Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutapea, Elisabeth Carissa
Abstrak :
Pada akhir tahun 2015, Pemerintah mengeluarkan peraturan baru dalam bidang minyak dan gas bumi, yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional. Di dalam peraturan ini, Pemerintah memunculkan 2 skema Kontrak Kerja Sama yang baru yaitu Kontrak Bagi Hasil Sliding Scale dan Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding Scale. Dari kedua Kontrak Kerja Sama yang baru tersebut, yang sangat berbeda dengan Kontrak Bagi Hasil yang selama ini diterapkan di Indonesia adalah Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding Scale karena bagi hasilnya dibagi langsung dari produksi gross secara progresif berdasarkan kumulatif produksi setiap tahun dan tidak terdapat mekanisme pengembalian biaya operasi. Pemerintah dimungkinkan untuk menggunakan bentuk kontrak kerja sama lain selama kontrak kerja sama tersebut lebih menguntungkan dan memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada rakyat. Penelitian yang menggunakan metode yuridis normatif ini menyimpulkan bahwa penerapan Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding Scale ini tidak lebih menguntungkan negara jika dibandingkan dengan Kontrak Bagi Hasil karena pembagian hasil antara Pemerintah dan KKKS dalam kontrak ini dapat berubah setiap saat tergantung dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dan rencana pengaturannya juga tidak efektif untuk memberikan keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, dengan tidak adanya pengembalian biaya operasi di dalam Kontrak Bagi Hasil Gross Split Sliding Scale, tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penerimaan negara dari minyak dan gas bumi di Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah seharusnya menetapkan batasan-batasan dan acuan yang jelas sejak awal kepada KKKS di dalam bentuk Peraturan yang pasti sehingga dalam pelaksanaannya dapat memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kedua pihak. ......At the end of 2015, the government issued a new regulation in the oil and gas industry, The Ministerial Decree of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Number 38 Year 2015 about the acceleration of Non Conventional Oil and Gas Operation. There are two new Joint Cooperation Contract in this regulation, which are Production Sharing Contract Sliding Scale and Production Sharing Contract Gross Split Sliding Scale. Production Sharing Contract Gross Split Sliding Scale is very different with general Production Sharing Contract in Indonesia because its production sharing system is divided directly from the production gross progressively based on cumulative production every year and there is no cost recovery. The government is possible to use the other Joint Cooperation Contract as long as the contract is better in favor of the state and whose output is maximally used for improving people rsquo s welfare. This thesis uses normative juridical methods, has concluded that Production Sharing Contract Gross Split Sliding Scale is not better in favor of the state as the Production Sharing Contract because the share of the production between the government and contractor can change any time depends on factors that influence it and the regulation rsquo s plan is ineffective to maximally used for improving people rsquo s welfare. In addition, the absence of cost recovery in Production Sharing Contract Gross Split Sliding Scale would not affect on increasing the state revenues from oil and gas. Hence, the government should make the regulations from the beginning which is concluding the restrictions and a clear reference to contractor so that can provide maximum advantages for both sides.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47379
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Andre Abrianto
Abstrak :
Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan diakomodir berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebagai penelitian yuridis normatif, artikel ini membahas mengenai tumpang tindih kawasan yang terjadi antara usaha pertambangan dan kegiatan budidaya kehutanan yang berdampak pada terhambatnya kegiatan usaha pertambangan di kawasan tersebut. Izin merupakan salah satu bentuk dari pengendalian oleh Pemerintah, sehingga dengan diperolehnya izin, maka penerima izin seharusnya dapat melakukan kegiatan pertambangan. Tertundanya kegiatan pertambangan PT. Mitra Bara Jaya di kawasan tersebut diakibatkan karena pemerintah tidak campur tangan dalam penghitungan biaya ganti investasi dan justru menyerahkan penyelesaian tersebut melalui skema business to business. Hal ini menunjukkan kelemahan manajemen pemerintah untuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Ombudsman Republik Indonesia berpendapat bahwa telah terjadi maladministrasi yang dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI cq Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari karena telah melakukan pengabaian kewajiban hukum dan penundaan berlarut terkait penyelesaian permasalahan ganti biaya investasi antara PT. Mitra Bara Jaya dengan PT. Adindo Hutani Lestari. ....The usage of forest area for development purpose besides forestry activity is accommodated based on Article 38 of Law Number 41 of 1999 concerning Forestry. As a normative juridical study, this article discusses the overlapping areas that occur between mining businesses and forestry cultivation activities that have an impact on the obstruction of mining business activities in these areas. Permit is one form of control by the Government, so that by obtaining license, the permit recipient should be able to carry out mining activities. PT. Mitra Bara Jaya's mining activity is delayed because instead of interfere in calculating the cost of investment, the Government hands over the settlement through a Business-to-Business scheme. This shows the weakness of government management to provide legal certainty for business. Ombudsman of the Republic of Indonesia argues that there has been a maladministration by the Indonesian Minister of Environment and Forestry cq the Director General of Sustainable Production Forest Management due to the neglection of legal obligation and prolonged delay related to the resolution of the compensation on cost of investment issue between PT. Mitra Bara Jaya and PT. Adindo Hutani Lestari.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Roziqin
