Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mardiana
Abstrak :
Pernikahan poligami merupakan pernikahan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu perempuan. Dalam agama Islam, seorang pria yang berpoligami harus berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Untuk melakukan poligami yang benar (sesuai ajaran Isalam) bukanlah hal yang mudah karena akan timbul masalah-masalah, di antaranya pertengkaran antara istri-istri, anak-anak yang terlantar, kesulitan dalam berlaku adil terhadap semua anak dan istn, dan lain-lain. Masalah-masalah ini dapat mempengaruhi suami atau ayah dalam menjalankan perannya di keluarga. Penelitian ini berfokus pada istri pertama dan anaknya. Dimana istri pertama adalah istri yang terdahulu dinikahi sehingga ia adalah orang yang pertama kali merasa dimadu (diduakan). Masalah-masalah yang timbul dalam keluarga tentunya akan berdampak pada seluruh anggota keluarga. Lalu bagaimanakah nasib istri pertama yang diduakan dan anak-anaknya. Seorang istri akan merasa trauma jika teijadi poligami (Soewondo, 2001). Sementara itu, anak sebagai pihak yang tidak dapat menolak keputusan ibu untuk mau dimadu, biasanya merasa terpaksa menerima semua itu. Ibu dan ayah kemungkinan menghadapi berbagai masalah sehingga menganggu pelaksanaan peran mereka, terutama yang ditujukan pada anak-anak. Anak-anak akan terpengaruh oleh kondisi keluarga yang seperti itu. Istri pertama dan anaknya harus menyesuaikan diri dengan keadaan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan yang membuat seorang istri mau dimadu; masalah-masalah yang hadapi oleh istri pertama dan anaknya; serta penyesuaian dan diri mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif agar didapatkan data-data yang bersifat mendalam sehingga dapat diketahui apa yang mereka rasakan secara menyeluruh. Dari penelitian ini diketahui bahwa alasan-alasan seorang istri mau dimadu adalah karena ketergantungan pada suami, kesejahteraan pribadi, pandangan konvensional tentang pernikahan dan status pentingnya bapak bagi anak, ketergantungan emosi, menjaga nama baik keluarga, dan adanya harapan perubahan perilaku pada diri suami. Masalah-masalah yang dihadapi oleh istri pertama adalah masalah keuangan, hubungan dengan istri muda, hubungan dengan anak, gangguan dalam menjalankan peran sebagai ibu, perasaan tidak nyaman, dan masalah keadilan. Sedangkan masalah anak adalah adanya perasaan sedih dan kecewa karena bapak menikah lagi, timbulnya perilaku destruktif, rasa malu, hubungan yang tidak sehat dengan ibu tiri, turunnya konsentrasi dan semangat dalam mengembangkan diri, dan masalah keuangan. Sementara itu, dalam hal penyesuaian diri, tiga subyek ibu dapat menyesuikan diri secara aktif, sedangkan satu subyek menyesuaikan diri secara pasif. Sementara itu, tiga subyek anak menyesuaikan diri secara aktif, dan membawa mereka pada aktualisasi diri. Sedangkan satu subyek anak merasa tidak berdaya dalam menghadapi semua ini (penyesuaian diri pasif). Dari ibu yang dekat dengan anaknya memperlihatkan penyesuaian diri yang lebih baik daripada yang tidak dekat dengan anak.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atiek Nur Hidayati
Abstrak :
Penelitian ini bermaksud mengetahui dan memahami mediasi seperti apa yang diterapkan oleh orangtua pada anak pengguna gadget. Teori Mediasi Orangtua digunakan untuk melihat bagaimana orangtua menerapkan mediasi aktif, restriktif dan co-viewing pada anak pengguna gadget. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan paradigma postpositivisme. Wawancara mendalam dilakukan pada orangtua dari anak umur 3-5 tahun yang tinggal di daerah perkotaan. Terkait dengan teori, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa media yang paling sering di konsumsi anak setelah televisi adalah gadget. Hal ini terkait dengan kondisi sosial budaya serta status ekonomi masyarakat perkotaan. Dalam penerapan strategi mediasi pada anak pengguna gadget, orangtua melakukan kombinasi dari mediasi aktif, restriktif dan co-viewing yang ditentukan oleh perhatian utama orangtua (parental concern). Selain itu, ditemukan juga mediasi participatory learning dimana anak dan orangtua belajar bersama mengenai konten media yang ada dalam gadget
ABSTRACT
