Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Berly Tawary
Abstrak :
Latar belakang: Pada akhir tahun 2019 di Wuhan, Cina ditemukan virus Corona baru yang menyebabkan klaster pneumonia. Coronavac (Sinovac) merupakan vaksin berisi SARS-CoV-2 inaktif yang dikembangkan di Cina. Data mengenai laporan KIPI dan kadar antibodi yang terbentuk pasca vaksinasi COVID-19 masih sangat terbatas. Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran KIPI, demografi, komorbid dan kadar antibodi pada dokter spesialis paru dan residen paru pasca vaksinasi COVID-19 di RSUP Persahabatan. Metode penelitian: Deskriptif dengan studi potong lintang menggunakan alat bantu kuesioner. Hasil penelitian: Dari 79 subjek usia rerata adalah 35.32 SD7.332 terdiri dari 55.7% perempuan dan 35% laki- laki. Status gizi subjek 51% obesitas, 34% normal dan 15% gizi lebih. Komorbid subjek meliputi 13.9% asma, 8.9% diabetes mellitus, 6.3% untuk hipertensi dan dislipidemia, 2.5% bekas Tb, 1.3% untuk insufisiensi hepar, episode reflex syncope dan riwayat SVT. 45.6% subjek mengalami KIPI dengan gejala terbanyak nyeri lokal sebesar 38.9% dari total 36 subjek yang mengalami KIPI. 79 subjek mengalami serokonversi dengan median titer antibodi sebesar 29.28 dengan interquartile range 60.18. Kesimpulan: Kurang dari setengah subjek mengalami KIPI dari vaksinasi covid-19 dan subjek dengan KIPI hanya mengalami gejala ringan. Terjadi serokonversi pada seluruh subjek. ......In late 2019 in Wuhan, China a novel Corona virus was found, causing pneumonia cluster. Coronavac (Sinovac) is an inactivated SARS-CoV-2 vaccines developed in China. AEFI data and antibody titers post Covid-19 vaccination are very limited. Aims: To determine AEFI incidences, demographic characteristic, comorbid and antibodi titers of pulmonologist and pulmonology resident post covid-19 vaccination at RSUP Persahabatan. Methods: Descriptive with cross sectional study using questionnaire. Results: Of 79 subjects, mean age was 35.32 SD7.332 included 55.7% female and 35% male. Nutritional status of subjects are 51% obese, 34% normal and 15% overweight. Subjects’comorbid varies as for asthma, diabetes mellitus, hypertension, dyslipidemia, post Tb, hepatic insufficiency, syncope reflex episode and history of SVT respectively 13.9%, 8.9%, 6.3%, 6.3%, 2.5%, 1.3%, 1.3%, 1.3%. 45.6% subjects experience AEFI with local pain accounts for the most symptom, 38.9% of total 36 subjects with AEFI. 79 subjects have seroconverted with antibody titers’median 29.28 and interquartile range 60.18. Conclusions: Less than half of the subjects experience AEFI from covid-19 vaccination and those who do only experience mild symptoms. Sercoconversion occurs in all subjects.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Hero Wantara
Abstrak :

Latar Belakang : Pasien kanker paru sering mengalami pneumonia, hal ini terjadi karena penurunan daya tahan tubuh. Pneumonia menyulitkan penanganan, memperburuk kualitas hidup, mengurangi survival  dan seringkali merupakan penyebab  langsung kematian pasien kanker paru. Penangananan pneumonia pada pasien NSCLC(non small cell lung cancer) dengan antimikroba yang terus menerus tanpa memperhatikan kultur sensisitivitas akan menyebabkan resistensi dari kuman penyebab pneumonia tersebut.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien NSCLC, pola kuman penyebab pneumonia pada pasien NSCLC, dan membandingkan kesintasan pasien NSCLC yang menderita pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR (multidrug resistance) dengan yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.

Metode : Penelitian ini merupakan kohort retrospektif dengan subjek penelitian adalah pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR dan non-MDR yang dirawat di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo bulan Januari 2013–Desember 2017. Analisis dilakukan dengan analisis multivariat regressi cox.

