Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 254 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Gimenez, Marc
Barcelona: Instituto Monsa De Ediciones, 2011
R 658.834 3 GIM h
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Acep Saefudin
Abstrak :
Pemasaran dewasa ini merupakan pertempuran persepsi konsumen, bukan sekedar pertempuran produk. Beberapa produk dengan kualitas, modal, karakteristik tambahan dari produk serta kualitas yang relatif sama, dapat memiliki kinerja yang berbeda-beda di pasar karena perbedaan persepsi dari produk tersebut di benak konsumen. Suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat dapat membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun dalam jangka waktu lama. Sebagai bagian dari perannya dalam menambahkan nilai untuk konsumen, ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, persepsi kualitas, loyalitas merek, asosiasi merek dan aset-aset hak milik merek lairinya memiliki potensi untuk menambah nilai bagi perusahaan. Menganalisis ekuitas merek merupakan salah satu strategi pemasaran dalam upaya meningkatkan eksistensi merek yang selanjutnya dapat menaklukkan pasar. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat daya tariknya untuk menggiring konsumen mengkonsumsi produk tersebut yang selanjutnya mengantar perusahaan meraup keuntungan dari waktu ke waktu. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif dimana data diperoleh melalui survei. Karena penelitian ini adalah mengenai persepsi suatu produk sehingga statistik yang digunakan adalah statistik non parametrik di mana data yang digunakan adalah data yang berbentuk nominal dan ordinal. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 110 orang, yang menggunakan judgement sampling yang telah ditentukan dimana responden adalah para konsumen, dan penyalur fiber semen yang terjangkau oleh peneliti yaitu yang berada di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Tangerang dan Bekasi. P.T. Bakrie Building Industries merupakan salah satu anak perusahaan P.T. Bakrie Brothers Tbk. yang bergerak di bidang produk bahan-bahan bangunan. Produk unggulan yang menjadi kekuatan perusahaan dan memberikan keuntungan adalah produk dengan merek Harflex. Untuk meningkatkan pangsa pasar Harflex di Indonesia dengan menambah kapasitas mesin, pada saat ini, bukanlah keputusan yang tepat karena berarti perusahaan memerlukan investasi Baru. Mengingat keterbatasan dana untuk investasi dan adanya perjanjian dengan para kreditor, maka saiah satu cam agar tetap mempertahankan dan meningkatkan pemasaran produk adalah dengan memperluas jalur distribusi melalui peningkatan kekuatan merek Harflex. Untuk mengetahui kekuatan merek Harflex di pasar, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menganalisis dimensi ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek , persepsi kualitas, loyalitas merek, kesan mengenai merek dan aset ekuitas merek lainnya. Berdasarkan hasil penelitiart terhadap 55 konsumen dan 55 penyalur diketahui Harflex merupakan merek yang cukup dikenal di pasar walaupun bukanlah merek yang paling dominan. Di samping itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Harflex memiliki kesan kualitas tinggi. Baik konsumen dan penyalur mengenal produk Harflex, khususnya Genteng Harflex dan Mini Harflex dan kurang mengenal beberapa produk Harflex lainnya. Oleh karena itu, selanjutnya, langkah promosi produk Harflex ditokuskan pada pengenalan dan pemasaran produk-produk Harflex lainnya yang belum dikenal konsumen dan yang bisa memberikan margin keuntungan yang tinggi. Dalam penelitian inipun diketahui bahwa persepsi responder terhadap Harflex baik, khususnya persepsi tentang kualitas produk dan kemudahan pemakaian produk. Kesan mengenai merek Harflex menurut konsumen menunjukkan bahwa Harflex merupakan produk berkualitas tinggi dan produknya mudah dipasang. Sedangkan kesan Harflex menurut penyalur menunjukan bahwa Harflex merupakan produk yang berkualitas tinggi, produk mudah dipasang, pelayanannya baik dan tahan lama. Kualitas barang yang tinggi dan produk mudah dipasang mendorong bertambahnya jumlah penyalur yang akhirnya menjadi salah satu kekuatan BBI dalam memasarkan produk yang berkualitas dalam upaya meraih pangsa pasar yang lebih besar melalui penambahan jalur distribusi. Loyalitas konsumen dan penyalur terhadap merek Harflex cukup rendah, hal ini dapat terlihat dari jumlah sebagian besar responden yang menyatakan tidak pernah menyarankan orang lain untuk membeli produk yang dikonsumsinya dan sebagian besar responden menyatakan "tidak tentu" membeli Harflex. Namun demikian sebagian besar konsumen dan penyalur menyatakan puas dan suka akan produk merek Harflex. Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa merek Halifax memiliki beberapa dimensi ekuitas merek yang kuat khususnya dimensi persepsi kualitas, kesadaran merek, kesan yang positif karena Harflex merupakan merek yang disukai oleh konsumen dan penyalur. Sebagian besar konsumen serta penyalur puas terhadap Harflex. Namun demikian, loyalitas terhadap Harflex cukup rendah. Hal ini ditunjukkan oleh masih besarnya jumlah konsumen danpenyalur yang menyatakan "tidak pernah" dan "kadang-kadang" dalam merekomendasikan kepada orang lain untuk membeli Harflex. Di samping itu, sebagian besar konsumen dan penyalur mengetahul produk Harflex khususnya Genteng Harflex dan Mini Harflex.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindu Rahayu
Abstrak :
Konsep citra belakangan telah berkembang dan menjadi perhatian dalam dunia bisnis. Citra itu sendiri abstrak namun wujudnya dapat dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk. Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) yang telah memasuki privatisasi tahap pertama pada bulan Maret 2003 mempunyai program makro perusahaan untuk mengupayakan terbentuknya goad image dan menjadi perusahaan yang unggul, maju dan terpandang sesuai dengan visi dan misi PERTAMINA baru. Citra yang baik mengenai sebuah perusahaan akan berpengaruh positif bagi produk dan service yang dipasarkan. Dan latar belakang diatas maka persmasalahn yang akan coba dibahas dalam penelitian ini, yaitu: "Apakah citra PERTAMINA dan citra MESRAN mempengaruhi preferensi konsumen dalam membeli produk pelumas MESRAN?". Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pergaruh citra PERTAMINA dan citra produk MESRAN terhadap preferensi konsumen dalam membeli produk pelumas MESRAN. Sedangkan tujuan khususnya yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaruh citra PERTAMINA terhadap preferensi konsumen dalam memilih produk MESRAN. 2. Untuk mengetahui pengaruh citra produk PERTAMINA terhadap preferensi konsumen dalam memilih produk MESRAN. 3. Untuk mengetahui pengaruh terpaan informasi bagi konsumen terhadap familiaritas konsumen atas PERTAMINA dan merek pelumas MESRAN. 4. Untuk mengetahui pengaruh terpaan informasi dan familiaritas atas PERTAMINA terhadap citra PERTAMINA dan citra produk MESRAN. 5. Untuk mengetahui pengaruh terpaan informasi dan familiaritas atas PERTAMINA dan produk MESRAN terhadap preferensi konsumen terhadap produk tersebut. Citra berperan untuk menimbulkan preferensi untuk melakukan pembelian. Citra perusahaan juga akan mempengaruhi citra produk dan selanjutnya akan mempengaruhi preferensi untuk melakukan pembelian. Pembentukan citra dipengaruhi oleh familiaritas terhadap produk dan perusahaan yang bersangkutan. Familiaritas dipengaruhi oleh banyaknya informasi yang diterima oleh konsumen yang bersumber dari pengalaman pribadi, pengalaman orang lain dan media massa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan survey. Penelitian dilakukan di 10 service station/agen pelumas yang merupakan mitra kerja PERTAMINA Unit Pemasaran (UPMS) II Depot Panjang, Lampung dengan 304 responden. Dari hasil perhitungan SPSS dengan menggunakan multiple regression didapat model akhir dimana ternyata terpaan informasi dan familiaritas tidak mempengaruhi citra perusahaan PERTAMINA. Citra PERTAMINA dalam model ini dipengaruhi oleh citra produk MESRAN. Terpaan informasi secara signifikan mempengaruhi familiaritas dan selanjutnya mempengaruhi citra produk MESRAN dan pada akhirnya mempengaruhi preferensi pembelian. Citra produk MESRAN adalah variable yang memberikan kontribusi terbesar dalam mempengaruhi preferensi pembelian. Secara praktis penelitian ini berguna untuk memberi masukan tentang bagaimana citra perusahaan PERTAMINA memiliki kontribusi terhadap citra pelumas MESRAN, dan selanjutnya mempengaruhi preferensi konsumen. Masukan tersebut diharapkan berguna untuk merumuskan program dan strategi komunikasi dalam PERTAMINA. Citra PERTAMINA yang terbentuk selama ini tidak positif oleh sebab itu diperlukan program komunikasi yang baik untuk membentuk good image. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang signifikan mengenai elaborasi antara konsep terpaan informasi, familiaritas dan teori citra perusahaan dan citra produk dengan teori perilaku konsumen. Hasil penelitian ini secara keseluruhan tidak dapat digeneralisasikan ke level konseptual dimana tidak dapat digunakan untuk produk lain karena produk yang diteliti sangat spesifik. Pelumas adalah produk yang untuk sebagian orang lebih mempertimbangkan gengsi dan kelas dari suatu merek pelumas dibandingkan dengan use value dari pad pelumas itu sendiri. Sehingga sering ditemukan orang membeli produk pelumas karena gengsi dari merek pelumas tersebut yang ditandai dengan harga yang mahal, merek impor, promosi yang sangat menarik dengan menggunakan public figure dan lain-lain.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10766
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Indra Setiawan
Abstrak :
Merek telah menjadi komponen penting dalam dunia pemasaran. Di tengah banyaknya jumlah produk yang ditawarkan produsen dan derasnya informasi, merek menciptakan perbedaan suatu produk dengan produk lainnya. Merek menjadi sama mahalnya dengan komoditas yang dilekatinya. Dengan merek, perusahaan mampu melepaskan diri dari kurva penawaran-permintaan sehingga dapat menciptakan keungulan kompetitif berkelanjutan (sustainable competitive Advantage). Krisis ekonomi telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat dan masuknya barang-barang dengan harga murah masuk ke dalam negeri. Hal ini menyebabkan terjadinya tekanan yang cukup keras terhadap industi otomotif yang sebagian besar suku cadangnya masih diimpor dari luar negeri. Produsen sepeda motor Honda sebagai pemimpin pasar yang belum tertandingi juga menghadapi tekanan dengan turunnya daya beli masyarakat dan datangnya berbagai merek baru yang ada di pasar dengan harga yang relatif lebih murah. Memasuki era globalisasi, merek akan menjadi sangat penting karena atributatribut lain dari kompetisi, seperti atribut produk, biasanya relatif murah ditiru. Untuk itu agar suatu persahaan dapat terus bersaing, intangible asset-nya seperti ekuitas merek perlu dikelola secara terus-menerus. Hal tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui kekuatan element ekuitas merek Honda sebagai pemimpin pasar di tengah perubahan yang sedang terjadi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, dimana data diperoleh melalui survei. Jenis penarikan sampel yang digunakan adalah nonprobabilistic sampling dengan teknik penarikan sampeI quota sampling, dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 200 responder. Data yang di dapat dalam penelitian ini kemudiaan disusun untuk menjawab permasalahan penelitian yang berkaitan dengan ekuitas merek sepeda motor Honda. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa bila dilihat dari ekuitas mereknya, posisi merek Honda saat ini masih cukup kuat. Hasil dari pengukuran top of mind diperoleh Honda menempati peringkat pertama. Hasil pengukuran persepsi kualitas memberikan hasil yang cukup baik, dimana hampir seluruh dimensi kualitas mendapatkan kesan yang baik. Hanya saja, untuk beberapa dimensi seperti kemudahan perawatan mendapat hasil yang kurang begitu baik. Hasil pengukuran loyalitas merek menunjukkan bahwa konsumen menyukai merek Honda sebesar 76,5%, adapun konsumen yang merasa puas menggunakan Honda sebanyak 76%. Akan tetapi tingkat pelanggan setia relatif lebih rendah, yaitu hanya sekitar 12% saja. Kelompok terbesar pengguna Honda adalah kelompok yang membeli Honda hanya karena faktor kesukaan (liking the brand). Hasil pengukuran persepsi pengguna sepeda motor Honda terhadap masuknya sepeda motor dengan harga murah (mocin) menunjukkan bahwa responden masih menyatakan ragu-ragu untuk beralih ke merek