Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raihannisa Nursyifa Safitri
"Temulawak telah banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini berpotensi membantu mengatasi lelah otot karena senyawa utamanya yaitu xantorizol memiliki aktivitas antioksidan yang mampu mengurangi radikal bebas berlebih yang terbentuk saat melakukan aktivitas berat. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh xantorizol terhadap kadar glutation pada mencit diinduksi lelah dengan metode FST. Kontrol positif diberikan taurin (T) dosis 700 mg/kg BB sebagai obat referensi. Kontrol negatif diberikan CMC-Na 1% (C). Kelompok dosis dibagi menjadi tiga, yaitu N10 (ekstrak NADES dosis 10 mg XTZ/kg BB), N25 (ekstrak NADES dosis 25 mg XTZ/kg BB), dan E10 (ekstrak etanol dosis 10 mg XTZ/kg BB). Pemberian dosis dilakukan selama 28 hari. Pada hari terakhir, mencit dilakukan FST untuk selanjutnya dibedah dan diambil jaringan hati untuk pengukuran kadar glutation. Lama waktu berenang setelah perlakuan N10, N25 dan T berbeda signifikan dengan sebelum perlakuan (p<0,05).  Lama waktu berenang setelah perlakuan N10, N25, dan T tidak terdapat perbedaan bermakna namun berbeda signifikan dengan C (p<0,05). Kadar GSH N10 dan N25 signifikan lebih tinggi dibandingkan C. Rasio GSH/GSSG N10, N25, dan T signifikan lebih tinggi dibandingkan C (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa xantorizol pada ekstrak NADES temulawak membantu mengatasi lelah otot diinduksi stres oksidatif akibat aktivitas berat dan memiliki efek antilelah yang menjanjikan pada dosis XTZ 10 mg/kg BB dan 25 mg/kg BB.

Javanese Turmeric has been widely used as traditional medicine in Indonesia. This plant has potential to help overcome muscle fatigue because its main compound, xanthorrhizol, have antioxidant activity that reduce excess free radicals formed when the body performs high-intensity activities. The present study was designed to investigate the effect of xanthorrhizol on glutathione levels in fatigue-induced mice using the FST method. Positive control group was given taurine (T) at dose 700 mg/kg BW as a reference drug. Negative control group was administered 1% CMC-Na (C). The dosage groups were divided into three, N10 (NADES extract 10 mg XTZ/kg BW), N25 (NADES extract 25 mg XTZ/kg BW), and E10 (ethanol extract 10 mg XTZ/kg BW). Dose was given for 28 days. On the last day, FST was carried out in mice, then they were dissected and liver tissue was taken to measure glutathione levels. The swimming time after treatment in N10, N25, and T groups was significantly different from before treatment (p<0,05).  The swimming time after treatment in N10, N25, and T groups was significantly different from C group (p<0.05). GSH levels of N10 and N25 groups were significantly higher than C groups. Ratio of GSH/GSSG of N10, N25, and T groups was significantly higher compared to C group (p<0.05). This study concludes that xanthorrhizol in NADES extract can help overcome muscle fatigue induced by oxidative stress due to high-intensity activities and has a promising anti-fatigue effect at XTZ doses of 10 mg/kg BW and 25 mg/kg BW."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Septiani Farhan
"ABSTRAK
Latar belakang: Kelelahan (fatigue) adalah suatu fenomena fisiologis teljedinya
penurunan toleransi terhadap kerja flsik. Penyebabnya sangat spesiflk bergantung pada
karakteristik kerja tersebut. Ada dua pendapat yang menjelaskan timbulnya kelelahan
otot pada olahraga dengan intensitas tinggi dan durnsi singkat. Pertama, bahwa
penimbunan asam laktat merupakan penyebub timbulnya kelelahan otot, hal ini
disebabkan pemenuhan kebutuhan energi bergantung pada sistem fosfagen dan glikolisis
anaerob dan jalur metabolisme int menghasilkan produk samping yaitu asam laktat.
Dengan meningkatnya ketergantungan energi dari gHkolisis anaerob menyebabkan
terjadinya akumulasi asam laktat.
Pada pendapat kedua, kelelahan timbul akibat penimbunan It bebas yang berasal dari
basil Hidrolisis ATP dan glikolisis anaerob pada otot yang aktif. Kedua proses ini
menghasi!kan H+ bebas. Dengan makin meningkatnya intensitas dan kebutuhan akan
ATP, maka proses glikolisis anaerob dan ATP hidrolisis semakin meningkat, maka
akumulasi H+ bebas tersebut akan menimbulkan kelelahan otot.
Tujuan: Bagaimanakah pengaruh 1-F dan laktat terhadap timbulnya kelelahan otot yang
ditandai dengan menurunnya kekuatan kontraksi dari otot rangka tersebut?
Metode: Penelitian ini menggunakan 3 kelompok perlakuan. Otot gastrocnemius Rana
sp di rendarn dalam larutan perlaknan yang berbada yaitu sodium laktat (kelompok 1),
asam laktat (kelompok 2) dan asam sitrat (kelompok 3) selama 30 menit. Otot yang Ielah
direndam kemudiao dirangsang dengan kontraksi submaksimal dengan frekuensi 5 Hz
dan voltase 20 volt. Gambatan kontraksi direkam dengan menggunakan
mekanomiogram. Dihitung durasi mulai awal konttaksi hingga timbulnya penurunan
kekuatan kontraksi 50%. Data dianalisis dengan uji ANOVA.
Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna antara waktu kelelahan yang ditimbulkan
oleh sodium laktat dibandingkan dengan asam laktat (P<0,0T32809-Fanny septiani farhan5), Terdapat perbedaan yang
bermakna aot:ara waktu kelelahao yang ditimbulkan oleh sodium laktat dibandingkan
dengan asam sitrat (P<0,05), dan terdapat perbedaan yang bennakna ant:ara waktu
kelelahan yang ditimbulkan oleh asam laktat dibaodingkan dengan asam sitrat (P<0,05),
sehingga urutan timbulnya kelelahan dari yang tereepat hingga yang terlarna adalah asam
sitrat, asam laktat dan natrium laktat.
Kesimpulan: H+ merupakan faktor utama terhadap timbulnya kelelahan otot pada otot
rangka Rana sp.