Abstrak :
Kelahiran UU Migas dan perubahan Pasal 33 UUD 1945 penuh dengan perdebatan seputar peran negara dalam sektor perekonomian. Perdebatan ini tidak lepas dari perdebatan seputar signifikansi welfare state dalam bernegara, dan pada akhirnya berlanjut pada perdebatan mengenai bagaimana Hak Menguasai Negara (HMN) dalam sektor minyak bumi. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor- faktor yang dipermasalahkan dari minyak bumi di Indonesia, menjelaskan kebijakan pengelolaan minyak bumi di Indonesia pasca reformasi, dan menganalisis implementasi Pasal 33 UUD 1945 dalam sektor minyak bumi di Indonesia pasca reformasi berdasarkan analisis welfare state. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan narasumber dari pengamat migas dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Hasil penelitian adalah Indonesia mengalami masalah ketahanan energi dan tata kelola minyak bumi. Kebijakan sektor minyak bumi pasca reformasi banyak diwarnai liberalisasi karena adanya tekanan dari pihak asing sementara kebijakan energi nasional tidak dilaksanakan dengan konsisten. Indonesia sudah berusaha menerapkan sebagian Pasal 33 UUD 1945 di sektor minyak bumi dalam rangka mewujudkan konsep welfare state, yaitu adaya peran aktif negara dan upaya mewujudkan kemakmuran rakyat. Namun demikian, Indonesia belum menerapkan demokrasi ekonomi sebagaimana semangat awal Pasal 33 UUD 1945. Hal ini terutama karena masuknya paham ekonomi pasar yang berhasil menggeser demokrasi ekonomi. Dengan demikian, pasca reformasi Indonesia belum sepenuhnya melaksanakan konsep welfare state dalam sektor minyak bumi sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945. ...... The establishment of Law on oil and gas which came along with the the amendment of Article 33 on 1945 Constitution has sorrounded with debates about the state’s role in economic sector. These debates related with the significance of welfare state in national development and still continues on State’s Right in petroleum sector. This research aimed to analyze problematic factors of Indonesian oil, to describe management policies on oil sector post-reform, and to analyze implementation Article 33 of 1945 Constitution in Indonesian oil sector post-reform using Welfare State Analysis. This research uses qualitative and descriptive method that interviews oil-gas expert and also Audit Board of the Republic of Indonesia. This research founds that Indonesia has problems with energy security and oil management. The Indonesian policy on oil sector after reformation mostly uses liberalization paradigm because of foreign pressure while national energy policy hasn’t been implemented consistently. Indonesia has been trying to implement part of Article 33 of 1945 Constitution in order to implement the welfare state concept, which are the efforts to make society prosperous. However, Indonesia hasn’t implement democratic economy as the initial spirit of Article 33 of 1945 Constitution. Such condition mainly due to market economy spirit influence which shifted the economic democracy. To conclude, after reformation Indonesia hasn’t fully implement welfare state concept in oil sector as stated in Aticle 33 of 1945 Constitution.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuningsih Herbowo
Abstrak :
ABSTRAK
Kewenangan dan kemampuan Pemerintah Daerah untuk mengelola daerabnya akan meningkat dengan diundangkannya UU No. 22 Tabun 1999 tentang Pemeritahan Daerab dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perlmbangan Keuangan antara Pusat dan Daerab, salah satu tanggung jawabnya adalab pengelolaan masalah sumber daya alamnya, untuk daerah-daerah pada umumnya meliputi sumber daya alam hayati dan noabayati kecuali Daerah Kbusus lbukota Jakarta yang hampir sepenuhnya adalab daerab urban. Jakarta dipilih sebagai kajian seperti diketabui kecenderungannya aksn makin bertambab dengan pertimbangan bahwa kasusnya akan dapat dijadikan model bagi pengelolaan lingkungan hidup di daerah urban yang lain, yang besar dan bertambah banyak pada waktu-waktu yang akan datang. Di DKI Jakarta sumber daya alam yang berperan adalab tanab, karena sumber daya alam hutan, ataupun energi tidak dimiliki. Di samping itu sumber daya lainnya yang penting di daerah urban adalah sumber daya binaan. Sejauh ini pengelolaan sumber daya tanah dan sumber daya binaan masih belum dilakukan dengan efisien dan masih perlu dikembangkan dan disempumakan untuk dapat dijadikan sebagai sumber pendapetan yang utama bagi peningkatkan pendapatan daerah. Hal itu yang menurut perkiraan dengan diberlakukannya UU No. 25/99 tidak akan mengalami kenaikan yang luar biasa. Pengelolaan tanah sejauh ini masih dianggap belum sepenuhnya menunjang pengembangan lingkungan hidup perkotaan DKI Jakarta untuk mewujudkan suatu lingkungan hidup yang manusiawi, lestari dan berkelanjutan, terutama dari segi administrasinya, pengaturan pengenai hale, penetapan nilainya serta penggunaannya. Secara kelembagaan penanganannya perlu disederhanakan dan diperjelas kewenaagannya. Dalam pemanfaatan tanah sesuai peruntukan yang ditetapkan perlu diterapkan asas keadilan dan asas kesetaraan memperoleh manfaat. Penggunaan tanah sesuai dengan ketetapan perencanaannya akan menunjang terwujudnya suatu lingkungan hidup yang diidamkan dan melestarikan sumber daya alam air tanah yang banyak manfaatnya di Jakarta. Untuk maksud itu semua, dalam menghadapi pelaksanaan UU No. 22/99, organisasi Pemda DKI Jakarta perlu disesuaikan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahannya dan tantangannya, serta melibatkan dan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Kemudian merealisasikan program-program pernbangunan lingkungan hidupnya secara bertabap dan berkesinambungan, dengan memperhatikan koordinasinya dengan daerah-daerah sekitarnya.
