Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Latar Belakang. Bayi kurang bulan (BKB) memiliki risiko tinggi mengalami gangguan neurobehavioral. Gangguan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor prenatal, natal, dan perinatal. Perlu dilakukan deteksi dini gangguan agar dapat dilakukan intervensi dini. Penilaian neurobehavioral metode Dubowitz dapat digunakan untuk deteksi dini gangguan neurobehavioral pada BKB.
Tujuan. Mengetahui proporsi dan faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan neurobehavioral BKB. Mengetahui hubungan antara kelompok bayi risiko tinggi dengan kejadian gangguan neurobehavioral.
Disain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian dengan studi potong lintang analitik untuk mengetahui karakteristik penilaian neurobehavioral BKB dengan metode Dubowitz dan faktor risiko yang berhubungan. Subjek penelitian adalah BKB yang pernah dirawat di Divisi Perinatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Dilakukan analisis bivariat dengan uji kai kuadarat dan dilanjutkan dengan analisis multivariat dengan uji regresi logistik.
Hasil Penelitian. Didapatkan 106 subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Proporsi BKB yang mendapat nilai suboptimal pada pemeriksaan neurobehavioral metode Dubowitz adalah 57,5%. Faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan neurobehavioral adalah sepsis (OR 6,23 (IK 95% 2,18-17,73); p=0,001), perdarahan intraventrikular (OR 6,23 (IK 95% 2,18-17,73) p=0,007); dan berat lahir ≤1500 gram (OR 3,46 (IK 95% 1,15-10,37), p=0,027). Didapatkan 37 subjek (34,9%) masuk ke dalam kelompok risiko tinggi dan 69 subjek (65,1%) risiko rendah. Terdapat 86,5% bayi di kelompok risiko tinggi mendapatkan penilaian neurobehavioral suboptimal. Terdapat hubungan yang bermakna antara kelompok bayi risiko tinggi dengan penilaian suboptimal metode Dubowitz, dengan p<0,001.
Simpulan. Faktor risiko yang berhubungan dengan penilaian suboptimal pada pemeriksaan neurobehavioral adalah sepsis, perdarahan intraventrikular, dan berat lahir ≤1500 gram. Bayi kelompok risiko tinggi berhubungan dengan besarnya penilaian suboptimal pada pemeriksaan neurobehavioral metode Dubowitz., Background. Preterm baby tend to be at risk for having neurobehavioral impairment. The risk factors included prenatal, natal, and perinatal factors. Early recognition of infants at risk for development disability is important. The Dubowitz Neurological Assessment can be used to evaluate infants at risk for developmental disabilitiesis.
Objective. To determine proportion and factors that related to Dubowitz Neurobehavioral assesment in preterm baby.
Methods. Cross-sectional study involving preterm baby in Cipto Mangunkusumo Hospital. The Dubowitz Neurobehavioral Assesment was performed to asses the neurobehavioral pattern at 37-40 weeks post menstrual age. The risk factors data was collected retrospectively from the medical record. Statistical analysis was done using bivariate (Chi-square test) and multivariate analysis (logistic regression) analysis.
Results. One hundred and six infants fullfilled the eligibility criteria. Based on The Dubowitz Neurological Assesment, 57,5% subjects got suboptimal score. Logistic regression analysis showed significant association between sepsis (OR 6,23 (IK 95% 2,18-17,73); p=0,001), intraventricular haemorrhage (OR 6,23 (IK 95% 2,18-17,73) p=0,007); and birth weight ≤1500 gram (OR 3,46 (IK 95% 1,15-10,37), p=0,027) and neurobehavioral impairment. There was 86,5% from all high risk babies that got suboptimal score with signifficant association, p<0,001.
Conclusion. In preterm infants, sepsis, intraventricular haemorrhage, and low birth weight can become factors that related to the neurobehavioral impairment. High risk babies potential to have neurobehavioral impairment.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Davrina Rianda
"

LATAR BELAKANG: Berbagai studi telah menunjukkan efek potensial probiotik terhadap luaran neuropsikologis melalui aksis usus-otak. Akan tetapi, studi yang menilai efek suplementasi probiotik terhadap fungsi kognitif pada populasi anak dan remaja masih terbatas.

METODE: Peneliti melakukan studi tindak lanjut tahun ke-10 dari uji klinis teracak samar suplementasi probiotik Lactobacillus reuteri DSM 17938 atau Lactobacillus casei CRL 431 pada anak terhadap fungsi kognitif. Dari 494 anak yang mengikuti uji klinis pada 2007–2008, sebanyak 160 anak yang telah berusia 11–17 tahun mengikuti studi tindak lanjut. Pada uji klinis terdahulu, subjek diberikan susu dengan kalsium regular sebanyak 440 mg/hari (kelompok KR; = 58), kalsium regular dengan L. reuteri DSM 17938 5x10colony-forming units (CFU) (reuteri; n= 50), atau kalsium regular dengan L. casei CRL 431 5x10CFU (casei; n= 52) selama 6 bulan pada usia 1–6 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek suplementasi probiotik masa kanak-kanak tersebut terhadap tingkat intelegensi berdasarkan Standard Progressive Matricesdan kadar brain-derived neurotrophic factor(BDNF) serum pada masa remaja. Berbagai faktor biomedis (kualitas diet, antropometri, kadar hemoglobin, dan lain-lain) dan faktor lingkungan sosial (status pendidikan orangtua, dukungan lingkungan rumah, depresi, dll) terkait fungsi kognitif turut dinilai sebagai variabel perancu.

HASIL:Kadar BDNF serum masa remaja pada kelompok suplementasi probiotik L. reuteri DSM 17938 lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol yang secara statistik signifikan (p = 0,036), setelah disesuaikan dengan perancu. Tidak terdapat perbedaan proporsi tingkat intelegensi masa remaja yang bermakna berdasarkan riwayat suplementasi probiotik L. reuteri DSM 17938 maupun L. casei CRL 431 masa kanak-kanak. Pada regresi multipel, dukungan lingkungan rumah memiliki hubungan yang signifikan dan konsisten dengan tingkat intelegensi. Kadar BDNF serum berhubungan dengan status gizi dan kualitas diet.

 

KESIMPULAN: Anak yang mendapat suplementasi L. reuteri DSM 17938 memiliki kadar BDNF serum yang lebih rendah pada masa remaja. Hubungan yang konsisten antara faktor lingkungan sosial dengan fungsi kognitif menunjukkan pentingnya mengintegrasikan intervensi biomedis dengan lingkungan sosial untuk mencapai populasi berdaya.


BACKGROUND: Available evidence have shown potential effects of probiotics on neurobehavioral outcomes through ‘gut-brain axis’ mechanism. However, studies on cognitive function in children and adolescents are lacking.

METHODS: We conducted a 10-year follow-up study of randomised controlled trial of 6-month probiotic supplementation of Lactobacillus reuteri DSM 17938 or Lactobacillus casei CRL 431 in children on cognitive function. Of 494 children enrolled in 2007–2008, we re-enrolled 160 subjects at age 11–17 years. Subjects were given regular calcium milk containing 440 mg/d (RC group; n= 58), regular calcium with L. reuteriDSM 17938 5x10colony-forming units (CFU) (reuteri; n= 50), or regular calcium with L. casei CRL 431 5x10CFU (casei; n = 52) for 6 months at the age of 1–6 years. This study aimed to investigate the effect of probiotic supplementation during childhood on cognitive function based on grade of Standard Progressive Matrices and serum brain-derived neurotrophic factor (BDNF) levels in adolescents. We assessed various biomedical factors (ie. diet quality, anthropometry, and hemoglobin level) socio-environmental factors (ie. parental educations, home environment, and depression) related to cognitive outcomes as cofounding variables.

RESULTS: Compared with the RC group, the reuteri group had a significantly lower mean serum BDNF level [adj. difference 3127.5 pg/ml (95% CI: 213,5–6041,6)]. There was no difference in grade of SPM between groups nor difference on serum BDNF level between RC and casei group. In multiple regression models, the home environment had a significant and consistent association with grade of SPM. Serum BDNF level was associated with overweight/obesity and diet quality.

CONCLUSION: L. reuteri DSM 17938 supplementation during childhood was associated with lower serum BDNF level at the age of 11–17 years compared to control. The consistent association between socio-environmental factor and grade of SPM suggests that intervention of biomedical determinants should be integrated with the improvement of socioenvironmental factors to achieve thriving populations.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Strub, Richard L.
Philadelpia: F.A. Davis Company, 1993
616.85 STR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library