lainnya. Responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju untuk berpindah sebesar 27%. Kondisi demikian merupakan ancaman bagi produsen Honda. Hasil analisis aset merek lainnya seperti slogan Honda menunjukkan hasil yang cukup baik. Asosiasi-asosiasi yang terkait dengan Honda yang menunjukkan hasil yang baik, pengukuran tertinggi ditempati oleh produk Jepang, irit BBM, dan jaringan servis luas. Adapun hasil pengukuran yang kurang menunjukkan hasil yang kurang baik terdapat pada keterjangkauan harga dan variasi model. Produsen Honda hendaknya melakukan revisi terhadap kebijakan harga dengan menciptakan harga yang lebih kompetitif dari harga jual maupun suku cadang, serta terus meningkatkan pelayanan pemeliharaan kepada konsumennya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Libriyanto
Abstrak :
Nama produk atau perusahaan dewasa ini, bahkan bisa menjadi segalanya bagi kehidupan produk atau perusahaan itu sendiri. Nama dan identitas produk memiliki arti yang penting bagi perusahaan produsennya, karena berkaitan dengan image dan persepsi di benak konsumen. Pemilihan merek C59, awalnya hanya sebuah upaya positioning yang didasarkan pada intuisi bisnis sang pemilik. C59 yang berarti alamat tempat usaha jasa pembuatan T- Shirt dengan sablon yang customize di kota bandung, Jalan Caladi nomor Lima Sembilan. Namun ternyata intuisi ini berbuah hasil yang cukup memuaskan. C 59 melalui kerja keras dan gaya enterpreneurship sang pemimpin perusahaan, berhasil mendapatkan tempat di pasar T-Shirt Apparel. Hal ini terbukti dari pertumbuhan usaha yang kongkrit dari tahun ke tahun. Dalam upaya mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai ekuitas merk produk fashion C59, dilakukan survei kepada responden di 5 (lima) kota besar di Indonesia (Jabotabek, Bandung, Surabaya, Medan dan Makasar). Survey dilakukan dengan maksud untuk mengukur Brand Awareness, Brand Association, Perceived Quality, dan Brand Loyalty yang merupakan elemen-elemen ekuitas merk C59. Responden adalah konsumen produk T -Shirt yang berusia 15-25 tahun, dan diambil dengan menggunakan metode Convenience Sampling. Survei yang dilakukan pada rentang waktu, 19 Februari sampai dengan 30 Maret 2003, berhasil mendapatkan 602 responden dengan perincian berdasarkan kota tinggal adalah Jabotabek 245 responden atau 48,0%, Bandung 128 responden atau 21,26%, Surabaya 107 responden atau 17,78%, Medan 61 atau 10,1% dan dari Makasar diperoleh 61 responden atau 10,1%. Komposisi berdasarkan jenis kelamin adalah 313 pria, dan 289 wanita. Dengan mayoritas responden adalah Mahasiswa (253), diikuti pelajar (127), pencari kerja (60) responden, karyawan (112 ), ibu rumah tangga sebanyak (37) responden, dan responden berprofesi lain-lain sebanyak 13 orang. Dari hasil pengukuran terhadap Brand Awareness diperoleh hasil Merk C59 menduduki peringkat kedua Top of Mind setelah merk H&R dengan perolehan Top of mind awareness sejumlah 23,26%. Sementara H & R dalam survey ini menduduki peringkat pertama dengan perolehan 24,25%. Dua merk ini, jauh meninggalkan pesaing-pesaing lainnya dalam hal Brand Awareness. Ocean Pacific menduduki peringkat ketiga dengan 7,81%, diikuti Moving Blue dengan 5,98% dan Dagadu berada di peringkat ke lima dengan 4,98%.Sementara 23 merk lain nya, dari 28 merk T-Shirt yang muncul dalam penelitian ini secara rata-rata hanya memperoleh Top of mind awareness tidak lebih dari 3 %. Dari pengukuran Cross Tabulation, diketahui bahwa puncak pikiran C59, mayoritas di pilih oleh Mahasiswa dengan rentang usia 18-21 tahun. Bertempat tinggal di Jabotabek, dan responden dengan frekuensi belanja fashion sebanyak 4 kali dalam setahun. Dari hasil pengukuran terhadap Assosiasi merk C59, diperoleh hasil bahwa Design Creative, dan T -Shirt Anak Muda, merupakan 2 assosiasi utama yang membentuk Brand Image C59. Hal ini telah dibuktikan dengan uji Cohran Q Test, dimana asosiasi Design Creative dan T-Shirt Anak Muda, merupakan atribut yang kuat membentuk assosiasi merk C59. Pengukuran Kesan Kualitas atas atribut-atribut produk C59, memberikan hasil yang cukup baik untuk beberapa atribut yang dinilai oleh responden. Atribut-atribut dalam kesan kualitas merk C59 antara lain, Model, Warna, Kualitas Jahitan, Tema Gambar, Kualitas Sablon, Pilihan Sizespecs, dan Display Toko. Kecuali Display toko, seluruh atribut ini dianggap penting untuk ditingkatkan performance- nya. Pengukuran Loyalitas merk C59 memperlihatkan hasil yang kurang baik bagi C59. Terlihat kendatipun responden menyukai merk C59 dan merasa puas atas kualitas merk C59, namun hanya sedikit yang dapat dikelompokkan sebagai pelanggan loyal. Bagian terbesar adalah pelanggan yang suka berpindah-pindah merk. Hal ini wajar ,mengingat yang menjadi alasan utama berpindah merk, sebagian karena adanya program discount yang dilakukan oleh pesaing-pesaing C59.