Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Andriyani
"Pendahuluan: Hiperurisemia sering terjadi pada pasien DM tipe 2, hal ini disebabkan adanya penurunan ekskresi asam urat yang berkaitan dengan resistensi insulin (RI) dan hiperinsulinemia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek α-mangostin terhadap fungsi ginjal dan kadar asam urat dalam plasma darah tikus model resistensi insulin.
Metode: Tikus jantan galur wistar dibagi menjadi 6 kelompok secara acak: normal, normal yang diberi α-mangostin 200 mg/kgBB, RI, RI yang diberi metformin 200 mg/kgBB, RI yang diberi α-mangostin 100 mg/kgBB dan RI yang diberi α- mangostin 200 mg/kgBB. Pemberian α-mangostin dan metformin dilakukan selama 8 minggu dan diberikan secara peroral. Kelompok perlakuan diberi diet tinggi lemak, glukosa 20% dan induksi STZ dosis rendah. Pada akhir penelitian, sampel urin, darah dan ginjal diambil dan diukur proteinuria, BUN, klirens kreatinin, asam urat plasma, transporter URAT1, GLUT9, SGLT2 dan histopatologi ginjal.
Hasil: α-mangostin 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB mampu menurunkan BUN dan asam urat plasma secara signifikan, α-mangostin 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB cenderung menurunkan proteinuria, meningkatkan klirens kreatinin, menurunkan ekspresi URAT1, GLUT9, SGLT2 serta memperbaiki kerusakan ginjal dibandingkan dengan kelompok RI tanpa pengobatan.
Kesimpulan: α-mangostin 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB mampu menurunkan kadar asam urat plasma dan cenderung memperbaiki fungsi ginjal pada tikus model RI.

Background: Hyperuricemia often occurs in type 2 diabetes mellitus, this is due to a decrease in uric acid excretion associated with insulin resistance (IR) and hyperinsulinemia. The aim of this study was to analyze the effects of α-mangostin on kidney function and plasma uric acid level of insulin resistance rat model.
Method: Wistar male rats were divided into 6 groups, such as normal, normal + α- mangostin 200 mg/kgBW, IR, IR + metformin 200 mg/kgBW, IR + α-mangostin 100 mg/kgBW and IR + 200 mg/kgBW. -mangostin and metformin were administered by gavage for 8 weeks. To induce IR, treatment groups were given a high-fat diet, glucose 20%, and low-dose injection of STZ. At the end of the study, urine, blood, and kidney tissue were taken and measured proteinuria, BUN, creatinine clearance, plasma uric acid, expressions of URAT1, GLUT9, and SGLT2 as well as kidney histopathology
Results: -mangostin 100 mg/kgBW and 200 mg/kgBW were able to significantly reduce BUN and plasma uric acid levels. -mangostin 100 mg/kgBW and 200 mg/kgBW tended to reduce proteinuria, increase creatinine clearance, reduce the expression of URAT1, GLUT9, SGLT2, as well as improve renal damage compared to that of IR untreated group.
Conclusion: -mangostin 100 mg/kgBW and 200 mg/kgBW were able to reduce plasma uric acid levels dan tended to alleviate renal dysfunction in IR rat model.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Ulfah Madina
"Latar belakang: Peningkatan usia lanjut menimbulkan dampak kesehatan, diantaranya adalah sarkopenia dan kerapuhan. Kekuatan genggam tangan merupakan komponen
sarkopenia, fenotip sindrom kerapuhan, dan bersifat dinamis. Berbagai studi potong
lintang menilai hubungan kekuataan genggam tangan dengan usia, jenis kelamin, status
nutrisi, status fungsional, status mental, dan komorbiditas namun temuan masih
beragam. Selain itu, belum ada studi longitudinal untuk mengetahui hubungan
perubahan kekuatan genggam tangan dengan usia, jenis kelamin, status nutrisi, status
fungsional, status mental dan komorbiditas di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, status nutrisi, status
fungsional, status mental dan komorbiditas dengan perubahan kekuatan genggam
tangan pada pasien usia lanjut.
