Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dudi Akasyah
Abstrak :
Masalah dewasa ini merupakan masalah yang perkembangannya sangat memperihatinkan melanda generasi muda. Pemakai narkotika, bukan orang jauh yang tak dikenal, ataupun orang jahat yang menjadi incaran polisi, tapi seringkali pengedar dan penggunanya adalah keluarga kita sendiri. Tidak berhenti sampai di sana, adik atau kakak pelaku penyalahguna narkotika malahan mempengaruhi anggota keluarga lain. Hal ini pula yang terjadi pada keluarga Bapak Sani yang mempunyai dua orang anak yang semuanya terlibat dalam penyalahgunaan narkotika. Penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana proses yang sesungguhnya dari terlibatnya kakak beradik dalam penyalahgunaan narkotika, dengan mengambil contoh kasus pada keluarga Sani di Kelurahan Borju Atas Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan mempelajari life history pelaku. Wawancara mendalam dilakukan terhadap Joe dan adiknya Yono beserta kedua orang tuanya Bapak Sani dan Ibu Atun. Sedangkan life history dilakukan terhadap Joe dan Yono, sebagai informan. Hasil penelitian menunjukan bahwa telah terjadi suatu proses pembelajaran sosial (social learning) yang dilakukan Joe terhadap Yono sebagai kakak beradik melalui interaksi dengan cara face to face communication (komunikasi langsung). Joe (kakak) mengajari Yono (adik) teknik menggunakan narkotika dan cara menghemat dana untuk membeli narkotika. Kondisi-kondisi yang mencakup frekuensi, intensitas, durasi dan prioritas hubungan sosial yang terjadi pada Yono terhadap Joe, telah membuat Yono menjadi pengguna narkotika. Ada beberapa tahap yang dilalui keduanya sehingga terlibat dalam penyalahgunaan narkotika. Pertama, Joe terlebib dahulu menggunakan narkotika. Sebagai kakak, Joe dekat dengan adiknya, Yono (Tahap Peer Group). Dari sana muncul keisengan-keisengan Yono untuk mencoba narkotika (The Experimental Stage). Selanjutnya, di antara kakak beradik ini semakin akrab. Keduanya lebih dekat dan intensitas pertemuannya pun lebih tinggi (The Social Stage). Keduanya secara aktif mulai mencari obat untuk mendapat emosi tertentu dan efek tertentu (The Instrumental Stage). Kemudian mereka masuk pada tahap The Habitual Stage, yakni tahap pembiasaan. Hingga pada akhirnya mereka sampai pada tingkat total (The Compulsive Stage), kedua kakak beradik ini menjadi pecandu yang sulit untuk dibongkar dan diketahui oleh kedua orang tuanya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniar Sukmawati
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Di Indonesia faktor yang mempengaruhi terkendalinya gejala putus opiat belum diketahui. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut dapat dipakai untuk prognostik terkendalinya gejala putus opiat, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian hal tersebut. METODE: Penelitian kohor historikal pasien ketergantungan opiat yang dirawat inap di RS Ketergantungan Obat 1 Januari 2000-31 Desmber 2001. Semua pasien wanita (60 orang) yang memenuhi kriteria inklusi diambil, dan pasien laki-laki diambil 130 secara sistematik dari 914 pasien laki-laki yang masuk kriteria inklusi. Analisis data dengan survival analysis menggunakan cox proportional hazard untuk mencari perhitungan pengendalian gejala putus opiat. HASIL: Waktu yang diperlukan untuk terkendalinya gejala putus opiat antara 3 - 16 hari dengan rata-rata 9 hari. Umur terbanyak 21-30 tahun dengan rata-rata 23 tahun. Umur termuda pertama kali menyalahgunakan opiat adalah 12 tahun, lama penyalahgunaan antara 6 bulan sampai 15 tahun, cara pakai sebagian besar (88,4%) menggunakan jarum suntik. Kebanyakan adalah pengangguran (54,2%). Faktor pemberian terapi tidak bermakna secara statistik dalam pengendalian gejala putus opiat. Gender laki-laki lebih mudah terkendali 1,71 kali dibanding gender perempuan (CI 95% 1,17; 2,49; p O,006). KESIMPULAN: Perempuan lebih susah dikendalikan gejala putus opiatnya, oleh karena itu memerlukan perhatian lebih banyak dibandingkan gender laki-laki.
