Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natasha Dianasari Devana
Abstrak :

Defisiensi vitamin D rentan terjadi pada tenaga kesehatan dan berakibat pada gangguan sintesis cathelicidin, peptida antimikrobial dengan efek proteksi terhadap virus. Studi terdahulu menunjukkan adanya korelasi positif antara 25-OH-D dengan cathelicidin, sementara data terkait pada populasi obesitas masih terbatas. Penelitian dengan desain potong lintang dilakukan di Rumah Sakit rujukan pasien COVID-19 di Jakarta dan Depok. Consecutive sampling dan randomisasi dilakukan untuk memperoleh sampel. Asupan makronutrien dan vitamin D dinilai menggunakan Food recall 24 jam dan semi kuantitatif Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Kadar 25-OH-D dan cathelicidin serum dianalisa dengan metode Chemiluminescence Immunoassay (CLIA) dan Enzyme Linked Immunosorbentassay (ELISA). Uji Mann Whitney dan Kruskal Wallis dilakukan untuk menilai perbedaan rerata kadar cathelicidin, sementara korelasi 25-OH-D dan cathelicidin serum dinilai dengan regresi linear setelah penyesuaian terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT). 80 subjek usia 22 hingga 47 tahun dianalisa, dengan 70% subjek memiliki status gizi obesitas dan 30% berat badan lebih. 93.7% subjek belum mencukupi kebutuhan asupan harian Vitamin D dengan median asupan Vitamin D 2.8 µg per hari. Median kadar 25-OH-D dan cathelicidin subjek 14.3 ng/ml dan 211.6 ng/ml. 85% subjek tergolong defisiensi vitamin D dan subjek dengan obesitas II memiliki kadar cathelicidin yang lebih tinggi. Tidak didapatkan korelasi antara kadar 25-OH-D dengan cathelicidin serum pada subjek tenaga kesehatan dengan berat badan lebih dan obesitas (p 0.942 𝛃-0.077 95% CI -2.182-2.029). Hasil penelitian ini membutuhkan analisa lebih lanjut mengingat peningkatan kadar cathelicidin dapat dipengaruhi oleh variabel perancu sehingga efek protektif dari cathelicidin belum dapat disimpulkan.


Vitamin D deficiency is prevalent among healthcare workers, resulting in impairment of cathelicidin, an antimicrobial peptide with antiviral properties. Former studies show a positive correlation between 25-OH-D and cathelicidin, yet data on the obese population is still scarce. We conducted a cross-sectional study in the COVID-19 referral hospitals in Jakarta and Depok. Samples were collected using consecutive sampling followed by randomization. A repeated 24-hour food recall and a semi-quantitative food frequency questionnaire (SQ-FFQ) were used to estimate intake. The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) and Chemiluminescence Immunoassay (CLIA) were used to measure serum cathelicidin and 25-OH-D. Mann Whitney and Kruskal Wallis analyses were done to assess the mean difference of cathelicidin, and linear regression adjusted for body mass index was done to assess the correlation between 25-OH-D and cathelicidin. 80 subjects aged 22 to 47 years were included, where 70% of the subjects were categorized as obese and 30% were overweight. 93.7% of the subjects did not meet their daily intake of vitamin D requirements, with a median intake of vitamin D of 2.8 µg daily. The subject’s median serum of 25-OH-D and cathelicidin were 14.3 ng/ml and 211.6 ng/ml, respectively. 85% of the subjects were classified as vitamin D deficient, and subjects with class II obesity had significantly higher levels of cathelicidin. Serum 25-OH-D and cathelicidin did not correlate in overweight and obese healthcare workers (p 0.942 𝛃-0.077 95% CI -2.182-2.029). Further research is essential to better understand the findings of this study since the protective effects of cathelicidin cannot be determined because confounding factors may cause cathelicidin levels to rise.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyner Arden
Abstrak :

Latar Belakang: Prevalensi berat badan lebih dan obesitas pada pekerja usia dewasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan perubahan gaya hidup yang terjadi. Kedua hal yang mencerminkan komposisi tubuh yang buruk ini merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit kronik. Sebaliknya, daya tahan kardiorespirasi yang baik dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan. Tujuan: Mengetahui pengaruh perubahan daya tahan kardiorespirasi terhadap komposisi tubuh pada pekerja duduk. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan sumber data sekunder. Sejumlah 82 subjek penelitian yang merupakan pekerja duduk di Jakarta tahun 2018, dibagi menjadi kelompok uji dan kontrol yang masing-masing terdiri dari 41 subjek. Kelompok uji mendapatkan intervensi berupa latihan fisik berbasis tempat kerja selama 12 minggu. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson, Spearman, dan uji T-berpasangan. Hasil: Didapatkan peningkatan rerata nilai Indeks Massa Tubuh sebesar 0,14 kg/m2, peningkatan rerata presentase lemak sebesar 0,56%, penurunan rerata ukuran lingkar pinggang sebesar 2,56 cm, dan peningkatan rerata nilai prediksi daya tahan kardiorespirasi sebesar 1,27 mL/kg/menit pada subjek yang menjalani program latihan fisik berbasis tempat kerja selama 12 minggu, walaupun tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara perubahan pada nilai prediksi daya tahan kardiorespirasi terhadap ketiga komponen komposisi tubuh tersebut. Simpulan: Peningkatan daya tahan kardiorespirasi dengan program latihan fisik berbasis tempat kerja selama 12 minggu memberikan perbaikan secara klinis pada komposisi tubuh pekerja duduk, meskipun tidak menghasilkan perubahan yang signifikan secara statistik. Diperlukan penelitian lanjutan dengan memerhatikan dugaan faktor-faktor yang memengaruhi hasil tersebut.

 


......Background: The prevalence of overweight and obesity in adults has increased in recent years in line with lifesyle changes that occur. These two things that reflect poor body composition are risk factors for various chronic disease. Conversely, good cardiorespiratory fitness can provide health benefits. Objective: This research was done to determine the effect of changes in cardiorespirator fitness on body composition in sitting workers. Methods: This study uses a cross-sectional method with a secondary data sources. A total of 82 research subject were sitting workers in Jakarta in 2018, which were divided into test and control groups, each grup consisting of 41 subjects. The test group received an intervention in the form of workplace based physical exercise for 12 weeks. Data analysis was performed using the Pearson and Spearman correlation test, and paired T-test. Results: There was an increase in the mean value of Body Mass Index by 0,14 kg/m2, an increase in the mean value of percentage of body fat by 0,56 percent, a decrease in the mean value of waist circumference by 2,56 cm, and an increase in the mean predicted value of cardiorespiratory fitness by 1,27 mL/kg/minutes in subjects undergoing a workplace based physical exercise program for 12 weeks, although no significant relationship was found between changes in the predicted value of cardiorespiratory endurance on the three components of body composition. Conclusion: Increased cardiorespiratory endurance with a workplace-based physical exercise program for 12 weeks provided a clinical improvement in sitting workers body composition, although it did not produce statistically significant changes . Further research is needed by considering other factor that may influence this result.

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Novia Choiri Insani
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perbedaan proporsi antara pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi seimbang, serta faktor lainnya dengan status gizi lebih pada guru SD di Kecamatan Beji, Kota Depok tahun 2015. Metode yang digunakan adalah cross sectional yang dilakukan pada bulan April-Mei 2015. Sampel penelitian adalah guru yang mengajar di SD yang tersebar di Kecamatan Beji, Kota Depok tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gizi lebih sebesar 43,7%. Variabel yang menunjukkan perbedaan proporsi yang signifikan dengan status gizi lebih adalah status perkawinan (OR 3,314 dengan p value 0,036) dan tingkat pendapatan (OR 2,449 dengan p value 0,015). Sedangkan variabel usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi seimbang serta asupan energi dan zat gizi makro tidak menunjukkan perbedaan proporsi yang signifikan.
ABSTRACT
This study was conducted to explored the association of knowledge, attitude, practice of balanced nutrition and other factor with overweight/obesity of primary school in Beji, Depok City, in 2015. A random sample of 144 teachers from 3 private primary school and 8 public primary school in Beji, Depok City constituted the study population. A cross-sectional study was conducted using quantitative datacollection methods on April-May 2015. The combine prevalence of overweight and obesity in sample study was 43,7%. Marital status (OR 3,314 p value 0,036) and income (OR 2,449 p value 0,015) had a significant association with overweight/obesity in sample study. Age, sex, education, knowledge, attitude, practice balanced nutrition, and intake of energy and macronutrient didn?t have significant association with overweight/obesity.