Metode: Penelitian kohort prospektif menggunakan data sekunder pasien usia lanjut
yang kontrol rutin di Poliklinik Geriatri RSCM Jakarta dari register studi longitudinal
INA-FRAGILE yang telah diobservasi selama 1 tahun (2013-2014). Uji analisis
multivariat regresi logistik digunakan untuk menilai hubungan antara usia, jenis
kelamin, status nutrisi (skor MNA), status fungsional (skor ADL), status mental (skor
GDS-SF), indeks komorbiditas (skor CIRS) dengan perubahan kekuatan genggam
tangan.
Hasil: Dalam 1 tahun pengamatan dari 162 subjek, didapatkan rerata usia 72,9 (SB 5,9)
tahun, jenis kelamin terbanyak perempuan (57,41%), memiliki nutrisi baik (83,9%),
mandiri (median ADL 9–20), tidak depresi (median GDS-SF 0–11), rerata indeks
komorbiditas 11,8 (SB 3,7), dan 53,1% mengalami penurunan kekuatan genggam
tangan. Status nutrisi (OR=2,7; p=0,033) dan indeks komorbiditas (OR 0,3; p<0,002)
berhubungan dengan kekuatan genggam tangan.
Simpulan: Status nutrisi dan komorbiditas memengaruhi perubahan kekuatan genggam
tangan pada pasien usia lanjut dalam 1 tahun di rawat jalan.

Background: Increasing elderly population throughout the world has been related to
increased prevalence of sarcopenia and frailty. Handgrip strength is a component of
sarcopenia, one of frailty syndrome phenotypes, and a dynamic process. Previous
cross-sectional studies have assessed association of age, sex, nutritional status,
functional status, mental status and comorbodity but the results were varied. That being
said, there was no longitudinal study has been done to determine the correlation of
handgrip strength changes with age, sex, nutritional status, functional status, mental
status, and comorbidity in Indonesia.
Objective: To examine correlation between age, sex, nutritional status, functional
status, depressive symptopms, comorbidity, and handgrip strength changes in elderly
patients.
Methods: A prospective cohort study using secondary data of elderly patients whom
routinely visiting Geriatric Out-Patients Clinic at Cipto Mangunkusumo Hospital,
Jakarta from INA-FRAGILE register that have been observed for 1 year (2013-2014).
The multivariate logistic regression analysis was used to assess correlation between
sex, age, nutrional status (MNA score), functional status (ADL score), depressive
symptoms (GDS-SF score), comorbidities (CIRS score) and handgrip strength changes.
Results: From 162 subjects which were included in the study, the mean age was 72.9
(SB 5.9) years, predominantly female (57.41%), with good nutrition (83.9%),
independent (median 9- 20), not depressed (median 0-11), has average comorbidity
index 11.8 (SB 3.7), and 53.1% experienced decreased handgrip strength. Nutritional
status (OR = 2.7, p = 0.033) and comorbidity index (OR 0.3, p <0.002) correlated with
handgrip strength changes.
