Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desti Nur Sakinah
"Kepentingan Iran mengembangkan kembali program nuklirnya adalah merupakan upaya pertahanan diri dalam mengantisinasi segala bentuk ancaman yang datang baik secara tiba-tiba atau terencana. Upaya memperkuat kekuatan bargaining politiknya melalui pengaktifan kembali program nuklir merupakan kebijakan yang strategis. Peningkatan kekuatan militer Iran merupakan suatu bentuk sikap waspada Iran atas fenomena yang terjadi saat ini, yaitu semakin meluasnya "penguasaan" wilayah Amerika Serikat di Timur Tengah, hingga beberapa negara Arab sudah berada di bawah kontrolnya, ditambah invasi dan pendudukannya di Irak, serta melemahnya sikap Libya yang bersedia menghentikan program nuklirnya atas permintaan Barat. Hegemoni Amerika Serikat sangat mengancam wilayah teritorialnya, karena Amerika Serikat telah memobilisasi pasukannya di berbagai wilayah yang berdekatan dengan Iran hingga menjepit Iran diantara wilayah penguasaannya.
Iran adalah salah satu negara di Timur Tengah yang hingga sekarang belum bisa dikendalikan oleh Washington, serta kilang-kilang minyaknya yang belum dikuasai oleh perusahaan-perusahaan eksplorasi minyak Barat. Iran adalah penghasil minyak terbesar kedua dunia, setelah Arab Saudi dan Irak pada urutan ketiga. Selain itu, dengan dimilikinya persenjataan nuklir maka Iran akan menjadi kekuatan penyeimbang di Timur Tengah terhadap kekuatan Israel yang selama ini menjadi kekuatan dominan di Timur Tengah. Program nuklir Iran setidaknya bisa dijadikan sebagai komunikasi politiknya dalam menghadapi ancaman yang akan datang dan menimalisir ancaman tersebut.

Importance of Iran develop to return its nuclear program is represent effort of defender of its self in anticipating all the form of incoming threat either through sudden of planned. Efforts strengthen strength of his political bargaining through reactivation of nuclear program represent strategic policy. Make-Up of strength of military of Iran represent an form of attentive attitude of Iran Or phenomenon that happened in this time, that is progressively the wide-speeding of " domination" regional of Middle United States In the East, till some State of Arab have under his control, is added by invasion and occupying it in Iraq, and also wear away it attitude of Libya readying to discontinue his nuclear program by request of West. Hegemony of United States very menace region territorially, because United States mobilization of his team have in various nearby region with Iran till nip Iran of among region of his domination.
Iran, is one of State in the East which until now not yet can be controlled by Washington, and also his refinery is which not yet been mastered by company of explores of West oil. Iran is producer of biggest oil of world second, after Arab of Saudi and Iraq of at third sequence. Others, owned of nuclear weapons hence the Iran will become strength of middle compensating In the East to strength of Israel which during the time become strength of middle dominant In the East. Nuclear Program of Iran at least can be made by as his political communications in face of coming threat and of the threat.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Jaelani
"Sepanjang tahun 2006 hingga 2010 Iran didera dengan lima sanksi dari Dewan Keamanan PBB yang disponsori oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Hal ini diakibatkan dari sikap Iran yang terus mengembangkan program nuklirnya tanpa mematuhi resolusi DK PBB dan mengabaikan arahan badan atom internasional (IAEA). Dengan kebijakan luar negerinya, Iran berusaha menjelaskan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai dan sesuai dengan ketentuan Traktak Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Menariknya, di tengah deraan sanksi tersebut, dukungan dunia internasional semakin meningkat. Salah satunya terlihat dari penurunan dukungan negara-negara anggota DK-PBB terhadap sanksi Iran. Dengan demikian muncul permasalahan bagaimana kebijakan luar negeri Iran terhadap AS dan pengaruhnya terhadap resolusi DK PBB.
Dengan pendekatan kualitatif dan mengadopsi penelitian model studi kasus, penulis menemukan bahwa kebijakan luar negeri Iran secara umum terhadap AS bersifat konfrontatif dan responsif. Iran selalu menentang kebijakan luar negeri AS yang dominatif terhadap kestabilan dalam negeri dan kawasan. Sedangkan secara khusus, Iran memfokuskan diri untuk mengedepankan negoisasi dan diplomasi dalam rangka kerjasama mengembangkan program nuklir ke berbagai negara anggota DK PBB maupun ke negara-negara kawasan.
Kebijakan luar negeri Iran ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kepentingan pengembangan energi listrik sebagai antisipasi keterbatasan sumber daya alam lainnya (minyak dan gas), posisi geopolitik dan geostrategis Iran di jantung dunia, ideologi revolusi Islam para penguasanya yang selalu dijaga dan dilestarikan, dominasi ulama dan kelompok konservatif di dalam struktur pemerintahan, dan dukungan mayoritas masyarakat Iran terhadap kebijakan pemerintahan Ahmadinejad yang pro rakyat miskin.
Dikarenakan kebijakan luar negeri ini, Iran mendapatkan sanksi secara berturut. Sanksi melalui resolusi DK PBB yang semakin berat. Tercatat dari resolusi dengan sanksi yang hanya sebatas penundaan (no. 1696), pembekuan aset (no. 1737), larangan bantuan keuangan dari negara lain (no. 1747), pembatasan hubungan negara lain terhadap Iran (no. 1803) dan embargo ekonomi dan senjata (no. 1929). Akan tetapi hingga saat ini Iran tetap bertahan untuk terus melakukan pengembangan program nuklirnya.

Since 2006 until 2010 Iran has been the subject of five UN sanctions sponsored by the United States and its allies. These sanctions resulted from the Iranian policy to continue their nuclear program despite of UN Security Council?s resolution and international atom agency (IAEA)?s advice. Iran continues to state that their nuclear program is for peace keeping purposes and is in accordance with Nuclear Non-Proliferation Treaty.
Interestingly, in this unfortunate blow of sanctions, international support increases. One of them is the decreasing support of member countries of UN Security Council toward the sanctions; this lead to the question on US foreign policy against Iran and their implications on the Security Council resolutions.
By using qualitative approach and by adopting case study model of research, the writer assumes that Iranian foreign policy is generally confrontative and responsive. Iran is always against US foreign policy which is dominative to domestic and regional stability. On the other hand, Iran focuses on negotiation and diplomacy to promote cooperation to develop nuclear program with the members of UN Security Council and with neighboring countries in the region.
There are several key elements that give shape to Iranian foreign policy; development of electricity alternative energy, in an anticipation of the depletion of other natural resources (oil and gas), Iranian geopolitics and geocenties in the world, preserved Iranian Islamic Revolution ideology, ulama and conservative domination in the administration, and Iranian people?s support of Ahmadinejad administration policy which is in favor of the poor.
Iranian foreign policy has led to multiple sanctions. UN Security council releases tougher resolutions day to day. The sanctions range from suspension (no. 1696), freezing of the assets (no. 1737), prohibition on foreign aid (no. 1803), to economic and weaponry embargo (no. 1929). However, Iran survives them and continues to develop its nuclear program."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library