data. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami kompleksitas dialektika di antara struktur dan keagenan yang menempatkan agen sebagai individu yang kreatif dan memiliki kapasitas transformatif untuk memproduksi dan mereproduksi struktur yang di satu pihak berkecenderungan membatasi (limiting-disabling) dan di pihak lain memungkinkan (enabling tindakan. Secara metodologis, disertasi ini mengaplikasikan dan sekaligus mengintegrasikan perspektif makro yang menekankan pentingnya peran struktur dan perspektif mikro yang memandang individu sebagai titik tolak untuk memahami sebuah tindakan sosial. Perspektif kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini mengutamakan pada prinsip-prinsip berikut: pertama, informan diperlakukan sebagai individu yang berpartisipasi secara aktif dalam mengkontruksikan realitas. Kedua, data dipahami sebagai hasil sebuah realitas yang saling berhubungan, dan yang ditemukan dalam dan melalui tindakan sosial para agen. Ketiga, mengutamakan proses penelitian yang memberi tempat penting bagi dialektika di antara perspektif makro-mikro, objektif-subjektif, dan individual-kolektif. Keempat, perspektif informan adalah hal yang essensial dalam pengumpulan dan analisis data. Sebanyak 31 personel polisi, mulai dari yang berpangkat bintara hingga perwira tinggi, dipilih secara purposif sebagai informan utama dalam penelitian ini. Selain melalui wawancara mendalam, penelitian ini menggunakan observasi dan penelusuran berkas perkara yang ditangani oleh berbagai satuan yang berbeda di lingkungan Ditreskrimsus PMJ dalam periode 2003-2004. Secara mumum dapat disimpulkan bahwa pengorganisasian institusi adalah hasil tindakan kolektif para agen atas berbagai pilihan strategis yang merupakan fungsi dari dialektika di antara struktur dan keagenan, dan di antara kedala dan peluang. Selai itu, kapasitas transformatif adalah sesuatu yang inheren dalam keagenan yang menyebabkan sebuah kemungkinan relatif tanpa batas akan potensi untuk menghasilkan tindakan. Dengan demikian, struktur bukan dan tidak pernah menjadi penentu (predictor) dari sebuah tindakan. Kompleksitas dualitas di antara kendala (constraints) dan peluang (opportunities)-dengan kata lain, di antara struktur dan keagenan-terletak pada kapasitas transformatif yang melekat pada agen yang akibat-akibatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya. Disertasi ini juga menyimpulkan, para penyidik di lapangan mengoperasikan otonomi yang relatif besar dalam proses penyidikan. Kapasitas untuk mengoperasikan dan mempertahankan sejumlah otonomi itu didasarkan oleh beberapa faktor yang saling memperkuat eksistensi otonomi itu: kewenangan yang diberikan oleh undang-undang untuk menegakkan hukum, jabatan sebagai penyidik, proses penyidikan yang tidak bersifat linear, dan seluruh kompleksitas dualitas di antara struktur dan keagenan. Di samping aturan dan sumber-sumber, skema interpretatif memberikan dasar yang penting terhadap mana sebuah tindakan sosial para agen diorientasikan pada tujuan yang relevan dalam kerangka makna yang khusus-yang relevan dengan berbagai standar nilai dan pengetahuan yang berkembang dalam kelompok. Dengan kata lain, skema interpretatif menyediakan sebuah landasan berikut parameternya yang dapat dipakai oleh agen sebagai dasar untuk melakukan penafsiran terhadap sebuah tindakan dan atau peristiwa secara bermakna.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
D635
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawati Harsono
Abstrak :
Dalam disertasi ini saya ingin menunjukkan bahwa posisi polisi wanita (polwan) di Kepolisian Resort Metro Jakarta Selatan (Polrestro Jaksel) ditentukan oleh interaksinya dengan polisi Iaki-laki (polki) dalam sebuah dunia kerja yang disebut dunia kerja Iaki-Iaki. Hubungan polwan polki tersebut banyak dipengaruhi oleh struktur gender, meskipun demikian daiam berbagai struktur hubungan, struktur gender tersebut dapat di "simpan" sesuai dengan konteks yang melingkupi dan kebutuhan pelaku hubungan. Disertasi ini menekankan bahwa penggolongan merupakan fenomena individual yang muncul dalam interaksi sosial. Fokus pembahasan ditujukan kepada polwan dan polki, baik sebagai individu maupun golongan dan hubungan keduanya dalam lingkungan dunia kerianya yaitu kepoiisian yang disebut dunia kerja Iaki-Iaki. Dunia kerja di Polrestro Jaksel dipersepsikan sebagai dunia kerja Iaki-laki karena sangat lama