Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusri
Abstrak :
ABSTRAK
Persaingan bisnis yang sehat akan menguntungkan semua pihak, termasuk konsumen dan usaha kecil. Tujuan persaingan adalah untuk menghindari terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa kelompok usaha tertentu. Dengan adanya persaingan, konsumen dapat menikmati mutu barang/jasa yang baik dengan tingkat harga yang bersaing. Konsumen juga dapat memilih barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Kecuali itu, mekanisme pasar yang sehat memungkinkan terbukanya kesempatan berusaha selebar-lebarnya, sehingga dapat meningkatkan iklim berusaha yang kondusif. Dalam persaingan usaha, produsen dituntut memberi pelayanan yang terbaik. kepada konsumen. Produsen yang tidak mampu bersaing dengan sendirinya akan mengalami kegagalan dalam manjalankan bisnisnya. Oleh karena itu, dalam teori invisible hand, Adam Smith menyatakan bahwa, pemerintah tidak perlu ikut campur terlalu jauh di bidang bisnis, karena melalui mekanisme pasar itu sendiri akan lahir struktur pasar yang sehat. Namun kenyataannya mekanisme pasar tidak pernah sempurna, bahkan tidak jarang terjadi persaingan yang tidak sehat. Dengan tidak terkendalinya mekanisme pasar, sistem ekonomi akan terjerumus pada sistem "free fight liberalism" dan praktik-praktik "monopoli". Kedua fenomena ini mesti dihindari, karena bertentangan dengan Sistem Demokrasi Ekonomi.

Tesis ini bertujuan untuk mengkaji; 1) bagaimana bentuk praktik persaingan bisnis di Indonesia; 2) bagaimana dampak praktik monopoli terhadap perlindungan konsumen dan usaha kecil; serta 3) bagaimana peranan pranata hukum untuk mengatasi dampak monopoli tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Pada prinsipnya, monopoli bukanlah sesuatu yang mutlak dilarang dalam sistem perekonomian nasional, karena beberapa sektor yang vital bagi negara dan bangsa boleh dikuasai oleh negara sesuai dengan amanat konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Sedangkan praktik monopoli yang merugikan masyarakat, yang biasanya dilakukan oleh swasta, "dilarang" karena dikhawatirkan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu. Melalui pemusatan ekonomi tersebut rakyat akan tersisih karena prilaku para monopolis cendrung untuk mencari keuntungan maksimum dengan mengabaikan kepentingan umum.

Monopoli yang disebut belakangan ini merupakan salah satu wujud persaingan yang tidak sehat (unfair competition), sehingga akibat yang ditimbulkan lebih banyak negatifnya dibandingkan dengan sisi positifnya, terutama terhadap konsumen dan usaha kecil. Konsumen sangat tergantung pada produsen tanpa bisa menuntut kualitas barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Dalam kondisi seperti ini, konsumen juga kehilangan haknya untuk memilih barang dan jasa, karena hanya ada satu produsen yang menghasilkan barang dan jasa yang sejenis. Di samping itu, karena tidak ada saingan, produsen dengan seenaknya dapat menaikkan harga barang/jasa dengan cara membatasi jumlah produksi dan distribusi. Di samping itu praktik monopoli dapat mempersempit kesempatan berusaha bagi usaha kecil untuk mengembangkan usahanya karena adanya praktik-praktik yang membatasi persaingan bisnis (restrictive business practice). Praktik-praktik monopoli tersebut masih mewarnai iklim berusaha di Indonesia, sementara para pelakunya belum dapat digugat ke pengadilan karena pranata dan lembaga hukum yang ada masih bersifat parsial.

Mengingat banyaknya praktik-praktik bisnis yang tidak sehat terjadi selama ini, konsumen menjadi tidak berdaya mepertahankan haknya untuk mendapatkan barang yang bermutu dengan harga yang bersaing, maka sudah sewajarnya pemerintah turun tangan dengan menggunakan kewenangan yang ada padanya. Sebagai negara kesejahteraan (welfare state), pemerintah berkewajiban turun tangan untuk mengendalikan mekanisme pasar melalul kebijakan-kebijakan negara yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dalam kasus ini, pemerintah perlu segera mengundangkan Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Persaingan Usaha, yang telah lama disiapkan dalam bentuk naskah rancangan akademik oleh beberapa lembaga pemerintah dan lembaga non-pemerintah. Dengan adanya kedua pranata hukum ini diharapkan praktik monopoli yang membawa dampak negatif bagi konsumen dan usaha kecil dapat dihindari. Di samping itu perlu adanya institusi hukum yang menyelenggarakan berbagai pranata hukum dimaksud, seperti Komisi Perdagangan Nasional (Federal Trade Cornission, atau Fair Trade Commission).
