Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rudiyanto
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan pada 161.619 jemaah haji yang berangkat menunaikan ibadah haji dengan haji reguler pada tahun 2012 M. Metode penelitian yang digunakan adalah Cross-sectional studies. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sistem komputerisasi haji terpadu bidang kesehatan tahun 2012 M dan analisis dilakukan dengan metode analisis cox regression. Faktor yang memberi pengaruh terhadap kematian jemaah haji tahun 2012 M adalah jenis kelamin, usia, jumlah penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan tahap akhir/embarkasi. Laki-laki memiliki risiko kematian sebesar 1,4 kali (95% CI: 1,12-1,66) p=0,00 dibandingkan dengan perempuan. Semakin tua usia jemaah semakin tinggi risiko untuk mengalami kematian, jemaah pada kelompok usia 50-59 tahun memiliki risiko 3,6 kali (95% CI: 2,26-5,77) p= 0,00, Jemaah pada kelompok usia 60-69 tahun memiliki risiko 6,3 kali (95% CI: 3,90-10,08) p= 0,00, Jemaah pada kelompok usia 50-59 tahun memiliki risiko 16,1 kali (95% CI: 10,03-25,82) p= 0,00 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan kelompok usia kurang dari 50 tahun. Semakin banyak jumlah penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan ternyata akan semakin tinggi risiko untuk mengalami kematian. Jemaah dengan satu riwayat penyakit terdiagnosis akan memiliki risiko sebesar 1,2 kali (95% CI: 0,89-1,64) p= 0,22, jemaah dengan dua riwayat penyakit terdiagnosis akan memiliki risiko 1,55 kali (95% CI: 1,12-2,14) dan bermakna secara statistik dengan nilai p= 0,01, jemaah dengan tiga atau lebih riwayat penyakit terdiagnosis akan memiliki risiko 2,9 (95% CI: 7,1,80-4,54) p= 0,00 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan jemaah tanpa memiliki penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan tahap akhir/embarkasi. Jemaah yang terdiagnosis penyakit sistem pernapasan akan memiliki risiko 1,54 kali (95% CI: 1,06-2,22) p=0,023 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan jemaah yang tidak terdiagnosis penyakit sistem pernapasan, jemaah yang terdiagnosis penyakit infeksi dan parasit akan memiliki risiko 1,96 kali (95% CI: 1,10-3,50) p=0,02 untuk mengalami kematian dibandingkan dengan jemaah yang tidak terdiagnosis memiliki penyakit infeksi dan parasit. Sebaiknya umat Islam menunaikan ibadah haji sebelum usia 50 tahun, dan petugas lebih memberikan perhatian kepada jemaah dengan usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin laki-laki, yang berangkat pada gelombang kedua dengan riwayat penyakit terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan tahap akhir/embarkasi dan terdiagnosis penyakit sistem pernapasan, penyakit infeksi dan parasit lain. Kelengkapan dan validitas data yang dihimpun oleh sistem komputerisasi haji terpadu bidang kesehatan tahun 2012 M sudah baik namun masih terdapat kelemahan diantaranya kemampuan penegakan diagnosis penyakit pada pemeriksaan kesehatan jemaah haji di setiap tingkat pelayanan, kemampuan penegakan diagnosis penyakit yang menjadi penyebab kematian oleh petugas kesehatan haji di setiap tingkat pelayanan, kemampuan menghimpun, melakukan rekapitulasi data yang lengkap serta akurat oleh petugas siskohatkes dan petugas surveilans pada setiap tingkat pelayanan kesehatan haji tahun 2012 M.
