Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kory Prismadia
Abstrak :
Seiring berkembangnya tim kerja (Sundstrom et al., 2000 dalam Afolabi, Olukayode A ,& Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005), beberapa penelitian telah melaporkan bahwa tim tidak selalu mengeluarkan hasil yang diinginkan (e.g. Weiss et al., 1992; Rice and Schneider, 1994 dalam Afolabi, Olukayode A ,& Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005). Tim kerja menurut Robbins (1988:71) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang saling mempengaruhi dan saling tergantung yang bekerja sama untuk mencapai sasaran tertentu. Salah satu dari beberapa variabel yang meliputi proses intragrup, dimana berkontribusi pada keefektivitasan anggota tim (Spencer and Spencer, 1993) dan menjadi hal yang penting bagi manajemen dan keefektivitasan organisasional (Torrington and Weightman, 1994 dalam dalam Afolabi et,al, 2005) adalah kohesivitas tim. Kohesivitas adalah keinginan setiap anggota untuk mempertahankan keanggotaan mereka dalam kelompok, yang didukung oleh sejumlah kekuatan independen, tetapi banyak penelitian lebih berfokus pada ketertarikan antar anggota. (Festinger, Schater, & Back, 1950).Salah satu variabel yang mempengaruhi kohesivitas menurut Lott (1965) adalah kepribadian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan keempat dimensi kepribadian DISC dari Marston (2005) (dalam Sadewo,2006), yaitu Dominace, Influence, Steadiness, dan Conscientiousness. Dasar pemikiran penulis untuk memilih variabel kohesivitas dan dimensi kepribadian DISC untuk diteliti adalah bahwa penulis mempunyai asumsi bahwa kepribadian (dalam penelitian ini memakai dimensi kepribadian DISC) mempengaruhi besarnya kohesivitas tim. Oleh karena itu, individu yang memiliki dimensi kepribadian DISC tertentu diasumsikan menghasilkan tim yang kohesif karena dapat menghasilkan interaksi yang menyenangkan dari tingkah laku masing- masing anggotanya. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara dimensi kepribadian DISC dan kohesivitas tim kerja. Peneliti memiliki dugaan bahwa keempat dimensi kepribadian DISC memiliki hubungan yang positif dengan kohesivitas tim kerja. Penelitian ini menggunakan desain ex post facto dengan sampel sebanyak 15 tim kerja atau sebanyak 103 orang yang diperoleh melalui teknik accidental sampling. Alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian adalah alat ukur kohesivitas dan alat tes kepribadian DISC. Setelah data terkumpul, peneliti menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment untuk mengetahui hubungan antara keempat dimensi kepribadian DISC dan kohesivitas tim kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya dimensi Influence yang memiliki hubungan positif dengan kohesivitas tim kerja. Kedua variabel tersebut memiliki korelasi sebesar 0,227 dan signifikan pada l.o.s 0,05.
As the development of work team (Sundstrom et al., 2000 dalam Afolabi, Olukayode A ,& Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005 Some researches have reported that team doesn't always create the desired result (e.g Weiss et al., 1992; Rice and Schneider, 1994 in Afolabi, Olukayode A, & Ehigie, Benjamin Osayawe, 2005. According to Robbins (1988:71) work team defined as a group consists of two or more people that worked together to gain some desired results. Team Cohesiveness is one of the variables that influenced on team's effectiveness (Spencer & Spencer, 1993) and it has become the important thing on the organizational effectiveness (Torrington & Weightman, 1994 in Afolabi et al., 2005). The researcher was interested on investigating about the team cohesiveness because, according to Galdstein's hypothesis (1984), cohesiveness is the most important indicator on team's effectiveness under input-process-output model. Cohesiveness is the eagerness to maintain the membership of the group that the individual belongs to, which is supported by some independent power. However, most of the research has been focused on the attractiveness of the members, not about the group cohesiveness (Festinger, Schater, & Back, 1950). One of the variables which influenced the team cohesiveness is personality (Lott, 1965). Within this research, the researcher is using four personality dimension (DISC) from Marston (2005) ( in Sadewo,2006): Dominance, Influence, Steadiness, and Conscientiousness. This research is based on cohesiveness variable and Personality dimension (DISC) in which assumed that personality influenced the cohesiveness' level of the team. Therefore, person who has certain DISC personality dimensions can create team cohesiveness because she/he can create a pleasant interaction among the member. So, this research correlates DISC personality dimensions and team cohesiveness and assumed that all dimensions of DISC personality and team cohesiveness have a positive correlation. The design of this research is ex post facto correlation with 15 work teams or 103 partisipans whom selected by accidental sampling. Researcher used Pearson Product Moment to analize the data. This result indicates that only Influence dimension has significant positive correlation with team cohesiveness (r = 0,227 with Los 0,05).
