Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Kantor Penerangan PBB, [date of publication not identified]
R 341.552 Mah
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Komisi yudisial republik Indonesia,
340 KOY
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Daud Ali
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002
297.4 MOH h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Australia: Crawford School of Economics and Government, 2008
AUI
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Defid Tri Rizky
"Sistem pembalikan beban pembuktian sebagaimana yang diatur dalam undang-undang tindak pidana korupsi merupakan suatu penyimpangan tentang sistem pembebanan pembuktian sebagaimana yang telah diatur dalam KUHAP dan sistem pembalikan beban pembuktian ini belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh penegak hukum.
Dalam penulisan tesis ini terdapat tiga permasalahan yang dikaji yaitu : bagaimana pengaturan tentang sistem pembalikan beban pembuktian tindak pidana korupsi menurut ketentuan yang berlaku di Indonesia dan apakah yang menjadi hambatan dan kendala dalam penerapan sistem pembalikan beban pembuktian pada tindak pidana korupsi serta bagaimana seharusnya pengaturan sistem pembalikan beban pembuktian dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi agar dapat diterapkan secara optimal.
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian yuridis normatif dan dalam pengolahan dan analisis data penelitian ini menggunakan metode yang bersifat kualitatif deskriptif dengan menguraikan persoalan dan fakta-fakta secara tertulis dari bahan kepustakaan dan akan dianalisa yang pada akhirnya akan ditarik sebuah kesimpulan dan didukung oleh penelitian lapangan sebagai penunjang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pembalikan beban pembuktian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 B ayat (1) huruf a, Pasal 37 A dan Pasal 38 B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum pernah diterapkan dalam penanganan tindak pidana korupsi dikarenakan terdapatnya kesalahan rumusan norma pembalikan beban pembuktian sebagaimana yang termuat dalam Pasal 12 B sehingga rumusan tersebut meniadakan norma pembalikan beban pembuktian. Kemudian masih terdapatnya perbedaan persepsi antara penegak hukum terkait dengan konsep pembalikan beban pembuktian dan makna terhadap harta benda terdakwa yang belum didakwakan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 38 B. Tidak adanya aturan yang jelas tentang proses beracara dalam penerapan sistem pembalikan beban pembuktian membuat penegak hukum raguragu untuk menerapkan sistem ini. Oleh karena itu disarankan agar pembentuk undang-undang tindak pidana korupsi segera merevisi norma pembalikan beban pembuktian sebagaimana yang termuat UU No. 20 tahun 2001 serta mengatur secara jelas mengenai petunjuk teknis/operasional dalam penerapan sistem pembalikan beban pembuktian tersebut.

The reversal of the burden of proof system as stipulated in Law No. 31 of 1999 Jo Act No. 20 of 2001 on corruption is a deviation of the loading system of proof as set out in the Code of Criminal Procedure (KUHAP) and the burden of proof reversal system has yet to be implemented optimally by law enforcement.
In writing this thesis there are three issues that were examined are: how to setup a reversal of the burden of proof on the system of corruption according to the provisions in force in Indonesia and what are the barriers and obstacles in the application of the reversal of the burden of proof in corruption cases as well as How should the reversal of burden of proof system arrangement within the Criminal law can be applied to Corruption optimally.
This research uses the juridical normative and research methodologies in the processing and analysis of data using a method that is both qualitative descriptive with outlines the issues and facts, in writing, from the material library and will be analyzed that will ultimately be drawn a conclusion with supported by research field as an ancillary.