Conclusion: Nutritional status and comorbidity correlates with handgrip strength
changes in out-patients elderly within 1 year.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Rahayu
"Telah dilakukan pengklonaan gen Cd40 ligand (Cd40l) dari Mus musculus ke dalam sel inang Escherichia coli TOP10. Gen Cd40l adalah gen pengkode protein CD40L, anggota dari tumor necrosis factor (TNF) superfamily (TNFSF). CD40L merupakan salah satu kandidat adjuvan karena diketahui sebagai salah satu immunoagent paling efektif dari keluarga TNFSF. CD40L berikatan dengan reseptornya pada sel makrofag, sel T dan sel B yang teraktivasi berfungsi menginduksi aktivasi sel APC dan sel B. Penelitian bertujuan mengklona gen Cd40l ke dalam sel inang Escherichia coli TOP10 dengan perantara vektor pcDNA 3.1(+). Fragmen gen Cd40l tanpa mengandung start codon (ATG) dengan panjang 644 pasang basa, diamplifikasi melalui transkripsi balik dengan RNA sel PMBC mencit sebagai pola cetaknya. Gen Cd40l telah berhasil diklona ke dalam E.coli TOP10. Hasil analisis menunjukkan sekuen hasil klona memiliki similaritas 100% terhadap sekuen acuan pada database GeneBank yaitu Mus musculus CD40 ligand (Cd40lg), mRNA, coding sequence dengan accession number NM_011616.2

Cloning of Cd40 ligand (Cd40l) gene from Mus musculus into Escherichia coli TOP10 had been conducted. Cd40l gene encodes CD40L protein which is a member of the tumor necrosis factor super family (TNFSF). CD40L is one of candidate adjuvant as known as one of most effective immunoagent. Binding of CD40L to its receptor on the surface of macrophage, activated T cell, and activated B cell induces activation of APC and B cell. The aim of research is to clone Cd40l gene into E.coli TOP10 using pcDNA 3.1(+) vector. 644 base pairs of Cd40l fragment without start codon (ATG) was amplified from RNA PMBC cell with RT-PCR. Cd40l gene was successfully cloned to E.coli TOP10. The analysis showed 100% similarity between Cd40l clone and GeneBank database, Mus musculus CD40 ligand (Cd40lg), mRNA, coding sequence with accession number NM_011616.2"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44318
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matahari Arsy Harum Permata
"ABSTRAK
Latar belakang: Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering ditemui di negara berkembang seperti Indonesia. Ukuran tungau Sarcoptes scabiei sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Diagnosis definitif skabies adalah dengan identifikasi mikroskopis tungau, telur, atau feses tungau. Dermoskopi merupakan alat yang sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis skabies, namun masih dibutuhan kajian mengenai akurasi dermoskopi di Indonesia terkait kelebihan dan kekurangan untuk penegakan diagnosis skabiesTujuan: Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan dermoskopi pada penegakan diagnosis skabiesMetode: Subjek penelitian adalah santri di Pondok Pesantren di Citeurerup, Bogor. Penelitian dibagi menjadi dua tahap, tahap pertama dilakukan uji inter-rater untuk memastikan peneliti kompeten dalam melakukan pemeriksaan dermoskopi. Tahap kedua menggunakan desain penelitian uji diagnostik potong lintang. Tahap kedua dilakukan satu minggu setelah tahap pertama dengan pengambilan sampel secara konsekutif.Hasil: Pada uji inter-rater antara peneliti dan Spesialis Kulit dan Kelamin SpKK pada 32 subjek penelitian SP didapatkan nilai kappa 0,5. Pada penelitian tahap ke-dua didaptkan hasil spesifisitas dermoskopi sangat baik 90,48 sedangkan sensitivitasnya rendah 44,29 . Nilai duga positif dermoskopi sangat baik 93,94 namun nilai duga negatifnya rendah 32,76 . Rasio kemungkinan positif dermoskopi adalah 4,65 IK 95 1,612-13,42 dan rasio kemungkinan negatif adalah 0,6158 IK 95 0,5793-0,6546 Simpulan: Dermoskopi dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan alat yang baik dalam menegakkan diagnosis. Bila pada dermoskopi ditemukan gambaran a jet with contrail, diagnosis dapat langsung ditegakkan, namun bila tidak, perlu dilakukan pemeriksaan konfirmasi lainnya.