Depok: Universitas Indonesia, 2008
155.23 PRI h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Mulyati Alimi
Abstrak :
Penelitian ini termasuk kajian lapangan (field study). Tujuan penelitian secara garis besar ada 3 yaitu (1) untuk melihat gambaran tingkat resiliensi pada remaja yang tergolong "high risk° yang tinggal di Kelurahan Tanah Tinggi Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat. (2) untuk melihat apakah faktor-faktor keterampilan sosial (social skills), keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving skills), autonomy, locus of control internal dan sense of purpose, kesempatan untuk bisa berpartisipasi dalam suatu aktivitas kelompok, hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari fingkungan secara keseluruhan sebagai faktor protektif memberikan sumbangan terhadap resiliensi remaja (3) untuk melihat apakah masing-masing faktor protektif memberikan sumbangan dalam membentuk resiliensi remaja dan (4) untuk mengetahui bagaimanakah dinamika faktor protektif pada remaja yang menjadi responden. Subyek penelitian adalah remaja 13-18 tahun, merupakan kelompok "high risk" yaitu berasal dari keluarga dengan SES rendah, hidup di lingkungan padat dan kumuh dan atau memiliki orang tualanggota keluarga yang pengguna obat-obatan terlarang dan atau mengalami gangguan mental, tinggal di kelurahan Tanah Tinggi sekurang-kurangnya 5 tahun saat penelitian dilaksanakan dan tidak pemah terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum serta tidak menunjukkan gejala penyimpangan perilaku. Dengan teknik purpossive sampling, terjaring 38 responden yang terdiri dari 17 Iaki-laki dan 21 perempuan. Alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Skala Resiliensi (Wagnild & Young, dalam Skehill, 2003), Skala Locus of Control (Roller, 1966), Skala Sense of Purpose (httpllwww_authentichappiness.orgl). Adapun Skala kemandirian dan Skala Keterampilan Sosial dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada kerangka teori yang mendasarinya. Untuk mengukur Keterampilan Menyelesaikan Masalah dibuat kasus di mana responden ditugaskan untuk memberikan solusi atas kasus tersebut. Data tentang kesempatan untuk bisa berpartisipasi dalam suatu aktivitas kelompok, hubungan yang hangat dan harapan yang tinggi dari Iingkungan akan diungkap melalui skala dan formulir data pribadi serta wawancara. Alat ukur kernudian diujicobakan. Dengan analisis faktor didapatkan matriks faktor loading. Item yang memiliki skor loading 0.300 (item skala yang dipakai dalam penelitian ini memiliki nilai loading yang bergerak antara 0.300-0.606). Uji reliabilitas dilakukan dengan pendekatan alpha-Cronbach. Dengan koefisien a yang bergerak antara 0.602 - 0.935, skala tersebut dianggap reliabel sebagai alat ukur. Sesuai dengan tujuan penelitian, data dianalisis dengan Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Regresi serta Analisis Kualitatif. Hasilnya adalah (1) Remaja memiliki tingkat resiliensi yang tinggi (2) Faktor protektif secara keseluruhan hanya memberikan sumbangan sebesar 29.3% untuk tingginya tingkat resiliensi remaja yang menjadi responden penelitian (R2 = 0.293), sisanya sebanyak 70.7% ditentukan oleh faktor lain (3) saat faktor protektif diregresikan satu persatu, yang memberikan sumbangan secara signifikan pada tingkat resiliensi remaja hanya faktor keterampilan sosial sebesar 9.8% dan harapan dari lingkungan sebesar 14.9% (4) remaja memiliki tingkat keterampilan sosial yang tinggi, keterampilan menyelesaikan masalah yang balk, otonom dan sense of purpose yang jelas serta locus of control yang internal; kesempatan yang Iuas untuk bisa berpartisipasi dalam suatu aktivitas kelompok, memiliki harapan yang tinggi dan lingkungan dan hubungan yang hangat dengan lingkungan pada level sedang. Dari hasil analisis kualitatif ditemukan faktor lain yang diasumsikan memberikan pengaruh pada resiliensi responden, yaitu jaringan teman, sekolah, memiliki sejumlah prang yang memberikan bimbingan dan arahan serta adanya role model. Setelah dilakukan analisa tambahan diperoleh hasil: (1) ada perbedaan yang signifikan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan pada faktor keterampilan sosial, autonomy, kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kelompok dan harapan yang tinggi dari lingkungan. Remaja perempuan memiliki keterampilan sosial dan autonomy yang lebih balk dibandingkan remaja laki-laki. Lingkungan juga meletakkan harapan yang lebih tinggi pada perempuan. Sedangkan kesempatan untuk beraktivitas dalam kegiatan kelompok, laki-laki memiliki kesempatan yang lebih banyak dibandingkan perempuan. (2) Tidak ada perbedaan tingkat resiliensi pada remaja awal, tengah dan akhir (3) remaja tengah paling tinggi tingkat kemahdiriannya dibandingkan remaja awal dan akhir (4) kesempatan untuk beraktivitas dalam kelompok paling besar dimiliki oleh remaja awal (5) lingkungan memiliki harapan yang paling tinggi terhadap remaja akhir dibandingkan remaja awal dan tengah.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17987