Hasil: Setelah dilakukan pemeriksaan kultur BAL(Bronchoalveolar lavage), cairan pleura dan sputum, diperoleh 32 subjek hasil  kulturnya hanya bakteri MDR, 14 subjek  tumbuh bakteri MDR dan non-MDR, dan 23 subjek hanya tumbuh bakteri non-MDR.  Bakteri non- MDR terbanyak penyebab pneumonia pada pasien NSCLC adalah Klebsiella pneumoniae sebanyak 37,3%, sedangkan bakteri MDR yang terbanyak menyebabkan pneumonia pada pasien NSCLC adalah  Acinetobacter baumannii  sebanyak 23,2%. Median survival Pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri MDR adalah 57 hari(43,707-70,293) sedangkan yang oleh bakteri non-MDR 92 hari(58,772-125,228). 

Simpulan : kesintasan pasien NSCLC dengan pneumonia yang disebabkan  oleh bakteri MDR lebih singkat daripada yang disebabkan oleh bakteri non-MDR.

 


Back Ground: Lung cancer patients often experience pneumonia. This is due to the decrease in body endurance of the patients. Pneumonia complicates treatment, worsens the quality of life, reduces survival and is often a direct cause of death for lung cancer patients. Dealing with pneumonia in non-small cell lung cancer (NSCLC) patients with continuous antimicrobials treatment without regard to culture sensitivity will cause resistance of germs that cause pneumonia.

Objectives: This study aims to study the characteristics of NSCLC patients, the pattern of germs that cause pneumonia in NSCLC patients, and to compare the survival of NSCLC patients suffering from pneumonia caused by MDR (multidrug resistance) bacteria with those caused by non-MDR bacteria.

Methods: This study was a retrospective cohort with research subjects was NSCLC patients with pneumonia caused by MDR and non-MDR bacteria who were treated at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2013 to December 2017. Analysis was performed with multivariate cox regression analysis.

Results: The results of the culture examination of BAL(Bronchoalveolar lavage), pleural fluid and sputum showed that 32 subjects were infected only from MDR bacteria, 14 subjects infected by both MDR and non MDR bacteria, and 23 subjects were infected by only non MDR bacteria. The most non-MDR bacteria that cause pneumonia in NSCLC patients was Klebsiella pneumoniae as much as 37,3%, while the most MDR bacteria that cause pneumonia in NSCLC patients was Acinetobacter baumannii as much as 23,2%. Median survival of NSCLC patients with pneumonia caused by MDR bacteria was 57 days(43,707-70,293) while those by non-MDR bacteria was 92 days (58,772-125,228).

Conclusions: The survival of NSCLC patients with pneumonia caused by MDR bacteria is shorter than that caused by non-MDR bacteria.