2015
S60383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risky Dwi Rahayu
Abstrak :
Prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas di dunia meningkat dalam tiga dekade terakhir. Pada usia muda, lebih banyak laki-laki yang mengalami kelebihan berat badan daripada wanita. High-Intensity Interval Training adalah alternatif latihan fisik yang membutuhkan komitmen waktu lebih singkat. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi protokol untuk mengetahui efektivitas latihan dalam memperbaiki komposisi tubuh dan kebugaran kardiorespirasi serta tingkat keamanan dan kesenangan yang ditimbulkan pada laki-laki dewasa muda dengan kelebihan berat badan. Penelitian ini memiliki desain eksperimental dengan uji pre-post. Subyek adalah laki-laki dengan berat badan berlebih sesuai klasifikasi WHO berusia 18-30 tahun yang sehat dan tidak terlatih. Durasi intervensi 12 minggu dengan jumlah latihan 3 kali per minggu. Dalam satu set, subyek melakukan 5 gerakan (lari lurus, zigzag, dan kotak serta jumping jackdan burpees) dalam waktu masing-masing 8 detik. Waktu istirahat aktif antar gerakan 25 detik dan antar set 2 menit. Jumlah set ditingkatkan per minggu dari 3 hingga 14 set. Hasil penelitian menunjukkan penurunan persentase lemak, lemak viseral, lingkar pinggang namun tidak bermakna. Indeks Massa Tubuh meningkat tidak bermakna dan massa otot meningkat bermakna {p-value 0,03; CI -1,7 (-3,21 – [- 0,19]}. VO2max meningkat namun tidak bermakna. Terdapat laporan 3 insiden yang digolongkan sebagai cedera musculoskeletal ringan dan intoleransi latihan. Rerata skor PACES adalah 83,79 ± 8,14 dengan tren skor yang menurun seiring peningkatan jumlah set. Kesimpulannya, High-Intensity Interval Training efektif dalam memperbaiki komposisi tubuh dan kebugaran kardiorespirasi pada laki-laki dewasa muda dan overweight, aman, dan menyenangkan. ......Worldwide prevalence of overweight and obesity is increasing in the last three decades. Prevalence overweight in young males is higher than females at the same age. High-intensity interval training is an alternative of exercise which need less time commitment. We modify the protocol to identify the its effect on body composition and cardiorespiratory fitness, its safety and enjoyment in overweight young males. This is an experimental study with pre-post assessment. Subjects are healthy untrained male aged 18 – 30 years old with overweight according to WHO classification. Duration of intervention is 12 weeks, 3 times per week. During one set, the subjects perform 5 movements (straight running, zig zag running, squared running, jumping jack, burpees) in 8 seconds interval, active recovery 25 seconds between movements and 2 minutes between sets. The number of sets is increased weekly from 3 to 14 sets. The fat percentage, visceral fat, and waist circumference are decreased after intervention. Body mass index is increased and muscle mass is increased significantly (p-value 0,03; CI -1,7 (-3,21 – (- 0,19)) after intervention. VO2max is increased but not significant. There are 3 reports of minor musculoskeletal injuries and exercise intolerance, all categorized as mild injuries. The average PACES score is 83,79 ± 8,14 and the score tends to decrease with weekly set increments. High-Intensity Interval Training is effective to improve body composition and cardiorespiratory fitness in overweight young males. It is also safe and provide enjoyment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rohayati
Abstrak :
ABSTRAK
Prevalensi kelebihan berat badan di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun di semua tahapan usia. Kelebihan berat badan memiliki dampak fisik, psikologi dan sosial. Keluarga sebagai caregiver utama sangat berperan dalam penanganan obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman yang dirasakan caregiver dalam mengelola nutrisi keluarga dengan kelebihan berat badan. Penelitian menerapkan metode kualitatif dengan disain fenomenologi deskriptif dengan tujuh partisipan melalui purposive sampling Tema pertama mewakili makna yang dirasakan keluarga adalah frustasi karena tidak berhasil dengan segala upaya yang dideskripsikan sebagai perasaan tidak berdaya. Tema kedua adalah puas karena berhasil membuktikan kemampuan sebagai pengelola nutrisi yang digambarkan ke dalam perasaan berhasil merawat anggota keluarga gemuk dan rasa syukur dalam melakukan peran memenuhi kebutuhan nutrisi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk perencanaan program intervensi promosi kesehatan pada caregiver yang memiliki anggota keluarga dengan kelebihan berat badan.