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shoba Dewey Chugani
Abstrak :
Sejauh ini, fokus masalah dari berbagai penelitian mengenai resiliensi adalah pada identifikasi faktor-faktor protektif yang bekerja pada individu. Namun, bagaimana faktor-faktor tersebut mewujudkan resiliensi pada individu belum banyak terungkap. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanisme keterkaitan antara faktor protektif ekstemal (faktor lingkungan) dan aset internal (faktor internal) dalam mewujudkan resiliensi pada individu. Aset internal mencakup 4 kategori faktor internal yang secara konsisten telah diidentifikasikan dari berbagai penelitian, yaitu: kompetensi sosial (ketrampilan sosial, empati), otonomi (self-esteem, self efficacy, locus of contol), ketrampilan memecahkan masalah (ketrampilan membuat keputusan, berpikir kritis dan kreatif), dan sense of purpose (optimisme, molivasi untuk berprestasi, minat terhadap kegiatan tertentu, keyakinan). Faktor internal yang juga menjadi variabel penelitian adalah temperamen individu. Faktor protektif eksternal mencakup 5 faktor dalam mikrosistem individu (keluarga, sekolah, lingkungan tempat iinggal). Kelima faktor lingkungan tersebut termasuk hubungan yang hangat, peraturan dan batasan, dukungan untuk mandiri, dukungan untuk berprestasi dan role model. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Kerangka teoritis dari penelitian didasarkan pada teori resiliensi dari Benard (2004), yang berlandaskan teori humanistik dari Maslow dan teori ekologi dari Bronfenbrenner. Subjek penelitian termasuk 10 remaja yang hidup dalam lingkungan beresiko di kelurahan Johar Baru, sebuah linkungan yang tergolong lingkungan miskin (sesuai ketentuan dari BPS, 2000), dan memiliki angka kriminalitas yang tinggi. Kesepuluh subjek tersebut disaring dari 34 remaja yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian Penyaringan subjek menggunakan alat ukur Slate Resilience Scale (Hiew, et.al, 2000), yang sebelumnya diuji-cobakan oleh peneliti. Subjek penelitian yang dipilih adalah subjek dalam kelompok resiliensi ekstzim tinggi dan ekstrim rendah sesuai skala tersebut. Analisis yang dilakukan mencakup analisis per subjek maupun analisis antar subjek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kondisi di mana seluruh aspek dari faktor protektif eksternal aktif bekerja selama perkembangan individu maka individu dapat mengatasi masalah-masalahnya dan aset internal pada individu berkembang dengan baik atau dapat diartikan bahwa tingkat resiliensi individu semakin baik. Sebaliknya, dalam kondisi di mana beberapa aspek dari faktor protektif ekternal kurang berkembang, masalah yang dihadapi oleh individu tidak teratasi. Hal ini mempengaruhi aset internal secara negatif. Dengan beberapa aset internal yang kurang berkembang, individu memiliki beberapa titik lemah yang dapat menjadi resiko dalam perkembangan selanjutnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfadilah
Abstrak :
Resiliensi bukanlah suatu hal yang bersifat magis (Masten, 2006) dan dapat dipelajari serta dikembangkan oleh setiap orang, meliputi tingkah laku, pikiran, dan tindakan (APA, 2004). Dalam penelitian ini, resiliensi didefinisikan sebagai proses dinamis individu dalam mengembangkan kemampuan diri untuk renghadapi, mengatasi, memperkuat, dan mentransformasikan pengalaman-pengalaman yang dialami pada situasi sulit menuju pencapaian adaptasi yang positif. Situasi sulit yang dimaksud tidak terbatas pada kesulitan yang luar biasa saja, seperti trauma akibat tindak kejahatan atau bencana alam, tetapi juga mencakup kesulitan yang ditemui ketika menghadapi tekanan dan tuntutan hid up sehari - hari. Individu dikatakan memiliki adaptasi yang positif jika dapat memenuhi harapan sosial yang dikaitkan dengan tahapan tugas perkembangan. Resiliensi akan lebih mudah untuk ditingkatkan jika dilihat sebagai fondasi dari pertumbuhan dan perkembangan (Grotberg, 2003). Fondasi resiliensi ini membentuk