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dortua Lince Sidabalok
Abstrak :
Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada balita di seluruh dunia, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Polusi udara dalam ruangan menjadi salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pneumonia disamping faktor individu dan infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara PM2,5 dalam udara ruang rumah dengan kejadian pneumonia pada balita. Penelitian ini bersifat analitik observasional menggunakan desain studi kasus kontrol. Sampel penelitian sebanyak 78 balita dari wilayah kerja Puskesmas Citeureup yang terdiri dari 26 kasus dan 52 kontrol. Data penelitian dikumpulkan menggunakan alat mini particle counter dan kuesioner, serta dianalisis menggunakan chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi (OR=12,14; 95%CI: 1,33-110,29), status imunisasi (OR=5,51; 95%CI: 1,82-16,69), ASI eksklusif (OR=3,89; 95%CI: 1,27-11,88), luas ventilasi (OR= 4,09; 95%CI: 1,43-11,75), dan kebiasaan merokok dalam rumah (OR=4,09; 95%CI: 1,51-11,12) berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita. Konsentrasi PM2,5 dalam rumah berhubungan dengan pneumonia pada balita (aOR=4,092; 95%CI: 1,08-15,45) setelah dikontrol oleh status imunisasi, ASI eksklusif, luas ventilasi dan adanya orang yang merokok di dalam rumah.
Pneumonia is the major causes of death due to infection in children under five around the world, especially in developing countries including Indonesia. Indoor air pollution is one of the risk factors that increased the incidence of pneumonia besides individual factors and infections. This study aimed to determine the relationship between indoor PM2,5 with the incidence of pneumonia in children under five. This was an analytic observational study with case control design. The sample study was 78 children under five selected from working area of Puskesmas Citeureup consisted of 26 cases and 52 controls. The data were collected by mini particle counter and a set of questionnaire, analyzed by chi square and multiple logistic regression. The results showed that nutritional status (OR=12.14; 95% CI: 1.33 to 110.29), immunization status (OR=5.51; 95% CI: 1.82 to 16.69), exclusive breastfeeding (OR=3.89; 95% CI: 1.27 to 11.88), ventilation (OR=4.09; 95% CI: 1.43 to 11.75), and smoking habits at home (OR=4.09; 95% CI: 1.51 to 11.12) associated with the incidence of pneumonia. Indoor PM2.5 were associated with pneumonia in children under five (aOR=4,092; 95%CI: 1.08 to 15.45) after being controlled by immunization status, exclusive breastfeeding, ventilation and smoking habits at home.
Depok: Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Hendrik Kaunang
Abstrak :
Latar Belakang: World Health Organization (WHO) menetapkan status pandemi COVID-19 secara global pada 11 Maret 2020. Covid-19 terutama mempengaruhi sistem pernapasan menyebabkan pneumonia dan dapat secara cepat masuk ke dalam kondisi acute respiratory distress syndrome (ARDS). Kurangnya pengetahuan mengenai Covid-19 dengan ARDS membuat para petugas medis harus terus mencari tatalaksana yang paling tepat, termasuk terapi non farmakologis.,salah satunya adalah posisi prone. Laporan kasus ini akan membahas mengenai efek posisi prone pada pernapasan pasien Covid-19 yang mengalami ARDS berat. Tujuan: Laporan kasus ini ditujukan untuk mengetahui efek klinis dan efek samping terkait posisi prone pada pasien Covid-19 yang mengalami ARDS berat. Metode: Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskiptif retrospektif dengan menggunakan data sekunder yang tercatat di rekam medis rawat inap pasien dengan kasus COVID-19 yang dilakukan posisi Prone selama perawatan di ICU RSUPN Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini disajikan dengan desain studi laporan kasus. Laporan Kasus : Tiga pasien dirawat di ICU RSUPN Cipto Mangunkusumo di diagnosis Covid-19 dengan ARDS dan memiliki kondisi awal dan komorbid yang bervariasi. Pada ketiga pasien dilakukan posisi prone selama perawatan. Dari ketiga pasien didapatkan peningkatan PaO2, rasio PaO2/FiO2, saturasi oksigen perifer sejak posisi prone dilakukan hingga beberapa saat setelahnya, tetapi juga penurunan hemodinamik. Luaran di akhir perawatan cukup dipengaruhi kondisi awal dan komorbid Simpulan : Posisi prone memiliki efek perbaikan pada system pernapasan tetapi dengan efek samping pada hemodinamik dan luaran sangat dipengaruhi kondisi awal dan komorbid. Sebaiknya dilakukan pada 48 jam awal gejala ARDS dan dihindari pada komorbid kardiovaskular. ......ackground: On March 11th 2020, World Health Organization (WHO) stated that Covid-19 was a global pandemic. This disease mainly affects the respiratory system that will lead to pneumonia, and quickly becoming into acute respiratory distress syndrome (ARDS. The less knowledge of Covid-19 with ARDS encourages medical workers to find the appropriate management, including non pharmacological therapy, one of it is prone position. This serial case report, will review about the effect of prone position for respiratory function in ARDS patients due to COVID-19. Goals: The purpose of this study is to find out the clinical and side effects of prone position on Covid-19 with ARDS patient Method : This study is a