kepolisian di Indonesia hanya mempunyai anggota polki dan baru pada pertengahan abad ke 20 polwan masuk ke dalamnya. Dengan anggota hanya Iaki-Iaki, kebudayaan polisiyang berkembang di sana menjurus bersifat patriarkal dan maskulin mengedepankan dan mengakomodasi kepentingan "patriark", bapak atau Iaki-Iaki. Hal ini tentu juga mempengaruhi Polrestro Jaksel sebagai bagian dari Polri. Kebudayaan tersebut menekankan pada temperamen maskulin yang cenderung mengakomodasi ciri-ciri bersifat teguh, kuat, agresif, ingin tahu, ambisius, perencana, Iugas, tegas, cepat, pragmatis, bertanggung jawab, original, kompetitif, dan berorientasi kepada hasil. Kebudayaan seperti itu cenderung menolak kehadiran perempuan/polwan dan mengedepankan chauvinisme laki-laki. Sejarah Polri telah membuktikan signitikansi penolakan itu dengan kenyataan bahwa masuknya polwan ke dalam Polri bukan inisiatif dari Iingkungan Polri sendiri. Polwan masuk Iebih karena dorongan politis atau tekanan dari Iuar Polri yaitu ketika golongan perempuan di Indonesia memperjuangkan kesetaraan dengan golongan laki-laki. Terlebih lagi pada masa Polri menjadi bagian ABRI, penolakan terhadap perempuan bahkan muncul dalam berbagai aturan formal yang diskriminatif dan bias gender. Dengan demikian signitikansi batas golongan polwan-polki makin kuat dan posisi polwan makin bergeser dari kesetaraan dengan polki. Perubahan baru datang setelah Polri mandiri di tahun 2000 dan menentukan paradigma baru yang berupaya menjujung tinggi HAM. Akan tetapi karena bias gender berkaitan dengan kebudayaan, perubahannya tidak mudah dan penolakan terhadap perempuan atau anggapan bahwa perempuan adalah goiongan liyan yang tidak setara tidak dapat segera hapus. Hubungan polwan-polki yang menentukan posisinya tercermin pada pengalaman polwan dan polki selama menjalani proses manajemen personal dan hubungan sosial polwan-polki sebagai atasan, bawahan, rekan sekerja dan anggota masyarakat yang membutuhkan peiayanan polisi. Posisi polwan Polrestro Jaksel dalam hubungan polwan-polki pada manajemen personal di kesatuan tersebut, menunjukkan bahwa penolakan atas dasar gender terhadap polwan masih tinggi. Bias gender masih berlangsung pada proses seleksi rekrutmen, penempatan dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan yang terjadi terutarna karena adanya konstruksi pemisahan pekerjaan polwan-polki di mana polwan cenderung ditempatkan di fungsi pembinaan dan poiki operasionai. Polwan juga mendapati bahwa semua nilai, norma, kebiasaan sampai kepada aturan formal seperti petunjuk peiaksanaan (juklak) dan petunjuk Iapangan (jukiap) disusun untuk mengakomodasi kondisi dan kepenting-an laki-laki serta tidak pemah disesuaikan untuk mengakomodasi kebutuhan perempuan yang me-mpunyai hak untuk menjalankan fungsi reproduksinya sambil bekerja Daiam hai ini hak perempuan untuk melaksanakan fungsi reproduksinya, hamil, melahirkan dan menyusui serta merawat balita selalu didikotomikan dengan profesionalitasnya sebagai polisi atau haknya untuk bekerja. Dengan adanya pemisahan pekerjaan atas dasar gender, membuat polwan jarang unggul dalam persaingan memperebutkan sumber daya PoIri. Meskipun demikian pada penanganan kasus di beberapa fungsi operasional atau dengan munculnya kepentingan-kepentingan individual tertentu, kebutuhan polwan untuk menjalankan peran gendernya sambil menjalankan profesinya dapat ditoierir dan diakomodasi oieh kesatuannya karena pengingkaran terhadap hak polwan sebagai perempuan akan berdampak mengurangi kinerja kesatuan dan prestasi kerja kepala kesatuan. Artinya, dalam hubungan polki - polwan, berbagai masalah atas dasar gender akan "diam" apabiia posisi polwan berkaitan dengan kepentingan-kepentingan individual pelaku hubungan. Di samping itu Polri diadministrasikan meialui manajemen dan pengorganisasian secara sentralistik dan pada tiap tingkatan manajemen kesatuan kepolisian baik secara vertikai maupun horisontal, konteks pengaruh Iingkungannya berbeda. Dengan demikian penolakan atas dasar penggolongan apapun (gender, pangkat, Iulusan pendidikan dan Iainnya) juga akan "diam' apabila sebuah posisi ditentukan oleh kebijakan struktur yang iebih tinggi. Tetapi dalam kondisi yang Iain, apabila tidak ada intervensi kebijakan atasan, atau tidak ada kelarkaitan dengan kepentingan indvidual yang lain, karena kuatnya struktur gender dalam hubungan polwan-polki, posisi polwan Polrestro Jaksel terbukti rendah.