suatu paradigma yang mencakup tiga sumber resiliensi ketika individu menghadapi situasi sulit (Grotberg, 1999b), yaitu AKU PUNYA (I have), AKU ADALAH (I am), fondasi inisiatif dan AKU MAMPU (I can). Tiga komponen sumber resiliensi tersebut dapat membantu individu untuk menjadi resilien (dalam Grotberg, 1999b). Resiliensi pada anak berhubungan dengan sumber-sumber faktor pelindung dan peningkatan kesehatan yang mencakup kesempatan yang dimiliki oleh individu, hubungan kekerabatan keluarga yang erat, dan kesempatan individu dan orangtua dalam mendapatkan dukungan dari lingkungan niasyarakat (Mash, 2005). Shonkoff dan Meisels (2000) mengatakan bahwa resiliensi pada anak tidak dapat dipaksakan begitu saja meskipun orangtua sudah memberikan pola asuh yang baik. Masten (2005) berpendapat bahwa resiliensi dapat ditingkatkan melalui suatu program intervensi. Program intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini dapat mengarahkan subyek menuju pencapaian adaptasi yang positif dengan segala faktor resiko dan pelindung yang dimilikinya. Program intervensi tersebut berupa pelatihan keterampilan sosial. Penelitian ini merupakan action research dengan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran proses subyek dalam mengidentifikasi sumber-sumber resiliensi yang dimiliki subyek. Penelitian ini menggunakan satu orang subyek yang dipilih berdasarkan kesesuaian teori atau konstruk operasional, yakni yang memilki lima faktor resiko dan lima faktor pelindung. Subyek merupakan klien Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi UI yang berusia 8 tahun dan sekarang sedang duduk di kelas 3 SD. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi langsung, dan dokumen tertulis. Adapun tahapan persiapan penelitiannya meliputi persiapan program intervensi dan alat ukur. Sebelum pelatihan, peneliti membina rapport dan menjalin rasa percaya dengan subyek dalam dua kali pertemuan. Selanjutnya, pelatihan dilaksanakan dalam lima kali pertemuan. Hasil pelatihan menunjukkan bahwa subyek dapat dilatih untuk mengidentifikasi mengidentifikasi sumber-sumber resiliensi yang dimilikinya. Hal tersebut dapat dicapai melalui proses membentuk rasa percaya, mengidentifikasi perasaan da-i pikiran, gambaran situasi sulit, dan kemudian subyek bare dapat mengidentifikasi sumber-sumber resiliensi yang dimilikinya. Hasil penelitian tersebut disampaikan kepada ibu subyek sehingga kaiak ibu dapat membantu subyek untuk menggunakan sumber-sumber resiliensi yang dimilikinya. Dalam pertemuan tersebut peneliti memberikan saran praktis dan melakukan diskusi bersama ibu.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18099
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lany Kusbudiyanto
Abstrak :
Permasalahan siswa putus sekolah merupakan masalah pendidikan nasional yang masih terjadi di Indonesia. Fenomena tingkat siswa putus sekolah pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bekasi masih terbilang tinggi, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama, menganalisis perbandingan siswa putus sekolah dengan siswa yang aktif terhadap faktor demografi, karakteristik sekolah, sosio ekonomi keluarga dan ketahanan keluarga. Kedua, menganalisis berapa besar pengaruh atau peluang faktor demografi, karakteristik sekolah, sosio ekonomi keluarga dalam mempengaruhi tingkat siswa putus sekolah di Kota Bekasi. Ketiga, menghitung dan menganalisis indeks ketahanan keluarga di Kota Bekasi. Metode yang digunakan yaitu uji komparatif atau uji beda, uji regresi logistik dan analisis faktor. Hasil uji komparatif atau uji beda menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata atau signifikan antara siswa putus sekolah dengan siswa yang aktif jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bekasi pada variabel jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, usia, jenis sekolah, rasio guru dan murid, jurusan, pendapatan keluarga, pendidikan ibu dan ketahanan keluarga. Hasil uji regresi logistik menunjukan variabel yang mempunyai pengaruh atau peluang untuk terjadinya siswa putus sekolah dan besarnya peluang dilihat dari nilai odds ratio (OR) yaitu pada variabel jenis kelamin sebesar 0,512, jumlah anggota keluarga sebesar 3,048, usia sebesar 29,156, jenis sekolah sebesar 0,476, rasio guru dan murid sebesar 38,498, pendapatan keluarga sebesar 0,074 dan pendidikan ibu sebesar 0,493. Hasil perhitungan nilai indek ketahanan keluarga di Kota Bekasi yaitu sebesar 23,51, yang berarti indeks katahanan keluarga di Kota