Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Ihsan
Abstrak :
ABSTRAK
Berdasarkan sejarah, terdapat kecenderungan bahwa suatu negara yang tengah mengalami kebangkitan memiliki kecenderungan untuk bersikap ekspansif terhadap negara-negara lainnya, seperti yang dilakukan oleh Jerman dan Jepang pada masa Perang Dunia. Pada saat ini, China merupakan salah satu simbol kekuatan dunia yang tengah mengalami pertumbuhan pesat. Sejalan dengan perkembangannya dalam bidang ekonomi dan militer, kebangkitan China juga berpengaruh terhadap negara-negara lainnya di Asia, terutama terkait dengan adanya motif ekspansionis dari negara tersebut. Pada saat ini, China terlibat dalam sengketa teritorial di Laut China Selatan dengan lima negara Asia lainnya. China memiliki klaim kedaulatan terhadap keseluruhan perairan yang memiliki signifikansi geopolitik dan ekonomi tersebut. Namun, meski melakukan peningkatan kapabilitas militernya, China tidak menginisiasi adanya perang teritorial di Laut China Selatan selama hampir dua dekade. Tesis ini berupaya meneliti tentang strategi keamanan China dari tahun 1949 hingga 2012 dengan menggunakan metode kuantitatif. Berdasarkan analisa korelasi variabel power dan strategi keamanan, diketahui bahwasanya China merupakan kekuatan status quo. Seiring dengan peningkatan power negara tersebut, strategi keamanannya memiliki kecenderungan bergerak ke arah yang non-konfrontatif.
ABSTRACT
Based on history, there is a tendency that a rising state behave expansively toward others, such as that carried out by the Germans and Japanese during the World War. Meanwhile, at the present time, China is one of great powers which has experienced growth very rapidly. As the progress in economic and military sectors, the rise of China also has a great influence to the other Asian countries as well, mainly related to its expansionist motives. At the moment, the Chinese are involved in the territorial disputes in South China Sea with five other Asian Countries. China has sovereignty claims over the entire waters which have economic and geopolitical significance. However, despite upgrading its military capability, it does not initiate a territorial war in the South China Sea for nearly two decades. This thesis seeks to examine China’s security strategy from 1949 to 2012 by using quantitative methods. Based on the correlation analysis of power and strategy, it is known that China is a status quo power. Along with the power increase, its strategy has a tendency to move towards a less confrontational approaches.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Khadijah
Abstrak :
ABSTRAK
Pesatnya aktivitas pelayaran menyebabkan sengketa teritorial dan maritim yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya hak untuk berlayar, khususnya bagi kapal perang. Penguasaan secara de facto oleh Tiongkok atas fitur-fitur laut di Spartly, Paracel dan Scarborough Shoal dapat berimplikasi pada keberlakuan hukum domestik Tiongkok yang membatasi hak lintas damai kapal perang asing di laut teritorial dan aktivitas militer asing di ZEEnya. Klaim Tiongkok ini ditentang oleh Amerika dengan cara mengirimkan kapal perangnya untuk berlayar di perairan yang masih bersengketa tersebut di bawah misi FONOP. Dalam meneliti permasalahan ini, Penulis menggunakan metode penelitian berupa yuridis normatif. Adapun kesimpulan yang diperoleh dari permasalahan tersebut adalah klaim Tiongkok tidak dapat dibenarkan oleh hukum internasional, dengan demikian hak lintas damai tidak berlaku di perairan sekitar fitur-fitur yang diklaim negara tersebut dan kapal asing tetap dapat berlayar di bawah rezim kebebasan navigasi yang tertuang dalam Pasal 58 1 UNCLOS. Oleh sebab itu, seharusnya Amerika mengirimkan kapal perangnya untuk melakukan kebebasan navigasi. Selain itu, Tiongkok tidak berhak mengklaim ZEE dari fitur-fitur yang diklaimnya tersebut sehingga kebijakan atas aktivitas militer tidak dapat diterapkan. Tiongkok adalah negara yang telah meratifikasi UNCLOS, maka seyogyanya negara tersebut mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi tersebut.
ABSTRACT<>br> Territorial and maritime disputes occurring in the South China Sea have raised awareness among international communities regarding the impediment of navigational rights. China rsquo s de facto control on the sea features such as Spartly, Paracel and Scarborough Shoal possibly implies the enforcement of Chinese domestic laws that limit the innocent passage of foreign warships in territorial sea and foreign military activities in EEZ. However, America opposes Chinese claims by sending its warships to sail near disputed waters under FONOP mission. The research method used in this thesis is yuridis normatif. The conclusions derived from the problem are, Chinese claims cannot be justified by international law, therefore the right of innocent passage is not applicable in the waters surrounding the claimed features and foreign warships are able to sail under the regime of freedom of navigation provisioned in Article 58 1 UNCLOS. Therefore, America should have sent its warships under the freedom of navigation regime. On the other hand, China is not capable of claiming EEZ derived from the features, therefore the country cannot restrict military activities in the region. Moreover, as member of UNCLOS, China has obligation to follow the rules set up in the convention.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library