Gender and Risk That Can Handle Opiate Withdrawal Syndrome for Opiate DependencyBACKGROUND: Factors can influence opiate withdrawal syndrome in Indonesia there is no detail data. With the most important factor, could be better to manage them especially when they are being hospitalized. METHODS: Cohort historical study about opiate dependence patients who are being hospitalized in Drug Dependence Hospital Jakarta from January 1st 2000 to December 31st 2001. All the women include in criteria as a sample (60 patients), and 130 male patients as a sample with systematic sampling from 914 patients can include in criteria. Data analysis with the survival analysis, using cox proportional hazard to find number of controlled opiate withdrawal syndrome. RESULTS: The opiate withdrawal syndrome can be controlled in 3 - 16 days and 9 days in average. The range of age is 2151 to 30 years old and 23 years old in average. The youngest age using opiate is 12 years old. The length of abuse is between 6 month to 15 years, using needle is 88,4 %, mostly is jobless (54,2%). Treatment factor is not significant statistically. Men is easier to control, it's about 1,71 times than women (CI 95 % 1,71;2,49, p = 0,006) CONCLUSIONS: Women need more attention to get at the best results opiate withdrawal syndrome.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7055
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pane, Masdalina
Abstrak :
Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) merupakan salah satu masalah besar dan kebanyakan terjadi pada kelompok usia produktif yang sampai saat ini belum dapat diatasi. Pada tahun 2001 pengguna Napza di Indonesia mencapai lebih dari 2 juta jiwa dengan kematian akibat Over Dosis sebanyak 17.16 %. Sebagian besar pengguna yaitu 1.3 juta jiwa tinggal di wilayah Jakarta dan diperkirakan 35 % siswi SMU dari 64 sekolah di Jabotabek ditemukan sebagai pengguna berat dan pengedar Napza. Penelitian ini bertujuan untuk melihat berapa besar kontribusi penggunaan tehnik parenteral terhadap kejadian terpapar virus Hepatitis B dan C pada populasi pengguna Napza di Pusat Pemulihan Napza di wilayah Jabotabek. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan cross sectional, dengan jumlah sampel 201 orang di dapat dari catatan medis penderita yang dirawat dari Januari - November 2001. Hasil penelitian didapatkan Prevalensi kejadian terpapar virus Hepatitis B sebesar 43.6% dan prevalensi kejadian terpapar virus Hepatitis C sebesar 69.1%, untuk hubungan kejadian terpapar virus Hepatitis B didapatkan hasil: Tidak ada hubungan bermakna antara penggunaan tehnik parenteral dengan kejadian terpapar virus Hepatitis B setelah dikontrol variabel lain dengan risiko 2A68 (CI 0.893-5.262). Untuk Hepatitis C ada hubungan bermakna secara statistik antara penggunaan tehnik parenteral dengan kejadian terpapar virus Hepatitis C setelah dikontrol variabel lain dengan risiko lebih tinggi yaitu 37.334 kali lebih tinggi (CI 12.455 - 11L911). Dapat disimpulkan bahwa tehnik parenteral memberikan kontribusi sebesar 44.7 % untuk menyebabkan kejadian terpapar virus Hepatitis B dan 92 % untuk menyebabkan kejadian terpapar virus Hepatitis C. Saran yang diberikan berupa : informasi tentang bahaya penggunaan Napza dan bahaya tambahan dari penggunaan jarum suntik dan alat sayat (tehnik parenteral) bersama-sama, gerakan lintas sektor untuk meminimasi distribusi dan utilisasi Napza, saat ini kita mungkin harus mulai terbuka untuk membuat klinik-klinik khusus yang dapat mengakomodasi kepentingan pengguna melalui kontrol terhadap pemakaian dan tehnik penggunaan terutama untuk pengguna lama yang sulit direhabilitasi dan untuk pengguna kambuhan. Tetapi yang jauh lebih penting dari itu adalah memperkuat fungsi dan peran keluarga agar keluarga dapat melakukan deteksi dini terhadap tanda-tanda penggunaan Napza untuk mencegah penggunaan berlanjut. Daftar bacaan: (1976 - 2001)