Abstract
Background: Fatigue describes a condition in which a muscle is no longer able to
generate or sustain the expected power output. Fatigue is influenced by the intensity and
duration of the contractile activity. Multiple factors have been proposed to play a role in
fatigue. The popular opinion says that the accumulation of lactic acid as the main cause
of fatigue. During intense exercise, muscle and blood lactate can rise to very high levels.
Lactic acid becomes accumulated, has a direct detrimental effect on muscle performance.
The second opinion show that an increase concentration of hydrogen ions and a decrease
in pH (increase in acidity) within muscle or plasma, causes fatigue. The accumulation of
hydrogen ion release from glycolysis and ATP hydrolysis. The cell buffering capacity is
exceeded and fatigue developed.
Aims: The present study was designed to evaluate the role of W and lactate· in causing
muscle fatigue.
Design: the research uses 3 groups of treatment. Gastrocnemius muscle of Rana sp is
submerge in 3 different solutions. Sodium lactate (group 1), lactic acid (group 2) and
citric acid (group 3) for 30 minutes. The muscle is being stimulated using stimulator in
sub maximum contraction with frequency 5 Hz and 20 volt. the duration of fatigue is
observed from the initiation of contraction until 50% reduction of the muscle
contraction. Data is analyzed with ANOVA.
Result: The result of analysis showed that there were statistical differences on duration
of fatigue between sodium lactate and lactic acid, between lactic acid and citric acid, and
between lactic acid and citric acid (P
Conclusion: W accumulation plays big role in emerging muscle fatigue."
2009
T32809
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Kresna
"Latar belakang: CT scan merupakan modalitas yang dapat digunakan untuk menilai otot multifidus pada pasien-pasien NPB terutama pasien yang kontraindikasi terhadap MRI. Ketersediaan CT scan lebih merata, waktu pemeriksaan singkat, memiliki akurasi yang tinggi dan dapat menilai rasio infiltrasi lemak secara kuantitatif terutama dalam evaluasi lemak otot mulfidus pasien NPB pasca terapi sehingga hasil terapi terukur. Belum ada penelitian yang menilai kesesuaian rasio tersebut dengan MRI skala Goutallier. Metode: Penelitian dilaksanakan dengan sampel dari data pasien yang melakukan pemeriksaan MRI lumbal atau whole abdomen dan CT scan whole abdomen/abdomen atas/urografi di Departemen Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan interval antara pemeriksaan <12 minggu. Pada awalnya dilakukan penentuan derajat infiltrasi lemak sesuai skala modifikasi Goutallier setinggi level endplate superior L4 kanan kiri pada T2WI aksial, kemudian dilanjutkan dengan perhitungan infiltrasi lemak pada otot multifidus pada CT scan dengan ketebalan 0,1 cm dan dilanjutkan dengan perhitungan rasio infiltrasi lemak otot multifidus. Sampel yang didapatkan dianalisis menggunakan uji statistik Shapiro Wilk yang dilanjutkan dengan uji statistik ANOVA pada sebaran data yang normal dan Kruskal Wallis pada sebaran data yang tidak normal. Hasil: Rasio infiltrasi lemak otot multifidus pada kelompok skala modifikasi Goutallier ringan lebih rendah daripada kelompok klasifikasi modifikasi sedang, dan kelompok skala modifikasi sedang lebih rendah daripada kelompok skala modifikasi Goutallier berat.

Background: CT scan is a modality that can be used to assess multifidus muscle in NPB patients, especially patients who are contraindicated with MRI. The availability of CT scans is more evenly distributed, the examination time is short, has high accuracy and can assess the ratio of fat infiltration quantitatively especially in the evaluation of mulfidus muscle fat in low LBP patients post-therapy so that the therapeutic outcome is measurable. There are no studies that assess the suitability of the ratio with the Goutallier scale MRI. Methods: This study was conducted using samples from data from patients who performed a lumbar or whole abdominal MRI examination and CT scan of the entire abdomen / upper abdomen / urography in the Radiology Department of Cipto Mangunkusumo General Hospital with intervals between examinations <12 weeks. Initially, the degree of fat infiltration is determined according to the Goutallier modification scale at the level of the left and right superior L4 endplate on axial T2WI, then proceed with the calculation of fat infiltration in multifidus muscle on CT with a thickness of 0.1 cm and followed by calculating the multifidus muscle fat infiltration ratio. Samples obtained were analyzed using the Shapiro Wilk statistical test followed by ANOVA statistical tests on normal data distribution and Kruskal Wallis on abnormal data distribution. Results: The fat infiltration ratio of multifidus muscle in the mild Goutallier modification scale group was lower than the moderate modification scale group, and the moderate modification scale group was lower than the severe Goutallier modification scale group. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library