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Bistok
Abstrak :
Pada tanggal 5 Maret 1999 Indonesia telah mengadopsi sebuah produk hukum yang mengatur Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Produk hukum tersebut adalah UU Nomor 5 Tahun 1999 yang mulai efektif berlaku 1 (satu) tahun sejak diundangkan, itu berarti berlaku sejak tanggal 5 Maret 2000. Guna memberi penyesuaian kepada para pelaku usaha, UU tersebut memberi tenggat waktu peralihan selama 6 (enam) bulan sejak UU diberlakukan, yang berarti terhitung mulai tanggal 5 September 2000 UU tersebut berlaku tanpa pengecualian. Karena UU tersebut telah dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33, maka UU Nomor 5 Tahun 1999 mengikat seluruh rakyat Indonesia. Untuk mengawasi pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut KPPU'. Melaksanakan amanat UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, Presiden membentuk serta menetapkan susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Guna menjalankan tugas dan peran KPPU tersebut untuk pertama kali telah ditetapkan 11 (sebelas) orang anggota KPPU dengan Keputusan Presiden Nomor 162/M Tahun 2000 setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. Sejak penetapannya pada tanggal 7 Juni 2000, KPPU telah menangani 144 kasus, baik yang dilaporkan oleh pengusaha dan masyarakat maupun yang diselidiki atas inisiatif KPPU, dan diantaranya telah mendapat putusan/penetapan sebanyak 18 kasus. Dari sekian banyak kasus tersebut yang menarik perhatian masyarakat banyak adalah kasus "Tender Penjualan Saham dan Convertible Bonds PT. Indomobil Sukses International, Tbk". Dalam pengamatan penulis, besamya perhatian masyarakat terhadap kasus Indomobil (selanjutnya disebut kasus PT. Indomobil) tersebut karena beberapa alasan. Periama, kasus tersebut terkait dengan masalah penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjadi bagian program penyehatan yang ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Persoalan BLBI tersebut memang menjadi perhatian luas bukan saja para aparatur hukum, pakar hukum, pakar ekonomi, pengamat politik, pengusaha, tetapi telah menyita perhatian sebagian besar rakyat Indonesia, terrnasuk pemerintah sendiri. Besarnya perhatian masyarakat dan beragamnya latar belakang pemikiran yang menilai kasus Indomobil tersebut menjadikan persoalan tersebut tidak cukup lagi dilihat sekedar permasalahan hukum per se, melainkan sudah kompleks sehingga telah memasuki ruang persepsi sosiologis.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Arief Khumaidi
Abstrak :
Pada umumnya tujuan UU Antimonopoli di dunia adalah kesejahteraan konsumen. Di dalam UU Antimonopoli di Indonesia (UU No.5/1999) disamping hendak mencapai efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya dan kesejahteraan konsumen, juga mencakup tujuan-tujuan lain, yaitu melindungi usaha kecil, perkecualian terhadap koperasi dan pengecualian monopoli berdasar UU. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No 5/1999 menyebutkan tujuan kebijakan antimonopoli Indonesia. Pasal 2 UU No.5/1999 diharapkan akan membantu terwujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan Pasal 3 UU No.5/1999 bertujuan menjamin sistem persaingan usaha yang babas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem ekonomi yang of lien. Sebagai tujuan, pasal 2 dan 3 UU No. 5/1999 tidak memiliki relevansi langsung terhadap pelaku usaha karena tidak menetapkan syarat-syarat kongkret terhadap perilaku usaha. Namun, pasal yang bercorak filosofis ini dapat digunakan untuk menerjemahkan menerapkan ketentuanketentuan yang meliputi persyaratan terhadap perilaku perusahaan monopolis tersebut. Peraturan persaingan usaha diterjemahkan dengan ciri sedernikian rupa sehingga tujuan-tujuan pasal 2 dan 3 tersebut dapat terwujud sebaik mungkin. Untuk melihat konsistensi tujuan UU No.5/1999 dengan pelaksanaannya, perlu dilakukan penelaahan putusan yang berkaitan dengan tindak anti persaingan di Indonesia, terutama kasus tindak antimonopoli yang terjadi di Indonesia yang telah diputuskan oleh KPPU maupun belum selesai diputuskan. Dari kasus-kasus ini akan didapatkan gambaran bahwa putusan-putusan kasus tersebut konsisten dengan tujuan UU No.5/1999. Beberapa kasus diantaranya Kasus Lelang Sapi, Kasus INACA dan Kasus Asosiasi Permebelaan