ABSTRACT
The prevalence of excess weight in Indonesia increases at all stages of age. Being excess weight has physical, psychological and social consequences.The family have a main role for treatment of obesity. The purpose of this study was to explore caregivers experience in managing family nutrition with excess weight. The study applies qualitative method with descriptive phenomenology design with seven participants through purposive sampling. The first theme representing the meaning felt by the family is frustrating because it does not succeed with any effort described as feeling powerless. The second theme is satisfied because it successfully proves the ability as a nutritional manager who is portrayed into the feeling of successfully caring for obese family members and gratitude in performing the role of fulfilling the nutritional needs. This study is expected to be the foundation for the planning of health promotion intervention programs on caregivers who have overweight family members.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48879
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Dwi Sasri
Abstrak :
Latar Belakang: Obesitas menjadi masalah Kesehatan global dengan tren peningkatan populasi yang berlanjut. Keseimbangan energi positif, dimana asupan energi lebih besar dari pengeluaran energi akan menyebabkan penumpukan lemak. Obesitas akibat akumulasi lemak, khusunya lemak viseral merupakan penyebab fator risiko terjadinya penyakit tidak menular, Pegawai kantor berpeluang mengalami obesitas dengan memiliki gaya hidup diet tinggi kalori dan gaya hidup sedenteri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara asupan energi dan aktivitas fisik dengan lemak viseral pada pegawai kantor yang mengalami obesitas. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek pegawai kantor yang mengalami obesitas di RSCM. Asupan energi dinilai dengan 3 x 24-h food recall. Aktivitas fisik dinilai dengan kuesioner GPAQ dan lemak viseral dinilai dengan BIA multifrekuensi. Hasil: Sebanyak 85 subjek penelitian dengan rerata usia 41 tahun, dengan sebagian besar perempuan dan temasuk dalam kategori obesitas derajat I. Hampir seluruh subjek memiliki volume lemak viseral tidak normal dengan median 2,95 L (1,3 – 8,5 L). Sebagian besar memiliki asupan energi lebih dengan rerata asupan 2196 ± 467 kkal. Sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang dengan nilai median 1850 MET (120 – 4680 MET). Terdapat korelasi sedang antara asupan energi dengan lemak viseral (r=0,554, p<0,001) dan korelasi lemah antara aktivitas fisik dengan lemak viseral (r=-324, P=0,008). Kesimpulan: Terdapat korelasi sedang antara asupan energi dengan lemak viseral dan korelasi lemah antara aktivitas fisik dengan lemak viseral ......Background: Obesity is a global health problem with a continuing trend of increasing population. A positive energy balance, where energy intake is more remarkable than energy expenditure, will cause fat accumulation. Obesity due to the accumulation of fat, especially visceral fat, is a risk factor for non-communicable diseases. Office employees can become obese by having a high-calorie diet and a sedentary lifestyle. This study aims to see the correlation of energy intake and ohysical activity with visceral fat in obese office workers. Method: This cross-sectional study was conducted on obese office staff at RSCM. Energy intake was assessed with 3 x 24-h food recalls. Physical activity was assessed with the GPAQ questionnaire, and visceral fat was assessed with multifrequency BIA. Results: A total of 66 study subjects with an average age of 41 years were women and included in the category of obesity degree I. Almost all subjects had abnormal visceral fat volume with a median of 2.95 L (1.3 – 8.5 L). Most have more energy intake, with an average intake of 2196 ± 467 kcal. Most had a moderate physical activity with a median value of 1850 MET (120 – 4680 MET). There was a moderate correlation between energy intake and visceral fat (r=0.554, p<0.001) and a weak correlation between physical activity and visceral fat (r=-324, P=0.008). Conclusion: There was a moderate correlation between energy intake and visceral fat and a weak correlation between physical activity and visceral fat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Calvin Aryaputra
Abstrak :