This study is to find and understand what mediation adopted by parents in children gadget users. Parental Mediation Theory used to see how parents implement active mediation, restrictive and co-viewing in children gadget users. This study is a qualitative research with a postpositivism paradigm. In-depth interviews were conducted with parents of children aged 3-5 years who live in urban areas. Associated with the theory, the results of this study indicate that the media most often in children after television consumption is gadgets. It is related to the socio-cultural conditions and economic status of urban communities. In the application of mediation strategies in children gadget users, parents do a combination of active mediation, restrictive and co-viewing is determined by the primary concern of parents (parental concern). In addition there are also mediating participatory learning where children and parents learn together about the existing media content in the gadget.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estrilla Widya Patrichia
Abstrak :
Orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu perlu melakukan kerja sama untuk memberikan pengasuhan yang optimal dalam mendukung perkembangan anak. Namun demikian, ayah pada sebagian besar keluarga Indonesia masih kurang terlibat dibandingkan ibu dalam kegiatan pengasuhan anak. Sebuah program intervensi diajukan untuk meningkatkan keterlibatan ayah dalam kegiatan pengasuhan anak. Tesis ini membahas tentang program intervensi yang disebut READY (Reading with Daddy) dengan landasan teori intervensi three-steps model dari Kurt Lewin. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain uji beda dua kelompok sebelum dan sesudah intervensi yang dilakukan pada dua TK di Kota Bengkulu. Hasil penelitian menggunakan uji Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada peringkat skor rata-rata keterlibatan ayah antara kelompok eksperimen dan kontrol yaitu 0,101 (p > 0,05). Skor keterlibatan ayah kelompok eksperimen juga terbukti tidak mengalami perubahan signifikan berdasarkan uji Kruskal Wallis yaitu 0,089 (p > 0,05). Analisis kualitatif dilakukan melalui kegiatan wawancara terhadap peserta kelompok eksperimen untuk mengetahui perubahan yang terjadi terhadap perilaku keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak. Hasil analisis kualitatif menggambarkan adanya perubahan positif yang dirasakan oleh ibu terhadap perilaku keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Hal ini membuktikan bahwa program READY efektif untuk meningkatkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak melalui kegiatan membaca bersama, meskipun hasil uji kuantitatif tidak signifikan dikarenakan oleh beberapa faktor seperti kendala waktu dan sampel penelitian yang jumlahnya terbatas. ......Parents, consisting of fathers and mothers, need to work together to provide optimal care when supporting children's development. However, fathers in most Indonesian families are still less involved than mothers in childcare activities. A father intervention program was proposed to increase father involvement in childcare activities. This thesis discusses an intervention program called READY (Reading with Daddy) based on Kurt Lewin's three-step model of intervention theory. This research is a study with a different test design of two groups before and after the intervention, which was carried out in two kindergartens in Bengkulu City. The results of the study using the Mann Whitney test showed that there was no significant difference in the average father involvement score between the experimental and control groups, namely 0.101 (p > 0.05). The experimental group's father involvement score also proved to have no significant change based on the Kruskal-Wallis test, namely 0.089 (p > 0.05). Interviews with experimental group participants were used to conduct qualitative analysis to determine changes in fathers' involvement in child rearing behavior. The results of the qualitative analysis describe positive changes felt by the mother towards the father's involvement in parenting behavior. This proves that the READY program is effective for increasing father involvement in childcare through reading together, although the results of the quantitative test were not significant due to several factors, such as time constraints and the limited number of research samples.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Phebe Anggita