Bekasi masuk kedalam golongan C atau masuk kedalam kategori ketahanan keluaraga Cukup. Nilai indek ketahanan keluarga pada keluarga siswa putus sekolah sebesar 17,86 yang berarti masuk kedalam golongan D atau masuk kedalam kategori ketahanan keluarga Rendah sedangkan pada keluarga siswa yang aktif, indeks ketahanan keluarga sebesar 25,93 yang berarti masuk kedalam golongan C atau masuk kedalam kategori ketahanan keluarga Cukup. ......The issue of school drop-out is a problem of national educatioan that still happening in Indonesia. Due to many factors, this phenomenon also still high at vocational school level (Sekolah Menengah Kejuruan/SMK) in Bekasi City. This research aims to, first, analyze the comparison between school drop-out and schoolchild among all pupils against demographic factor, school characteristic, familys socio-economic, and family resilience. Second, analyze the magnitude of influence or opportunity of demographic factor, school characteristic, familys socio-economic in influencing school drop-out in Bekasi City. Third, count and analyze family resilience index in Bekasi City. The method used in this research are comparative analysis, logistic regression analysis, and factor analysis. The result from comparative analysis indicated there were significant difference between school drop-out and schoolchild on gender, number of family members, age, type of school, teacher and pupils ratio, majoring class, family income, mothers education and family resilience. The result from logistic regression analysis showed that the odds ratio (OR) against variables which influencing school drop-out are gender 0.512, the number of family members 3.048, age 29.156, type of school 0.476, teacher and pupils ratio 38.498, family income 0.074, and mothers education 0.493. The calculation result from family resilience index is 23.51, which means family resilience index in Bekasi City include in C Group or in other word categorized Cukup. Family resilience index in school drop-outs family is 17.86 that means D Group or categorized Rendah, while in schoolchild family is 25.93 that means C Group or categorized Cukup.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Aulia Rahma
Abstrak :
Di masa remaja, meningkatnya kebutuhan interaksi sosial membuat pengaruh kedekatan teman sebaya terhadap penyesuaian psikologis menjadi lebih dominan. Sejumlah penelitian meta analisis telah membuktikan adanya hubungan antara peer attachment dengan penyesuaian psikologis remaja. Akan tetapi mekanisme yang mendasari hubungan tersebut belum diketahui secara jelas. Attachment memiliki hubungan yang erat dengan resiliensi, sementara resiliensi telah terbukti memprediksi penyesuaian psikologis. Oleh karena itu secara teoritis, diasumsikan bahwa resiliensi mungkin berperan sebagai mediator dalam hubungan antara peer attachment dan penyesuaian psikologis pada remaja. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 377 remaja dengan rentang usia 12 sampai 18 tahun. Penyesuaian psikologis diukur dengan Brief Adjustment Scale (BASE-6), peer attachment diukur dengan Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA-Revisited), dan resiliensi diukur dengan Resiliency Scale for Children and Adolescents (RSCA) untuk mengukur resiliensi. Analisis mediasi menemukan bahwa sense of relatedness memediasi secara penuh hubungan peer attachment terhadap penyesuaian psikologis remaja. Sementara itu sense of mastery dan emotional reactivity memediasi secara parsial hubungan antara variabel prediktor dan outcome. Temuan ini mengindikasikan pentingnya resiliensi dalam meningkatkan penyesuaian psikologis remaja. ......In the context of adolescents’ development, peer attachment plays a significant role in psychological adjustment. Meta-analysis studies found a significant moderate correlation between peer attachment and adolescents’ psychological adjustment. The result indicating possibility of unknown mediating factors that could influence psychological adjustment in adolescents. Peer attachment has a strong correlation with resiliency, meanwhile, studies found that resiliency predicts psychological adjustment. Hence, it is assumed that resiliency might play a mediating role in the relationship between peer attachment and psychological adjustment. A total of 377 adolescents aged 12-18 years old participated in this research. The measurement instruments used are Brief Adjustment Scale (BASE-6) to assess psychological adjustment, Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA-Revisited) to measure peer attachment, and Resiliency Scale for Children and Adolescents (RSCA) to assess attributes of resiliency. Mediation analysis showed that resiliency that reflected by participant’s sense of relatedness fully mediated the relationship between peer attachment and psychological adjustment. Meanwhile, sense of mastery and emotional reactivity attributes of resiliency partially mediated the relationship. The result of this research emphasizes the importance of close peer relationship and resiliency in the means to increase adolescents’ psychological adjustment.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Oktadinata