Literatur mengenai hubungan upah dan berat badan di Indonesia belum menemukan bukti mengenai diskriminasi upah berdasarkan berat badan. Dengan menggunakan Indonesia Family Life Survey (IFLS) 5, penelitian ini menganalisis hubungan antara berat badan dan upah serta mengidentifikasi diskriminasi yang dikaitkan dengan weight-wage gap dengan mengontrol berbagai covariate. Hasil menunjukkan bahwa terdapat weight premium untuk pria dan sebagian dari premium tersebut dapat dijelaskan oleh perbedaan modal manusia. Di sisi lain, wanita yang underweight menerima upah lebih rendah dibandingkan yang tidak underweight. Dekomposisi Oaxaca-Blinder mengindikasikan bahwa weight-wage gap yang dialami oleh pria dan wanita disebabkan oleh unexplained differences, yang mengarah pada adanya diskriminasi. Menggunakan model dengan interaksi, saya menemukan bahwa pria dan wanita mengalami statistical discrimination berdasarkan berat badan. Hasil regresi hanya robust untuk model pria menurut heterogeneity analysis, sedangkan coefficient stability test menunjukkan bahwa tidak ada hasil regresi yang robust. Meskipun demikian, analisis menunjukkan bahwa menambahkan covariate dapat mengurangi overestimation dari unexplained factors yang berkaitan dengan weight-wage gap. ......Literature on the weight-wage relationship in Indonesia shows inconclusive evidence on the existence of weight-based discrimination. By utilizing the Indonesia Family Life Survey (IFLS) Wave 5, this study examines the relationship between body weight and wages and identifies the discrimination attributed to the weight-wage gap by controlling multiple covariates. The finding shows that weight premium exists for men and some of the premia can be explained by human capital differences. On the other hand, underweight women receive less wages compared to non-underweight women. The Oaxaca-Blinder decomposition indicates that the weight-wage gap for men and women is due to unexplained differences, which pointed to discrimination. Using interaction models, I found that both men and women suffer from weight-based statistical discrimination. The regression results are only robust for men according to heterogeneity analysis, while the coefficient stability test shows that none of the regressions are robust. Nevertheless, the analysis suggests that adding covariates reduces the overestimation of the unexplained factors attributed to the weight-wage gap.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraeni Yusup
Abstrak :
ABSTRAK
Status gizi lebih merupakan salah satu masalah gizi yang sedang dialami Indonesia. Overweight dan obesitas merupakan masalah gizi lebih. Didunia pada tahun 2016 lebih dari 1,9 miliar orang dewasa berusia 18 tahun ke atas mengalami overweight. Dari jumlah tersebut, lebih dari 650 juta orang dewasa mengalami obesitas. Terdapat banyak faktor risiko yang menyebabkan gizi lebih. Dengan mulai adanya kecendrungan pola konsumsi ke arah makanan yang berisiko di daerah pesisir Indonesia, keadaan ini memungkinkan untuk meningkatnya risiko masalah gizi lebih yang akan mengakibatkan penyakit degeneratif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan status gizi lebih pada penduduk dewasa umur > 18 di daerah pesisir Indonesia tahun 2013. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross Sectional dari data Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia Tahun 2013. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat untuk melihat distribusi, analisis bivariat menggunakan uji Chi Square untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel independen dan dependen dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 26,3 penduduk pesisir di Indonesia memiliki status gizi lebih. Determinan status gizi lebih didaerah pesisir adalah umur OR=1,372; 95 CI 1,330-1,415, jenis kelamin OR=1,594; 95 CI 1,532-1,660, tingkat pendidikan OR=0,879; 95 CI 0,847-0,912, status perkawinan OR=2,571; 95 CI 2,464-2,684, status sosial ekonomi OR=0, 377; 95 CI 0,356-0,400 dan OR=0,673; 95 CI 0,646-0,700, tempat tinggal OR=1,252; 95 CI 1,201-1309, aktivitas fisik OR=0,862; 95 CI 0,799-0,930, perilaku sedenter OR=1,061; 95 CI 1,008-1,118 dan OR=1,028; 95 CI 0,991-1,067, kebiasaan merokok OR=0,743; 95 CI 0,710-0,777, konsumsi buah dan sayur OR=0,742; 95 CI 0,480-1,146 dan konsumsi makanan berisiko OR=1,074; 95 CI 0,978-1,179. Dianjurkan kepada penduduk dewasa umur > 18 tahun di daerah pesisir Indonesia untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur dan aktivitas fisik, mengurangi perilaku sedenter dan rutin memantau berat badan.
