Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krishna Eka kurnia
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26622
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hongkong: Duzhe Wenzhai Yuandong, 1998
R SIN 403.641 DUZ
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Saptarini
Abstrak :

Akne vulgaris (AV) adalah penyakit inflamasi yang kronis pada bagian pilosebasea.  Pada umumnya akne terjadi pada masa pubertas, dewasa muda, dan banyak terjadi pada remaja. AV mempengaruhi 85% dewasa muda usia 12-25 tahun dan secara konsisten menduduki “the top three most prevalence skin condition“ dalam populasi umum Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya akne vulgaris dan yang masih menjadi perebatan adalah faktor nutrisi. Dengan menggunakan cut-off <20 ng/mL, prevalensi defisiensi vitamin D bervariasi antara 6-70% di Asia Tenggara, hasil penelitian di Malaysia lebih dari setengah (58%) jumlah remaja memiliki 25(OH)D <50 nmol/L. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang membandingkan nilai rerata kadar vitamin D serum antara dua kelompok derajat akne pada remaja siswa sekolah menengah atas usia 15-18 tahun di kota Depok. Jumlah subjek total 60 orang terbagi dalam 2 kelompok, 30 orang kelompok akne vulgaris ringan (AVR) dan 30 orang akne vulgaris sedang-berat (AVS). Rerata kadar vitamin D serum subjek adalah 17,29±6,77 ng/ml. Sebanyak 21 subjek (35%) berada pada kondisi sufisiensi vitamin D dan 39 subjek (65%) berada dalam kondisi insufisiensi-defisiensi (terdiri dari 43,3% insufisiensi, 21,7% defisiensi). Kadar rerata vitamin D serum pada kelompok AVR 15,45±6,7 ng/ml dan pada AVS 19,13±6,8 ng/ml dengan p=0,034.

Kesimpulan : hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kadar vitamin D serum dengan akne vulgaris. vitamin D serum.

 


Acne vulgaris is a chronic inflammatory disease as a part of pilosebaceus. In general acne occurs during puberty, but it can also occur in young adults, and many occur in adolescents. Acne vulgaris affects 85% of young adults aged 12-25 years and consistently occupies "the top three most prevalence skin conditions" in the general population. One of the factors that influence acne vulgaris and which is still a debate pro and contra are nutritional factors. This study aims to find a relationship between vitamin D serum level and the degree of acne in adolescents. Previous researches that linked vitamin D levels with acne was not conclusive, especially in adolescents. This is a cross-sectional study that compares the mean values of serum vitamin D levels between two groups of acne levels in adolescents of high school students aged 15-18 years in the city of Depok. The total number of subjects was 60 people divided into 2 groups, 30 people in the group of mild acne vulgaris and 30 people with moderate-severe acne vulgaris. The mean of vitamin D level of the subject serum was 17.29 ± 6.77 ng / ml. The mean of vitamin D serum level in the mild group was 15.45 ± 6.7 ng / ml and moderate group was 19.13 ± 6.8 ng / ml with p = 0.034. A significant association was found between serum vitamin D levels and the degrees of acne vulgaris.

Conclusion: there is a significant relationship between serum vitamin D levels and degree of acne vulgaris. The mean of vitamin D level are lower in mild acne group than in moderate group

