Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Peter Worsley
"In earlier publications I have argued that ancient Javanese poets imagined the world to be one marked by distinctions between a social world consisting of palace (kaḍatwan) and countryside (thāni-ḍusun) and a wilderness of seashores and forested mountains (pasir-wukir). The social world was characterized by the presence of an effective royal authority; the wilderness by its absence. A distinction was also drawn between this world inhabited by human beings and a world in which gods, ancestral spirits, and other divine beings dwelt (kedewatan). Journeys through these landscapes are an enduring interest in the narrative literature in the literary tradition of ancient Java and Bali. Margaret V. Fletcher (1990, 2002, 2021), Tony Day (1994), Helen Creese (1998), Raechelle Rubinstein (2000), and Peter Worsley (2012b, et al. 2013) have argued that the accounts of journeys in epic kakawin and other related works are not just tales of travel between one physical place and another. Rather, they are accounts of other kinds of journeys: the “journeys” which poets seeking inspiration make or which ascetics seeking apotheosis with their iṣṭadewata undertake or those on which young men and women transitioning from childhood to adulthood embark. In this essay, I make some preliminary observations about passages describing journeys in the natural world in a diverse selection of works authored between the twelfth and eighteenth centuries in Java and Bali and discuss aspects of the metaphorical referencing of these descriptions."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
909 UI-WACANA 23:2 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Buku ini merupakan buku ke 2, berisi 44 esai Sobron Aidit mengenai kehidupan pribadi dan keluarganya di ?pengasingan?. Bagi banyak orang yang mengetahui nama Áidit?dan perannya di kancah perpolitikan Indonesia, akan dengan mudah mencerna memoar ini karena sebagian besar isinya menggambarkan kehidupan keluarga Aidit pasca G 30 S PKI. Keterlibatan Aidit dalam peristiwa bersejarah itu telah menyebabkan keluarganya harus memilih negara lain sebagai ?kampung halaman? kedua. Keluarga tercerai di beberapa negara, bahkan harus berpindah-pindah. Sobron Aidit sendiri memilih Paris sebagai negeri persinggahannya, sementara saudaranya yang lain dan anak-anaknya lebih suka tinggal di Holland. Kehidupan Sobron akhirnya berpusat di dua kota itu, dan itulah yang diceritakannya di buku ini.
Terlepas dari pilihan politik keluarga Aidit, buku ini memberi pemahaman betapa sulitnya hidup dengan label ?aliran kiri?. Betapa susahnya pulang ke kampung sendiri akibat pilihan politik yang pernah ditempuh salah seorang anggota keluarga. Penolakan tidak hanya dari pemerintah tapi juga dari orang-orang yang tidak dikenal sama sekali. Bahkan tahu sejarahpun nggak. Penolakan juga tidak hanya bagi Aidit, tapi juga seluruh anggota keluarga. Betapapun demikian, Sobron tetaplah cinta pada Indonesia. Tetap rindu pada kampung halamannya, Belitong. Tetap doyan masakan khas daerah, dan akan tetap ingin kembali ke negeri tercinta. Entah kapan...
Bagi saya, yang pertama menarik dari buku ini adalah judulnya. Pemilihan kalimat ?Surat Kepada Tuhan?, menggoda kita untuk membaca, walaupun setelah membacanya kita baru tahu bahwa judul itu sebetulnya judul sajak yang pernah ditulis Sobron dan dipublish di internet. Tapi kalau mau dipaksakan juga, isinya boleh jadi memang curhat penulis kepada Tuhan mengenai kehidupannya.
Tak kalah memikat adalah kehidupan Sobron sebagai pendatang di Paris. Ngiri betul, betapa orang pendatang saja bisa begitu terjamin kehidupannya di negeri orang. Menikmati masa pensiun dengan nyaman serta fasilitas gratis dari pemerintah sebagai imbalan kedisiplinan membayar pajak selama masa produktif. Bisa bolak-balik Paris-Holland setiap bulan hanya dengan bekerja di restoran dua kali seminggu. Lewat buku ini juga kita boleh mengetahui betapa ngototnya para petugas pajak di Belanda melaksanakan tugas sehingga pajak tersebut akhirnya bisa dinikmati rakyat banyak dalam bentuk fasilitas yang nyaman.
Hal terakhir yang mengundang perenungan kita adalah tentang cap ?anti Tuhan? dan ?anti agama? yang pernah dilekatkan masyarakat pada mereka, sementara garis politik yang dipilih Aidit sama sekali bukan mengenai agama.
Di buku ini tertulis Jajang C. Noor sebagai editor, membuat saya sempat berharap bakal menikmati untaian kalimat yang menarik. Sedikit kecewa sih, tapi bagi yang ingin belajar bagaimana menulis essay dengan topik yang ringan-ringan, buku ini boleh jadi acuan.
Kalau mau yang lebih berat, baca ?Catatan Pinggir? nya Goenawan Mohamad yang keren itu. Dijamin berat ....:)
------------------------------
Risensi oleh: Kalarensi Naibaho
"
Jakarta: Grasindo, 2003
808.84 MEM II (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku M. Lah Husny
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1978
920 TEN b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library