ABSTRACT
Scabies occurs worldwide and can affect everyone. Scabies is one of the most common skin diseases in developing countries such as Indonesia. The size of the Sarcoptes scabiei mite is too small to be seen by the naked eye. The definitive diagnosis of scabies is by microscopic identification of mites, eggs, or scybala. Dermoscopy is a very useful tool in diagnosing scabies. Although there are few advantages and disadvantages to be considered in using dermoscopy to diagnose scabiesObjective To determine the sensitivity and specificity of dermoscopic examination in diagnosis of scabiesMethods The study design is using. Research subjects are students of Pondok Pesantren Al Hidayah. The research is divided into two stages, the initial stage is done inter rater test to ensure the researcher is competent in conducting dermoscopy examination. The second stage is a cross sectional diagnostic test with a consecutive sampling.The second stage is done one week after the first stage.Results The inter rater test between the researcher and dermatovenereologist with 32 subjects result in Kappa 0,5. Second stage with 95 subjects shows the specificity of dermoscopy is very good 90.48 while the sensitivity is low 44.29 . The dermoscopic positive predictive value was very good 93.94 but the negative predictive value is low 32.76 . Positive likelihood ratio of dermoscopy is 4,65 CI 95 1,612 13,42 and negative likelihood ratio of dermoscopy is 0,6158 CI 95 0,5793 0,6546 Conclusion Dermoscopy can be used as a good tool for diagnosis of scabies. If the dermoscopy shows a jet with contrail appearance, patient can be treated directly, but if its not found, examination should be followed by other diagnostic methods."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Tri Amalia
"Latar Belakang. Aktivitas fisik yang kurang aktif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya dislipidemia. Pegawai perkantoran merupakan pekerjaan dengan aktivitas fisik rendah. Program wellness diketahui dapat meningkatkan aktivitas fisik dan kebugaran kardiorespirasi di tempat kerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan program wellness terhadap kepatuhan menjalankan latihan fisik aerobik dan perubahan profil lipid darah pada pegawai pemerintah.
Metode. Desain penelitian ini adalah randomized controlled trial RCT yang dilakukan selama 6 minggu. Sebanyak 30 orang subjek penelitian yang merupakan pegawai pemerintah dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok perlakuan n=15 mendapat program wellness secara intensif sedangkan kelompok kontrol n=15 hanya mendapat edukasi. Dinilai tingkat kepatuhan menjalankan latihan fisik aerobik serta kadar profil lipid antara dua kelompok.
Hasil. Kelompok perlakuan lebih patuh menjalankan latihan fisik aerobik dibandingkan kelompok kontrol OR=42,2, IK95 5,1-346,9 . Terdapat perbedaan rerata kadar kolesterol total sesudah perlakuan yang bermakna antara kelompok perlakuan 181,4 23,1 dan kontrol 183,5 25,3 dengan nilai p=0,011. Tidak ada perbedaan rerata bermakna pada kadar High Density Lipoprotein, Low Density Lipoprotein dan trigliserida sesudah perlakuan antara kedua kelompok.
Simpulan. Program wellness dapat meningkatkan kepatuhan menjalankan latihan fisik aerobik dan menurunkan kadar kolesterol total dalam darah.

Background. Lack of physical activity is a risk factor for dyslipidemia. Office workers are jobs with low physical activity. Wellness programs are known to increase physical activity and cardiorespiratory in the workplace. This study aims to know the effect of a wellness program implementation on the aerobic physical exercise adherence and blood lipid profile change of the government employee.
Methods. This study is randomized controlled trial RCT design that was conducted for 6 weeks. A total of 30 subjects who are government employees is allocated into 2 groups. Intervention group n 15 received intensive wellness program while control group n 15 only get education. Adherence to exercise and lipid profile levels between two groups were compared.
Result. Intervention group was more adherent to do aerobic exercise than control group OR 42,2, CI95 5,1 346,9 . There was a significant mean difference of total cholesterol level after intervention between intervention group 181,4 23,1 and control group 183,5 25,3 with p value 0,011. There were no significant mean difference p 0.05 in High Density Lipoprotein, Low Density Lipoprotein and triglycerides levels after intervention in both group.
Conclusion. Wellness programs can enhance aerobic exercise adherence and decrease blood total cholesterol level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sharon Sandra
"Latar belakang. Hiperurisemia merupakan salah satu parameter metabolik yang diperkirakan mempunyai peranan dalam perjalanan non-alcoholic liver disease NAFLD . Studi mengenai peranan asam urat dalam progresivitas penyakit hati masih terbatas.