2010
T32471
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Lucy Ishimora
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai perempuan adat Kasepuhan Cirompang dalam konstelasi pengelolaan sumber daya alam di wilayah adat mereka. Penetapan dan perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS yang tidak melibatkan dan mempertimbangkan eksistensi masyarakat adat Kasepuhan Cirompang terutama pengalaman perempuan adat berdampak secara signifikan dalam pemenuhan hak-hak perempuan adat. Selain itu hukum adat yang masih patriarkis memberi dukungan terhadap kondisi pengekangan perempuan adat untuk berpendapat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Penulis menggali pengalaman para perempuan adat Kasepuhan Cirompang melalui wawancara mendalam dengan mereka dan menganalisisnya menggunakan beberapa teori seperti ekofeminisme, akses terhadap keadilan dan pluralisme hukum. Hal ini dilakukan untuk mempertegas bagaimana penetapan dan perluasan kawasan TNGHS telah mereduksi hak atas akses terhadap sumber daya alam yang dimiliki oleh perempuan adat. Kegiatan ini melanggar berbagai instrumen hukum internasional dan nasional yang telah melindungi kesetaraan antara perempuan dan lakilaki dalam hal akses terhadap sumber daya alam, tanah, berpendapat dan berpartisipasi dalam pembangunan.
ABSTRACT
This thesis examines the constelation of Cirompang Indigenous Women on natural resources management. The assignation and expansion of Mount Halimun Salak National Park that do not involve and consider the existence of indigenous people Kasepuhan Ciromopang especially the indigeous women rsquo s experience regarding natural resources management, has been significantly impacting the fulfillment of the indigeous women rsquo s rights. Moreover, the adat law that rsquo s still patriarchal support the condition in which women are restricted from expressing their opinion and participating on development. The writer explored the experience of Cirompang indigenous women through indepth interviews with them and analyzed it with several theories such as ecofeminism, woman rsquo s access to land and legal pluralism. This is important to show how the assignation and expansion of the National Park reduced the rights of access to land, natural resources, expressing an opinion, and participating on development.Keywords Cirompang indigenous women, Mount Halimun Salak National Park, ecofeminism, women access to land, indigenous women rsquo s rights.
2017
S68481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barnes, Richard
Oxford: Portland, 2009
346.044 BAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2008
346.7 IND p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Haris Januariansyah
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai pertanggungjawaban negara terhadap hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam perspektif harmonisasi landasan Konstitusionalitas UUD NRI 1945 dengan Peraturan Perundang-Undangan sektoral. Disamping itu juga membahas mengenai sejauh mana komitmen negara dalam mewujudkan pertanggungjawaban negara berdasarkan peraturanperundang-undangan. Dalam penulisan tesis ini, penulis menggunakan metodologi yuridis normatif dengan pendekatan konseptual, perundang-undangan dan sejarah. Dan sebagai kesimpulan bahwa pertanggungjawaban negara terhadap hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat secara normatif dalam Undang-Undang Mineral dan Batubara, Kehutanan dan Sumber Daya Air saling bertentangan dengan semangat Pasal 28 H ayat (1), Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD NRI 1945. Dan pada aspek yang lain ternyata dari segi tugas, fungsi dan tujuan negara, komitmen pertanggungjawaban negara dalam bentuk perundang-undanggan lingkungan jauh dari harapan yang diinginkan serta berimplikasi pada kegagalan negara dalam mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. ......Focus of this research is state responsibility of the right to a good and healthy environment in the perspective of harmonization basis between UUD NRI 1945 and sectoral legislation. Besides it, this thesis also discusses the state's commitment in realizing it’s responsibility under the rules. By using conceptual, legislation, and history approach, this thesis is a normative research. The author found that the state responsibility of the right to a good and healthy environment in The Coal and Minerals Act, The Forestry Act and The Water Resources Act does not appropriate with the spirit of Article 28 H par. (1), Article 33 par. (3) and (4) UUD NRI 1945. In the other aspects, based on its function and purpose, commitments of the state responsibility in the form of environmental legislation is far from the desired expectations and implications for the failed state to realize the right to a good and healthy environment.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3   >>