Contribution of Parenteral Technique due to Hepatitic B and Hepatitic C Viral Expose at Drug Users in Centre of Rehabilitation 2001Narcotics, Psychotropic and others addictives (NAPZA) abuse problem is one of the biggest problems and it's happen to productive period in life and have not solved yet. In 2001 there is more than 2 million people use NAPZA with 17.16% mortality caused over dose. A lot of drug users about 1.3 million people live in Jakarta and estimated at 35% of them are SMU students from 64 schools in Jabotabek as chronic users and seller. Objective for this research to know contribution of parenteral technique due to Hepatitic B and C Viral expose at drug users population whom rehabilized in centre of rehabilitation in Jabotabek. This research use cross sectional design, sample size 201 users have been rehabilized, collecting data come across Laboratories examinations and justify with medical diagnose in medical records. Results from this research are Prevalence rate for Hepatitic B viral expose occur to 43.6% and Prevalence rate for Hepatitic C viral expose occur to 69.1%. There are not significant relationships between parenteral techniques to be Hepatitic B Viral expose after controlled by another variables with 2.168. 95% CI (0.893-5.262) and There are a significant relationships between parenteraI technique to be Hepatitic C Viral expose after controlled by another variables with 37. 95% CI (12.55-111.911). Conclusion for this research are : Parenteral technique gives 44.7 % contribute to Hepatitic B viral ekspose and 92% contribute to Hepatitic C viral expose. Suggestion of this research are: Give right information about effect using NAPZA and addictive hazard from use parenteral technique and laserate aids together. Intersector action to minimize distribution and utilization drugs. Today we must be make specialize clinics to accommodate users by control about using and parenterel technique to chronical users and relapse users. But one of very important thing are makes family function and role to early detection the symptom of using drugs to prevent chronic users. References: 30 (1976-2001)
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T10749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahrus
Abstrak :
Fenomena penyalahgunaan Narkoba di Indonesia sudah cukup menghawatirkan, terutama di kota-kota besar jumlah penyalahguna secara siginfikan mengalami peningkatan lebih dari 3,3% setiap tahunnya (data BNN, 2004). Sehingga diperlukan sebuah intervensi guna mengendalikannya, seperti dalam bentuk pemberantasan dan penanggulangan terpadu dalam segenap aspek baik dari segi pencegahan, penegakan hukum maupun upaya-upaya terapi rehabilitasi. Pembinaan terhadap narapidana khusus Narkoba sebagai salah satu WBP yang dibina di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), merupakan suatu alternatif yang mutlak pelaksanaannya, apabila upaya Penanggulangan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) ingin berhasil, di samping adanya upaya-upaya lain dibidang pencegahan dan penegakan hukum yang dilaksanakan secara terpadu dan sinergis. Dalam penempatan, perawatan dan pembinaan terhadap narapidana khusus Narkoba, tidak dapat disamaratakan dengan narapidana tindak pidana konvensional lainnya (seperti perampokan, pencurian dengan pemberatan dan kejahatan dengan kekerasan lainnya). Namun demikian keberadaan Lapas Khusus Narkotika di Indonesia masih sangat terbatas, baik secara kuantitas maupun kualitas operasionallpelayanannya; sehingga banyak narapidana khusus Narkoba yang di tempatkan di dalam Lapas-lapas yang diperuntukkan bagi narapidana tindak pidana konvensional. Lapas Klas IIA Bogor merupakan salah satu Lapas yang mempunyai kategori fungsi ganda tersebut. Keefektifitasan sebuah Lapas mensyaratkan bagi adanya keterpaduan antara budaya, strategi, lingkungan dan teknologi organisasinya; dan semakin kuat suatu budaya organisasi, maka semakin panting bagi adanya kecocokan terhadap variable-variabel tersebut. Karena keberhasilan sebuah Lapas akan terwujud apabila terdapat keterpaduan ekrternal - budaya yang terbentuk sesuai dengan strategi dan