retrospective descriptive study that using the medical record of Covid-19 patient whereas prone position have been performed during treatment in RSUPN Cipto Mangunkusumo. This study is presented with design of serial case report. Case Report : Three patients in the ICU of RSUPN Cipto Mangunkusumo with the diagnosis of Covid-19 with ARDS, all have variative condition and comorbids. Prone position have been performed during treatment. From the three patients, there are increase of PaO2, PaO2/FiO2 ratio, peripheral oxygen saturation since prone position was performed and sometime after, but also decreasing in the hemodynamic condition. The outcome at the end of the treatment is influenced by the early condition and comorbid Conclusion : Prone position have good effect on respiratory system, but also also side effect on hemodynamic, and the outcome is influenced by the early condition and comorbid. It is better to be performed at the first 48 hours of the ARDS symptoms and avoided in the patient with cardiovascular comorbid
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Price Maya
Abstrak :
Latar belakang: Pneumonia berat yang membutuhkan tatalaksana ventilasi mekanik prevalensnya terus meningkat. Tindakan trakeostomi dilakukan untuk memfasilitasi penyapihan ventilasi mekanik. Studi sebelumnya dalam menilai faktor terkait kegagalan penyapihan ventilasi mekanik pasca trakeostomi masih sedikit dan menunjukkan hasil yang berbeda. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dan faktor-faktor yang memengaruhi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik pasca trakeostomi pada pasien pneumonia berat. Metode: Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif dari data rekam medik pasien yang dirawat di ICU/HCU RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 2018-bulan Juni 2022. Faktor-faktor yang memengaruhi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik pasca trakeostomi pada pasien pneumonia berat didapatkan dari hasil analisis multivariat dengan regresi logistik. Hasil: Dari total 328 subjek yang memenuhi kriteria didapatkan proporsi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik adalah 70,73%. Faktor yang memengaruhi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik adalah durasi ventilasi mekanik >14 hari dengan RR 2,079 (IK 95% 1,566-2,760, p<0,0001), obesitas dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥25 dengan RR 1,188 (IK 95% 1,016-1,389, p=0,031) dan Neutrofil Limfosit Rasio (NLR) pasca trakeostomi ≥11 dengan RR 1,244 (IK 95% 1,071-1,445, p=0,004). Simpulan: Proporsi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik pasca trakeostomi pada pasien pneumonia berat adalah 70,73%. Faktor-faktor yang memengaruhi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik adalah durasi ventilasi mekanik >14 hari, obesitas (IMT ≥25 kg/m2) dan NLR pasca Trakeostomi ≥11 ......Background: The prevalence of severe pneumonia requiring mechanical ventilation continues to increase. A tracheostomy was performed to facilitate weaning from mechanical ventilation. Previous studies assessing factors related to weaning failure from mechanical ventilation after tracheostomy are few and show varying result. Objective: This study aims to determine proportion and factors that influence failure to wean from mechanical ventilation after tracheostomy in patients with severe pneumonia. Methods: This study used a retrospective cohort design from medical record data of patients treated in the ICU/HCU of RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo between 2018-June 2022. Factors affecting failure to wean mechanical ventilation after tracheostomy in patients with severe pneumonia were obtained from the result of multivariate regression analysis. Results: From a total 328 subjects who met the criteria, the proportion of weaning failure was 70,73%. Factors that influence failure to wean are duration of mechanical ventilation >14 days RR 2,079 (95% CI 1,566-2,760, p<0,0001), obesity (BMI ≥25 kg/m2) RR 1,188 (95% CI 1,016-1,389, p=0,031) and post-tracheostomy Neutrofil Lymphocyte Ratio (NLR) ≥11,RR 1,244 (95% CI 1,071-1,445, p=0,004). Conclusion: The proportion of weaning failure from mechanical ventilation after tracheostomy in patients with severe pneumonia was 70,73%. Factors that influence weaning failure are duration of mechanical ventilation > 14 days, obesity (BMI ≥25 kg/m2) and post-tracheostomy NLR ≥11.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Eka Krisnha Wijaya
Abstrak :