Tujuan. Mengetahui korelasi antara kadar asam urat dengan nilai Elastografi Transien ET dan Controlled Attenuation Parameter CAP pasien NAFLD.
Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan menggunakan data sekunder yang melibatkan 113 pasien NAFLD dewasa. Dilakukan uji korelasi antara kadar asam urat dengan nilai ET dan nilai CAP. Lalu dilakukan analisis tambahan dengan membagi pasien menjadi 2 kelompok berdasarkan nilai ET dan CAP. Nilai titik potong ET untuk fibrosis signifikan sebesar ge; 7 kPa dan nilai CAP ge; 285 dB/m digunakan untuk membedakan steatosis ringan dan steatosis sedangberat. Faktor metabolik yang mempengaruhi derajat steatosis dan fibrosis dianalisis dengan menggunakan uji chi-square dan dilakukan analisis regresi logistik.
Hasil. Terdapat 45 pasien dengan steatosis sedang-berat dan 34 pasien yang mengalami fibrosis signifikan. Tidak terdapat korelasi antara kadar asam urat dengan nilai CAP koefisien korelasi r = 0,2 dan p=0,026 maupun nilai ET r = 0,151 dan p = 0,110 . Terdapat perbedaan rerata kadar asam urat antara kelompok steatosis ringan dibandingkan steatosis sedang-berat 6,31 1,44 mg/dL vs 6,94 1,62 mg/dL, p = 0,03 . Tidak terdapat hubungan independen antara hiperurisemia dan derajat steatosis. Sedangkan faktor yang berhubungan secara independen dengan derajat fibrosis signifikan adalah hiperurisemia OR 2,450; 95 IK 1,054- 5,697 dan kenaikan kadar glukosa puasa OR 3,988 1,105-14,389 . Kelompok fibrosis signifikan mempunyai nilai rerata kadar asam urat yang lebih tinggi 6,89 1,60 mg/dL vs 6,42 1,50 mg/dL walau tidak bermakna secara statistik nilai p = 0,145.
Kesimpulan. Tidak terdapat korelasi antara kadar asam urat dengan nilai ET dan CAP.

Background. Hyperuricemia is one of metabolic parameter which has been considered to play an important role in NAFLD. There is still lack of studies or evidence about correlation between serum uric acid level with liver disease progression.
Aim of the study. To know the correlation between serum uric acid level and the steatosis and fibrosis degree of non alcoholic fatty liver disease evaluated using Controlled Attenuation Parameter CAP Transient Elastography TE examination.
Methods. This study is a cross sectional study using secondary data of 113 NAFLD. Correlation between uric acid level and the degree of steatosis and fibrosis were also evaluated. Cutoff value for significant liver fibrosis ge 7 kPa. Mild and moderate severe steatosis diagnosed with a cutoff value of ge 285 dB m. Each metabolic factors were analyzed using chi square test. Univariate and multivariate analysis were performed using logistic regression test.
Results. Of 113 NAFLD patients, there were 45 patients with moderate severe steatosis and 34 patients with significant fibrosis. There was no correlation between uric acid level and CAP correlation coefficient 0.2, P 0.026 and ET correlation coefficient 0.151, P 1,110 value were found. The difference of uric acid level mean value was found between mild steatosis and moderate severe steatosis 6.31 1.44 mg dL vs. 6.94 162 mg dL, P 0,03 . Hyperuricemia was not independent risk factor of moderate severe steatosis. High level of fasting blood glucose OR 3.98, 95 CI 1.105 14.389 and hyperuricemia OR 2.501, 95 CI 1.095 5.714 were found to be independent risk factors for significant liver fibrosis. Significant liver fibrosis group tends to have a higher mean value of uric acid level 6.89 1.60 mg dL vs. 6.42 1,50 mg dL with a p value 0,145.