The mortality rate of ordinary Indonesian Hajj Pilgrims in 2012 AD is 2,13 ?. This research conducted to the 161.619 ordinary Indonesian Hajj Pilgrims in 2012 AD. Design of the studywas cross-sectional studies. The sources of basic data for analisis were integrated computerization data in 2012 AD. Analysis for done using cox regression. Factor that contribute to the death of ordinary Indonesian Hajj Pilgrims are sex, age and diagnosis of deseases from the last diagnosis. The men have 1,4 time risk of death (95% CI: 1,12-1,66) p=0,00 compared to the women. The older pilgrims they have higher risk to die. The pilgrims of 50-59 years old have 3,6 time risk of death (95% CI: 2,26-5,77) p= 0,00, The pilgrims of 60-69 years old have 6,3 time risk of death (95% CI: 3,90-10,08) p= 0,00, The pilgrims of more then 69 years old have 16,1 time risk of death (95% CI: 10,03-25,82) p= 0,00 compared to those less then 50 years old. Pilgrims who have many diagnosis of disease they have higger risk for death. Pilgrims with one diagnosis of disease have 1,2 times risk of death (95% CI: 0,89-1,64) p= 0,22, pilgrims with two diagnosis of diseases have 1,5 times risk of death kali (95% CI: 1,12-2,14), pilgrims have more than two disease they have 2,9 times risk of death (95% CI: 7,1,80-4,54) p= 0,00 compared to healthy pilgrims or pilgrims without diagnosis of disease. Hajj pilgrims who have lung diseases have 1,54 times risk of death (95% CI: 1,06-2,22) p=0,023 compared to those pilgrims who have lung disease, Hajj pilgrims who have lung diseases have 1,96 times risk of death kali (95% CI: 1,10- 3,50) p=0,02 compared to those pilgrims who have infection disease and other parasit. Muslims should perform the pilgrimage before the age of 50 years and officers pay more attention to the congregation with more than 50 years of age, male sex, which set off the second wave with a history of disease diagnosed at late stage medical examination/embarkation and disease diagnosis system respiratory, infectious disease and other parasites. Completeness and validity of data collected by a computerized system of integrated health pilgrimage in 2012 AD was good but there are still weaknesses include the ability of the diagnosis of diseases in health examination pilgrims at every level of service, the ability to diagnosis the disease was the cause of death by health care workers in Hajj every level of service, the ability to collect, perform a complete data summary and accurately by siskohatkes officers and surveillance officers at every level of health care Hajj in 2012 AD.
2013
T39189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itah Sri Utami
Abstrak :
Latar belakang: Jemaah haji yang berangkat ke tanah suci harus melalui pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan istithaah kesehatan. Namun tingginya jemaah berusia lanjut ikut berpengaruh pada tingginya angka morbiditas dan mortalitas jemaah haji Indonesia di tahun 2017. Studi ini merupakan suatu penelitian untuk mengetahui penyebab kematian jemaah haji dalam penerbangan tahun 2017. Metode: Desain penelitian ini adalah kualitatif, secara khusus metode ini mengikuti langkah-langkah verbal auotopsy dengan narasumber dokter tenaga kesehatan haji yang menangani kasus kematian di penerbangan, serta data-data pemeriksaan yang ada, serta wawancara dengan pusat kesehatan haji. Hasil: Sepuluh kematian dalam penerbangan dilaporkan dalam laporan haji 2017, dimana sembilan kematian terjadi saat kembali ke tanah air. Sepuluh kasus kematian penerbangan dilaporkan pada tahun 2017, di mana sembilan kasus terjadi selama penerbangan kembali ke Indonesia. Berdasarkan wawancara dengan narasumber penyebab kematian terjadi hipoksia sebagai akibat dari (1) anemia, yang tidak diobati, (2) penyakit jantung; (3) Penyakit paru obstruktif kronik. Ada kemungkinan satu emboli paru karena trombosis vena dalam yang melepaskan ke aliran darah. Hipoksia sebagai faktor aerofisiologis, terjadi pada jemaah haji dengan risiko tinggi jantung, paru, SSP, DVT. Kurangnya pemahaman terhadap hipoksia dan risikonya termasuk penanganan yang adekuat berkontribusi terhadap terjadinya kematian pada jemaah dipenerbangan haji. Skrining yang dilakukan dalam pemeriksaan I dan II masih belum memperhatikan hal-hal yang terkait tentang penerbangan. Padahal jemaah haji akan terpapar lama dikondisi yang pada dasarnya tidak fisiologis di dalam lingkungan pesawat. Secara khusus pengetahuan petugas kesehatan terhadap risiko dalam penerbangan perlu ditingkatkan.