ABSTRACT
Overnutritional status is one of the nutrient problems in Indonesia. Overweight and obesity are classified as overnutritiona problem. In the worldwide, 2016, more than 1.9 billion adults about 18 years old and above are overweight. On that population, over 650 million people are obese. Dietary patterns have shifted to high risk food consumption in Coastal area in Indonesia. This condition leads to an increased risk of overnutrition problems that will lead to degenerative diseases. The study aimed to the determinants of overnutritional status in Adult Population Age 18 Years Old In Coastal Area of Indonesia. This Study used a cross sectional design with the source of data used is Riskesdas 2013. Data analysis were done by univariate analysis to see the distribution, bivariate analysis using Chi Square test to see the significance of the relationship between independent and dependent variables and Multivariate analyisis using Logistic regression technique The results shows that 26,3 of Population In Coastal Area of Indonesia were overnutrition. Determinants of overnutritional status in coastal area ere age OR 1,372 ; 95 CI 1,330 ; 1,415, sex OR 1,594; 95 CI 1,532 1,660, level of education OR 0,879 95 CI 0,847 ; 0,912, marital status OR 2,571 ; 95 CI 2,464 2,684, social economic status OR 0,377 95 CI 0,356 ; 0,400 dan OR 0,673 95 CI 0,646 ; 0,700, residence OR 1,252 ; 95 CI 1,201 ; 1309, physical activity OR 0,862 ; 95 CI 0,799 0,930, sedentary behavior OR 1,061 95 CI 1,008 ; 1,118 dan OR 1,028 ; 95 CI 0,991 ; 1,067, smoking status OR 0,743 ; 95 CI 0,710 ; 0,777, and food and vegetable consumption OR 0,742 ; 95 ; CI 0,480 ; 1,146, and risk food consumption OR 1,074 ;95 CI 0,978 ; 1,179. Thus, it is recommended for adult aged 18 years in coastal area of Indonesia to increase fruit and vegetable consumption, increase doing physical activity, reduce sedentary behavior and routine to monitoring body weight.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Diandra Sari
Abstrak :
Obesitas merupakan masalah utama pada kesehatan masyarakat dunia yang diketahui juga sebagai salah satu faktor risiko penyakit perlemakan hati non alkoholik(NAFLD). Sistem penilaian untuk mendeteksi NAFLD telah dikembangkan dan divalidasi di Indonesia. Namun, pola makan orang obesitas yang mungkin memberikan pengaruh terhadap NAFLD masih belum diketahui. Penelitian ini mengevaluasi asupan sukrosa pada obesitas dewasa di Jakarta dan hubungannya dengan skor NAFLD. Ini adalah studi potong lintang berbasis komunitas di antara orang dewasa dengan indeks massa tubuh (BMI)>25 kg/m2 antara September dan Oktober 2018 di Jakarta, Indonesia. Asupan sukrosa dinilai menggunakan food recal l2x24 jam, dihitung berdasarkan tabel komposisi makanan Indonesia dan Amerika dengan menggunakan Nutrisurvey 2007.Skor NAFLD terdiri dari enam faktor risiko, yaitu BMI>25 kg/m2, jenis kelamin laki-laki, usia>35 tahun, trigliserida>150 mg/dL, kadar kolesterol lipoprotein kepadatan tinggi<40 mg/dL untuk pria atau <50 mg/dL untuk wanita, dan kadar alanin aminotrans feraseserum >35 U/L. Dari 102 subjek yang terdaftar, 75 orang(73,5%) adalah wanita. Median dari total skor NAFLD adalah 6,7 dengan rentang dari 3,6 hingga 10,2. Median asupan karbohidrat total adalah 179,6 (54,1-476,8) g/hari, dan median total asupan sukrosa adalah 47,0 (13,7-220,5) g/hari. Asupan sukrosa lebih tinggi signifikan pada responden dengan skor NAFLD >6,7 dibandingkan <6,7. (47,8 vs. 45,3 g; p=0,042; Mann-Whitney U test). Analisis multivariat mengonfirmasi adanya hubungan asupan sukrosa dan skor tinggi perlemakan hati non alkoholik. Kesimpulan: Asupan sukrosa tidak memiliki hubungan bermakna dengan skor NAFLD pada penyandang obesitas dewasa, namun bermakna jika dikaitkan dengan skor tinggi perlemakan hati non alkoholik. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan variabel tambahan pada skor NAFLD. ......Obesity is a major problem in a world public health which is also known as one of the risk factors of non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). An assessment system for detecting NAFLD has been developed and validated in Indonesia. However, the diet pattern of obese people who might have an effect on NALFD is still unknown. This study evaluated sucrose intake among obese adults in Jakarta and ints association with NAFLD score. This was a community-based cross sectional study among adults with body mass index (BMI) >25 kg/m2 between September and Oktober 2018 in Jakarta, Indonesia. Sucrose intake was assessed using 2x24-hour food recall, calculated based on the Indonesian and American food composition tables using dietary software Nutrisurvey. The NAFLD score consists of six risk factors, i.e. BMI >25 kg/m2, male sex, age >35 years, triglycerides >150 mg/dL, high density lipoprotein cholesterol levels <40 mg/dL for men or <50 mg/dL for women, and serum alanine aminotransferase levels >35 U/L. A total of 102 subjects were recruited; 75 (73.5%) of them were women. The median of total NAFLD scores was 6.7, ranging from 3.6 to 10.2. Median total carbohydrate intake was 179.6 (54.1-476.8) g/day, while the median total sucrose intake was 47.0 (13.7-220.5) g/day. Sucrose intake was significantly higher in patients with NAFLD score >6.7 than <6.7 (47.8 vs. 45.3 g; p=0.042; Mann-Whitney U test). Multivariate analysis confirmed the association of sucrose intake and higher total NAFLD score. Conclusions: Sucrose intake and NAFLD score have no significant association among obese adults. Further research is needed to develop additional variables on NAFLD score.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Septi Hajar
Abstrak :
Prevalensi berat badan lebih dan obesitas meningkat pada wanita usia subur. Obesitas pada kehamilan berhubungan dengan komplikasi kehamilan dan persalinan. Pada obesitas terjadi peningkatan respon inflamasi. Interleukin-6 (IL-6) adalah salah satu mediator inflamasi yang dapat digunakan sebagai penanda inflamasi. Pada kehamilan terjadi peningkatan kadar IL-6 serum akibat proses inflamasi. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar IL-6 serum dengan indeks massa tubuh (IMT) pada perempuan hamil trimester 1. Penelitian dilakukan di RS Budi Kemuliaan selama bulan Maret 2013 sampai April 2013. Pengambilan subyek dilakukan dengan cara consecutive sampling, didapatkan 47 orang subyek yang dianalisis. Data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, asupan energi total dengan metode tanya ulang serta proporsi karbohidrat, lemak dan protein. Pengukuran antropometri yaitu IMT untuk menilai status gizi dan pemeriksaan laboratorium kadar IL-6 serum. Hasil penelitian didapatkan rerata usia 27,3±3,9 tahun, asupan energi total 95,7% subyek memiliki asupan kurang dari anjuran angka kecukupan gizi (AKG) Indonesia, 55,3% subyek memiliki berat badan lebih, rerata IMT adalah 23,8+3,7 kg/m2. Hasil pengukuran kadar IL-6 serum didapatkan rerata 1,9±1,2 pg/ml. Didapatkan korelasi positif tidak bermakna antara kadar IL-6 serum dengan IMT pada perempuan hamil trimester 1 (r=0,28, p=0,057).
The prevalence of overweight and obesity increases in the reproductive women. Obesity is related to complication in pregnancy dan parturition. Interleukin-6 (IL-6) is one of inflammatory cell that can be used as a marker of inflammation which increases in patient with obesity. Serum IL-6 level had been found increases in pregnancy related to inflammation proccess. The aim of this cross sectional study was to find the correlation between serum IL-6 level and body mass index (BMI) in first trimester pregnancy. Data collection was conducted during March 2013 to April 2013 on Budi Kemuliaan Hospital, Jakarta. Subjects were obtained using consecutive sampling method. A total of 47 pregnant women in first trimester subjects had met the study criteria. Data were collected through interviews including age, educational status, income status, total energy intake and proportion of carbohidrat, fat, protein. Anthropometry measurements of BMI to assess the nutritional status and laboratory examination i.e blood levels of IL-6. Mean age was 27,3±3,9 years. Intake of total energy showed that 95.7% of the subjects were less than recommended dietary allowances (RDA). Overweight was occured in 55,3% of the subjects. Mean of BMI was 23,8+3,7 kg/m2. Mean of serum IL-6 levels was 1,9±1,2 pg/ml. No significant correlation was found between serum IL-6 levels and body mass index in first trimester pregnancy (r=0,28, p=0,057).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>