Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochamad Arief S.
Abstrak :
Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi adalah kegiatan usaha yang bertumpu dan berintikan pada kegiatan usaha eksplorasi dan kegiatan eksploitasi, dimana balk pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi adalah merupakan kegiatan yang penuh risiko dan dinamis, serta merupakan suatu kegiatan usaha yang menggunakan teknologi tinggi (high technology), padat modal (high capital) dan berisiko tinggi (high risk), sehingga keperluan untuk pengadaan barang dan jasa dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi baik pada kegiatan inti yang meliputi kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi maupun kegiatan usaha penunjang sangat besar. Dalam pelaksanaan pengadaaan barangljasa pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, prinsip pengutamaan barang jasa dalam negeri pada prinsipnya telah dilaksanakan dan didukung oleh peraturan perundang-undangan sejak dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sampai ke peraturan pelaksanaannya termasuk sudah diterbitkannya Pedoman Tata Kerja Nomor 007/PTKNI/2004 tentang Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kerja Sama pada Buku Kedua tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Namun dalam pelaksanaannya selama ini ternyata apa yang diharapkan di atas masih jauh dari harapan dan tujuan yang diinginkan. Dari hasil kegiatan usaha minyak dan gas bumi selama ini belum memberikan kontribusi yang optimal pada peningkatan kapasitas dan pengembangan sektor riil khususnya dalam mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional sebagaimana tujuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Industri Minyak dan Gas Bumi saat ini masih tergantung pada permodalan dengan seluruh project finance dibiayai oleh lembaga keuangan asing, sumber daya manusia dan teknologi asing. Hambatan dan permasalahan dalam mengoptimalisasi penggunaan barangljasa daiam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi selama ini antara lain : 1. Lemahnya dukungan industri perbankan nasional dalam mendukung industri minyak dan gas bumi nasional khsusnya industriljasa nasional minyak dan gas bumi. 2. Adanya keberagaman penafsiran terhadap Pedoman Tata Kerja Nomor 007lPTKNIl2004 tersebut sehingga mengakibatkan inkonsistensi dalam pelaksanaan pengadaan barangljasa pada kegiatan usaha hula minyak dan gas bumi. 3. Masih adanya permasalahan dengan peraturan perundang-undangan sektor lain yang terkait. Untuk menumbuhkembangkan kemampuan nasional khususnya barangljasa dalam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi diperlukan : 1. dukungan industri perbankan nasional terhadap industri minyak dan gas bumi nasional khususnya industriljasa nasional minyak dan gas bumi agar mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional. 2. penataan kembali peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengadaan barangljasa secara nasional; 3. perlunya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pengadaan BaranglJasa Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi mengingat fungsi Pemerintah c.q Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam melakukan pembinaan terhadap kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susetyo Yuswono
Abstrak :
Kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia sudah dimulai jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Minyak dan gas bumi digolongkan sebagai bahan galian yang memiliki nilai strategis dan vital, maka peran (intervensi) dari pemerintah memiliki posisi yang penting. Intervensi pemerintah ini diperlukan dalam rangka meningkatkan penerimaan, menjamin kelangsungan ketersediaan (pasokan) sumber daya alam yang takterbarukan (unrenewable) bagi generasi mendatang dan menghindari terjadinya kelangkaan pasokan minyak dan gas bumi di dalam negeri. Sejarah perkembangan pengaturan minyak dan gas bumi di Indonesia telah mengalami perkembangan, dimulai dari pengaturan yang bersifat kolonialisme sebagaimana yang diatur dalam Indische Mijn Wet, kemudian setelah merdeka bangsa Indonesia menciptakan Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 yang merupakan produk hukum berlandaskan pada falsafah Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945. Seiring dengan perkembangan zaman serta dengan dilatarbelakangi oleh berbagai hal seperti globalisasi, krisis ekonomi, privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan reformasi hukum serta pada tataran filosofis telah terjadi perubahan yang mendasar terhadap pemahaman makna Pasal 23 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 maka diterbitkanlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 telah membawa perubahan yang fundamental terhadap tatanan pengusahaan minyak dan gas bumi yang telah berlangsung harmpir empat dasa warsa. Perubahan tersebut antara lain pola kegiatan (pengusahaan) usaha hulu, penyusunan kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, demikian juga implementasi pengaturan dalam kontrak. Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001, maka kegiatan usaha hulu sejak awal telah ditentukan pola kerja samanya, yaitu melalui kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang selama ini ditangani oleh Pertamina, sekarang beralih kepada Pemerintah dan BPMIGAS. Klausul-klausul yang ada dalam kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi merupakan formulasi (penuangan) dari apa yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001. ......Oil and gas business activities in Indonesia have been established even before the Republic of Indonesia has been declared. Oil and gas are considered as having strategic and vital value towards the national interest. Therefore the government of Republic of Indonesia is expected to have important role in this area of business. Intervention from the government is crucial to ascertain the increase of state revenue, security of supply of un-renewable energy resources in the future and to avoid domestic scarcity of oil and gas. In its history, oil and gas businesses have undergone a lot of changes since imperialistic era. During the Dutch colonization, oil and gas business were regulated with Indische Mijn Wet. After independence, in accordance with circumstance, Indonesia established Law Number 44 Year 1960 which adopted philosophical values set in article 33 (2) and (3) of the 1945 constitution. In response to change such as globalization, economic crises, privatization of state owned companies, legal reforms and shifting of existing paradigms, the Government enacted Law Number 22 Year 2001 on Oil and Gas. Law Number 22 Year 2001 has brought fundamental changes towards modern oil and gas business in Indonesia which has been implemented for almost four decades. The changes comprised of, inter alia, methods of upstream oil and gas businesses, drafting of upstream oil and gas contracts, and its implementation. By the enactment of Law Number 22 Year 2001, upstream oil and gas business is outlined to be carried out in upstream oil and gas Cooperation Contract Agreement. Cooperation Contract that are used to be handled by Pertamina are now conducted by the Government and BPMIGAS. Term and conditions specified in Cooperation Contract shall reflected the required condition in Number 22 Year 2001.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library