Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martomo Pryatman Mardjoeki
Abstrak :
RSPAD GS adalah rumah sakit militer tingkat I yang menjadi pusat rujukan tertinggi dari RS TNI AD/ABRI, melayani pasien baik sebagai anggota ABRI, PNS ABRI beserta keluarganya, juga melayani para pejabat tinggi dan tertinggi, dan masyarakat umum. Salah satu fasilitas layanan yang penting adalah bedah sentral, selain keberadaannya sangat dibutuhkan, bila dikelola dengan baik, bedah sentral akan menjadi salah satu sumber penghasilan bagi rumah sakit yang bersangkutan. Rendahnya kinerja di Bagian Bedah Sentral RSPAD GS, akan berpengaruh terhadap kesempatan menambah penghasilan bagi RSPAD GS. Untuk dapat mengoptimalkan peran bedah sentral dalam rangka meningkatkan pendapatan rumah sakit perlu dilakukan penelitian studi kasus dengan analisis kuantitatif dibantu dengan Competing values Framework. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui budaya organisasi Bagian Bedah Sentral RSPAD GS kaitannya dengan kinerja Bagian Bedah Sentral RSPAD GS. Pengumpulan data dilakukan secara survei dengan bantuan kuesioner, besar sampel 89, dan semua populasi di Bagian Bedah Sentral dipilih sebagai responden. Data yang terkumpul dilakukan analisa dengan melihat kecenderungan budaya organisasi sekarang dan yang diinginkan. Dati hasil penelitian budaya sekarang dan budaya yang diinginkan oleh kelompok manajemen di tingkat rumah sakit adalah budaya tipe klan, menurut kelompok manajemen di tingkat unit dan kelompok pengguna kamar bedah sentral, adalah budaya tipe hirarki. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kelompok manajemen di tingkat rumah sakit, kelompok manajemen di tingkat unit dan kelompok pengguna kamar bedah sentral di bagian bedah sentral RSPAD GS tidak memiliki persepsi yang sama terhadap budaya organisasi di bagian bedah sentral dan masing-masing kelompok tersebut mempunyai harapan budaya organisasi yang berbeda. Peneliti berasumsi bahwa perbedaan harapan tersebut yang selama ini menyebabkan rendahnya kinerja dibagian bedah sentral RSPAD GS. Bagian bedah sentral di RSPAD GS apabila ingin meningkatkan kinerjanya sebaiknya menyamakan budaya diantara kelompok manajemen di tingkat rumah sakit, kelompok manajemen di tingkat unit dan kelompok medis pengguna kamar bedah agar sejalan dengan visi, misi, strategi dan budaya di bagian bedah sentral RSPAD GS.
Cultural View Of The Main Operating Theatre Of The Gatot Subroto Army Main Hospital RSPAD 2003RSPAD GS is a first class Military Hospital which has become the main referral hospital for other military hospital, providing services for members of the Indonesian Armed Forces (TNI), civilian personnel of the armed forces as well as their families also for high ranking members of the military as well as that of the high and highest level of official and general public. One of the important services is the Main Operating Theatre. Its presence is extremely needed and if it is well managed, the Main Operating Theatre can become one of the main sources of revenue for the hospital. The low performance of the Main Operating Theatre of RSPAD GS will have an impact on the opportunity to make extra revenue for RSPAD GS. In order to maximize the role of the main Operating Theatre so as to raise revenue of the hospital, it is necessary to hold a survey as a case study by using the method of Quantitative analysis with the help of competing value framework. The aim of the survey is to find out the Organizational Culture of the Main Operating Theatre of RSPAD GS and its connection with performance of the Main Operating Theatre of RSPAD GS. Search for data can be done in a curve' with the help of questionnaires, the amount of samples is 89, conducted to all the personnel at the Main Operating Theatre who will be selected as respondents. The collected data can be analyzed by observing the current culture and the one desired by the Management Group a the hospital level there is the Clan Type of Culture, and according to the management group at the unit level and group using the Main Operating Theatre it is the Hierarchy type of culture. The survey concluded that the Management at the hospital level, the management group at unit level and the group using the main operating theatre of the RSPAD GS do not have the same perception about the organizational culture of the main operating theatre and each group has its own different organizational cultural expectation. The writer assume that these different organizational culture expectation is responsible for the low performance of the main operating theatre. The main operating theatre at RSPAD GS when it wishes to improve its performance should have similar cultural view between the management group at the hospital level, the management group at the unit level and the group using the main operating theatre so that they will have similar vision, mission, strategy and culture at the main operating theatre.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12891
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Runsen