Background: Pilgrims who went to holy land had to undergo health examination and stated "istitaah". However because of the high number of the elderly that contributed to the morbidity dan mortality of the pilgrims from Indonesia in 2017. This purpose of this study was describe the cause of in flight mortality in 2017. Method: The study design was qualitative, specifically following the method of verbal autopsy with medical doctor who handle that cases as the resource persons, we assessed the available data of the cases and also interviewed the pilgrim health center at the ministry of health. Result: Ten cases in flight mortality were reported in 2017, where nine cases occurred during return flight to Indonesia. Based on the interview with the resource person cause of death was hypoxia happened as a result of (1) anemia, which was untreated; (2) heart diseases; (3) Chronic obstructive pulmonary diseases. There was a possibility of one pulmonary embolism due to deep vein thrombosis that release to the blood stream. Hypoxia as an aerophysiological factor, occurs in pilgrims with a high risk of heart, lung, CNS, DVT. Lack of understanding about hypoxia, the risk and adequate treatment, contributed to the in flight mortality among the pilgrims. The first and the second screening had not yet put attention to identify the risk of flying.In fact, the pilgrims were exposed quite long in an nonphysiologic environment inside the cabin. In particular there was a need to improve the knowledge on risks in aviation. Conclusion: Aerophysiologyc factor that to inflight mortality of pilgrims in 2017 where hypoxia dan pulmonary embolism. The health system was not optimal, The health service system has not been implemented optimally, special training and assistance in aviation medicine is required.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masruroh
Abstrak :
Ibadah haji merupakan ibadah fisik, sehingga jemaah haji dituntut untuk mampu secara jasmani dan rohani agar dapat melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji dengan baik dan lancar. Hasil pemeriksaan kesehatan pada calon Jemaah haji Kabupaten Cirebon tahun 2022 menunjukkan bahwa hipertensi merupakan diagnosa penyakit tertinggi. Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang ditandai dengan kadar LDL yang tinggi, HDL yang rendah dan/atau trigliserida yang tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan dislipidemia dengan kejadian hipertensi derajat 1. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional, menggunakan data sekunder hasil pemeriksaan kesehatan tahap kedua pada calon Jemaah haji yang diunggah pada Siskohatkes. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dan Cox Regression. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi hipertensi derajat 1 sebesar 24,28%, sedangkan prevalensi dislipidemia sebesar 43,9%. Calon Jemaah haji sebagian besar berusia kurang dari 60 tahun, berjenis kelamin perempuan, memiliki pendidikan tinggi dan bekerja, tidak merokok dan tidak minum alkohol, mengalami obesitas sentral dan tidak menderita DM. Hasil penelitian diperoleh bahwa calon Jemaah haji yang mengalami dislipidemia berisiko 1,5 kali (95%CI: 1,2-1,8) lebih tinggi untuk menderita hipertensi derajat 1 dibandingkan dengan calon Jemaah haji yang tidak mengalami dislipidemia setelah dikontrol obesitas sentral. Penelitian ini menyarankan kepada Jemaah haji untuk membatasi konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan lemak trans, melakukan senam aerobik, tidak merokok, dan menerapkan pola makan rendah karbohidrat untuk mencegah dislipidemia serta rutin cek kesehatan untuk deteksi dini PTM. Diharapkan Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan dapat memperbaharui Siskohatkes dan mewajibkan pemeriksaan kesehatan tahap pertama. Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon diharapkan melakukan sosialisasi terkait petunjuk teknis pemeriksaan kesehatan kepada petugas pengelola haji di Puskesmas. ......Hajj is a physical worship, so pilgrims are required to be able physically and spiritually so that they can carry out the whole series of pilgrimage properly. The results of medical examinations for prospective haj pilgrims in Cirebon district in 2022 show that hypertension is the highest disease diagnosis. Dyslipidemia is a risk factor for hypertension which is characterized by high levels of LDL, low HDL and/or high triglycerides. The purpose of this study was to determine the assocaition between dyslipidemia and the incidence of grade 1 