Indonesia (Asmindo) dapat dilihat darn perspektif tujuan UU Antimonopoli pada umumnya di dunia, yaitu apakah dapat pencapaian efidensi dan kesejahteraan konsumen secara efektif menjadi dasar keputusan atau karena pertimbangan Pasal-pasal perkecualian yang bercorak diskriminatif. Dengan demikran, maka didapatkan kejelasan subtansi didalam UU No.511999, yaitu UU Antimonopeli Indonesia apakah hanya mengatur tujuan efisiensi dan kesejahteraan konsumen ataa lebib darn itu, Mengingat bahwa tujuan efisensi dan kesejahteraan dalam UU Antimonopli dan tujuan yang berkaitan dengan pasal-pasal perkecualian tersebut merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang hams di atur dalam penindangan di Indonesia. Barangkali, subtansi yang berkaitan. dengan pasal-pasal perkecualian dipisahkan dari UU No.5/1999 dan di agendakan menjadi UU tersendiri. Deegan demikian, tujuan UU Antimonopoli Indonesia yang murni menekankan hanya pada efisiensi dan kesejahteraan konsumen akan membantu menyelesaikan kasus-kasus persaingan tidak sehat di Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Miladia
Abstrak :
Kartel dilarang karena dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dalam suatu perdagangan dan merugikan konsumen. Guna mengkaji putusan-putusan tentang kartel maka digunakan metode penelitian normatif yang bersifat preskriptif. Pengaturan tentang larangan perjanjian kartel di Indonesia dicantumkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Pasal 11 Undang-Undang ini, melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha saingannya dengan maksud mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Implementasi dari pengawasan tentang kartel dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Putusan KPPU yang berkaitan dengan kartel terjadi pada tahun 2003 dan 2005 dimana terdapat 3 (tiga) putusan. Kartel merupakan tindakan pelaku usaha dengan cara berkumpul, berjanji, baik tertulis atau tidak, serta sepakat untuk melakukan tindakan secara bersama-sama dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang ditentukan diantara mereka sendiri. Mekanisme berlakunya kartel biasanya dilakukan oleh pelaku usaha di tingkat perdagangan yang produknya sejenis. Asosiasi bisnis menjadi wadah bagi para pelaku usaha untuk berkomunikasi di antara pelaku usaha dalam industri yang sama dan berpengaruh dalam penentuan kebijakan anggota dan industri mereka. Unsur-unsur yang harus dibuktikan pada kartel sesuai Pasal 11 UU No. 5/1999, yaitu pelaku usaha, perjanjian, pelaku usaha pesaingnya, mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/ atau jasa, serta unsur mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat. Metode pendekatan hukum dalam putusan kartel menggunakan rule of reason yaitu dengan membuktikan adanya aspek dampak terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam suatu perdagangan.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Nurintan Marolop Novianti Octaviana
Abstrak :
Praktek kartel pelelangan kerap kali mewarnai tender pengadaan barang pemerintah (Goverment Procurement) pemerintah. Proses yang tidak fair dalam Goverment Procurement merupakan kendala dalara memberlakukan prinsip kornpetisi yang adil (fair) dan non-diskriminatif, Di Indonesia, lahirnya Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah menimbulkan dilema dimana pada sate sisi, peraturan ini benisaha menciptakan persaingan usaha yang sehat dan ketat dalam mengikuti tender pengadaan baran/jasa di instansi pemerintah dan BUMN, namun di sisi lain juga dihadapkan pada kendala yang dialami oleh pelaku usaha nasional skala kecil dan menengah yang masih memerlukan perlindungan dan kemudahan dalam menjalankan usahanya serta helum mampu bersaing dengan pelaku usaha besar maupun asing. Benluk persekongkolan yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah persekongkolan dalam menentukan pemenang tender (Collusive Tendering), sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, Oleh karena itu , perlunya Keppres No. 80 Tahun 2003 dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu: hesarnya pembelanjaan APBNIAPBD untuk pengadaan barang/jasa, namun tingkat kebocoran dalam pelaksanaannya tinggi; kelemahan dalam ketentuan perundangundangan yang mengatul pengadaan barang/jasa pemerintah; sumber daya manusia (5 Dili) yang tidak