Latar Belakang: Pneumonia merupakan infeksi paru yang hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia. Mortalitas dan morbiditas terutama didapatkan pada pasien yang mengalami pneumonia berat. Intubasi dan ventilasi mekanik diperlukan pada sekitar 6% pasien pneumonia. Lebih lanjut lagi, kegagalan ekstubasi berhubungan dengan peningkatan mortalitas pneumonia. Proses imunopatologi yang terjadi pada pneumonia berat dikaitkan dengan peningkatan kadar sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan IL-17. Studi prognostik yang telah dilakukan saat ini belum dapat menggambarkan jelas peran sitokin tersebut terhadap terjadinya luaran buruk berupa gagal ekstubasi hingga mortalitas yang terjadi pada pasien pneumonia berat. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui peranan proses imunitas lokal dan sistemik melalui pemeriksaan kadar sitokin pada cairan bilasan bronkus dan darah terhadap luaran buruk dari pneumonia berat. Tujuan: Mengetahui hubungan perbedaan kadar IL-6, 1L-17 darah dan cairan bilasan bronkus terhadap status ekstubasi dan mortalitas pada pasien pneumonia berat. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif pada 40 pasien pneumonia berat. Subjek yang direkrut adalah pasien yang terintubasi dan menjalani tindakan bronkoskopi di IGD dan ruang intensif RSCM sejak November 2020 hingga Januari 2021. Analisis bivariat dengan uji beda rerata digunakan pada data skala numerik dengan sebaran normal dan uji Mann Whitney dengan sebaran tidak normal. Subjek penelitian diobservasi untuk keberhasilan ekstubasi 20 hari dan mortalitas 28 hari. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan proporsi gagal ekstubasi sebesar 80% dan mortalitas sebesar 75%. Etiologi terbanyak pneumonia berat pada penelitian ini adalah virus SARS-CoV-2 (28 subjek). Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan secara statistik bermakna dari IL-6, IL-17 darah dan cairan bilasan bronkus pada kelompok subjek yang gagal ekstubasi dan yang berhasil ekstubasi. Tidak didapatkan juga perbedaan secara statistik bermakna dari IL-6, IL-17 darah dan cairan bilasan bronkus pada kelompok subjek yang meninggal dan yang hidup. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan perbedaan kadar IL-6, IL-17 darah dan cairan bilasan bronkus terhadap pasien pneumonia berat yang gagal ekstubasi dan berhasil ekstubasi, serta yang meninggal dan yang hidup. ......Background: Pneumonia is a lung infection which is still a serious health problem worldwide. Mortality and morbidity are mainly found in patients with severe pneumonia. Intubation and ventilation are required in about 6% of pneumonia patients. Furthermore, extubation failure was associated with increased pneumonia mortality. Immunopathological processes that occur in severe pneumonia related to increased levels of proinflammatory cytokines such as IL-6 and IL-17. Prognostic studies have been carried out to the occurrence of adverse outcomes in patients with pneumonia such as extubation failure and mortality, but still little to know about the role of these cytokines. This study aims to determine the role of local and systemic immune processes through examination of cytokine levels in bronchial lavage fluid and blood on the adverse outcome of severe pneumonia. Objective: The aim of this study was to determine the association of differences in blood and bronchial lavage levels of IL-6, 1L-17 to extubation status and mortality in patients with severe pneumonia. Methods: This study was a prospective cohort study of 40 patients with severe pneumonia. Subjects in this study are patients who were intubated and underwent bronchoscopy in the emergency room and intensive care unit of Ciptomangunkusumo Hospital from November 2020 to January 2021. Bivariate analysis with the mean difference test was used on numerical scale data with normal distribution and Mann Whitney U test with abnormal distribution. Study subjects were observed for successful extubation of 20 days and mortality of 28 days. Results: In this study, the proportion of failed extubation was 80% and the mortality rate was 75%. There were various etiologies of severe pneumonia in the study with SARS-CoV-2 being the major causes (28 subjects). In this study, there was no statistically significant difference between brochoalveolar lavage fluid and blood IL-6, IL-17 in based on extubation status. There was also no statistically significant difference between brochoalveolar lavage fluid and blood IL-6, IL-17 based on mortality status. Conclusions: There was no association of differences in the blood and bronchoalveolar lavage levels of IL-6, IL-17 on patients with severe pneumonia who failed to extubate and successfully extubated, and those who deceased and those who lived.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rahmadani
Abstrak :
Pneumonia merupakan masalah kesehatan global yang menjadikan Indonesia salah satu negara dengan beban pneumonia tertinggi di dunia. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan meningkat menjadi 2% dibandingkan sebelumnya. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia adalah meningkatkan cakupan imunisasi pentavalen dan pemberian ASI ekslusif secara nasional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan imunisasi pentavalen dan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian pneumonia pada batita. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan September – Desember 2021. Populasi penelitian adalah anak usia 9 – 36 bulan sebanyak 2.755 responden. Pengumpulan data menggunakan data sekunder SDKI tahun 2017. Hasil penelitian diperoleh sebanyak 79.5% anak sudah diberikan imunisasi pentavalen dan sebanyak 52.3% anak diberikan ASI ekslusif. Hasil regresi logistik, terdapat hubungan yang signifikan antara imunisasi pentavalen dengan kejadian pneumonia pada balita (p-value=0.005). Variabel umur memiliki interaksi dengan imunisasi pentavalen terhadap pneumonia. Variabel status sosial ekonomi merupakan confounder antara hubungan imunisasi pentavalen dengan kejadian pneumonia. Diharapkan kepada pembuat kebijakan dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan pnuemonia dan kepada pemberi pelayanan untuk dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat pentingnya imunisasi pentavalen dalam bentuk penyuluhan atau sosialiasai mengenai pencegahan pneumonia pada anak, serta melakukan sweeping atau kunjungan rumah untuk meningkatkan cakupan imunisasi pentavalen. ...... Pneumonia is a global health issue, with Indonesia having one of the highest pneumonia burdens in the world. According to Riskesdas data, the prevalence of pneumonia based on health worker diagnoses increased by 2% in 2018 compared to the previous year. Increased coverage of pentavalent immunization and national exclusive breastfeeding are two of the government's efforts to reduce morbidity and mortality due to pneumonia. The goal of this study was to see if there was a link between pentavalent immunization and exclusive breastfeeding and the risk of pneumonia in toddlers. A cross-sectional design was used in this study. This study was carried out between September and December of 2021. respondents. Secondary data from the 2017 IDHS were used for data collection. According to the findings, 79.5 percent of children had received pentavalent immunization, and 52.3 percent of children were exclusively breastfed. According to the findings of logistic regression, there was a significant link between pentavalent immunization and the incidence of pneumonia in children under the age of five. The age variable interacts with pentavalent pneumonia immunization. The socioeconomic status variable is a confounder in the association between pentavalent immunization and pneumonia incidence. It is hoped that policymakers will be able to monitor and evaluate the implementation of pneumonia prevention and control, and that service providers will be able to increase public awareness of the importance of pentavalent immunization in the form of counseling or socialization regarding the prevention of pneumonia in children, as well as conduct sweeping or home visits to increase coverage of pentavalent immunization.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Astuti Mirasanti
Abstrak :
Pneumonia merupakan masalah kesehatan anak di seluruh dunia. Terapi antibiotik digunakan secara empiris karena sulitnya pengambilan sampel langsung dari sumber infeksi. Namun, di era resistensi antibiotik ini, identifikasi patogen spesifik bermanfaat untuk pemberian antimikroba yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil mikroorganisme penyebab pneumonia pada anak dan sensitivitasnya terhadap antibiotik empiris yang diberikan. Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang terhadap 106 pasien di RSCM yang dirawat dengan pneumonia sepanjang Juli 2018 – Juni 2020. Data demografi serta jenis mikroorganisme, daftar sensitivitasnya, dan antibotik yang digunakan diambil dari rekam medis. Mayoritas mikroorganisme yang tumbuh adalah kuman Gram negatif dengan jenis kuman terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa (38,3%). Antibiotik terbanyak yang digunakan adalah sefotaksim (37,7%) dan sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotik empiris adalah sebesar 17,3%. Perbaikan klinis didapatkan pada 35,8% subjek dan amikasin memiliki tingkat sensitivitas terbesar dari mikroorganisme yang tumbuh (65,4%). Pemeriksaan biakan setelah atau pada 5 hari perawatan memiliki rasio odds 1,264 kali untuk memiliki etiologi berupa polimikroba (p=0,641). pengambilan sampel dari saluran napas bawah untuk biakan pada hari rawat ke-13 dan selanjutnya memiliki rasio odds sebesar 6,328 kali lebih tinggi untuk tumbuhnya jamur (p=0,014). Angka mortalitas pada penelitian ini sebesar 35,8%. Angka mortalitas pada subjek yang mengalami sepsis lebih tinggi dibandingkan pada subjek yang tidak mengalami sepsis (rasio odds 4,222 (95%IK 1,792-9,947); p=0,0001).
Pneumonia is one of child health problem in the world. Antibiotic therapy is used empirically due to difficulty in obtaining sample from the source of infection. However, in this antibiotic resistance era, identification of specific pathogen is more beneficial. We aimed to identify microorganisms causing pneumonia in children and their sensitivity towards empiric antibiotic. This is a cross sectional study examined 106 patients hospitalized with pneumonia during July 2018 - June 2020. Baseline characteristics, species of microorganisms, their sensitivity pattern, and antibiotics used were obtained from medical record. Most microbes were Gram negative species. The most common bacteria was Pseudomonas aeruginosa (38.3%). The most frequently used empiric antibiotic was cefotaxime (37.7%) and microorganisms' sensitivity towards empiric antibiotic was 17.3%, Clinical improvement was shown in 35.8% subjects. Amikacin had the highest sensitivity rate (65.4%). Culture performed on the 5th day of admission onwards had higher odds for multiple growth (OR 1.264, p=0,641) while culture performed on the 13th day of admission onwards had higher odds for the growth of fungi (OR 6.328, p=0,014). Mortality rate was 35,8%. Mortality rate was higher in subjects with sepsis (OR 4.222; 95% CI 1.792-9.947; p=0.0001).
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Setiyowati
Abstrak :

