Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faustine
Abstrak :
Kelumpuhan akibat miastenia gravis kini diobati dengan antikolinesterase sebagai obat lini pertama. Obat-obatan tersebut relatif mahal serta memiliki banyak efek samping sehingga dibutuhkan obat baru yang memiliki efektivitas tinggi tetapi aman digunakan dalam jangka panjang. Akar kucing (Acalypha indica Linn.) telah terbukti secara empiris untuk mengatasi gejala hemi/paraplegi. Namun, belum ada bukti ilmiah mengenai efeknya sebagai neuroterapi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek neuroterapi ekstrak akar Acalypha indica Linn. secara eks vivo. Pada penelitian digunakan tiga kelompok percobaan, yaitu kelompok ekstrak dosis 10 dan 15 mg, serta kontrol. Tiap kelompok menggunakan empat sampel. Sediaan otot gastroknemius katak direndam dengan ringer, kemudian dengan pankuronium bromida 4 mg, masing-masing selama 10 menit. Setelah itu, perendaman dilanjutkan dengan ekstrak dosis tertentu selama 10 menit. Pada setiap perlakuan, dilakukan pengukuran lama depolarisasi, lama repolarisasi, lama flat, dan amplitudo kontraksi pada stimulasi 5 mV. Efek neuroterapi ditentukan dari kemampuan otot untuk memberikan respons elektrik setelah direndam dengan ekstrak. Dari hasil analisis ditemukan tidak ada perbedaan bermakna pada variabel lama depolarisasi (p=0,0852), lama repolarisasi (p=0,920), lama flat (p=0,803), dan amplitudo stimulasi (p=0,311). Namun, pada pengukuran lama depolarisasi kelompok ekstrak 10 mg dan amplitudo stimulasi kelompok ekstrak 15 mg, terlihat data kembali mendekati kondisi semula setelah mengalami perubahan saat perendaman dengan pankuronium. Disimpulkan bahwa ekstrak akar Acalypha indica Linn. dosis 10 dan 15 mg berefek neuroterapi secara eks vivo walaupun tidak bermakna secara statistik (p=0,0852 dan p=0,311) dan tidak didapatkan perbedaan antara efek neuroterapi pada dosis 10 dan 15 mg. ......Limb paralysis due to miastenia gravis is cured by anticholinesterase as a first line drug which is expensive and possesses many side effects. Hence, a new safe and highly effective drug is needed. Akar kucing (Acalypha indica Linn.) has been proved empirically but not scientifically to cure hemi/paraplegia. This study is aimed to prove neurotherapeutic effect of Acalypha indica Linn. extract ex vivo. Three experimental groups (extract group dose 10 and 15 mg, and control group) were used in the research, four samples each. Pancuronium bromide was used as a muscle relaxant. M. gastrocnemius was incubated for 10 minutes sequentially in ringer, pancuronium bromide 4 mg, and extract with dose of 10 and 15 mg. During each experiment, this study measured several parameters, consisting of depolarization time, repolarization time, flat time, and the height of the spike after 5 mV electrical stimulation. Neurotherapeutic effect was determined by muscle ability to give electric response after being incubated in the extract. Analysis test found no significant mean differences in every variable, such as depolarization time (p=0,0852), repolarization time (p=0,920), flat time (p=0,803), and spike amplitude (p=0,311). However, data showed that depolarization time of the extract group dosage 10 mg and spike amplitude of the extract group dosage 15 mg tended to alter into the original condition after alteration due to pancuronium incubation. To conclude, Acalypha indica Linn. root extract dose of 10 and 15 mg shows neurotherapeutic effect ex vivo despite statistically insignificant (p=0,0852 dan p=0,311) and there is no difference in neurotherapeutic effect between the extract group dosage 10 and 15 mg.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alhara Yuwanda
Abstrak :