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warsifah
Abstrak :
Penggunaan merek bagi dunia usaha perdagangan mempunyai arti penting, yaitu untuk menjamin kualitas barang yang dikeluarkan oleh pabrik atau penjualnya, dan juga dipakai untuk membedakan barang yang satu dengan barang yang lain yang sejenis. oleh karena itu penggunaan merek, harus dilakukan oleh pihak yang menurut ketentuan Undang-undang berhak untuk memakai merek. Hak atas merek adanya, tergantung pada sistem yang dianut oleh UU dari suatu negara. Di Indonesia hak atas merek itu ada berdasarkan pendaftaran. Sistem ini dikenal dengan nama Sistem Konstitutif yang dianut oleh UU Merek Nomor 19 Tahun 1992. Sistem Konstitutif ini menggantikan Sistem Deklaratif yang berlaku pada era UU Merek lama. Adapun tujuan dari perubahan sistem yang dianut ini, dalam penjelasan UU Merek Nomor 19 Tahun 1992 dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum bagi pemilik merek. Tetapi ada beberapa ketentuan dalam UU Merek yang tidak sejalan dengan kepastian hukum yang ingin dicapai tadi. Khususnya mengenai ketentuan pembatalan merek yang telah terdaftar yang diatur dalam Pasal 56, di mana dalam gugatan pembatalan itu dasarnya sama dengan dasar pemeriksaan substantif pemeriksaan merek yaitu alasan-alasan yang disebut dalam Pasal 5 dan Pasal 6. Keadaan ini tidak konsisten dengan ketentuan UU, bahwa hak atas merek tercipta dengan diterimanya pendaftaran, yang mana akibat hukum dari pendaftaran, melarang pihak lain, tanpa izin dari pemilik merek yang berhak, untuk menggunakan merek baik keseluruhan maupun pokoknya. Pelanggaran dari ketentuan ini digolongkan melakukan persaingan curang. Untuk perbuatan persaingan curang dapat dituntut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum yaitu di bidang perdata dapat digugat Pasal 1365 KUH Perdata. Untuk bidang pidana dapat dituntut Pasal 382 bis dan Pasal 393 KUH Pidana. Dengan berlakunya UU Merek baru sanksi untuk persaingan curang ini terdapat dalam Pasal 81 sampai dengan Pasal 83. Dari hasil penelitian diketahui, bahwa merek-merek yang terdaftar tanpa hak umumnyg banyak terjadi pada era UU No. 21 Tahun 1961, sehingga banyak terjadi gugat-menggugat sesama pemilik merek terdaftar, sebagai akibat dari perubahan sistem yang dianut. Untuk merealisasikan kepastian hukum dalam sistem konstitutif, sehingga dapat mencegah terjadinya persaingan curang di bidang merek, sekaligus juga untuk memberikan perlindungan hukum kepada pemilik merek terdaftar, perlu pengaturan dan penjabaran lebih lanjut beberapa ketentuan dalam UU Merek No. 19 Tahun 1992.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Mona Triane Anreyeni
Abstrak :
Hak atas merek menganut sistem konstitutif, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang merek, dengan sistem konsitusif ini barang siapa yang mereknya terdaftar dalam Dalam Daftar Umum Kantor Merek maka dialah yang berhak atas merek tersebut dan dianggap sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan tersebut. Suatu pendaftaran merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual apabila bertentangan dengan Pasal 4(itikad tidak baik), Pasal 5 dan Pasal 6 (persamaan pada pokoknya dan atau keseluruhannya) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Namun pada prakteknya ternyata Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak melaksanankan tugasnya sebagaimana mestinya hal ini dapat terlihat dari kasus-kasus pelanggaran merek yang terjadi di Indonesia, beberapa diantaranya adalah perkara merek "SO KLIN" antara PT. Wings Surya melawan Yanti Tjandra, Putusan Pengadilan No. 13/Merek/2003/PN.Niaga.Jkt.Pst. Perkara berikutnya, putusan Pengadilan No. 48/Merek/2003/PN.Niaga. Jkt.Pst., diajukan oleh PT. Wings Surya dengan mereknya "WINGS" melawan Hony Suningrat dengan merek "WING". Kemudian perkara merek No. 57/Merek/2003/ PN.Niaga.Jkt.Pst. yaitu perkara merek "MUSTIKA RATU" antara PT. Mustika Ratu, TBK. melawan Arif Prayudi. Kepastian hukum yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek bagi PT. Wings Surya atas mereknya "SO KLIN" dan "WINGS", dan PT. Mustika Ratu Tbk. dengan mereknya "MUSTIKA RATU", yaitu dengan membatalkan dan mencoret merek "SO KLIN" milik Yanti Tjandra, merek "WING" milik Hony Suningrat dan merek "MUSTIKA RATU" Ratu milik Arif Prayudi dari Daftar Umum Direktorat Merek. Pembatalan ini dilakukan melalui proses persidangan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16619
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dwiyanto
Abstrak :
Merek sebagai suatu aset yang sangat berharga untuk memberikan identitas terhadap produk, tidak akan pernah habis untuk dibicarakan. Baik dilihat dari segi ekonomi maupun dari segi hukum, hal ini sangat menarik, mengingat permasalahan di bidang ini selalu timbul dari waktu ke waktu. Sengketa merek yang pada intinya hanya memperebutkan kata-kata yang hampir sama yang terdapat di dalam suatu merek semakin bertambah baik yang sampai ke pengadilan maupun tidak. Banyaknya sengketa merek ini menimbulkan pertanyaan bagi banyak kalangan, apa sebenarnya yang menyebabkan adanya kondisi seperti itu. Beberapa pihak beranggapan bahwa pengaturan pengenai kriteria persamaan pada pokoknya yang terdapat dalam Undang-undang Merek di Indonesia selama ini masih terialu luas untuk ditafsirkan sehingga dalam praktek, pengambilan keputusan permohonan pendaftaran merek sering dijumpai adanya perbedaan pendapat di kalangan mereka sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan cara menganalisa pendapat para pemeriksa merek pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Departemen Hukum dan HAM serta pendapat para hakim dalam putusannya mengenai sengketa merek. Di samping itu perbandingan dengan prinsip-prinsip hukum yang terdapat di dunia internasional khususnya di bidang HKI juga akan menjadi acuan dalam menganalisa konflik-konflik yang terjadi. Dari basil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendapat para pengambil keputusan permohonan pendaftaran merek selama 'ini lebih banyak disebabkan adanya perbedaan penafsiran Undang-undang Merek. Hal ini karena belum dibuatnya peraturan pelaksanaan yang menjelaskan lebih lanjut bagaimana seharusnya menilai adanya persamaan diantara merek. Juklak tersebut sangat penting untuk mengatasi perbedaan yang ada, tetapi juga harus diingat karena pendaftaran merek ini bersangkutan dengan prinsip standar yang terdapat di dunia internasional, maka dalam pembuatan peraturan selanjutnya harus disesuaikan dengan standar-standar tersebut.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Amar Ma`ruf
Abstrak :
Dalam sepuluh tahun terakhir bisnis yang menggeliat paling dinamis adalah bisnis telepon seluler. Bisnis ini tumbuh luar biasa dan mempengaruhi semua sisi bisnis yang terkait dengannya. Mulai dari operator seluler sebagai penyedia jasa, vendor penyedia teknologi seluler, penyedia handphone seluler sampai bisnis aksesorisnya. PT. Indosat sebagai salah satu penyedia jasa telepon seluler nomor dua terbesar di Indonesia dengan produknya kartu selulernya (Matrix, Mentari dan IM3), menjadi sangat peduli dengan keberadaan merek kartu selulernya. Salah satu yang menjadi kunci sukses dan kekuatan operator untuk eksis di bisnis ini adalah jika mempunyai merek yang cukup kuat melekat di benak pelanggan maupun konsumen. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui kekuatan suatu merek dipasar adalah dengan menghitung brand equity atau ekuitas merek tersebut. Paska merger Indosat melakukan reposisinning merek kartu seleluernya dari 4 merek (Matrix, Mentari, IM3 Bright, IM3 Smart) menjadi hanya 3 merek yaitu Matrix, Mentari dan IM3. Matrix adalah kartu paska bayar, sedangkan Mentari dan IM3 adalah kartu pra bayar dengan segmen dan target pelanggan yang berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa dan mengetahui brand equity dari masing-masing kartu seluler Indosat (Matrix, Mentari dan IM3). Di samping itu juga untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing kartu berdasarkan elemen yang membentuk ekuitas merek tersebut. Perhitungan brand equity ini menggunakan konsep brand equity ten yang pertama kali diperkenalkan oleh David A. Aaker. Konsep ini kemudian dikembangkan dan dijadikan model oleh Darmadi Durianto dan kawan-kawan dan menjadi referensi dalam pembuatan penelitian ini. Dari hasil pengukuran menggunakan model brand equity ten diketahui bahwa brand equity tertinggi dari kartu seluler Indosat adalah kartu Mentari, kemudian IM3 dan terakhir Matrix. Elemen-elemen yang mempengaruhi terbentuknya brand equity index dalam perhitungan menggunakan model brand equity ten adalah brand awareness, perceived value, brand personality, organizational associations, price premium, customer satisfaction/loyalty, perceived quality, leadership/popularity, market share, market price & distribution coverage. Hasil ini ternyata sejalan dengan revenue yang dihasilkan oleh masing-masing kartu dimana kartu Mentari memberi sumbangan sebesar 63% dari total revenue kartu seluler Indosat, disusul IM3 sebesar 20% dan terakhir Matrix sebesar 17%. Artinya adanya keterkaitan antara besarnya ekuitas merek dengan besarnya output yang dihasilkan baik secara penjualan maupun keuangan. Untuk bersaing dengan kompetitornya khususnya Telkomsel dan XL, maka semua elemen dalam brand equity ten perlu segera ditingkatkan mengingat brand equity atau brand value semua kartu seluler Indosat masih berada satu tingkat dibawah kartu seluler Telkomsel.
In recently decade the business which very dynamics is cellular telephone business. The business fantastic growth and influences all sectors related of them. Such as operator as service provider, vendor for technology provider, hand phone provider till accessories business. PT. Indosat as second bigger cellular operator in Indonesia with cellular product (Matrix, Mentari and IM3) very concerned with the brand of cellular card. One of the key success and strength point of operator to exist in this business is to having brand which be Top of Mind in head's of customer and consumer. One of the indicators which using to know of brand positioning is measuring the brand equity of them. After merged Indosat has repositioning of their cellular brand from 4 brands (Matrix, Mentari, IM3 Bright and IM3 Smart) into 3 brands, they are Matrix, Mentari and IM3. Matrix is postpaid cellular card. While Mentari and IM3 are prepaid cellular card with different segment and target. Objectives of this study are analyzing and knowing the brand equity of Indosat cellular card (Matrix. Mentari, and IM3). Beside that to recognizing strength and weakness point of them based on element which builds the brand equity. Brand equity analyzing using brand equity ten concept which the first time introduced by David A. Aaker. Therefore this concept continues and developed by Darmadi Durianto and his colleagues and as reference of this study. From measuring result in this study which using brand equity ten models, found that the highest index of brand equity for lndosat cellular brand is Mentari, than IM3 and the last is Matrix. The element which involved in this model and value of' brand equity index are brand awareness, perceived value, brand personality, organizational associations, price premium, customer satisfaction/loyalty, perceived quality, leadership/popularity, market share, market price & distribution coverage. The result is inline with revenue which generated by each brand. Mentari can generate the revenue until 63% from total cellular revenue, following IM3 with 20% revenue and Matrix with 17%. Means there is relationship among brand equity of product with outcome to sales and finance. To compete with close competitors particularly Telkomsel and XL. Hence all elements in brand equity ten need to improve as soon as possible. Remembering the brand equity or brand value Indosat cellular card lower one level from Telkomsel.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>