Conclusion. There was no correlation between uric acid an CAP TE value.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kesit Ivanali
"Memori merupakan fungsi kognisi yang sangat penting pada manusia.Latihan fisik dan paparan environmental enrichment EE memiliki pengaruh positifterhadap fungsi memori melalui peningkatan neurogenesis dan LTP. Penelitian iniingin mengetahui perbedaan pengaruh latihan fisik aerobik, paparan EE, dankombinasi latihan fisik aerobik dengan EE, terhadap fungsi memori tikus. Dua puluhempat tikus Wistar jantan usia 7 bulan diberikan perlakuan selama 8 minggu. Fungsimemori diuji menggunakan perangkat forced alternation Y-maze dengan parameterpersentase perbandingan waktu di novel arm dan forced alternation. Fungsi memorijuga ditinjau berdasarkan ekspresi protein BDNF dan NGF hipokampus tikus. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa kadar BDNF dan NGF hipokampus paling tinggi p.

Memory is an important cognitive function in humans. Exercise and environmentalenrichment EE exposure have positive effects on memory function via improvedneurogenesis and LTP. This study aimed to analyze the effect of aerobic exercise,EE exposure, and combination of aerobic exercise and EE on memory function. Thisstudy used twenty four 7 month old male Wistar rats that were given treatment for 8weeks. Memory function was tested using forced alternation Y maze, with themeasure parameters are percentage of time in novel arm and forced alternation.Memory function was also correlated with the expression of BDNF and NGFproteins in hippocampus. The results showed the highest level of hippocampalBDNF and NGF p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita
"

Penurunan massa otot pada usia lanjut menimbulkan sarkopenia,salah satu penyebabnya adalah proses inflamasi. Rasio asam lemak omega-3/omega-6 dapat memengaruhi proses inflamasi, namun hubungannya dengan massa otot masih menunjukkan hasil yang beragam. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk mengeksplorasi korelasi rasio asupan asam lemak omega-3/omega-6 dan kadar asam lemak omega-3 dengan massa otot pada usia lanjut di lima panti wreda yang terdaftar di Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini melibatkan 101 usila yang didapatkan menggunakan proportional random sampling. Rasio asupan asam lemak omega-3 dan omega-6 dinilai menggunakan food record 3x24 jam dan food frequency questionnaire semikuantitatif, kadar asam lemak omega-3 membran eritrosit diukur menggunakan gas chromatography-mass spectrometry, dan pemeriksaan massa otot menggunakan bioelectrical impedance analysis. Analisis korelasi menggunakan uji Spearman. Didapatkan rerata usia subjek adalah 75.5 ± 7.6 tahun dengan 73.3% subjek adalah perempuan. Rasio asupan asam lemak omega-3/omega-6 subjek menggunakan food record adalah 0,09 (0,05-0,22) dan 0,08 (0,05-0,23) menggunakan FFQ semikuantitatif. Nilai tengah kadar asam lemak omega-3 membran eritrosit subjek untuk ALA=10,06 (4,9-24,9) µg/mL, EPA=14,6 (5,06-81,02) µg/mL, DHA=115,5 (20,6-275,09) µg/mL, dan total omega-3=144,1 (89,3-332,1) µg/mL. Nilai tengah massa otot subjek adalah 35,5 (22,8-63,5) kg. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat korelasi antara rasio asupan asam lemak omega-3/omega-6 dengan massa otot baik menggunakan food record (r = -0.2, p = 0.07), maupun FFQ semikuantitatif (r = 0.01, p = 0.9), dan tidak terdapat korelasi antara kadar ALA, EPA, DHA, total asam lemak omega-3 membran eritrosit dengan massa otot berturut-turut (r = -0.03, p = 0.8; r = 0.01, p = 0.9; r = -0.06, p = 0.5; dan r = -0.02, p = 0.8).