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Anggawiyatna
Abstrak :
Pendahuluan: Berkurangnya kekuatan otot seiring usia sudah dianggap sebagai suatu penyakit degeneratif. Penyebab tersering adalah defisiensi vitamin D. Sebagian besar studi yang ada menunjukkan efek menguntungkan dari supplementasi vitamin D. Namun masih terdapat kontroversi. Tujuan studi ini adalah untuk meninjau secara sistematis tentang efek supplementasi vitamin D terhadap kekuatan otot, berdasarkan hasil dari studi terdahulu.Metode: Penelitian ini merupakan metaanalisis. Dilakukan penelusuran literatur melalui Pubmed, ScienceDirect, dan CENTRAL pada Desember 2017. Studi yang diambil adalah studi RCT, meneliti pengaruh pemberian suplementasi vitamin D dengan luaran klinis kekuatan otot, subjek usia di atas 65 tahun. Qualitas tiap studi dihitung dengan Jadad scale, risiko bias dihitung sesuai Cochrane guideline. Parameter HG, KE, CRT, TUG, dan SPPB diekstraksi dan dilakukan metaanalisis dengan menghitung beda rerata untuk menghitung besar efek.Hasil: 17 studi RCT diikutsertakan dalam penelitian. Qualitas tiap studi berkisar antara sedang-baik. Rentang usia 68,8-86,6 tahun. Lama follow up 3-12 bulan. Dosis vitamin D yang diberikan bervariasi 400-2000 IU/hari, atau 150.000 IU/3 bulan. Didapatkan hasil beda rerata 6.96 1.33, 12.60 untuk parameter KE p 0.02 , beda rerata -5.03 -25.04, 14.98 untuk parameter CRT p 0.62 , beda rerata -2.72 -6.90, 1.45 untuk parameter TUG 0.20 , beda rerata 0.11 -7.94, 8.17 untuk parameter SPPB p 0.98 , dan beda rerata 3.24 0.81, 5.66 untuk parameter HG p 0.009 .Pembahasan: Pemberian suplementasi vitamin D dapat meningkatkan kekuatan otot yang diukur dengan parameter KE dan parameter HG. Namun tidak ditemukan perbedaan bermakna pada penghitungan parameter CRT, TUG, dan SPPB.
Introduction Decreased muscle strength with age is considered a degenerative disease. The most common causes is vitamin D deficiency. Most studies have shown beneficial effects of vitamin D supplementation. However, there are still controversies. This study was aimed to systematically review the effects of vitamin D on muscle strength, based on results from previous studies.Methods This is a metaanalysis study. Literature searches performed through Pubmed, ScienceDirect and CENTRAL in December 2017. Included in the studies were RCTs, which measured the effect of vitamin D supplementation with clinical outcomes of muscle strength, in subjects over 65 years of age. The quality of each study was calculated with Jadad scale, the risk of bias calculated according to Cochrane guideline. Parameters HG, KE, CRT, TUG, and SPPB were extracted and calculating the mean difference to analyse the effect.Result Seventeen RCTs were included. The quality ranged from moderate good. Age range 68.8 86.6 years. Length of follow up 3 12 months. The vitamin D dose varies from 400 2000 IU day, or 150,000 IU 3months. The mean difference was 6.96 1.33, 12.60 for KE p 0.02 5.03 25.04, 14.98 for CRT p 0.62 2.72 6.90, 1.45 for the TUG 0.20 0.11 7.94, 8.17 for the SPPB p 0.98 and 3.24 0.81, 5.66 for HG p 0.009 .Discussion Vitamin D supplementation can increase muscle strength measured by measuring KE and HG. However, there were no significant difference was found in CRT, TUG, and SPPB.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Gautama
Abstrak :
Latar belakang: Masyarakat kawasan urban kampung di Indonesia memiliki risiko lingkungan berupa gorong-gorong yang gelap dan ventilasi yang tidak adekuat. Hal ini menjadi risiko kadar vitamin D yang tidak optimal (serum 25OHD <20 ng/mL dan >100 ng/mL). Kadar vitamin D yang tidak optimal juga bisa menjadi risiko penurunan fungsi ginjal. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara kadar vitamin D dan penanda fungsi ginjal pada masyarakat kawasan urban kampung Jakarta dan Tangerang. Metode: Studi potong lintang pada subjek dewasa kawasan urban kampung Jakarta dan Tangerang di tahun 2019-2020. Kemudian dilakukan penyesuaian dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Lalu, dilakukan pengambilan darah untuk pengukuran kadar vitamin D juga nilai penanda fungsi ginjal. Hasil: Pada 161 subjek dewasa di urban kampung Jakarta dan Tangerang diperoleh nilai median kadar vitamin D 24,46 ng/mL (10,04 – 52,55 ng/mL), kadar kreatinin serum 0,7 mg/dL (0,5 – 6,7 mg/dL), kadar ureum 20,6 mg/dL (11,9 – 50,5 mg/dL), dan nilai eGFR (CKD-EPI) 97,854 ml/min/1,73m2 (5,52 – 121,92 ml/min/1,73 m2). Hasil analisis menggunakan uji Spearman menunjukkan tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin dengan kadar ureum, kreatinin, dan nilai eGFR. Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara kadar vitamin D dan penanda fungsi ginjal baik dengan eGFR, kadar kreatinin serum, maupun kadar ureum pada masyarakat yang tinggal di kawasan urban kampung Jakarta dan Tangerang. ......Background: Individuals who live in urban kampung have the environmental risk factors of dark alleyways and inadequate ventilations. These increase the risk of subjects in developing vitamin D deficiency and later may decrease the kidney function. Therefore, this study is performed to identify the correlation between vitamin D serum levels and kidney function markers in adults of urban kampung area around Jakarta and Tangerang. Methods: Cross-sectional study performed in adults of urban kampung areas around Jakarta and Tangerang in 2019-2020. We recruited participants using predetermined inclusion and exclusion criteria. Afterward, blood sample were drawn to quantify vitamin D serum level and kidney function markers of the subjects. Results: From 161 adult subjects in urban kampung around Jakarta and Tangerang, the vitamin D serum level median is 24,46 (10,04 – 52,55) ng/mL, the serum creatinine median is 0,7 (0,5 – 6,7) mg/dL, the urea serum level median is 20,6 (11,9 – 50,5) mg/dL, and the median of eGFR score (CKD-EPI), is 97,854 (5,52 – 121,92) ml/min/1,73 m2. Analysis using Spearman shows that there is no correlation between vitamin D serum level with urea serum level, serum creatinine, and eGFR score. Conclusion: There are no correlation between vitamin D serum level and kidney function markers in individuals who live in urban kampung area around Jakarta and Tangerang
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Kusumadewi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Defisiensi vitamin-D dapat terjadi pada sklerosis multipel MS dan neuromielitis optik (NMO), dan dapat berpengaruh terhadap proses imunologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serum vitamin-D-25 (OH) pada orang dengan penyakit demielinisasi sistem saraf pusat dibandingkan dengan kontrol sehat. Metode. Penelitian potong lintang ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta pada November 2016 sampai Mei 2017. Pada sampel dikumpulkan data kebiasaan makan, suplementasi vitamin-D, paparan sinar matahari, terapi medikamentosa, jumlah relaps per tahun, dan expanded disability status scale (EDSS). Kadar serum vitamin-D-25(OH) diukur menggunakan metode direct competitive chemiluminescence immunoassay (CLIA). Hasil. Tiga puluh dua pasien (18 MS dan 14 NMO) dan 33 kontrol diikutsertakan dalam penelitian ini. Jumlah laki-laki pada kelompok studi dan kontol adalah 12,5% dan 15,2%. Insufisiensi dan defisiensi vitamin-D-25(OH) (<30ng/mL) didapatkan pada 90,6% pasien di kelompok studi. Tidak didapatkan perbedaan kadar vitamin-D-25(OH) yang bermakna antara kelompok studi dan kontrol dengan median rentang adalah 17(5.2-71.6)ng/ml dan 15.7(5.5-34.4)ng/ml. Hasil tersebut tidak diduga, karena 50 pasien mendapatkan suplementasi vitamin D lebih dari 400IU. Terapi kortikosteroid juga ditemukan berpengaruh terhadap kadar vitamin-D-25(OH). Kadar vitamin-D-25(OH) tidak berhubungan dengan EDSS.Kesimpulan. Insufisiensi dan defisiensi vitamin-D didapatkan pada orang dengan MS dan NMO di Jakarta, namun kadarnya tidak berhubungan dengan EDSS. Tenaga kesehatan juga perlu mewaspadai rendahnya kadar vitamin-D pada pasien yang menggunakan kortikosteroid. Kontrol normal juga memiliki kadar vitamin-D yang rendah walaupun tinggal di negara dengan paparan sinar matahari yang cukup. Temuan ini menunjukkan risiko kekurangan vitamin-D pada masyarakat yang tinggal di Jakarta.
ABSTRACT
Introduction. Vitamin-D-25(OH) deficiency is common in Multiple Sclerosis (MS) and Neuromyelitis Optic (NMO) patients and can affect the immunological process. We performed study to evaluate serum vitamin-D-25(OH) levels in MS and NMO patients compared to healthy control. Methods. This is a cross sectional study done in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from November 2016 May 2017. We reviewed dietary recall, vitamin-D supplementation, sun exposure, medication, annual relapse rate and expanded disability status scale (EDSS). Vitamin-D-25(OH) level was measured using direct competitive chemiluminescence immunoassay (CLIA). Results. Thirty two patients (18 MS and 14 NMO) and 33 controls were enrolled. Male patients and controls were 12,5% and 15,2%, respectively. Vitamin-D insufficiency and deficiency (<30ng mL) among patients reached 90,6% and not associated with EDSS. It was not significantly different between patients and control, with median (range) 17(5.2-71.6)ng/ml and 15.7(5.5-34.4)ng/ml respectively. The result was unexpected because 50 patients received vitamin-D supplementation. Corticosteroid used also influenced the vitamin-D levels. Conclusion. Vitamin-D insufficiency and deficiency was common in MS and NMO patients in Jakarta but not associated with EDSS. Practitioners need to be alert to vitamin-D low level particularly in patients using corticosteroid. Healthy control also had low vitamin-D concentrations though they lived in a sufficient sun exposure country. This finding suggests a risk of vitamin-D deficiency among community living in Jakarta.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Naura Assyifa
Abstrak :