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara budaya organisasi dan kecerdasam emosional dengan komitmen organisasi pegawai pads Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga (PMA TIGA). Budaya organisasi adalah nilai-nilai dan semangat yang mendasar dalam cara mengelola serta mengorganisasikan organisasi, yang diukur dengan menggunakan indikator : inisiatif individu, toleransi terhadap risiko, integrasi, dukungan manajemen, pengawasan, identifikasi, sistem penghargaan, toleransi terhadap konflik, dan pola komunikasi. Kecerdasan emosional merupakan kecakapan untuk merasakan, memahami, dan mengimplementasikan kepekaan tenaga dan emosional secara aktif sebagai sumber energi, informasi, hubungan dan pengaruh yang manusiawi yang dilihat berdasarkan indikator kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain. Sementara komitmen organisasi adalah kekuatan yang bersifat relatif dari individu mengenai rasa kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi, kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan, dan ketertarikan terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasi. Penelitian menggunakan metode deskriptif dan korelasional dengan melibatkan 95 responder yang diambil secara acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas menggunakan rumus korelasi Spearman Rank dan uji reliabilitas menggunakan Spearman Brown. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan formula statistika, yakni korelasi Spearman Rank dan West yang pengolahannya dilakukan dengan program SPSS versi 13.0. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa budaya organisasi tergolong baik, kecerdasan emosional dan komitmen organisasi tergolong tertinggi. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Demikian pula kecerdasan emosional juga memiliki hubungan positif dan signifikan dengan komitmen organisasi. Hasil ini memberikan arti bahwa semakin baik budaya organisasi dan semakin tinggi kecerdasan emosional maka semakin tinggi komitmen organisasi; sebaliknya semakin buruk budaya organisasi dan semakin rendah kecerdasan emosional maka semakin rendah komitmen organisasi pegawai. Berdasarkan temuan tersebut, maka komitmen organisasi pegawai perlu ditingkatkan dengan cara mengembangkan budaya organisasi dan kecerdasan emosional. Budaya organisasi dapat dikembangkan dengan meningkatkan kepedulian pimpinan untuk memberikan apresiasi positif kepada pegawai yang berprestasi dan menyediakan forum khusus sebagai media untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam organisasi. Selain itu, perlu dikembangkan suatu kebersamaan di antara pegawai yang didasarkan atas kepentingan bersama dan perasaan kebersamaan melalui keteladanan pimpinan, pembentukan teamwork, melakukan mindsetting, dan kegiatan outbond. Untuk pengembangan kecerdasan emosional dapat dilakukan dengan menanamkan paradigma baru kepada semua anggota organisasi bahwa faktor kecerdasan emosional merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dalam upaya penyelesaian tugas. Penanaman paradigma ini perlu ditindakianjuti dengan peningkatan pemahaman pegawai tentang kecerdasan emosional melalui program inhouse training atau short training.
ABSTRACT
This research is aimed at knowing correlation among organization culture and emotional intelligence by organization commitment of employee's at Kantor Pelayanan Pajak Penanamana Modal Asing Tiga (KPP PMA Tiga) Organizational culture is both fundamental values and spirits by which management and organization is measured by using indicators: individual initiative, risk tolerances, integration, management support, supervision, identification, reward system, tolerance with conflict and communication model. Emotional Intelligence is any capability to feel, understand, and actively to implement energy and power sensitivitly as energy resource information, relationship and human's influence based on capability indicator regarding self emotion, managing and motivating it, as well as empathy and correlation building with others. Meanwhile, organizational commitment is strength in relative nature with individual in terms of self confident with organizational values, readness to do efforts as good as possible for sake of organizational interest, to be member of such related organization and attractiveness to objective, value and organization objective. This research using both descriptive and correlation method involving 95 respondents randomized simply. Data collection is conducted by questioner which of validity and reliability had been tested. Validity test using Spearman Rank correlation and Reliability test by Spearmen Brown. Subsequently, the obtained data is analyzed using statistical formulation, i.e both Spearman Rank correlation and t-test which of processing conducted using version -13 SPSS's Program. Result of descriptive analysis indicated that organizational culture is grouped good whereas both emotional intelligence and organizational commitment is highest. Result of hypothesis test indicated that organizational culture has correlation with organizational commitment both significantly and positively. So do emotional intelligence. It means that both the better organization and the higher emotional intelligence , then the higher organization commitment, conversely, that both the worst organizational culture and the lower emotional intelligence, then the lower commitment of employee's organization. Then, based on those findings, the commitment of employee's organization should be increased by developing both organizational culture and emotional intelligence. It may be developed by improve caring of leader to give positive appreciation to the employee that have good achievement and provide the special forum as media to solve the conflict that happened in organization. Additionally, it should developed the togetherness among employees based on mutual interest and joint feeling by leadership model, teamwork establishment, mind setting and outbond activities. To develop emotional intelligence it may be implemented by growing new paradigm with all organizational member that emotional intelligence is not less important favor to settle duties. This paradigm establishment should be followed up by increasing employee's comprehension regarding emotional intelligence either trough in house training or short training's program.
2007
T 19467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library