The phenomenon of muscle mass deterioration appeared in the elderly called sarcopenia, one of the reasons was the inflammatory process. The ratio of omega-3 and omega-6 fatty acids are known to influence the inflammatory process. However, the relationship of this ratio with muscle mass are still conflicting. This cross-sectional study aimed to explore the correlations of omega-3/omega-6 fatty acids intake ratio and omega-3 fatty acids erythrocyte membrane levels with muscle mass among the elderly in five registered nursing homes in South Tangerang City. This study involved 101 elderly from the proportional random sampling method. The ratio of omega-3 and omega-6 fatty acids intake was assessed using 3-days food records and semi-quantitative food frequency questionnaire (SQ-FFQ). Moreover, omega-3 fatty acid erythrocyte membrane levels were measured using gas chromatography-mass spectrometry and muscle mass were examined using bioelectrical impedance analysis. We used Spearman analysis to investigate the correlation. The mean age of the participants was 75.5 ± 7.6 years and most of the participants were female (73.3%). Furthermore, the median value of omega-3 and omega-6 fatty acid intake ratio was 0.09 (0.05 – 0.22) using 3-days food records and 0.08 (0.05 – 0.23) using SQ-FFQ, the median value of omega-3 erythrocyte membrane levels for ALA = 10.06 (4.9-24.9) µg/mL, EPA = 14.6 (5.06 – 81.02) µg/mL, DHA = 115.5 (20.6 – 275.09) µg/mL, total omega-3 = 144.1 (89.3 – 332.1) µg/mL, and the median value of muscle mass were 35.5 (22.8 – 63.5) kg. We did not find strong correlation between omega-3/omega-6 fatty acids intake ratio and muscle mass using either 3-days food records (r = -0.2, p = 0.07), or SQ-FFQ (r = 0.01, p = 0.9), and no strong correlations found between ALA, EPA, DHA, total omega-3 fatty acids erythrocyte membrane levels and muscle mass (r = -0.03, p = 0.8; r = 0.01, p = 0.9; r = -0.06, p = 0.5; and r = -0.02, p = 0.8), respectively.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamara Tango
"ALDH1A1 merupakan penanda sel induk kanker yang memiliki peran pada diferensiasi dan metastasis dari sel glioma manusia. Riset ini bertujuan untuk menganalisis ekspresi relatif dari ALDH1A1 di sel glioma manusia dengan derajat keganasan yang berbeda. Sampel diperoleh dari 32 pasien di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang terdiri dari 19 jaringan glioma derajat rendah, 11 jaringan glioma derajat tinggi, dan 2 jaringan otak normal. Isolasi RNA pada glioma dengan derajat keganasan yang berbeda dilakukan sebelum mengukur kuantifikasi relatif ALDH1A1 menggunakan Real-Time Quantitative Reverse Transcription PCR (qRT-PCR). Riset ini menunjukkan terdapat kecenderungan ekspresi berlebih yang lebih tinggi dari ALDH1A1 pada glioma derajat tinggi dibandingkan dengan glioma derajat rendah. Namun hasil ini tidak signifikan secara statistic. Ekspresi ALDH1A1 bervariasi pada glioma dengan derajat keganasan yang berbeda, tetapi
cenderung lebih tinggi pada glioma derajat tinggi. Oleh karena itu, ALDH1A1 berpotensi untuk menjadi penanda klasifikasi malignansi pada glioma. Akan tetapi, riset selanjutnya diperlukan untuk mendukung bukti ini.

ALDH1A1 is a cancer stem cell marker which plays role in differentiation and metastasis of human glioma cells. This research aims to analyze the relative expression of ALDH1A1 in different grades of malignancy of human glioma cells. Initially, the samples were collected from 32 patients in Cipto Mangunkusumo hospital which consisted of 19 low grade glioma tissues, 11 high grade glioma
tissues, and 2 normal brain tissues. Isolation of RNA was performed prior to measurement of relative quantification of ALDH1A1 by using Real-Time Quantitative Reverse Transcription PCR (qRT-PCR) in different malignancies of glioma. The research revealed a tendency of higher overexpression of ALDH1A1 in high grade human glioma compared to those in low grade. However, this result was statistically insignificant. Expression of ALDH1A1 varied in different malignancies of glioma, but tend to be higher in high grade glioma. Therefore,
ALDH1A1 may become potential marker for malignancy classification. However, further research should be conducted to support this evidence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>