lingkungannya; dan keterpaduan internal - budaya organisasi disesuaikan dengan teknologi yang digunakan (Robbins, 1994 : 484). Dengan kata lain keefektifan sebuah Lapas sangat tergantung dari kecocokan kebudayaan/struktur normative yang menjadi kaidah organisasi dalam mempertahankan eksistensi organisasi secara internal dan kemampuannya berintegrasi dengan Iingkungan eksternalnya (Yuchman dan Seashore, 1967). Di sisi lain, keefektifan suatu Lapas juga dapat dilihat dari kemampuannya dalam mengidentifikasikan dan menilai pola referensi konstituensi yang panting serta sejauh mana kualitas layanan yang dapat diberikan untuk memenuhi tuntutan konstituensinya tersebut (Miles, 1982). Berangkat dari asumsi-asumsi tersebut, penilitian ini berusaha mengungkap budaya organisasi Lapas Klas IIA Bogor, dan kualitas layanan pembinaan terhadap narapidana Narkoba dan narapidana pencurian dengan kekerasan. Indikator penelitian budaya organisasi, akan menggunakan tujuh karakteristik primer organisasi (Chatman dan John, 1994), yang mencakup inovasi dan pengambilan risiko, perhatian pada rincian, orientasi pada hasil, orientasi pada orang, orientasi pada tim, tingkat keagresifan, dan tingkat kemantapan. Sedangkan indikator kualitas layanan pembinaan, akan menggunakan lima dimensi kualitas layanan yang dikemukakan Parrasurahman, Zeithaml, dan Berry (1988), yaitu aspek penampilan fisik (tangible), keandalan (reliability), tingkat ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Populasi penilitian budaya organisasi adalah petugas Lapas Klas IIA Bogor. Sedangkan populasi penelitian kualitas layanan pembinaan, hanya mencakup narapidana Narkoba dan narapidana pencurian dengan kekerasan. Pengambilan jumlah sampel digunakan tabel penentuan jumlah sampel yang dikembangkan Isaac dan Michael dengan taraf kesalahan 5%. Adapun instrumen penelitian menggunakan kuisioner yang dikembangkan melalui menjabarkan dari indikator-indikator setiap variabel, dengan merujuk skala pengukuran Likert. Selanjutnya data terkumpul diuji validitas dan realibilitasnya, serta dianalisis berdasarkan frekuensi, median, dan modus untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Dalam menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kualitas layanan narapidana Narkoba dan narapidana pencurian dengan kekerasan dengan menggunakan Uji Mann-Whitney U (U test); kemudian analisis perbedaan antara kualitas layanan pembinaan terhadap narapidana Narkoba dengan narapidana pencurian dengan kekerasan, melalui Uji Wilcoxon Signed Ranks Test. Hasil penelitian dengan derajad kebenaran 99%, menunjukkan bahwa budaya organisasi Lapas Klas Bogor tergolong kategori kuat (skor 72%); sedangkan kualitas layanan pembinaan narapidana Narkoba 70% telah terpenuhi dari yang diharapkan (gap 30%), dan narapidana pencurian dengan kekerasan 79% telah terpenuhi dari yang diharapkan (gap 21%), sehingga kedua kualitas layanan pembinaan tersebut termasuk dalam kategori kualitas tinggi. Analisis korelasi menunjukkan, bahwa tidak ada pengaruh budaya organisasi yang psoitif dan signifikan terhadap kualitas layanan pembinaan narapidana Narkoba, dan sebaliknya terdapat pengaruh budaya organisasi yang psoitif dan signifikan terhadap kualitas layanan pembinaan narapidana pencurian dengan kekerasan. Analisis komparasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikans antara kualitas layanan pembinaan narapidana Narkoba dengan kualitas layanan pembinaan narapidana pencurian dengan kekerasan.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Irawati
Abstrak :