 

Secara global, pneumonia merupakan penyakit infeksius nomor satu penyebab kematian pada balita yang penemuan kasusnya mengalami peningkatan di Indonesia. Salah satu upaya preventif terhadap kejadian pneumonia pada balita yaitu melalui imunisasi DPT, Hib, campak, PCV, dan rotavirus. Imunisasi tersebut diberikan melalui program imunisasi dasar lengkap untuk semua bayi usia 0-11 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian imunisasi dasar lengkap, karakteristik orang tua, dan karakteristik balita dengan kejadian pneumonia pada balita yang berkunjung ke unit MTBS di Puskesmas Kota Depok. Desain penelitian menggunakan cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 104 yang dipilih secara consecutive sampling. Hasil penelitian mendapatkan bahwa pemberian imunisasi dasar lengkap (p: 0,000, ?: 0,05), usia (p: 0,002, ?: 0,05), dan status gizi (p: 0,043, ?: 0,05), mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia pada balita. Edukasi kesehatan tentang pentingnya imunisasi dasar lengkap dan gizi seimbang perlu diberikan kepada orang tua yang mempunyai balita.

 

Kata kunci : pneumonia, imunisasi dasar lengkap, balita

 


Pneumonia is the first global infectious diseases causing death in children under five years whose discovery of cases has increased in Indonesia.
One of preventive efforts againts the disease is by immunization DPT, Hib, measles, PCV, and rotavirus. The immunization is provided through a complete basic immunization program for all infants aged 0-11 months.
This study aims to determine the relationship of providing basic immunization complete, parental and children characteristics with the incidence of pneumonia in children under five years who visit the unit MTBS in Puskesmas Depok City.
The research design was cross sectional with 104 respondents selected by consecutive sampling. The results showed that complete basic immunization (p: 0,000), age (p: 0,002), and nutritional status (p: 0,043), were signifantly assosiated with pneumonia incident. 
Health education about the importance of complete basic immunization and balanced nutrition needs to be given to parents who have children under five years.  
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rindang Rizki Sisyara
Abstrak :
Angka kejadian pneumonia pada Balita tinggi dan terus meningkat. Oi Kota Depok angka pneumonia Balita tertinggi adalah di Puskesmas Pancoran Mas. Angka cakupan rumah sehat di Kecamatan Pancoran Mas masih sekitar 8] %, artinya sekitar 8000 rumah belum memenuhi keriteria rumah sehat. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang (cross sectional). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara ventilasi, penyinaran, keJembaban dan kepadatan penghuni sebagai faktor rumah sehat, dengan kejadian pneumonia pada Balita. Data dianalisis menggunakan uji chi square, menggunakan interval kepercayaan 95 %. Jumlah sampel sebanyak 7 J. Hasil penelitian menunjukkan 3 dari 4 variabel lingkungan fisik rumah berhubungan dengan kejadian pneumonia Balita. Variabel yang berhubungan adalah penyinaran (p=O,OO I, OR=6,900), kelembaban (p=O,OO 1, OR= 8,095) dan kepadatan penghuni (p=O,OI6, OR=9,93I ). Ventilasi tidak berhubungan dengan kejadian pneumonia Balita. Variabel lain yang berhubungan dengan kejadian pneumonia Balita adalah AS! eksklusif (p=O,033, OR=2,940 BBLR (p=O,029, OR=3,294), imunisasi (p=O,028, OR=5,536), kebiasaan merokok penghuni rumah (p=0,004, OR=4,295), penggunaan obat oyamuk bakar (p=O,008, OR=4, J27), dan pendidikan !bu (p=O,042, OR= 4,074). Disarankan kepada pemegang kebijakan agar meningkatkan efektifitas program pengendalian dan pencegahan lSPA, kepada petugas sanitasi agar lebih gencar melakukan penyuluhan mengenai pentingnya rumah sehat dan kaitannya dengan kesehatan.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>