Pengobatan epilepsi melalui rute oral seringkali tidak efektif, karena obat-obat tersebut menghadapi tantangan metabolisme lintas pertama, degradasi enzim, dan penetrasi yang rendah ke dalam otak akibat adanya sawar darah otak. Masalah tersebut dapat diatasi melalui pengembangan sistem intranasal yang dibantu dengan liposom. Tujuan penelitian ini melakukan formulasi liposom asam valproat sebagai obat epilepsi untuk meningkatkan bioavailabilitas di otak melalui rute intranasal. Liposom asam valproat dibuat dengan teknik hidrasi lapis tipis menggunakan fosfatidilkolin kedelai dan kolesterol. Selanjutnya dikarakterisasi berdasarkan ukuran, indeks poli dispersitas (IPD), potensial zeta, morfologi obat, persentase kadar obat, dan pelepasan obat ex vivo. Formulasi liposom juga diuji stabilitasnya pada suhu berbeda. Uji in vivo dilakukan pada tikus albino Wistar untuk menentukan profil farmakokinetik dan biodistribusi obat. Sampel uji masing-masing diberikan secara oral, intraperitoneal (IP) pada tikus (n=5) dengan menganalisis perbandingan kadar asam valproat pada plasma dengan otak. Hasil karakterisasi fisik terbaik adalah pada formula 4 pada ukuran partikel, IPD, potensial zeta, dan efisiensi penjerapan pada formulasi teroptimasi berturut-turut adalah 92,01±1,87 nm, 0,21±0,01, -46,33±6,47 mV, dan 82,19±4,72%. Hasil uji TEM dengan perbesaran 40.000x menunjukkan bahwa liposom asam valproat memiliki bentuk molekul bulat (sferis) dan ukuran partikel di bawah 250 nm. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa formulasi tidak mengalami perubahan ketika disimpan pada suhu 4±2 °C dan 25±2 °C selama enam bulan. Hasil uji ex vivo menggunakan lapisan mukosa hidung domba menunjukkan liposom dapat meningkatkan penetrasi asam valproat sebesar 200,24 ± 5.25 µg.cm-2.jam-1. Berdasarkan uji in vivo, nilai konsentrasi asam valproat yang dienkapsulasi dengan liposom yang diberikan dengan rute intranasal meningkat dibandingkan dengan kelompok asam valproat non liposom, intraperitoneal dan oral. Uji biodistribusi menunjukkan liposom asam valproat berhasil meningkatkan efisiensi penargetan obat di otak dibandingkan plasma sebesar 1,15 kali. Hasil yang diperoleh menunjukkan keberhasilan formulasi liposom asam valproat yang sesuai untuk rute intranasal dengan potensi penargetan otak. ......The treatment of epilepsy via oral route often faces challenges such as first-pass metabolism, enzymatic degradation, and low brain penetration due to the blood-brain barrier. These issues can be addressed through the development of intranasal systems assisted by liposomes. The aim of this study was to formulate liposomes containing valproic acid as an epilepsy drug to enhance brain bioavailability through intranasal administration. Liposomes containing valproic acid were prepared using the thin-film hydration technique with soy phosphatidylcholine and cholesterol. Subsequently, they were characterized based on size, polydispersity index (PDI), zeta potential, drug morphology, drug content percentage, and ex vivo drug release. The stability of the liposome formulation was also tested at different temperatures. In vivo testing was conducted on Wistar albino rats to determine the pharmacokinetic profile and drug biodistribution. Samples were administered orally and intraperitoneally (IP) to the rats (n=5), analyzing the comparison of valproic acid levels in plasma and the brain. The best physical characterization results were obtained from formula 4 with particle size, PDI, zeta potential, and encapsulation efficiency in the optimized formulation being 92.01±1.87 nm, 0.21±0.01, -46.33±6.47 mV, and 82.19±4.72%, respectively. Transmission electron microscopy (TEM) analysis at a magnification of 40,000x showed that valproic acid-loaded liposomes had spherical molecular shapes and particle sizes below 250 nm. Stability testing indicated that the formulation remained unchanged when stored at 4±2 °C and 25±2 °C for six months. Ex vivo testing using sheep nasal mucosa demonstrated that the liposomes increased valproic acid penetration by 200.24 ± 5.25 µg.cm-2.hour-1. Based on in vivo testing, the concentration of valproic acid encapsulated in liposomes administered intranasally increased compared to non-liposomal valproic acid, intraperitoneal, and oral groups. Biodistribution testing indicated that valproic acid-loaded liposomes successfully enhanced drug targeting efficiency in the brain compared to plasma by 1.15 times. The results obtained indicate the successful formulation of valproic acid-loaded liposomes suitable for intranasal administration with potential brain targeting capability.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library