Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suhud Prabowo Mukti
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana Tindak Pidana Khusus. Pasal 14 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatur mengenai hak-hak narapidana dan syarat pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan mendelegasikan pengaturan lebih lanjut tentang itu dalam PP. Pelaksanaan hak-hak narapidana berupa remisi dan pembebasan bersyarat diatur lebih lanjut dalam PP No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi. kejahatan HAM berat, dan kejahatan transnasional terorganisir, yang diklasifikasikan dalam PP ini sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Pengaturan tersebut tidak sejalan dengan tujuan sistem Sistem Pemasyarakatan, dan pengaturan tersebut berbeda materi muatan dengan peraturan diatasnya yaitu UU No. 12 Tahun 1995 yang tidak membedakan pemberian remisis dan pembesan bersyarat antara narapidana tindak pidana umum dan tidak pidana khusus. Perbedaan perlakuan dalam PP No. 99 Tahun 2012 terhadap narapidana tindak pidana khusus atas haknya untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat atas dasar untuk memenuhi keadilan masyarakat adalah bentuk diskriminasi. Temuan penulis adalah, pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 kurang menekankan pada pembinaan yang merupakan program lembaga pemasyarakatan, sehingga pengetatan pemberian remisis dan pembebasan bersyarat lebih kepada pembalasan dendam kepada warga binaan pemasyarakat (WBP) dengan kasus extra ordinary crime. Kedua, adalah adanya upaya penghukuman terhadap narapidana oleh pemerintah, dan ketiga, adalah adanya suatu bentuk diskriminasi terhadap WBP dengan kasus extra ordinary crime yang keseluruhan nilai yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah 99 Tahun 2012 tersebut adalah telah melanggar asas-asas Pemasyarakatan, Hak Asasi Manusia dan tentunya hal tersebut tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu peraturan yang lebih tinggi diatasnya. ......This study analyzes the granting of remission and parole for inmates Special Crimes . Article 14 paragraph ( 1 ) of Act Number 12 of 1995 concerning Corrections governing the rights of prisoners and conditions of exercise of prisoners delegate more about the settings in government regulations . Implementation of the rights of prisoners in the form of remission and parole further stipulated in Regulation No.99 of 2012 on the Second Amendment Governemnt Regulations Number 32 of 1999 on the Terms and Procedures for Implementation of the Rights of prisoners were set tightening granting remission and parole for inmates terrorism , narcotics , corruption. serious crimes and transnational organized crime , which is classified as a crime in this Government Regulations extraordinary ( extraordinary crime ) . Such arrangements are not in line with the objective system Correctional System , and the different settings substance of the rules above , namely Law No. 12 of 1995 which does not distinguish granting conditional remisis pembesan between inmates and the general crime and criminal not special . Differences in the treatment of Government Regulation 99 of 2012, to convict a criminal act specifically on the right to get remission and parole on the basis to meet the community justice is a form of discrimination . The findings of the authors is , first , the Government Regulation No. 99 of 2012 is less emphasis on the development of a program of correctional institutions , thus tightening granting parole remisis and more to revenge the correctional prisoners in the case of extraordinary crime . Second , is the effort punishment of prisoners by the government , and the third , is the existence of a form of discrimination against prisoners with extraordinary crime cases that the overall value contained in the Government Decree 99 of 2012 is to have violated the principles of Corrections , Human Rights and of course it is not in accordance with the principles of the formation of legislation that higher regulations thereon .
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarinah
Abstrak :
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan support system keluarga pada klien anak berstatus pembebasan bersyarat yang menjalani bimbingan pemasyarakatan, untuk mengetahui bagaimana proses bimbingan pemasyarakatan dan faktor pendukung serta penghambat dalam proses bimbingan pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas I Jakarta Selatan. Penelitian ini sangat penting dan menarik untuk dilakukan karena secara khusus menjelaskan peran keluarga sebagai support system dalam bimbingan pemasyarakatan dan pemenuhan HAM generasi kedua, yang hampir tidak ditemukan dalam penelitian lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Teknik pengumpulan data meliputi studi literatur, dokumentasi, wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga sebagai support system belum menunjukkan hasil yang optimal, karena adanya ketidakkonsistenan keluarga dalam mendukung klien anak. Bimbingan yang didapat berupa bimbingan kepribadian terutama keagamaan dan bimbingan kemandirian kurang diminati oleh klien anak. Selama menjalani bimbingan, klien anak masih mendapatkan tindakan diskriminasi berupa cemoohan, pengucilan dan ancaman dari pihak keluarga korban sehingga mengganggu pada pemenuhan hak anak yang berkaitan dengan HAM generasi kedua terutama hak sosial. Melihat situasi ini perlu ada perhatian dari semua pihak khususnya keluarga dan pembimbing kemasyarakatan dalam menangani situasi ini.


ABSTRACT

 


This study aimed to describe the role of the family as a support system on clients of parole status who undergo the correctional guidance, to find out how the correctional guidance process and supporting and inhibiting factors in the penal guidance process at the Correctional Center Class I in South Jakarta. This research is very important and interesting to be conducted because it specifically explains the role of the family as a support system in correctional guidance and fulfilment of the second generation human rights, which is hardly found in other research. This study uses a qualitative approach with a descriptive design. Data gathering techniques include literature and documentary search, in-depth interviews and observations. The results showed that the role of the family as a support system had not shown optimal results, due to the inconsistency of the family in supporting child clients. Guidance obtained in the form of personality guidance especially religious and independence guidance is less attractive to child clients. While undergoing guidance, child clients still get discrimination in the form of ridicule, exclusion, and threats from the families of victims so that it disrupts the fulfillment of children's rights relating to second-generation human rights, especially social rights. Finally, this research study suggests that all parties especially the family and community guide in handling this situation.

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library