Abstrak :
ABSTRAK
Keterampilan pijat telah diketahui sebelum berkembangnya dunia farmasi yakni sejak tahun 1800 SM. Pijat bayi kini mulai berkembang karena diketahui memiliki banyak efek positif diantaranya peningkatan kenaikan berat badan, menurunkan lama waktu perawatan bayi di rumah sakit, dan meningkatkan kelekatan antara bayi dan pemijat. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menganalisis hubungan faktor sosiodemografi terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai pijat bayi. Jenis penelitian yang dilakukan adalah potong lintang cross sectional dengan data primer yang didapatkan dari kuesioner yang telah divalidasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 48 subjek 50,5 berusia lebih dari 30 tahun, 47 subjek 49,5 menamatkan bangku Sekolah Menengah Atas/Kejuruan SMA/SMK , 87 subjek 91,6 tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, sebanyak 65 subjek 68,4 memiliki penghasilan keluarga dibawah Rp3.100.000,00 setiap bulannya, 67 subjek 70,5 memiliki setidaknya dua orang anak, dan sebanyak 78 subjek 82,1 dalam penelitian ini merupakan orang tua bayi. Subjek dengan pengetahuan baik sebanyak 86 orang 90,5 dengan tingkat pengetahuan baik, 87 orang 91,6 dengan tingkat sikap baik, dan sebanyak 58 orang 65,2 dengan tingkat perilaku baik mengenai pijat bayi. Hasil uji hipotesis chi-square didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan p = 0,033 , relasi subjek dengan bayi p = 0,008 , dan usia terhadap sikap subjek p = 0,027 . Namun, untuk faktor sosiodemografi lain tidak ditemukan hubungan yang signifikan. Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi, tetapi juga faktor interaksi subjek dengan lingkungan.Kata kunci: pijat bayi, pengetahuan, sikap, perilaku, sosiodemografi
ABSTRACT
Massage has been known before pharmacies were developed since 1800 BC. Nowadays, infant massage has been well known because of its positive effects which are increasing weight on infant, decreasing time of treatment in hospital, and increasing attachment between infant and the massager. Therefore, this study is determined to analyze the association between sociodemographic factors and level of mother rsquo s knowledge, attitude, and practice regarding infant massage. This is a cross sectional study with primary data taken from validated questionnaire. This study shows that 48 subjects 50.5 aged 30 years old and above, 47 subjects 49.5 had finished their senior high school, 87 subjects 91.6 were housewife, 65 subjects 68.4 had family income below 3,100,000 rupiah each month, and 78 subjects 82.1 are parents from the infant. Moreover, 86 subjects 90.5 had good knowledge about infant massage, 87 subjects 91.6 had good attitude towards infant massage, and 58 subjects 65.2 had good practice regarding infant massage. Statistical analyze chi square shows significant relation between level of education to level of knowledge p 0.033 , relation with the infant p 0.008 , and age to level of attitude p 0.027 . However, there is no significant relation for the other sociodemographic factors. Level of mother rsquo s knowledge, attitude, and practice is not only affected by sociodemographic factors but also interaction factor between subject and environment.Keywords infant massage, knowledge, attitude, practice, sociodemographic
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aini Sukma Hasana
Abstrak :
Berdasarkan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa fungsi keluarga merupakan faktor pelindung dalam kemampuan sosial emosional anak tunarungu dan tuna netra dengan tanda-tanda kecacatan. Namun, belum ada penelitian yang melihat hubungan antara fungsi keluarga dan kemampuan sosial emosional anak dengan disabilitas intelektual ringan di sekolah dasar. Anak-anak dengan disabilitas intelektual ringan mengalami keterlambatan dalam kemampuan sosial emosional mereka. Ciri-ciri tersebut berbeda dengan anak penyandang disabilitas sensorimotor pada penelitian sebelumnya. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara fungsi keluarga dengan kemampuan sosial emosional anak tunagrahita ringan di sekolah dasar. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 90 ibu dan 13 ayah yang memiliki anak tunagrahita ringan yang duduk di bangku sekolah dasar, diketahui ada hubungan yang positif antara fungsi keluarga dengan kemampuan sosial emosional anak. Hasil penelitian nantinya dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan program intervensi. ...... Based on previous research, it was found that family function is a protective factor in the social emotional abilities of deaf and blind children with signs of disability. However, no studies have looked at the relationship between family function and social emotional abilities of children with mild intellectual disabilities in primary schools. Children with mild intellectual disabilities experience delays in their social-emotional abilities. These characteristics differ from children with sensorimotor disabilities in previous studies. For this reason, this study aims to see the relationship between family function and the social emotional abilities of children with mild mental retardation in elementary school. Based on the results of research on 90 mothers and 13 fathers who have mild mentally retarded children who are in elementary school, it is known that there is a positive relationship between family function and children's social emotional abilities. The results of the research can later be used as a basis for developing intervention programs.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Maria Herdyana
Abstrak :
Kesepian merupakan salah satu masalah yang terjadi di masa remaja dan memiliki dampak negatif yang berkepanjangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat beberapa faktor yang diduga dapat memengaruhi kesepian pada remaja, yaitu peran kelekatan orang tua, pengaturan tempat tinggal dengan orang tua, dan gender. Studi epidemiologi dilakukan terhadap 1.217 remaja SMP di Banyuwangi dengan pendekatan berbasis sekolah. Hasil multiple linear regression menemukan 2 dari 3 variabel penelitian, yaitu kelekatan orang tua dan gender, secara signifikan berkontribusi terhadap kesepian remaja SMP di Banyuwangi (F(2, 1214) = 185.223, p < 0,001, R2 = 0,233). Hasil ini mengindikasikan bahwa remaja perempuan yang memiliki kelekatan orang tua yang rendah lebih berisiko untuk memiliki tingkat kesepian yang tinggi. ...... Loneliness during adolescence is prevalent and has debilitating impact on later adult life. This study aims to investigate factors that may impact loneliness, that are found to be parental attachment, living arrangements, and gender. An epidemiology study conducted towards 1217 adolescents in rural areas in Indonesia, through a school-based approach. Multiple linear regression analysis indicates that two out of three variables, parental attachment and gender, significantly predict loneliness od adolescents in Banyuwangi (F(2, 1214) = 185.223, p < 0,001, R2 = 0,233). This result indicates that low parental attachment in female adolescents made them more at risk of having high level of loneliness.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anangia Annisa Putri Abdurahman
Abstrak :
Salah satu akibat hukum dari perkawinan adalah adanya harta bersama serta hubungan hukum antara orang tua dan anak, dimana orangtua bertanggung jawab untuk memelihara, menjaga, serta mencukupi kebutuhan hak – hak dari anak tersebut. Selain itu akibat hukum dari perkawinan akan menimbulkan status hukum dan hak perwalian terhadap seorang anak. Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan beda agama, maka akan menimbulkan akibat yang sangat berpengaruh terhadap hak dan status hukum anak tersebut. Status anak yang dilahirkan dalam perkawinan beda agama kemudian dapat menimbulkan pertanyaan apakah kedudukannya sebagai anak luar kawin atau anak sah. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan termasuk ke dalam golongan anak luar kawin dalam arti sempit mereka tidak memiliki status dan kedudukan yang sama dalam sebuah hubungan peristiwa hukum antara orang tua dengan anak. Kemudian, apakah hal tersebut juga diperlakukan terhadap keberadaan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama masih menjadi sebuah pertanyaan. Oleh karena itu, Penulis menggunakan dua rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimana pengaturan mengenai perkawinan beda agama menurut peraturan hukum di Indonesia? 2) Bagaimana analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 410/Pdt.G/2022/PN Mks. terhadap anak akibat perkawinan beda agama? Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif yang datanya dikumpulkan dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan beda agama dapat dilakukan apabila mengajukannya ke Pengadilan dan telah dicatatkannya oleh pegawai catatan sipil sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Kemudian, mengenai perkawinan beda agama, Undang- Undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan secara jelas dan terperinci. Berkaitan dengan anak yang dihasilkan dari perkawinan beda agama, maka dalam hal ini kedudukannya adalah dinyatakan sebagai anak sah dari perkawinan beda agama tersebut dikarenakan secara hukum ketika perkawinan telah dicatatkan dan didaftarkan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka akibat hukum perkawinan tersebut termasuk terhadap anak dinyatakan sah secara hukum. ......One of the legal consequences of marriage is the existence of common property and the legal relationship between parents and children, in which parents are responsible, caring for, and satisfying the needs of the rights of the child. In addition, the legal consequences of marriage will result in the legal status and custody of a child. If the child is born from a marriage of different faiths, it will have a significant impact on the rights and legal status of the child. The status of a child born in a marriage of different religions can then raise the question of whether his status as an out-of-marriage or legal child. Children born from unregistered marriages are included in the group of children outside of marriage in the narrow sense they do not have the same status and position in a legal relationship between parents and children. Then, whether it is also treated against the existence of children born from different religious marriages is still a question. Therefore, the author uses two formulas of the problem, namely: 1) How is the arrangement concerning marriage of different religions according to the laws of Indonesia? 2) How to analyze the judge’s consideration in the Makassar State Court Decision No. 410/Pdt.G/2022/PN Mks. against children due to marriage of different religions? The authors use a juridic-normative research method with a qualitative approach whose data is collected from library studies. The results of the study show that a marriage of different religions can be entered into when it is applied to the Court and has been recorded by a civil register officer as described in the Occupation Administration Act. Then, concerning the marriage of different religions, the Marriage Act and the Book of the Perdata Law are not explained clearly and in detail. Related to children born from marriages of different religions, in this case the position is to be declared as a legal child of a marriage of different religion due to the law when the marriage has been recorded and registered as the provisions of the applicable laws, then as a result of the law such marriage includes against the child declared legal.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Syofyanti
Abstrak :
ABSTRAK
Selain ibu, ayah juga memiliki peran yang tak kalah pentingnya dalam perkembangan anak, diantaranya adalah perkembangan jender. Jender terkait dengan karakteristik psikologis (maskulin, feminin, dan androgini), bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku sebagai pria atau wanita (peran jender), bagaimana cara berinteraksi dan persepsi diri sebagai pria atau wanita (stereotip peran jender), dan bagaimana seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai pria atau wanita (identitas peran jender). Terutama bagi anak laki-laki, ayah merupakan model maskulinitas yang paling terlihat dan paling signifikan tentang bagaimana seorang laki-laki harus bersikap dan bertingkah laku. Namun menurut Hetherington dan Parke (1993) ada beberapa alasan yang menyebabkan ayah tidak dapat hadir bagi anak-anaknya yaitu kematian, perceraian, bepergian dalam jangka waktu lama, ayah yang dikirim ke medan perang, dan ayah pasif dan kurang perhatian walaupun secara fisik hadir. Penelitian Nash (dalam Benson, 1968) menyatakan bahwa anak laki-laki yang mengalami ketidakhadiran ayah pada lima tahun pertama hidupnya seringkali gagal dalam memperoleh sifat-sifat yang maskulin. Hal ini sejalan dengan penelitian Dagun (1990) yang menyebutkan bahwa anak yang tidak mendapat asuhan ayah maka ciri-ciri maskulinnya men jadi kabur. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan penghayatan jender pria dewasa muda yang mengalami ketidakhadiran ayah pada masa kanak-kanaknya (dibawah usia lima tahun). Subyek dewasa muda diambil dengan alasan bahwa pada tahap usia ini identitas jender telah terbentuk dan individu telah mengerti apa yang biasa atau tidak biasa dilakukan oleh pria dan wanita (Baron & Byme, 1997). Bila dikaitkan dengan tugas perkembangan dewasa muda maka pada tahap ini individu telah mengembangkan keintiman dalam hubungan interpersonal dan proses pemilihan karir. Penelitian ini juga akan menjelaskan bagaimana implementasi penghayatan jender dalam hubungan interpersonal dan proses pemilihan karir pria dewasa muda yang mengalami ketidak hadiran ayali. Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara, observasi, dan Rem Sex Role Invwentory (BSRJ). Dalam penelitian kualitatif diharapkan suatu gejala dapat dipahami sebagaimana pengalaman subyek jadi bukan semata-mata kesimpulan yang dipaksakan peneliti (Bogdan & Taylor, 1975). Pedoman wawancara yang digunakan disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang terkait dengan penelitian ini. BSRI yang digunakan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan telah diujicobakan, direvisi dan dihitung validitas dan rcliabilitas itemnya oleh Seniati (1991). Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa pria dewasa yang mengalami ketidakhadiran ayah pada masa kanak-kanaknya tetap memiliki sifat-sifat maskulin. Walaupun memiliki beberapa sifat feminin, mereka dapat menampilkannya pada situasi dan kondisi yang tepat. Mereka juga mampu mengidentifikasikan diri terhadap peran jender dan menyadari keberadaan mereka sebagai pria. Dalam menjalani hubungan interpersonal mereka terbuka dan memiliki ikatan emosional yang cukup erat, lebih cenderung mencari sahabat yang memiliki ide, nilai dan sifat yang hampir sama dengan mereka. Dalam hubungan percintaan mereka sedikit khawatir dalam berkomitmen. Jadi mereka lebih memilih menjalani hubungan tanpa komitmen atau tidak memiliki pasangan. Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah kurang beragamnya alasan ketidakhadiran ayah yang dialami subyek. Selain itu, subyek juga sedikit kesulitan dalam mengingat kejadian masa kanak-kanaknya.
2003
S3246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Arieza Fitrizqa
Abstrak :
Pandemi COVID-19 terbukti meningkatkan tingkat distres psikologis pada remaja. Kondisi emosi remaja cenderung mudah terguncang ketika menghadapi situasi yang tidak biasa, seperti situasi pandemi. Salah satu faktor protektif terhadap terjadinya distres psikologis pada remaja adalah hubungan orang tua-anak. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah hubungan orang tua-anak dapat memprediksi distres psikologis pada remaja madya di masa pandemi COVID-19. Partisipan dalam penelitian ini yaitu kelompok remaja madya berusia 15-18 tahun (M = 16.33, SD = 0,742), berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dan berdomisili di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental. Pengambilan data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan cara menyebarkan kuesioner secara daring kepada 651 partisipan. Hubungan orang tua-anak diukur dengan menggunakan Parent-Adolescent Relationship Scale. Sedangkan, untuk mengukur distres psikologis pada remaja digunakan alat ukur Kessler Psychological Distress Scale (K10) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil uji statistik regresi linear sederhana menunjukkan bahwa hubungan orang tua-anak dapat memprediksi distres psikologis pada remaja madya dengan nilai R2 = 6,3% dan β =-0,254 yang berarti setiap kenaikan 1% nilai hubungan orang tua-anak maka nilai distres psikologis berkurang sebesar 0,254. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat hubungan orang tua-anak, maka akan menurunkan tingkat distress psikologis. Maka disarankan untuk meningkatkan relasi hubungan orang tua- anak agar dapat menurunkan tingkat distres psikologis pada remaja, khususnya selama masa pandemi COVID-19. ......The COVID-19 pandemic has been shown to increase the level of psychological distress in adolescents. The condition of adolescents tends to be unstable when faced with unusual situations, such as a pandemic. One of the protective factors against adolescent distress is the parent-child relationship. Therefore, this study aims to investigate the role of parent-child relationship in predicting psychological distress among adolescents during the COVID-19 pandemic. Participants in this study were middle adolescents aged 15-18 years (M = 16.33, SD = 0,742) males and females who lived in Indonesia. This research is a non-experimental study. Data was collected using a quantitative approach by distributing questionnaires online to 651 participants. The questionnaires used include Parent-Adolescent Relationship Scale to measure the level of Parent-child relationship, Kessler Psychological Distress Scale (K10) to measure the level of psychological distress. In addition, the results of simple linear regression analysis shows that parent-child relationships negatively significant predicted adolescents psychological distress with R2 = 6.3% and β =-0,254 which means that for every 1% increase in the value of the parent-child relationship, the psychological distress value decreases by 0.254. Therefore, it can be said that the higher the parent-child relationship, the lower the level of psychological difficulties. Thus, it is suggested the need to develop the parent-child relationship to reduce psychological distress in middle adolescents, especially during the COVID-19 pandemic.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Anisa Maharani
Abstrak :
Hubungan dengan teman sebaya merupakan aspek penting dalam perkembangan remaja. Sejak adanya pandemi COVID-19, keterbatasan interaksi sosial secara langsung menyebabkan menjalin pertemanan bagi remaja terasa melelahkan. Salah satu faktor kunci dalam hubungan teman sebaya adalah relasi anak dengan orang tuanya. Relasi orang tua-anak yang positif dinilai dapat membantu remaja dalam menghadapi situasi pandemi dan meningkatkan kualitas hubungan teman sebaya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan relasi orang tua-anak dalam memprediksi kualitas hubungan teman sebaya pada remaja madya di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan tipe studi cross-sectional. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 651 partisipan dan merupakan remaja madya berusia 15-18 tahun (M = 16,33, SD = 0,74), berjenis kelamin perempuan (n = 390) dan laki-laki yang berdomisili di Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif melalui penyebaran kuesioner Parent-Adolescent Relationship Scale dan Peer Friendship Scale. Hasil analisis statistik regresi linear sederhana menunjukkan bahwa relasi orang tua-anak secara positif signifikan mampu memprediksi kualitas hubungan teman sebaya (p < 0,01) dengan nilai  = 0,41. Disarankan perlunya membangun iklim keluarga yang positif melalui penguatan relasi orang tua-anak untuk meningkatkan kualitas hubungan teman sebaya pada remaja, khususnya pada masa pandemi COVID-19. ......Peer relationship is an important aspect of adolescents’ development. Since the COVID-19 pandemic outbreak, the limited social interactions have made friendships for adolescents feel tiring. One of the key factors in peer relationships quality is child’s relationship with their parents. Positive parent-child relationship is considered to be able to help adolescents in dealing with pandemic situations and improve the quality of peer relationship. Therefore, this study aims to investigate the role of parent-child relationship in predicting peer relationship quality among middle adolescents during the COVID-19 pandemic. This research is a correlational study with cross-sectional design and was conducted on 651 participants who are middle adolescents aged 15-18 years (M = 16,33, SD = 0,74), females (n = 390) and males who live in Indonesia. Data was collected using a quantitative approach by distributing questionnaires Parent-Adolescent Relationship Scale and Peer Friendship Scale. The result of the simple linear regression shows that parent-child relationship positively significant predicted peer relationship quality (p < 0,01) with  = 0,41. It is suggested the need to build a positive family climate through strengthening parent-child relationships to improve the quality of peer relationships in adolescent, especially during the COVID-19 pandemic.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>