Abstrak :
Baja SM570-TMC untuk aplikasi struktural membutuhkan kekuatan, ketangguhan, dan umur fatik tinggi. Namun pengelasan fusi pada baja ini dapat menyebabkan ketangguhan turun dan muncul tegangan sisa yang disinyalir sebagai salah satu penyebab kegagalan pada sambungan las. Beberapa hasil penelitian menunjukkan penambahan sedikit nikel dapat meningkatkan ketangguhan impak weld metal (WM) namun sifatnya kondisional sehingga masih perlu penelitian lebih lanjut. Disisi lain, untuk mengantisipasi kegagalan akibat tegangan sisa maka penting mendeteksi keberadaan tegangan sisa dan mengukur nilainya meskipun tidak mudah. Difraksi neutron adalah metode pengukuran tegangan sisa yang paling maju, namun teknik ini belum banyak dieksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh nikel terhadap struktur mikro, ketangguhan impak dan tegangan sisa pada hasil pengelasan multi-pass baja SM570-TMC. Metode pengelasan busur inti fluks (FCAW) dan kawat las mengandung nikel 0,4%, 1%, dan 1,5% digunakan untuk fabrikasi sampel las LNi-04, LNi-10 dan LNi-15. Struktur mikro diobservasi menggunakan mikroskop optik, scanning electron microscope (SEM), energy dispersive x-ray spectroscopy (EDS), dan electron probe micro analyzer (EPMA). Ketangguhan impak diuji pada temperatur 25 °C, 0 °C, dan -20 °C. Tegangan sisa di sekitar sambungan las diukur menggunakan teknik difraksi neutron di kedalaman 3 mm dan 8 mm pada tiga arah sumbu: normal, transversal dan longitudinal. Hasil pengamatan struktur mikro menunjukkan kehadiran acicular ferrite (AF) di LNi-10 lebih dominan dibandingkan LNi-04 dan LNi-15. AF ditemukan ternukleasi pada oksida kompleks yang tersusun atas Ti-Si-Al-Mn-Mg-O berukuran 1-2 μm. Keberadaan AF berperan menghasilkan ketangguhan impak tinggi pada sampel LNi-10. Ketangguhan impak LNi-04 sedikit lebih rendah dari LNi-10, sedangkan ketangguhan impak LNi-15 paling rendah karena sedikitnya AF dan segregasi mikro. Hasil pengukuran tegangan sisa pada LNi-10 dan LNi-04 menunjukkan tegangan sisa di WM LNi-10 lebih tinggi daripada LNi-04. Penambahan nikel hingga 1% di WM meningkatkan kekuatan dan ketangguhan, namun tegangan sisa naik karena meningkatnya solid solution strengthening. Kedua sampel LNi-04 and LNi-10 menunjukkan tegangan sisa longitudinal lebih tinggi dibandingkan normal dan transversal. Tegangan sisa longitudinal maksimum LNi-10 ditemukan di WM, sementara pada LNi-04 terdeteksi di HAZ. Tegangan sisa longitudinal pada kedalaman 8 mm dari permukaan lebih rendah dibandingkan pada kedalaman 3 mm karena efek tempering dari pengelasan multi-pass. Dengan demikian, tegangan sisa kritis terdapat di dekat permukaan atas WM dan HAZ pada arah longitudinal. ......SM570-TMC steel for structural application needs excellent impact toughness, strength and fatigue life. However, fusion welding on this steel may affect to decrease impact toughness and initiate residual stresses which contribute to the failure of welded joints. Based on reports from the earlier studies, the toughness of weld metal (WM) can be improved by adding small amount of nickel, but it’s conditionally so that further investigation still required. On the other hand, the residual stress and its value need to be detected in regard to anticipate the failure, however it’s not easy. Neutron diffraction is the advance method for residual stress measurement, but this technique is not much to be explored. The purpose of this study is to evaluate effect of nickel on the microstructure, impact toughness and residual stresses of the multi-pass welding of SM570-TMC steel. The flux-cored arc welding (FCAW) and wires containing 0.4%, 1% and 1.5% Ni were employed to fabricate the welded samples of LNi-04, LNi-10, and LNi-15. Microstructure was observed using optical microscopy, scanning electron microscope (SEM), energy