Tesis ini membahas wacana untuk mengagendakan kebijakan rehabilitasi terhadap pengguna narkotika pada prajurit TNI. Saat ini TNI belum mengenal kebijakan rehabilitasi bagi pengguna narkotika pada prajuritnya. Dilihat dari aspek kesehatan, sosial, hukum, pertahanan keamanan, dan politik diketahui bahwa kebijakan rehabilitasi bagi prajurit TNI perlu untuk dibentuk. Dari aspek kesehatan, dampak dari narkotika dapat merusak kesehatan prajurit, begitu juga dari aspek sosial, dapat menurunkan kesejahteraan sosial prajurit sehingga dapat mengganggu pelaksanaan tugas prajurit yang pada akhirnya mengakibatkan terganggunya pelaksanaan tugas pokok TNI. Aspek hukum diketahui bahwa kebijakan rehabilitasi narkotika merupakan amanat dari undang-undang, setiap warga negara dan pemegang otorita negara harus tunduk dan melaksanakan perintah undang-undang tersebut sehingga seluruh warga negara khususnya prajurit TNI juga mendapatkan hak yang sama seperti warga negara lain untuk direhabilitasi. Dilihat dari aspek pertahanan dan keamanan, penggunaan narkotika pada prajurit dapat menyebabkan prajurit lalai dalam melaksanakan tugas sehingga dapat membahayakan pertahanan dan keamanan. Tindakan hukuman penjara tanpa rehabilitasi memungkinkan prajurit semakin dekat dengan perilaku penyalahgunaan narkotika, sedangkan solusi berupa pemecatan memungkinkan prajurit tersebut digalang oleh sindikat kejahatan khususnya sindikat narkotika. Komitmen dan kemauan politik (political will) dari Pimpinan TNI untuk merehabilitasi prajurit TNI belum ada. Hal ini terbukti dari adanya kebijakan Panglima TNI berupa Surat Telegram (ST) untuk menindak tegas pelaku penyalahguna narkotika dengan memberikan hukuman pidana bahkan pemecatan. Latar belakang kebijakan tersebut adalah untuk kepentingan militer TNI bahwa prajurit TNI harus dalam kondisi siap sedia dalam menjalankan tugas pokoknya, untuk menimbulkan efek jera, serta menjaga nama baik institusi TNI. Untuk itu diperlukan suatu solusi yang menguntungkan semua pihak (win-win solution) yaitu TNI dapat tetap melaksanakan pembinaan terhadap prajuritnya, prajurit juga mendapatkan haknya untuk direhabilitasi, serta negara dapat menjalankan tugasnya untuk melindungi dan memberikan hak kepada seluruh warga negaranya termasuk prajurit TNI. ......This thesis discusses the policy agenda of discourse for rehabilitation of drug users on the TNI soldiers. Currently, TNI are not familiar with military policy for the rehabilitation of drug users on the their soldiers. Research on the health, social, legal, defense security, and politics aspects are known that the rehabilitation policy for soldiers need to be formed. From the aspect of health, the effects of drugs can damage the health of the soldiers, as well as from the social aspect, can reduce social welfare of soldiers so that soldiers can interfere with performance of duties that ultimately resulted in the disruption of the implementation of the basic tasks of the TNI. Legal aspects of drug rehabilitation in mind that the policy is a mandate of the law, every citizen and state authority holder must submit and execute commands of the law so that all citizens, especially soldiers also get the same rights as other citizens to be rehabilitated. Viewed from the defense and security aspect, use of narcotics can lead soldier on soldier negligent in performing the tasks that can endanger defense and security. Sentenced to imprisonment without rehabilitation can allow soldiers are getting closer to the behavior of drug abuse, while the solution in the form of dismissal allows the soldier raised by crime syndicates in particular narcotics syndicate. There is no commitment and political will of the military leadership to rehabilitate their soldiers.This is evidence from the existence of a policy of TNI Commander Letter (ST) to take stern action against perpetrators of narcotics abusers by providing criminal penalties even dismissal. The reason of this policy is in the interests of the TNI military that soldiers should be in a readiness to execute its core functions, to a deterrent effect, as well as to save face of the military institution. This requires a solution that benefits all parties (win-win solution) that the military can continue to implement the guidance to the soldiers, the soldiers also be eligible for the right of rehabilitation, and the government can carry out their duties to protect and give rights to all citizens including TNI soldiers.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library