profesional; serta tuntutan era pasar bebas. Dalam peraturan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah, terdapat heherapa hal yang sangat terkait dengan peraturan perundang-undangan mengenai persaingan usaha. Hal ini dapat dilihat dalam prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat yang harus juga diterapkan dalam proses pengadaan barangljasa pemerintah, diantaranya yaitu: larangan praktek monopoli, transparan dan nondiskriminatif. larangan melakukan persekongkolan atau kartel Agar prinsip-prinsip dan aturan-aturan normatif yang terkandung dalam Keppres No 80 Tahun 2003 dapat diterapkan secara efektif, maka perlu dilakukan: agenda Government Procurement Reform yang mencakup antara lain: reformasi bidang pengaturan pengadaan barang/jasa (policy reform); pengembangan SDM; pengembangan sistem informasi pengadaan barangljasa publik; serta Institutional Hui/ding. Untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangali, rekayasa, penyalahgunaan wewenang serta KKN dalam proses pengadaan barangljasa pemerintah, maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap instansi terkait berikut SDM-nya serta para pelaku usaha. Setiap pelanggaran yang terbukti harus dikenakan sanksi yang dapat berupa sanksi administratif, ganti rugi secara perdata, maupun diproses secara pidana. Tesis ini dengan menggunakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis dan berdasarkan teori-teori serta kaidah-kaidah hukum tertentu dan didukung fakta kasus yang ada, mencoba menggambarkan mengenai analisis yuridis ierhadap Keppres No. 80 Tahun 2003 dikaitkan dengan UU No, 5 Tahun 1999.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Daniel A.P.
Abstrak :
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disingkat UU No. 511999) yang diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 tetapi baru efektif berlaku satu tahun kemudian, lahir di tengah tata perekonomian dan hukum nasional Indonesia yang memasuki millenium baru. Perkembangan tata perekonomian dan hukum nasional kita berkembang ke arah yang penuh kontradiksi. Keganjilan timbul karena berbagai praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang seakan telah membudaya di dalam roda perekonomian nasional, dan yang bermuara pada terbentuknya pemusatan-pemusatan penguasaan sumber-sumber daya ekonomi yang tidak wajar. Hal ini jelas berdampak buruk terhadap kesiapan tats perekonomian nasional dalam mernasuki dan mengikuti perkembangan ekonomi dunia pada millenium ketiga yang akan semakin diwarnai dengan semangat persaingan bebas dan ketat seining dengau semakin mengglobalnya sistem ekonomi pasar. Berbagai prakta bisnis atau usaha yang sarat dengan unsur KKN tersebut jelas sangat bertolak belakang kontradiktif dengan amanat pada pendiri bangsa yang tertuang dalam konstitusi 1945, khususnya Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasal_ahan sebagai berikut: 1. Apakah pengaturan tentang larangan monopoli di Indonesia sudah cukup memadai? 2. Bagaimana praktik monopoli yang terjadi dalam dunia bisnis dewasa ini dalam penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perusahaan? 3. Bagaimana upaya mencegah terjadinya monopoli dalam penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perusahaan? Praktik-praktik kombinasi perusahaan atau korporasi (corporate combinations) atau perusahaan konglomerat merupakan fenomena aktual ekspansi usaha (bisnis) dalam kawasan global, regional, maupun nasional. Bahkan, praktik kombinasi perusahaan ini, di Indonesia, semakin menunjukkan intensitasnya yang tinggi. Kombinasi perusahaan merupakan bentuk ekspansi usaha yang tidak lagi hanya mengandalkan pertumbuhan internal (internal growth), sebagai misal menambah operasi, seperti peningkatan kualitas atau kualitas produk. Lebih dari itu, kombinasi perusahaan ini lebih menunjukkan aspek pertumbuhan eksternal (external growth) dari perusahaan. Secara institusional, kombinasi perusahaan ini baru mendapatkan pengaturan secara Iuas dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat UUPT), yakni dalam Bab VII, Pasal 102-109 UUPT di bawah judul Bab "Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan". Pengertian Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan dapat dijumpai dalam Pasal 102 ayat (1) dan pasal 103 ayat (1) UUPT. Pasal 102 