dispersive x-ray spectroscopy (EDS), and electron probe micro analyzer (EPMA). Impact toughness was measured at temperature of 25 °C, 0 °C, and -20 °C. The residual stresses around welded joint were measured using neutron diffraction technique at 3 mm and 8 mm depth and three directions: normal, transverse, and longitudinal. Microstructure observation results showed the acicular ferrite (AF) was much found in LNi-10 compared to LNi-04 and LNi-15. AF was nucleated at complex oxydes which consist of Ti-Si-Al-Mn-Mg-O with diameter of 1-2 μm. Impact toughness of LNi-10 is superior to the other as AF present. Impact toughness of LNi-04 is a bit lower than LNi-10, however impact toughness of LNi-15 is the lowest due to less AF and microsegregation present. Residual stress measurement result at LNi-04 and LNi-10 revealed residual stresss of WM at LNi-10 was higher than LNi-04. It seems that 1% of nickel addition in WM has increased strength and toughness, but the residual stress was also increased as effect of solid solution strengthening. Both LNi-04 and LNi-10 demonstrated the longitudinal residual stress was higher than normal and transverse. Maximum longitudinal residual stress of LNi-10 was found in WM, while maximum longitudinal residual stress of LNi-04 was detected in HAZ. Longitudinal residual stresses at 8 mm depth were lower than 3 mm depth due to tempering effect of multi-pass welding. It can be concluded that critical residual stresses were around WM and HAZ near top surface at longitudinal direction.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatu Anggraeni
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian menenai profil trait pengusaha Multi Level Marketing di Jakarta bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan profil trait self confidence, originality, people oriented, task oriented, risk taking dan future oriented pada pengusaha Multi Level Marketing di Jakarta dengan dikaitkan pada faktor-faktor yang berperan di dalam trait pengusaha yakni jenis kelamin, usia, status marital, pendidikan. Di samping itu diteliti pula bagaimana trait yang menonjol pada pengusaha (atau dikenal dengan sebutan distributor) Multi Level Marketing yang sukses, dan bagaimana tipe pengusaha para distributor Multi Level Marketing di Jakarta berdasarkan trait task oriented. Penelitian dilakukan atas dasar pentingnya mengetahui trait bagi pengusaha maupun calon pengusaha khususnya distributor Multi Level Marketing, sehingga diharapkan mereka dapat melakukan perubahan-perubahan yang positif-konstruktif dengan memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya untuk meraih sukses. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif berdasarkan teori dan alat yang dibuat oleh Technology Development Center yang berpusat di EAST WEST INSTITUTE, Honolulu Hawaii. Di samping itu penelitian ini juga membahas teori dari Robert Dougal (1986) dan beberapa hasil penelitian yang memiliki relevansi dengan area penelitian ini. Hasilnya secara umum memperlihatkan 88.89% hipotesa null diterima yaitu, tidak terdapat perbedaan trait pengusaha yang signifikan pada Level Of Significance .05 pada distributor Multi Level Marketing di Jakarta dalam kaitannya dengan aspek jenis kelamin, usia, status marital, pendidikan. Sisanya adalah 11.11% hipotesa null yang ditolak, yaitu terdapat perbedaan trait pengusaha yang signifikan pada Level Of Significance .05 pada distributor Multi Level Marketing di Jakarta dalam kaitannya dengan aspek jenis kelamin, usia, status marital, pendidikan. Tetapi dapat diambil sebuah generalisasi bahwa dalam tiap faktor yang berperan dalam trait pengusaha terdapat urutan trait yang sering ditemui yaitu people oriented, task oriented, hsk taking, future oriented, self confidence, dan yang terakhir adalah originality. Selain itu urutan tipe pengusaha yang dominan pada distributor Multi Level Marketing di Jakarta adalah pragmatist, need achiever dan yang terakhir adalah managerial. Sedangkan urutan trait yang menonjol pada distributor Multi Level Marketing di Jakarta yang sukses adalah people oriented, kemudian task oriented, risk taking, future oriented, self confidence, dan yang terakhir adalah originality. Saran-saran yang diajukan untuk peningkatan faktor metodologis berupa hal-hal yang perlu dipertimbangkan agar di kemudian hari penelitian yang relevan bisa lebih sempurna. Juga saran mengenai area yang dapat dieskplorasi lebih jauh dari penelitian ini untuk diteliti selanjutnya di masa yang akan datang.