hypertension. The research design used was Cross Sectional, using secondary data from the results of the second stage of health examinations on prospective hajj pilgrims uploaded on Siskohatkes. Data analysis used the Chi-Square and Cox Regression tests. The results showed that the prevalence of grade 1 hypertension was 24.28%, while the prevalence of dyslipidemia was 43.9%. Prospective pilgrims are mostly aged less than 60 years, female, have higher education and work, do not smoke and do not drink alcohol, have central obesity and do not suffer from DM. The results of the study showed that pilgrims who had dyslipidemia had a risk of 1.5 times (95% CI: 1.2-1.8) to suffer from grade 1 hypertension compared to pilgrims who did not dyslipidemia after controlling for central obesity. This study advises pilgrims to limit their consumption of foods high in saturated fat and trans fat, do aerobic exercise, not smoke, and adopt a low-carbohydrate diet to prevent dyslipidemia and routine health checks for early detection of NCDs. It is hoped that the Hajj Health Center, Ministry of Health can renew Siskohatkes and mandatory first stage of health examination. The Cirebon District Health Office can inform technical guidelines for health examination to haj management staff at the Puskesmas.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gery Adlan
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu kebutuhan masyarakat Indonesia, khususnya bagi yang beragama Islam, adalah beribadah umrah bagi yang mampu. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka Bank Syariah X mempunyai produk Pembiayaan Umrah Bank Syariah X. Pembiayaan Umrah Bank Syariah X ini adalah salah satu produk pembiayaan multijasa. Permasalahan yang ada adalah mengenai pengaturan pembiayaan multijasa menurut ketentuan perbankan syariah di Indonesia dan kesesuaian pelaksanaan Pembiayaan Umrah Bank Syariah X dengan akad Ijarah dengan ketentuan perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dalam bentuk deskritif analitis, studi dokumen yang ditunjang dengan wawancara. Pembiayaan multijasa dapat dilakukan oleh bank syariah berdasarkan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa dan ketentuan dari Bank Indonesia yang mengacu kepada Kodifikasi Produk Perbankan Syariah 2008 dan juga Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Akad Pembiayaan Umrah Bank Syariah X secara umum telah sesuai dengan Fatwa DSN dan ketentuan Bank Indonesia, akan tetapi secara khusus masih terdapat kesalahan, contohnya adalah tidak terdapat penyebutan nominal imbalan jasa yang jelas bagi bank, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa. Hasil penelitian menyarankan penulisan Akad Pembiayaan Umrah Bank Syariah X harus sesuai dengan ketentuan perbankan syariah di Indonesia.
ABSTRACT
One of Indonesian people?s need, especially for Muslims, are the worship called Umrah (minor hajj pilgrimage) for those who can afford. To meet this need, Bank Syariah X has a Bank Syariah X Financing Umrah product. Bank Syariah X Financing Umrah is the product of multiservice financing. The existing problems are on multiservice financing arrangement based on the provision of sharia banking in Indonesia and the suitability of the implementation of Bank Syariah X Financing Umrah with Ijarah statement with the provisions of sharia banking in Indonesia. This research was conducted in the form of descriptive analysis, the study of documents were supported by interviews. Multiservice financing may be conducted by the Sharia banks based on the provisions of National Sharia Board (DSN) Fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 on Multiservice Financing and the provision of Bank Indonesia, which referred to the codification of Sharia Banking Product of 2008 and also the regulation of Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/PBI/2007 on the implementation of Sharia principles in fundraising and fund distributing and Sharia banking services. The statement of Bank Syariah X Financing Umrah is generally in accordance with DSN Fatwa and the provision of Bank Indonesia, but particularly there is still an error, for example, there is no clear mention of nominal charges for the banks, so it is not in compliance with the provisions of National Sharia Board (DSN) Fatwa No. 44/DSN-MUI/VII/2004 on Multiservice Financing. The result of this research suggests that the writing of Financing Umrah statement of Bank Syariah X should be in accordance with the provisions of sharia banking in Indonesia.