Vitamin D dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar vitamin D dengan panjang badan bayi di Jakarta Pusat. Studi cross-sectional dilakukan terhadap 75 subjek yang memenuhi kriteria penelitian. Kadar vitamin D dalam serum diukur dengan metode CLIA (Chemiluminescence Immunoassay), dan panjang badan bayi diukur dengan teknik terstandarisasi dengan ketelitian 1mm oleh tenaga terlatih. Data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi Pearson (korelasi bermakna jika p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas subjek penelitian (80%) tidak memiliki asupan vitamin D yang cukup. Nilai tengah kadar vitamin D bayi berusia 8-10 bulan di Jakarta Pusat sebesar 26,4 ng/dL, sedangkan nilai tengah panjang badan bayi 70,63 cm. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat korelasi bermakna antara kadar vitamin D dengan panjang badan bayi 8-10 bulan di Jakarta Pusat (p=0,563).

 


 

Vitamin D can influence bone growth. This study aims to determine the correlation between vitamin D levels and body length on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta. Cross-sectional study was conducted on 75 infants which met the criteria. Serum vitamin D levels were measured with CLIA (Chemiluminescence Immunoassasy), while body length was measures by antropometric standardized technique by trained personnel. The data was analyzed with Kolmogorov-Smirnov test and Pearson test (significant correlation if p<0,05). The result shows that the majority of subjects (80%) do not have adequate vitamin D intake. The median value of vitamin D levels on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta is 26.4 ng/dL, while the median value of body length is 70.63 cm. The result shows that there are no significant correlation between vitamin D levels and body length on 8 to 10 months old infants in Central Jakarta (p=0,563).

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Reader's Digest, 2007
613.2 MAG
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Morrison, Jeffrey A.
Abstrak :
A clinically proven program that allows you to detoxify from chemical exposure while shedding excess fat. Everyone knows the world is toxic. But few of us realize that the average person carries a load of seven hundred chemicals in the body. The gradual buildup of these toxins has a ripple effect on our health, starting with mild ailments and culminating in chronic illness. Working with hundreds of patients, integrative medicine expert Dr. Jeffrey A. Morrison has found an easy and effective solution. Outlining both a thirty-day intensive and a ten-day seasonal tune-up, he offers a simple and nutritious eating plan that efficiently detoxifies the body, allowing it to heal itself. Readers will not only cleanse their body of toxins, but also shed pounds of toxic weight as they uncover and remove the underlying causes of illness. Unlike other detox plans, Cleanse Your Body, Clear Your Mind, features cooked food and regular meals, making it easy for readers to start and stay on the path to good health.
New York: Hudson Street Press, 2011
613 MOR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Balch, Phyllis A.
New York: Avery, 2006
613.2 BAL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library