In this dissertation, I would like to show that the position of female police officer (police women or polwan) in Metro South Jakarta Resort Police (Polresto Jaksel) is determined by their interaction with male police officer (policemen or polki) within the working environment so-called men's world. The relationship between polwan and polki is greatly influenced by gender structure, although in many relationships, such structure can be "kept" in accordance with the surrounding context and the needs of the people in the relationship. This dissertation stresses that grouping is an individual phenomena appearing in social interaction. The focus is placed on polwan and polki, both as individuals and groups and the relationship between the two of them within the police work environment which is often regarded as men's world. The world of work al Polrestro Jaksel is seen as men's world because for a long time the Indonesian police force only accepted male police officers. lt was only in the mid 20th century that female police ofhcers started to be accepted to enter. With male only members, the culture that developed tends to be patriarchal and masculine, where the priority lies at accommodating men's interests. This also influenced Polrestro Jaksel as part of the Indonesian Police. The culture emphasizes on masculine temperament with characters such as tough, strong, aggressive, curious, ambitious, planning, straightfonivard, decisive, quick, pragmatic, responsible, original, competitive, and result-oriented. Such culture tends to deny the existence of female police officers and put fonivard male chauvinism instead. Polri's history has proven the significance of such rejection with the fact that polwan started to enter Polri not as an initiative from Polri itself. Instead, it was more because of a political drive or outside pressure, which is when the women in Indonesia started to fight for equality to men. Even more when Polri became part of the Indonesian Army (ABRI), rejection against women even appeared inthe form of formal regulations that were discriminative and gender-biased Therefore, the significance of the difference between polwan-polki was stronger and polwan's position shifted even further from their inequality to men. A new change came when Polri became independent in 2000 and they found a new paradigm with efforts to uphold human rights. However, because gender-biased is related to culture, the change has not been easy and rejection against women or school of thought that says women are unequal cannot be eradicated anytime soon. The relationship between polwan-polki that determined their positions is reflected in their experience during personnel management and the social relationship between polwan-polki as superior, subordinate, colleague and members of society who need police's service. Polwan's position in Polrestro Jaksel in their relationship to polki within the personnel management of the unit shows that rejection based on gender is still high. Gender bias still continues during selectionlrecruitment process, placement and education opportunities. This occurs mostly because of the construction that separates the work of polwan-polki where polwan tends to be placed in preemptive function while polki in operational. Polwan also hnds that all the values, norms, customs and formal regulations such as implementation guidelines (juklak) and field guidelines (juklap) were formulated to accommodate men's conditions and interests and they were never adjusted to accommodate women's rights to exercise their reproductive rights while working. In this case, women's right to exercise their reproductive rights such as being pregnant, giving birth and breastfeeding, as well as taking care of young children, is always dichotomized with their professionalism as polioe ofticers or their right to work. The gender-based work separation has caused polwan to have fewer opportunities to excel in the competition over Polri's resources. Nevertheless, in terms of case handling in several operational functions or when certain individuals' interests arise, the need for polwan to play their gender role while still living their profession can be tolerated and accommodated by their units because denial against polwan's rights as women will impact on less unit performance and the achievement of the unit chief. This means that in the relationship between polki and polwan, various gender problems will be "still" when polwan's position is related to the interests of the individuals within the relationship. Apart from that, Poln is centrally managed and organized, and on every management level in police units both vertically and horizontally, the context of environmental influence is difference. Therefore, the rejection based on any classifications (gender, rank, educational baclgqround and others) will also be "silent" when a position is detennined by higher structural policy. However, in another condition, when there is no intenrention on the superior's policy, or there is no relation to other individuals' interests, the strong gender structure within polwan-polki relationship has been proven to cause polwan from Polrestro Jaksel to have low position.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
D856
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anton Tabah
Jakarta: Mitra Hardhasuma, 2002
363.2 ANT m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Adrianus Eliasta, 1966-
Jakarta: Partnership, 2005
363.2 MEL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loemau, Alfons
Jakarta: Restu Agung, 2005
363.2 ALF p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bibit Samad Rianto
Jakarta: Restu Agung, 2006
363.23 BIB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Gunawan
Jakarta: Personal Development Training, 2006
363.2 BUD k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>