Depok: 2011
S24761
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aritonang, Baharuddin
Jakarta : : Kepustakaan Populer Gramedia, 2003
297.352 ARI o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nursi Arsyirawati
Abstrak :
Penelitian ini dilatar belakangi oleh tuntutan masyarakat agar pelayanan haji ditingkatkan kualitasnya, dipihak lain pemikiran tentang manajemen pelayanan ilmu secara akademis telah mengalami perkembangan yang sedemikian pesat, sedangkan penerapannya pada manajemen pelayanan haji Indonesia belum dirasakan secara optimal. Oleh karena itu penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul "PENGEMBANGAN STRATEGI PENINGKATAN MANAJEMEN KUALITAS PELAYANAN HAJI INDONESIA". Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi obyektif pada pelayanan haji Indonesia dengan menggunakan metode SWOT yang kemudian berdasarkan data SWOT tersebut mencoba mencari solusi strategi yang efektif untuk mengoptimalisasi manajemen Kualitas Pelayanan Haji Indonesia. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan komperatif Variabel penelitian yang digunakan yaitu : (a) Variabel struktur organisasi dengan indikator tingkat formalisasi, tingkat kompleksitas dan tingkat sentralisasi. (b) Variabel sumber daya manusia dengan indikatornya adalah kualitas SDM yang diukur dengan pendekatan service quality menurut Valerie dan Parasuraman dan kuantitas SDM yang diukur berdasarkan ratio perbandingan pegawai menurut standar DEPDAGRI. (c) Variabel budaya organisasi dengan indikator tingkat jarak kekuasaan, tingkat penghindaran terhadap ketidakpastian, tingkat individualisme vs kolektifisme dan tingkat feminitas vs maskulinitas, (d) Variabel perilaku pelanggan dengan indikator lima dimensi service quality pada pelayanan administratif, tarif, akomodasi dan informasi. Sifat data untuk penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif yang bersumber dari organisasi Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama RI dan masyarakat yang melaksanakan ibadah haji pada tahun 1994-1998. Sedangkan cara memperoleh data tersebut dibedakan kedalam data primer dan data sekunder. Pengukuran pada data primer dilakukan dengan menggunakan perhitungan nilai skor rata-rata setiap responden maupun pada seluruh responden, sedangkan pengolahan datanya menggunakan sistem SPSS (secara komputerisasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan metode SWOT pelayanan haji Indonesia memiliki kharakteristik sebagai berikut : Dari segi kekuatan adalah struktur organisasi dengan tingkat formalisasi sedang, dan kompleksitas rendah, kuantitas SDM yang cukup dan budaya organisasi yang cukup mendukung. Adapun segi kelemahannya adalah desain struktur kurang flat, sentralisasi tinggi, kualitas SDM pada tingkat pimpinan (manajer) yang lemah serta tingkat kepentingan organisasi yang cukup tinggi. Elemen peluang menunjukkan adanya kepuasan pelanggan pada pelayanan administratif, tarif, informasi dan akomodasi yang cukup positif. Dilain pihak ketidak puasan pelanggan terhadap pelayanan administrati£ berupa administrasi yang berbelit-belit dan sistem komputerisasi yang lambat serta ketidak mampuan pegawai dalam mengantisipasi perubahan jadwal adalah merupakan sisi tantangan yang harus diperhatikan. Berdasarkan analisa SWOT ini penulis menyarankan beberapa solusi yang bertumpu pada konsep mewirausahakan birokrasi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cuk Hudoro Ridhwan
Abstrak :
Penelitian ini menemukan bahwa ; Didalam rangkaian upacara ritual haji, penuh dengan pendidikan dan latihan bagi pemuka agama (Islam) dalam upaya mengadakan reformasi social. Kemandirian di dalam memahami dan melaksanakan ibadah haji dari lima keluarga Asy Syifa merupakan hal yang menarik untuk diteliti sebagai suatu model pembinaan jamaah haji Indonesia yang membawa dampak perubahan masyarakat. Haji adalah realitas sosial masyarakat Islam yang tidak dapat dihambat oleh siapapun, karena telah menjadi tradisi sejarah, budaya Islam dan ibadah yang dibakukan dalam hukum wajib bagi umat Islam yang "mampu". Sehubungan dengan semakin banyaknya haji Indonesia maka pemerintah selain mengusahakan peningkatan pelayanan pengelolaan haji, juga memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk dapat melaksanakan haji secara mandiri agar lancar, tertib, selamat dan mendapatkan haji mabrur atau diterima ibadahnya oleh Allah SWT. Kemabruran haji membawa pengaruh yang besar terhadap pembinaan masyarakat. Pada penelitian ini penulis menekankan bentuk kemandirian pada masalah : kemampuan individu dan jamaah memahami makna haji, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan motivasi dan jamaah memahami makna haji, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan motivasi yang kuat, kemampuan bersikap dan berperilaku mengikuti sunah haji, serta kemampuan fisik, kesehatan, kesempatan dan keuangan. Program pembinaan masyarakat "Haji Mandiri" dari keluarga Asy Syifa, lebih ditekankan pada persiapan calon haji yang dimulai pemahamannya sejak akil baligh atau seseorang merasa bertanggung jawab dalam membina keluarga dan masyarakat sehingga menjelang keberangkatannya ke tanah suci. Studi kasus Haji Mandiri Lima Keluarga Asy Syifa dalam tesis ini disampaikan dalam bentuk narasi yakni : 1) Badal haji dari Ny. H. Ya'kub, dan Ny. H. Ridhwan, 2) Haji Paspor Coklat oleh Prabowo dan Ridhwan, 3) Haji Keluarga oleh Ruminah dan Ismar, 4) Haji Paspor Hijau oleh Anton dan Budhi dan 5) Haji Undangan oleh Kwik Abdurrahman. Dalam pembinaan masyarakat beragama, haji merupakan pembinaan moral, dan tanggung jawab sosial yang melekat dalam kegiatan ibadah secara ketat dan serius yang memerlukan berbagai kemampuan, kesiapan dan kemandirian. Yayasan Asy Syifa dengan tarikat Ridhwaniyah melaksanakan bimbingan haji bagi para jamaahnya yang mengandung nilai-nilai sosio religius yang dalam.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T6085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salman Mauluddin Idris
Abstrak :
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia dan pengirim jemaah haji terbanyak ke Arab Saudi. Minat penduduk muslim Indonesia berhaji sangat tinggi mengakibatkan masa tunggu keberangkatan yang sangat panjang. Lamanya masa tunggu mempengaruhi kesiapan dan kemampuan jemaah haji, termasuk status kesehatannya. Jemaah haji yang berangkat ke Arab Saudi dengan risti penyakit dan usia lanjut berpotensi menimbulkan permasalahan kesehatan selama menunaikan ibadah haji. Kebijakan Istithaah Kesehatan Haji merupakan upaya untuk melakukan filterisasi kesehatan bagi Jemaah sebelum berangkat agar dapat menunaikan ibadah haji dalam keadaan sehat dan mandiri. Istithaah kesehatan ditetapkan saat pemeriksaan kesehatan tahap kedua, satu tahun sampai tiga bulan sebelum keberangkatan ke Arab Saudi. Implementasi kebijakan tidak terlepas dari tantangan dan kendala di lapangan, sehingga perlu dilakukan revisi dan simplifikasi agar tujuan kebijakan menjaga kesehatan jemaah haji sebelum berhaji dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu menarik untuk dilakukan Policy Review terhadap kebijakan istithaah kesehatan haji yang ada, untuk menghasilkan rekomendasi terhadap kebijakan istithaah kesehatan haji yang sedang direvisi dan disimplifikasi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualititatif dengan metode wawancara mendalam terhadap informan kunci serta telaah dokumen. Segitiga kebijakan Walt dan Gilson digunakan untuk melakukan review terhadap kebijakan istithaah kesehatan haji dengan melihat dimensi aktor, konten, konteks dan proses dalam penyusunan sampai implementasi kebijakan ini. Kesimpulan hasil review menunjukkan kebijakan telah dilaksanakan dengan baik dari pusat sampai ke daerah, tetapi perlu pengembangan dan revisi terkait pemeriksaan kesehatan dan penentuan status Istihaah Kesehatan. Keterlibatan aktor Pusat dan Daerah dengan kewenangan/perannya berjalan sinergis dan responsif terhadap permasalahan yang ada. Harmonisasi kebijakan selaras dengan peraturan yang lebih tinggi dan sinergis dengan kebijakan dari Kementerian Agama terkait penyelenggaraan haji. Revisi dan simplifikasi terhadap substansi kebijakan berdasarkan hasil diskusi dan saran dari stakeholder digunakan sebagai masukan dalam membuat penyempurnaan konten kebijakan istithaah kesehatan haji. Secara konteks, faktor yang mempengaruhi pengembangan dan implementasi kebijakan istithaah kesehatan adalah faktor situasional terkait kondisi internal Jemaah, yaitu tingginya angka risti kesehatan dan usia lanjut pada jemaah haji, serta kondisi eksternal yaitu kebijakan pelaksanaan ibadah haji Arab Saudi sebagai respon dari kondisi kesehatan masyarakat internasional yang berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah haji. Faktor struktural yaitu belum adanya struktur organisasi yang menangani program kesehatan haji di Dinkes Provinsi dan Kab/Kota, sehingga penyelenggaraan kesehatan haji belum terkelola dengan baik. Proses Birokratisasi melibatkan stakeholder terkait dalam penyusunan sampai penerapan kebijakan, tidak terbatas pada pemerintah tetapi juga masyarakat dan keagamaan agar kebijakan yang disusun sesuai dengan syariat Islam. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan untuk menganalisis apakah kebijakan berjalan dengan baik serta kepentingan pengembangan kebijakan selanjutnya. Penelitian merekomendasikan untuk melakukan revisi dan simplifikasi terhadap substansi Kebijakan Istithaah Kesehatan Haji, kemudian perlu pembahasan untuk mitigasi kondisi kesehatan khusus yang mempengaruhi penyelenggaraan haji. Selain itu perlu peningkatan kerjasama terkait pertukaran dan pemanfaatan data jemaah antara Kemenag dengan Kemenkes serta Dinkes Provinsi dan Kab/Kota, sosialisasi Istithaah kesehatan haji dalam materi edukasi kesehatan pada manasik haji di Kabupaten/Kota, serta diperlukan struktur organisasi untuk menjalankan program kesehatan haji di Dinkes Provinsi dan Kab/Kota, sehingga jemaah haji dapat mencapai kondisi istithaah kesehatan sebelum berangkat menunaikan ibadah haji di Arab Saudi. ......Indonesia is a country with the largest Muslim population in the world and sends the most pilgrims to Saudi Arabia. The interest of the Indonesian Muslim population for hajj is very high resulting in a very long waiting period for departure. The length of the waiting period affects the readiness and ability of the pilgrims, including their health status. Pilgrims who leave for Saudi Arabia with a history of illness and old age have the potential to cause health problems during the pilgrimage. The Istithaah Hajj Health Policy is an effort to carry out health screening for pilgrims before departure so that they can perform the Hajj in a healthy and independent condition. Health istithaah is determined during the second phase of the medical examination, one year to three months before departure to Saudi Arabia. Policy implementation is inseparable from challenges and obstacles in the field, so it is necessary to revise and simplify the policy, so that the policy objectives of maintaining the health of pilgrims before pilgrimage can be achieved properly. Therefore, it is interesting to carry out a Policy Review of the existing Hajj health istithaah policies, to produce recommendations for the Hajj health istithaah policies which are being revised and simplified. This research was conducted using a qualitative approach using in-depth interviews with key informants and document analysis. Walt and Gilson's policy triangle is used to review the Hajj health istithaah policy by looking at the dimensions of actors, content, context, and process in the preparation to implementation of this policy. The conclusion of the review results shows that the policy has been implemented well from the center to the regions government, but it needs development and revision related to medical examination and determining the status of Health Istihaah. The involvement of central and regional actors with their authority/role is synergistic and responsive to existing problems. Policy harmonization is in line with higher regulations and synergistic with policies from the Ministry of Religion regarding the implementation of Hajj. Revision and simplification of the substance of the policy based on the results of discussions and suggestions from stakeholders are used as input in making improvements to the content of the Hajj health istithaah policy. In context, the factors that influence the development and implementation of health istithaah policies are situational factors related to the internal conditions of the pilgrims, like the high number of health high risk and old age among pilgrims, as well as external conditions, specifically the policy of pilgrimage by Saudi Arabia Kingdom, as a response to the health situation of the international community that influence for the pilgrimage. Structural factors such as the absence of an organizational structure that handles the Hajj health program at the Provincial and District/City Health Offices, that impact the implementation of Hajj health is not well managed. The bureaucratization process involves relevant stakeholders in the formulation and implementation of policies, not limited to the government but also the community and religion so that the policies prepared are in accordance with Islamic law. Monitoring and evaluation is carried out to analyze whether the policy is running well and the interests of further policy development. The research recommends revising and simplifying the substance of the Hajj Health Istithaah Policy, then discussing the mitigation of special health conditions that affect the implementation of the Hajj. In addition, it is necessary to increase cooperation regarding the exchange and utilization of pilgrims data between the Ministry of Religion and the Ministry of Health as well as Provincial and District/City Health Offices, socialization of Hajj health Istithaah in health education materials on Hajj rituals in Regencies/Cities, and an organizational structure is needed to run the Hajj health program at the Health Office Provinces and Regencies/Cities, so that pilgrims can reach a state of health istithaah before leaving to perform the pilgrimage in Saudi Arabia.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachry Ganiardi Danuwijaya
Abstrak :
Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi intensi masyarakat muslim Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (Jabodetabek) untuk melakukan ibadah umrah di masa pandemi Covid-19. Kerangka penelitian disusun dengan memodifikasi model Theory of Planned Behavior (TPB) dengan menambahkan konstruk Health Belief Model (HBM) yaitu cognitive risk perception dan affective risk perception ke dalam model untuk menyesuaikan konteks pelaksanaan ibadah umrah di masa pandemi. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei melalui kuesioner dan melibatkan 203 responden penelitian. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) yang sebelumnya telah dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel attitude dan perceived behavioral control berpengaruh signifikan dengan hubungan positif terhadap intensi masyarakat Muslim Jabodetabek untuk melakukan ibadah umrah di masa pandemi Covid-19. Sedangkan variabel affective risk perception dengan mediasi perceived behavioral control berpengaruh signifikan dengan hubungan negatif terhadap intensi masyarakat Muslim Jabodetabek untuk melakukan ibadah umrah di masa pandemi Covid-19. ......This study discusses the factors that influence the intention of muslim society in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (Jabodetabek) to perform umrah during the Covid-19 pandemic. The research framework was prepared by modifying the Theory of Planned Behavior (TPB) model by adding the constructs of the Health Belief Model (HBM) namely cognitive risk perception and affective risk perception into the model to adjust the context of the implementation of umrah during the pandemic. This research was conducted using a survey method through questionnaire and involved 203 research respondents. Data analysis in this study used Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM) which had previously been tested for validity and reliability. The results showed that the attitude variable and perceived behavioral control had a significant effect with positive relation with the intention of Muslim society in Jabodetabek to perform umrah during the Covid-19 pandemic. Meanwhile, the affective risk perception variable with the mediation of perceived behavioral control had a significant and negative relation with the intentions of the Jabodetabek muslim society to perform umrah during the Covid-19 pandemic.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>