The results showed that the reversal of the burden of proof system as set forth in of Article 12 B paragraph (1) letter a, Article 37 A and Article 38B of Law No. 20 of 2001 on amendment of Law No. 31 of 1999 on the Eradication of Corruption has never been applied in the handling of corruption due to the presence of error norm formulation as the reversal of the burden of proof as contained in Article 12 B so that the formulation of the norm eliminate the reversal of the burden of proof. Later still the presence of differences in perception between law enforcement related to the reversal of the burden of proof concept and meaning to the defendant's property that has not been charged as provided in Article 38 B. The absences of clear rules on proceedings in the application of the reversal of the burden of proof create hesitant for law enforcement agencies to implement this system. It is therefore recommended that the legislators of corruption revise the norms of reversal of the burden of proof which contained on Law No. 20 of 2001 and set a clear technical guidelines / operational in the application of the reversal of the burden of proof.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30695
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Susanti
"Sistem pidana denda pada hakikatnya mencakup keseluruhan perundang-undangan yang mengatur bagaimana pidana denda itu ditegakkan atau dioperasionalkan atau difungsikan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi pidana (denda). Sistem pidana denda erat kaitannya dengan pemberian kewenangan atau kebebasan kepada jaksa dan hakim untuk mengoperasionalkan pidana denda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam penerapan pidana denda terhadap tindak pidana yang melanggar KUHP dan Undang-Undang Pidana Khusus yang ancaman pidana dendanya dirumuskan secara alternatif maupun gabungan (alternatifkumulatif), kemudian mengkaitkannya dengan Rancangan KUHP. Pendekatan yang digunakan menitikberatkan pada penelitian yuridis normatif yang ditunjang dengan penelitian lapangan. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pembahasan dalam tulisan ini bertitik tolak pada penerapan pidana denda di dalam KUHP dan Undang - Undang Pidana Khusus guna mengetahui kendala dalam upaya penerapan pidana denda saat ini kemudian dikaitkan dengan Rancangan KUHP untuk menemukan pemecahan terhadap kendala tersebut sehingga sistem pidana denda di dalam KUHP mendatang benar-benar dapat diterapkan secara optimal.
Hasil penelitian menunjukkan kebijakan pidana denda di dalam KUHP sudah ketinggalan jaman serta tidak memberi kebebasan kepada hakim untuk menetapkan batas waktu pembayaran denda dan cara pelaksanaan pidana denda. Sedangkan terhadap ancaman pidana denda pada Undang-Undang di luar KUHP meskipun jumlah ancaman pidana denda relatif tinggi tetapi jaksa maupun hakim cenderung untuk menuntut maupun menjatuhkan putusan berupa pidana penjara dikarenakan minimnya pengaturan mengenai pelaksanaan pidana denda. Dengan demikian dalam rangka optimalisasi penerapan pidana denda yang akan datang diperlukan pengaturan teknis pelaksanaan pidana denda yang jelas dan tegas. Untuk itu, dalam rangka reorientasi dan reformulasi sistem pidana denda di dalam KUHP yang akan datang perlu adanya kriteria/ukuran/standar sebagai dasar pengambilan kebijakan yang berupa tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan. Adanya tujuan dan pedoman pemidanaan diharapkan mampu mengefektifkan pidana denda dalam penyelesaian tindak pidana.

The system of criminal fines in fact covers the entirety of the legislation that governs how criminal fines were upheld or operationalized or functioned concretely so someone sentenced to criminal (fines). The system of criminal fines are intimately connected with the awarding authority or freedom to prosecutors and judges to operationalize the criminal fines. This research aims to find out the obstacles encountered in the application of criminal penalties against criminal acts in violation of the criminal code and the Special Criminal legislation the criminal threat formulated late fee or alternately merge (alternative-cumulative), then correlate it with the draft criminal code. The approach used focuses on research that is supported with the juridical normative research field. Data sources used are primary data and secondary data. The discussion in this paper is the starting point on the application of criminal penalties in the criminal code and the Special Criminal legislation in order to know the constraints in a bid application of criminal fines currently then associated with the draft of the criminal code in order to find solutions to these barriers so that the system of criminal fines in criminal code this coming actually could be implemented optimally.
The results showed the criminal policy on fines in the criminal code are outdated and do not give freedom to the judge to set a deadline for payment of the fine and the way the implementation of criminal fines. While the threat of fines in criminal law outside the criminal code even though the number of criminal threats of fines is relatively high but the Prosecutor and judges tend to demand as well as dropping the verdict of imprisonment due to the lack of arrangements on the implementation of criminal fines. Thus in order to optimize the application of criminal fines coming necessary technical arrangements implementing criminal fines are clear and unequivocal. To that end, in order to reorient and criminal fines in reformulating my system in the criminal code that would come to existence of criteria/size/standard as the basis for policy making purposes in the form of punishment and punishment guidelines. The objectives and guidelines of punishment expected to streamline criminal fines in solving the crime.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30698
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover