Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Doyo Prasojo
Abstrak :
Pengobatan radiasi pada tumor kepala dan leher pada umumnya dan karsinoma nasofaring khususnya, dapat menimbulkan reaksi tubuh secara umum. Selain itu akibat radiasi bagaimanapun akan mengenai pula jaringan sehat di sekitar lokasi tumor. Kerusakan pada jaringan sehat ini merupakan hal yang tidak bisa dihindari dan bila efek ini terjadi secara berlebihan tentu saja dapat nempengaruhi efektifitas pengobatan terhadap penderita sendiri.

Pada pengobatan radiasi karsinoma nasofaring seperti diketahui dapat menimbulkan efek samping akut berupa gejala lokal pada kulit, rongga mulut dan sekitarnya dengan segala manifestasinya. Disamping itu dapat pula terjadi efek supresi terhadap sistim hemopoetik, sistim pencernaan dan lain-lain seperti pada pengobatan radiasi secara umum.

Tujuan umum : Mengupayakan agar penderita karsinoma nasofaring dapat menyelesaikan pengobatan radiasi seluruhnya sampai selesai (seoptimal mungkin).

Tujuan khusus : 1. Mengetahui jumlah penderita, sebaran umur, jenis kelamin, stadium penyakit, gambaran P.A. Serta frekuensi efek samping akut yang terjadi pada penderita karsinoma nasofaring yang menjalani terapi radiasi eksterna. 2. Mengetahui berbagai efek samping akut yang terjadi yang dihubungkan dengan dosis radiasi yang diberikan. 3. Mengetahui persentase penderita yang kontrol ke Bagian THT FKUI/RSCH. 4. Menilai hasil tindakan /pengobatan yang telah dilakukan di Unit Radioterapi FKUI/RSCM dan di Bagian THT FKUI/RSCH untuk mengatasi efek samping akut yang terjadi Serta mengetahui hambatan yang terjadi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Robby Susanto
Abstrak :
Latar Belakang. Saturasi oksigen merupakan pengukuran rutin pada pasien dengan pipa endotrakea ataupun dengan masalah pernafasan / oksigenasi dan merupakan standar pemantauan oksigenasi dari ASA dan WHO. Oksimeter denyut jari menjadi pilihan utama karena mudah digunakan. Pemantauan saturasi oksigen sering bermasalah karena lokasi di perifer terdapat kelainan , misalnya karena luka bakar, hipoperfusi. Diperlukan alternatif pemantauan saturasi antara lain dengan modifikasi oksimeter denyut orofaring. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kesesuaian hasil pengukuran antara modifikasi oksimeter denyut orofaring dan oksimeter denyut jari. Metode. Penelitian analitik observasional dengan rancangan potong lintang terhadap pasien ASA 1 dan ASA 2 terintubasi yang menjalani pembedahan di RSCM Jakarta periode Agustus-September 2017. Sebanyak 26 pasien diambil secara konsekutif, setiap pasien dilakukan dua pengukuran saturasi dengan oksimeter denyut jari dan modifikasi oksimeter denyut orofaring, pencatatan dilakukan setiap 5 menit selama 30 menit . Analisis data menggunakan uji kesesuain Bland-Altman. Hasil. Rerata hasil pengukuran oksimeter jari sebesar 98,53 SD 0,896 , dan rerata hasil pengukuran modifikasi oksimeter denyut orofaring sebesar 98,35 SD 1,238 . Analisa uji Bland Altman pada semua waktu pengukuran mendapatkan rerata selisih antara oksimeter denyut jari dan modifikasi oksimeter denyut orofaring sebesar 0,19 , dengan interval kepercayaan 95 sebesar 0.07-1,79 dan dengan limit of agreement sebesar -1,42 ndash; 1,79. Simpulan. Pengukuran dengan metode modifikasi oksimeter denyut orofaring memiliki kesesuaian yang sangat baik dengan oksimeter denyut jari.
Background. Oxygen saturation is an important routine measurement in patients with endotracheal tubes or with respiratory oxygenation problems and standard oxygenation monitoring from ASA and WHO. Finger pulse oxymeter is the first choice because of its easy use. Oxygen saturation monitoring often has problems if the peripheral site has abnormalities due to several things, because. Alternative saturation monitoring is required, modification oropharyngeal pulse oxymeter is one choice. This study aims to compare the agreement of the measurement results between the modification of the oropharynx pulse oximeter and the finger pulse oximeter. Method. An observational analytic study with cross sectional design which observe ASA 1 and ASA 2 patients who were intubated and undergo surgery at RSCM Jakarta period August September 2017. Total 26 patients were taken consecutively, each patient were performed finger pulse oximeter and modification oropharyngeal pulse oxymeter, recorded every 5 minutes for 30 minutes. Analysis using agreement test Bland Altman. Results. The mean of measurement with finger oximeter was 98,53 SD 0,896 , and mean of measurement result with modification oropharyngeal pulse oximeter was 98,35 SD 1,238 . Analysis with Bland Altman test at all measurement time got mean difference between finger pulse oximeter and modification oropharyngeal pulse oximeter of 0.19, with 95 confidence interval equal to 0.07 1,79 and with limit of agreement equal to 1,42 1,79. Conclusion. Measurements with the modification oropharyngeal pulse oximeter method have good agreement with finger pulse oximeter.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monik Ediana Miranda
Abstrak :
Latar Belakang : Karsinoma nasofaring tidak berkeratin tidak berdiferensiasi masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia berkaitan dengan tingginya angka kemoresistensi dan residif yang tinggi. Salah satu teori yang menjelaskan hal ini adalah terdapatnya sel punca kanker yaitu sel kanker yang memiliki kemampuan self-renewal dan menumbuhkan sendiri sel tumor. Jalur sel punca kanker mengakibatkan adaptasi genetik sehingga tumor menjadi resisten terhadap pengobatan. SOX2 adalah salah satu penanda gen sel punca yang berperan penting pada faktor transkripsi dalam proses self-renewal. Terdapat hubungan antara ekspresi SOX2 dengan respons terapi karsinoma nasofaring tidak berkeratin tidak berdiferensiasi.Bahan dan Metode : Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Sampel terdiri atas 41 kasus karsinoma nasofaring tidak berkeratin tidak berdiferensiasi di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM periode Januari 2014 hingga Desember 2016. Dilakukan pulasan imunohistokimia SOX2.Hasil : Ekspresi SOX2 positif pada 21 dari 41 51 kasus karsinoma nasofaring tidak berkeratin tidak berdiferensiasi. Sebanyak 11 dari 21 kasus diantaranya 52 memperlihatkan respons terapi pasca kemoradiasi yang baik p=0,636 . Dari 41 kasus terdapat 7 kasus residif, 2 kasus diantaranya 28,5 menunjukkan ekspresi SOX2 positif.Kesimpulan : Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi SOX2 dengan respons terapi pasca kemoradiasi.
Background Nasopharyngeal carcinoma non keratinized non differentiated still become main health issue in Indonesia concerning the high rate of chemoresistance and recurrence. One of the theories was the cancer stem cell, tumor cells with self renewal and self duplicating capabilities. The cancer stem cell pathway caused genetic adaptation resulting resistance in therapy. The main function of SOX2 as transcription factor holds key in the self renewal process. SOX2 became one of the markers for cancer stem cells. The SOX2 expressions have associations with response therapy after chemoradiation in nasopharyngeal carcinoma.Materials and Methods This was a cross sectional study with 41 cases of nasopharyngeal carcinoma non keratinized non differentiated diagnosed from Anatomical Pathology Department of FKUI RSCM during January 2014 until December 2016. All of the cases stained with SOX2 antibody with immunohistochemical methods.Results SOX2 positive expression can be found in 21 from 41 cases 51 . There were 11 out of 21 cases 52 showed well response therapy. From 41 cases there were 7 recurrent cases, 2 of them 28.5 expressing SOX2 positive.Conclusions There were no statistically significant associations between SOX2 expression with response therapy after chemoradiation.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Linggodigdo
Abstrak :
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan penyakit endemis di Indonesia dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Salah satu penyebab mortalitas adalah metastasis jauh. VEGF-A terbukti berperan pada kejadian metastasis jauh KNF, namun penelitian yang membahas hubungan langsung keduanya masih terbatas. Selain VEGF, terdapat jalur pensinyalan lain terkait VEGF yang mungkin berperan dalam kejadian metastasis jauh, yaitu jalur pensinyalan Hippo. Protein Yes-Associated Protein (YAP) adalah downstream efektor utama dari jalur pensinyalan ini. Dengan dilakukan pulasan YAP serta dievaluasi hubungan antara YAP dengan VEGF-A diharapkan hasilnya dapat memberikan informasi mengenai potensi biomarker sebagai indikator prognostik kejadian metastasis jauh KNF. Penelitian menggunakan metode analitik observasional dengan uji Chi-square dan korelasi koefisien kontingensi. Terdapat perbedaan ekspresi YAP yang bermakna pada kelompok KNF dengan dan tanpa metastasis jauh (p<0,001). Terdapat perbedaan bermakna ekspresi VEGF-A pada kelompok KNF dengan dan tanpa metastasis jauh (p<0,001). Ekspresi YAP yang tinggi berhubungan dengan peningkatan ekspresi VEGF-A (p=0,001). Terdapat korelasi signifikan antara peningkatan ekspresi YAP dan peningkatan ekspresi VEGF-A dengan kekuatan lemah (C=0,397, p=0,01). Terdapat perbedaan bermakna koekspresi YAP tinggi dan VEGF-A tinggi (double co-high-expression) antara kelompok KNF dengan dan tanpa metastasis jauh (p<0,001). Penelitian ini mendukung sifat onkogenik YAP. YAP dan VEGF-A dapat menjadi biomarker potensial untuk memprediksi kejadian metastasis jauh KNF. ......Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is an endemic disease in Indonesia with a high mortality rate. Distant metastasis is one of the leading causes of death. Although VEGF-A has been found to play a role in distant NPC metastasis, research on the relationship between the two is still limited. Another VEGF-related pathway, the Hippo pathway, may be involved in distant metastasis. Yes-Associated Protein (YAP) is the main downstream effector of this signaling pathway. It is expected that performing YAP marker and studying the relationship between YAP and VEGF-A, would provide data on the possibility of biomarkers that may be used as a prognostic predictor of the occurrence of distant metastasis in NPC. An observational analytic study was conducted—statistical analysis using SPSS 25.0 with Chi-square and contingency coefficients test. There was a significant difference in YAP expression between NPC with and without distant metastasis (p<0.001). The expression of VEGF-A differed significantly between NPC with and without distant metastasis (p<0.001). There was a significant relationship between YAP and VEGF-A (p=0.001) and a weak correlation (C 0.397, p=0.01). There was a significant difference in the double co-high-expression group between the KNF with and without distant metastasis (p<0.001). This study highlights YAP's oncogenic role in NPC, suggesting that YAP and VEGF-A might be potential biomarkers to predict distant metastasis in NPC.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ronald Barata Sebastian
Abstrak :
Tujuan : untuk mengetahui waktu terbaik dilakukan adaptasi perencanaan radiasi terhadap kasus kanker nasofaring yang menjalani radiasi di RSCM serta mencari tahu hubungan penurunan berat badan dan pengecilan ukuran tumor terhadap perubahan dosimetri pasien kanker nasofaring serta batasan perubahan separasi leher yang memerlukan tindakan adaptasi perencanaan radiasi. Metode : Dilakukan studi kohort prospektif pada 11 pasien kanker Nasofaring. Dilakukan pengukuran berat badan dengan timbangan dan separasi pada tip mastoid , kelenjar getah bening terlebar menggunakan alat ukur di TPS pada data set CT Simulator dan pada CBCT fraksi 1,6,11,16,21,26,dan 31. Data set hasil CBCT dilakukan fusi terhadap data set CT simulator kemudian dilakukan delineasi dan dilanjutkan rekalkulasi dosis dengan parameter yang sama seperti perencanaan radiasi awal kemudian dilakukan evaluasi dosimetri. Jika terdapat deviasi pada minimal 1 organ normal berisiko atau target volume maka masuk ke kriteria untuk dilakukan adaptasi perencanaan radiasi. Batasan waktu dalam menilai hubungan adaptasi perencanaan radiasi dengan parameter klinis dilakukan menggunakan kurva ROC (Receiving Operator Characteristic) Hasil : Dari 11 pasien yang diteliti,terdapat 10 pasien yang memerlukan adaptasi perencanaan radiasi dikarenakan melewati batas toleransi. Perubahan dosimetri yang menyebabkan adaptasi perencanaan radiasi, terjadi pada fraksi dan struktur organ yang berbeda. Hubungan antara waktu fraksinasi dengan indikasi tindakan adaptasi perencanaan radiasi signifikan mulai fraksi ke 6 sedangkan perubahan relative risk terbesar terdapat pada fraksi 11 ke fraksi 16. Indikasi adaptasi perencanaan radiasi dengan parameter klinis; Δ separasi KGB terlebar (AUC 0.951, 95% CI 0.905-0.996), Δ separasi Tip mastoid (AUC) 0.741, 95% CI 0.631-0.852, Δ persentase berat badan ((AUC) 0.911, 95% CI 0.844-0.978). dengan batas tengah kurva ROC pada Δ separasi KGB terlebar 1,21 cm dan Δ persentase berat badan 4,49 %. Kesimpulan : dari penelitian ini, pasien kanker nasofaring membutuhkan radiasi adaptif untuk memberikan terapeutik ratio yang baik dan didapatkan adanya hubungan antara perubahan separasi dan penurunan berat badan dengan adaptasi perencanaan radiasi. ......Objectives: to determine appropriate timing for adaptive radiation therapy for nasopharyngeal cancer cases undergoing radiation at the RSCM and to find out the relationship between weight loss and tumor size reduction on dosimetry changes in nasopharyngeal cancer patients and the cut off of changes in neck separation that require adaptive radiation therapy. Methods: A prospective cohort study was conducted on 11 nasopharyngeal cancer patients. Separation measurements were made on the tip mastoid, the widest neck lymph node using a measuring instrument at the treatment planning system (TPS) on the CT Simulator data set and the CBCT data set fractions 1,6,11,16,21,26, and 31. The CBCT data set was fused to the CT data set. The CBCT data set was then delineated and continued with dose recalculation using the same parameters as the initial radiation plan, then dosimetry evaluation was carried out. If there is deviation in at least 1 normal organ at risk or target volume, then it is included in the criteria for adaptive radiation therapy. The time limit in assessing the relationship between adaptive radiation planning adaptive and clinical parameters was carried out using the ROC (Receiving Operator Characteristic) curve. Results: there were 10 out of 11 patients who required adaptive radiation planning due to exceeding the tolerance limit. Dosimetry changes that cause adaptive radiation planning occur in different fractions and organ structures. The relationship between fractionation time and indications of radiation planning adaptative measures is significant starting from the 6th fraction, while the largest relative risk changes are found in fractions 11 to 16. Indications of adaptive radiation planning with clinical parameters; widest lymph node separation (AUC 0.951, 95% CI 0.905-0.996), tip mastoid separation (AUC) 0.741, 95% CI 0.631-0.852, weight percentage ((AUC) 0.911, 95% CI 0.844-0.978). with the middle limit of the ROC curve at the widest KGB separation 1.21 cm and body weight percentage 4.49%. Conclusion: Nasopharyngeal cancer patients require adaptive radiation to provide a good therapeutic ratio and there is relationship between changes in separation and weight loss with adaptive radiation planning
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Hastuti Handayani S
Abstrak :
NF-κB berperan dalam keseimbangan mediator pro/anti inflamasi. Suplementasi S. platensis telah memperlihatkan efektivitasnya yang berdampak pada respons imunitas pada studi hewan dan manusia berumur tua yang sehat. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pemberian S. platensis terhadap modulasi NF-κB dan regulasi TNF-α, COX-2 dan IL-10 pada tikus sehat. Penelitian ini menggunakan 6 kelompok tikus Wistar jantan kelompok perlakuan umur 12, 18 dan 24 minggu yang diberikan ekstrak S. platensis dosis 200 mg/kgBB dan kelompok kontrol. Penelitian ini merupakan studi eksprimental in vivo menggunakan limpa tikus dan uji in silico. Metode ELISA sandwich, qRT-PCR dan uji penambatan molekuler digunakan pada penelitian ini. Ekspresi protein NF-κB umur 24 minggu lebih rendah dibandingkan kelompok 12 dan 18 minggu pada kelompok perlakuan maupun kontrol. Ekspresi protein TNF-α dan COX-2 kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol semua umur. Ekspresi protein IL-10 kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan kontrol umur 12, 18 dan 24. Terdapat korelasi antara konsentrasi NF-κB dengan TNF-α (p<0,05, R=0,461) dan COX-2 (p<0,05, R=0,434). Senyawa aktif S. platensis yaitu phycocyanobilin, beta karoten dan alfa glucan diprediksi memiliki potensi sebagai inhibitor terhadap aktivasi NF-κB. Ekstrak etanol S. platensis memodulasi imunitas seluler dengan cara meningkatkan konsentrasi NF-κB diikuti penurunan TNF-α dan COX-2 serta peningkatan IL-10. ......NF-κB plays a role in the balance of pro/anti-inflammatory mediators. Supplementation of S. platensis effectively impacts the immune response in animal studies and healthy elderly humans. This study aimed to analyze the administration of S. platensis on NF-κB modulation and regulation of TNF-α, COX-2, and IL-10 in healthy mice. This study used six groups of male Wistar rats aged 12, 18, and 24 weeks treated with 200 mg/kgBW of S. platensis extract and a control group. This research is an experimental in vivo study using mouse spleen and in silico test. The sandwich ELISA method, qRT-PCR, and molecular docking were used in this study. The expression of NF-κB protein at 24 weeks was lower than in the 12 and 18 week groups in the treatment and control groups. TNF-α and COX-2 protein in the treatment group were lower than in the control group of all ages. IL-10 level in the treatment group was higher than in the control group of all ages. There was a correlation between the concentration of NF-κB with TNF-α (p<0.05, R=0.461) and COX-2 (p<0.05, R=0.434). The active compounds of S. platensis, namely phycocyanobilin, beta carotene, and alpha glucan, are predicted as inhibitors of NF-κB activation. The ethanolic extract of S. platensis modulated cellular immunity by increasing the concentration of NF-κB, followed by a decrease in TNF-α and COX-2 and an increase in IL-10.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desti Ermawati Putri
Abstrak :
Nyeri kanker merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan oleh pasien kanker yang sedang menjalani hospitalisasi, sehingga memerlukan manajemen nyeri yang dilakukan secara tepat oleh tenaga kesehatan terutama perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker oleh perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan melibatkan 76 perawat yang ditentukan dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan 48.68% perawat sudah memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang baik serta 60.5% perawat sudah menerapkan dengan baik manajemen nyeri pada pasien kanker di rumah sakit tersebut. Namun, dari hasil uji Chi Square didapatkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker (p= 0.85, α= 0.05). Penelitian ini memberikan implikasi sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya, terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap perawat terkait manajemen nyeri kanker. ......Cancer pain is the most articulated grievances by undergoing hospitalization cancer patients, so they require pain management by health workers properly, especially nurses. This research aims to identify the relationship between knowledge and attitudes with the implementation of cancer pain management among nurses in Dharmais Cancer Hospital. This research used cross sectional design by involving 76 nurses who had been chosen by total technical sampling. The result showed that 48.68% of nurse had good level of knowledge and attitude, and 60.5% of nurses implemented cancer pain management well. However, the Chi Square test result revealed that there was no relation between level of knowledge and attitude with the implementation of cancer pain management (p= 0.85, a= 0.05). This research showed implication as starting data for the next research, especially which related to the influencing factors of knowledge and attitude of nurse towards cancer pain management.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S46501
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Aida Novitarani
Abstrak :
ABSTRACT
Pendahuluan. Kanker kolorektal colorectal cancer (CRC) menduduki peringkat ketiga sebagai kanker yang umum didiagnosis, dan peringkat keempat sebagai penyebab kematian akibat kanker di seluruh dunia. Tingkat insidensi CRC di Indonesia per-100.000 populasi adalah 19,1 bagi pria, dan 15,6 bagi wanita. Sebanyak 30% pasien CRC di Indonesia berusia 40 tahun atau lebih muda. Dalam studi pada jaringan pasien dengan CRC, diketahui bahwa adanya peningkatan ekspresi (overexpression) protein B-catenin serta adenomatous polyposis coli (APC) pada sel-sel CRC. Dalam perjalanan penyakit kanker, dapat ditemukan adanya protein caspase-3 sebagai faktor pro-apoptosis sel. Di Indonesia, tanaman mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) merupakan tumbuhan yang seringkali digunakan sebagai obat dan diduga dapat membantu dalam pengobatan kanker. Aktivitas biologis yang diketahui dari berbagai bagian dari tanaman Mahkota Dewa yang mendukung dalam pengobatan kanker diantaranya adalah antikanker, antiinflamasi, dan antioksidan. Metode. Batang Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) dimaserasi dengan pelarut etanol. Efek ekstrak etanol batang Mahkota Dewa terhadap ekspresi protein B-catenin dan caspase-3 pada lini sel kanker kolorektal HCT116 dilakukan dengan pewarnaan imunositokimia serta penghitungan nilai H-score. Dosis ekstrak yang digunakan adalah 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan kontrol negatif, yaitu tanpa pemberian ekstrak. Analisis data dilakukan dengan Uji One-way Anova program IBM SPSS Statistics Version 20. Hasil. Pada ekspresi protein B-catenin lini sel kanker kolorektal HCT116, perbedaan bermakna diobservasi pada nilai H-score pemberian ekstrak dosis 200 ppm dibandingkan dengan nilai H-score pemberian ekstrak dosis lainnya dan kontrol negatif. Pada ekspresi protein caspase-3, tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna dari nilai H-score antar dosis. Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat aktivitas penghambatan dari batang mahkota dewa terhadap kanker kolorektal, yaitu dengan menghambat ekspresi protein B-catenin.
ABSTRACT
Introduction. Colorectal cancer (CRC) is the third highest incidence for cancer and fourth leading cause of death by cancer in the world. The incidence rate of CRC per-100.000 population in Indonesia is 19.1 for men and 15.6 for women. Almost a third of CRC patients in Indonesia were aged around 40 years old or younger. In a study using CRC patients tissue, it was observed that there is an overexpression of B-catenin protein and adenomatous polyposis coli (APC) in CRC cells. In the progress of cancer, caspase-3 protein can be observed as a pro-apoptotic factor of cells. Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) has been widely used as a traditional medicine and was tought to have anticancer properties. Biological activities that are known from Phaleria macrocarpa are anticancer, antiinflammatory, and antioxidant properties. Method. Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) stem bark was macerated in ethanol solvent. The effect of the ethanol extract of Mahkota Dewa stem bark on the expression of B-catenin and caspase-3 proteins in colorectal cancer cell line (HCT116) was assessed using H-score taken from immunocytochemistry stained specimens. Doses of extract given were 50 ppm, 100 ppm, 200 ppm, and no extract (negative control). H-score values were analyzed using one-way Anova test in IBM SPSS Statistics program Version 20. Results. Significant changes can be observed only in B-catenin cell group with 200 ppm dose of extract. In the caspase-3 group, no significant changes can be observed. Conclusion. This finding shows that Phaleria macrocarpa bark extract shows potential of inhibiting growth of colorectal cancer by suppressing the expression of B-catenin protein.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Andika
Abstrak :
Penyakit diabetes melitus (DM) meningkatkan produksi reactive oxygen species yang meyebabkan peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan fragmentasi DNA dan apoptosis sel-sel dalam testis sehingga terjadi komplikasi berupa infertilitas. Daun jati diketahui mengandung metabolit aktif dengan aktivitas antihiperglikemik dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengamati pengaruh ekstrak etanol daun jati terhadap organ testis. Sampel yang digunakan adalah tikus jantan Wistar yang diinduksi DM dengan Streptozotocin (STZ). Sampel terbagi menjadi kelompok normal, kontrol positif, kontrol negatif, dan tiga kelompok perlakuan dengan dosis 200mg/kgBB, 400mg/kgBB, dan 800mg/kgBB. Dilakukan pengamatan terhadap preparat jaringan testis untuk mengukur diameter tubulus seminiferus, jumlah sel Sertoli, dan sel Leydig. Kelompok kontrol negatif memiliki perbedaan signifikan dibandingkan kelompok normal pada diameter tubulus seminiferus (p = 0,002) dan jumlah sel Sertoli (p = 0,028). Pemberian ekstrak etanol daun jati 800mg/kgBB menunjukkan perbedaan signifikan pada diameter tubulus seminiferus dibandingkan kelompok kontrol negatif (p = 0,005). Tikus DM memiliki diameter tubulus seminiferus, jumlah sel Sertoli, dan jumlah sel Leydig yang lebih rendah dibandingkan tikus tanpa DM. Pemberian ekstrak etanol daun jati pada seluruh kelompok dosis menunjukkan perbaikan diameter tubulus seminiferus, jumlah sel Sertoli, dan sel Leydig pada tikus DM. ......Diabetes mellitus increases reactive oxygen species production which in turn results in increase of oxidative stress. Fragmentation of DNA and apoptosis of testicular cells caused by oxidative stress leads to infertility. Teak leaves are known to contain active metabolites with antihyperglycemic and antioxidant activities. This study aims to observe the effect of ethanol extract of teak leaves on the testicles. The samples used in this study are STZ-induced male Wistar rats. Samples are divided to positive control group, negative control group, and three trial groups with dosage of 200mg/kg, 400mg/kg, and 800mg/kg. Testicular tissue was observed to measure diameter of seminiferous tubules and amount of Sertoli and Leydig cells. Negative control group showed significantly lower seminiferous tubules diameter (p = 0,002) and Sertoli cells count (p = 0,028) compared to normal group. Ethanol extract of teak leaves with dose of 800mg/kg showed significant difference in seminiferous tubules diameter compared to negative control group (p = 0,005). Diabetic rats have lower seminiferous tubules diameter, Sertoli cell count, and Leydig cell count compared to non-diabetic rats. Administration of teak leaves ethanol extract from each dosage group improve seminiferous tubules diameter, Sertoli cell count, and Leydig cell count in diabetic rats.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Otto, Shirley E.
St. Louis: Mosby, 2001
616.994 023 OTT o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>