Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 256 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2023
995.1 BAY
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta: Projek Penerbitan Sekretariat Koordinator Urusan Irian Barat, 1964
995.4 IRI
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Purwoko
Abstrak :
Dinamika sosial budaya yang terjadi di Papua membuat banyak pihak larut dalam dilema dan perjuangan yang berkelanjutan tanpa penyelesaian yang jernih sejak masa integrasi dengan Indonesia hingga kini. Film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja menampilkan paradoks akan makna perjuangan. Di satu sisi berjuang adalah dengan mengangkat senjata, di sisi lain dimaknai sebagai usaha untuk kehidupan yang lebih baik tanpa kekerasan. Film ini menghadirkan ambiguitas dan ketidakajegan dalam posisi ideologi yang direpresentasikan melalui karakter-karakter dalam film. Melalui film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, penulis mengelompokkan setidaknya terdapat tiga identitas yang direpresentasikan, yaitu: (a.) identitas negara atau pemerintah pusat Republik Indonesia yang ditunjukkan melalui tokoh Perempuan, serta kehadiran dan fungsi aparat militer, (b) identitas Organisasi Papua Merdeka yang diperlihatkan aktifitas mereka dalam Kongres Papua II, bendera Bintang Kejora, pengidolaan tokoh Theys Eluay, dan sebagian rakyat Papua yang mendukung atau bersimpati terhadapnya, serta (c) sebagian penduduk Papua yang berada di antara, direpresentasikan melalui tokoh Arnold dan Ibu. Untuk melihat apakah ada indikasi keberpihakan atas persoalan identitas nasional Papua dan Indonesia, maka penulis menggunakan cultural studies dengan pendekatan analisis tekstual dan teori representasi. Penulis menitikberatkan pada kode-kode visual sinematik berupa mise-en-scene, karakter, gestur, dialog, dan jalinan antar shot dalam film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja untuk mengetahui politik identitas yang direpresentasikan dalam film tersebut. ......The socio-cultural dynamics occurring in Papua have left many parties immersed in ongoing dilemmas and struggles without clear resolution since the period of integration with Indonesia until now. The film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (I Want to Kiss You Only Once, 2002) displays the paradox of the meaning of struggle. On the one hand, fighting is by taking up arms, on the other hand interpreted as an effort to a better life without violence. This film presents ambiguity in the ideological position represented through the characters in the film. Through the film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, the writer groups at least three identities that are represented: (a) the identity of the state or central government of the Republic of Indonesia shown through women character, as well as the presence and function of the military apparatus, (b) the identity of the Free Papua Organization which were shown their activities in the Second Papuan Congress, the Morning Star flag, the idolizing of Theys Eluay, and some Papuans who supported or sympathized with him, and (c) some Papuans who were in between, represented through the figures of Arnold and Mother. To see if there are indications of alignments on the issue of Papuan and Indonesian national identity, the authors use cultural studies with textual analysis and representation theory approaches. The author focuses on cinematic visual codes in the form of mise-en-scenes, characters, gestures, dialogues, and interwoven shots in the film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja to find out the identity politics represented in the film.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winardito
Abstrak :
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua diberikan Otonomi Khusus, yakni bentuk otonomi yang hanya diberikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam bidang keuangan, kekhususan ini diwujudkan dengan pemberian Dana Otonomi Khusus yang berupa Dana Penerimaan Khusus dan Dana Bagi Hasil Minyak Bumi dan Gas Alam yang prosentasenya lebih besar dibandingkan Daerah lain di Indonesia, disamping juga Dana Perimbangan lainnya. Dengan Dana Otonomi Khusus yang besar jumlahnya, sementara kualitas sumber daya manusia yang mengelola Dana Otonomi Khusus tersebut relatif rendah, diragukan efektivitasnya untuk mencapai tujuan pemberian Otonomi Khusus, yakni meningkatkan pendidikan dan kesehatan (gizi) masyarakat asli Papua. Sifat penelitian yang dilakukan dalam pembuatan tesis ini adalah deskriptif analitis dengan menerapkan metode studi kepustakaan dan wawancara tidak berstruktur dengan pejabat di lingkungan Direktorat Fasilitasi Dana Perimbangan Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Departemen Dalam Negeri. Dari hasil penelitian diketahui bahwa alasan utama diberikannya Otonomi Khusus pemberian Dana Otonomi Khusus kepada Provinsi Papua faktor politis, yakni untuk mereduksi keinginan sebagian masyarakat Papua untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam 3 tahun pemberlakuannya, Dana Otonomi Khusus juga ternyata tidak efektif karena bagian terbesar Dana Otonomi Khusus tidak digunakan untuk pendidikan dan kesehatan (perbaikan gizi masyarakat) namun dibagikan secara hampir merata ke semua sektor pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi Papua. Pemberian Dana Otonomi Khusus Papua ini ternyata bertentangan dengan dasar pemberian Dana Perimbangan. Dana Otonomi Khusus ternyata tidak memberikan keseimbangan fiskal, baik vertikal maupun horizontal, bahkan sebaliknya menambah kesenjangan fiskal, mengingat sebagian besar kapasitas fiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Papua termasuk kategori sedang dan tinggi (hanya 2 yang berkapasitas fiskal rendah). Selain itu, ternyata terdapat peraturan pelaksanaan pengelolaan Dana Otonomi Khusus yang saling berbeda sehingga dapat menimbulkan perbedaan persepsi. Dari hasil penelitian dapat disarankan bahwa dana otonomi khusus dapat diberikan dalam kerangka dana perimbangan, yakni Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain dimungkinkan sesuai undang-undang, hal tersebut dapat lebih menjamin efektivitas penggunaan Dana Otonomi Khusus. Selain itu juga perlu diperjelas aturan mengenai pengelolaan Dana Otonomi Khusus sehingga dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaannya.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T17162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Navy Sasmita
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana hukum positif di Indonesia dalam mengatur eksistensi dari simbol Bendera Bintang Kejora. Hukum positif yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Penelitian ini juga akan membahas mengenai sejarah dan makna filosofis dari simbol Bendera Bintang Kejora. ......This thesis discusses about positive law in Indonesia toward Morning Star Flag symbol existence. The positive law that was meant in this research is Act number 21/2001 about Special Autonomy for Papua Province and Government Regulation number 77/2007 about Province Symbol. This research also discusses about philosophical and historical aspects from Morning Star Flag symbol.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47410
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dumupa, Yakobus F.
Yogyakarta : P_Idea, 2006
320.9 DUM b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Sujito
Yogyakarta: IRE, 2009
327.17 MER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wally, John Manangsang
Jayapura: Yayasan Gratia Papua, 2009
995.4 JOH P
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>