2001
S3067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eny Rahayu
Abstrak :
Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan pelaksanaan strategi kesantunan oleh tokoh utama wanita melalui kajian pragmatik merupakan hal penting sebagai upaya untuk membangun relasi dengan pihak lain. Dengan menggunakan metode kualitatif, skripsi ini berfokus pada pemilihan tuturan dalam beberapa dialog dari pemeran utama wanita, Elizabeth dalam film Elizabeth: in the Golden Age. Teori FTA (Aksi Pengancaman Muka) dari Brown & Levinson (1987) dengan bentuk strategi kesantunan baik kesantunan positif maupun kesantunan negatif dan konsep power in discourse oleh Fairclough (1989) digunakan untuk membantu menganalisis pemilihan strategi kesantunan dengan tiga hal yang berusaha dijelaskan dalam penelitian ini: (1) penerapan bentuk strategi kesantunan oleh tokoh utama dalam berkomunikasi, (2) bentuk strategi kesantunan yang paling banyak digunakan oleh tokoh utama dalam berkomunikasi dengan tokoh lainnya, (3) faktor dan variabel yang mempengaruhi tokoh utama dalam memilih strategi kesantunan ketika berkomunikasi. Dengan hasil penelitian menunjukkan bentuk strategi kesantunan negatif paling banyak digunakan oleh tokoh utama yang dipengaruhi oleh status, konteks, situasi dan relasi kuasa antar peserta tutur yang terlibat dalam komunikasi. ......This research provides that the selections of politeness strategies by the main female character through pragmatics analysis consider as essential points in maintaining the construction of relationship to other parties. Through qualitative method, this paper focuses on utterances’ selection in some conversations of main female character, Elizabeth in the movie Elizabeth: in the Golden Age. Theory of Brown & Levinson (1987) in FTAs (Face Threatening Acts) with the emphasize of positive and negative politeness and the concept of power in discourse by Fairclough (1987) is adopted to analyze the selections of politeness strategies with three major points that attempt to propose in this paper: (1) the implementation politeness strategies by the main female character in communication (2) the most politeness strategy that is used by main female character when communicate to other characters (3) the influences of some factors and variables in selecting politeness strategies in communication. It is concluded that the main female character choose negative politeness under the influences of social status, context, setting and power relation among participants who are involed in communication.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S45319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurulhuda Annisa
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dimensi trait kepribadian dan state of anxiety pada wanita dengan endometriosis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 26 orang wanita yang sudah diberikan diagnosis oleh dokter ahli kebidanan dan ginekologi terkena endometriosis dengan rentang usia 20-45 tahun. Penelitian menggunakan alat ukur NEO-PI yang dikembangkan oleh McCrae dan Costa dan telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh Sholiha (2010) untuk mengukur trait kepribadian. Lalu, penelitian ini juga menggunakan STAI form Y-1 untuk mengukur state of anxiety dengan melakukan adaptasi terlebih dahulu kepada penderita penyakit kronis di Indonesia oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara trait kepribadian dan state of anxiety pada wanita penderita endometriosis. Meskipun demikian, penelitian ini menunjukkan arah hubungan yang positif antara neuroticism dan state of anxiety sedangkan extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness menunjukkan arah hubungan yang negatif dengan state of anxiety. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan endometriosis memiliki state of anxiety yang tinggi. ......The research was conducted to see the relationship between dimension of personality trait and state of anxiety among women with endometriosis. This research is using quantitave approach. The participants in this research were 26 women who had been diagnosed with endometriosis by a doctor of obstetric and gynecology, aged 20-45 years old. The NEO-PI instrument that has been adapted by Sholiha (2010) was used to measure the personality trait. Also, the STAI form Y-1 was used to measure the state anxiety that has been adapted first by the researcher on patient with chronic illnesses. The result showed that there are no significant correlation between personality trait and state of anxiety among women with endometriosis. Another result showed that there is a positive relationship between neuroticism and state of anxiety. Meanwhile, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness showed a negative relationship with state of anxiety. The result also showed that women with endometriosis have a high state of anxiety.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S44509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>