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa: sate perseroan atau lebih dapat menggabungkan din menjadi sate dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri dengan perseroan lain dan membentuk perseroan baru dan pasal 103 ayat (1) menyatakan bahwa: pengambilalihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Ketentuan-ketentuan mengenai kombinasi perusahaan itu pun baru diberlakukan secara efektif pada tanggal 7 Maret 1996, yakni satu tahun setelah UUPT diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995, dan dalam UU No.511999 yaitu dalam Bab V Bagian Keempat, Pasal 28-29 di bawah judul Bab `Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan". Pasal 28 UU No. 511999 menyatakan bahwa: (1) pelaku usaha dilarang melakukan .penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek'monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, (2) pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau usaha tidak sehat. Undang-Undang tersebut yang dalarn bidang ilmu hukum termasuk ke dalam bidang hukum kompetisi dimaksudkan untuk menata tata perekonomian nasional dan perilaku para pelaku ekonomi demi terwujudnya persaingan usaha yang sehat, jujur, bersih dan transparan, Berta menghindari terjadinya pemusatan penguasaan ekonomi oleh satu atau beberapa kelompok pelaku ekonomi.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nelly Ulfah Anisariza
Abstrak :
Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998 dan untuk mengatasi krisis ekonomi tersebut, Pemerintah Indonesia meminta bantuan keuangan kepada IMF (International Monetery Fund). IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan sebanyak US$ 43 Miliar dengan syarat, Indonesia melaksanakan reformasi sistem ekonomi dan hukum ekonomi melalui Undang-Undang Anti Monopoli. Maka pada tanggal 5 Maret 1999 Presiden mengesahkan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan tujuan yang ingin dicapai adalah: (1) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; (2) Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil; (3) Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; (4) Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Masalah yang dikaji adalah: (1) Bagaimanakah pendekatan per se illegal dan rule of reason dalam penerapan Undang-Undang Anti Monopoli; (2) Kegiatan-kegiatan apa Baja yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha berdasarkan UU No.5 Tahun 1999; (3) Bagaimanakah keputusan KPPU dalam kasus Perum Peruri dan PT. Pura Nusapersada. Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Dari hasil penelitian disimpulkan: (1) Pendekatan per se illegal adalah suatu tindakan dinyatakan melanggar'hukum tanpa perlu pembuktian apakah tindakan tersebut mempunyai dampak negatif terhadap persaingan atau tidak sedangkan pendekatan rule of reason adalah suatu tindakan, baru dapat dinyatakan melanggar hukum apabila tindakan tersebut dapat dibuktikan,-mempunyai dampak negatif terhadap persaingan; (2) Kegiatan-kegiatan yang dilarang adalah penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position), kartel (cartel) dan hambatan masuk (barrier to entry); (3) Keputusan KKPU adalah Perum Peruri dan PT. Pura Nusapersada terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) dan (2) huruf b UU No.5 Tahun 1999.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmiyati
Abstrak :
Undang-undang Nomor 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha (selanjutnya disebut "UU Antimonopoli") merupakan sebuah undang¬undang yang secara khusus mengatur persaingan dan praktek monopoli, yang sudah sejak lama dipikirkan oleh para pakar, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, serta instansi pemerintah. Sebagai contoh, misalnya Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1995 telah mengeluarkan gagasan tentang konsep Rancangan Undang-Undang tentang Antimonopoli. Namun demikian, semua gagasan dan usulan tersebut tidak mendapat tanggapan yang positif, karena pada masa itu belum ada komitmen maupun political will dari elite politik yang berkuasa untuk mengatur masalah persaingan usaha.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugerah Wanto Wibowo
Abstrak :
Usaha koperasi pada dasamya diarahkan sepenuhnya untuk memenuhi kepentingan anggota dan menghindari adanya kemungkinan penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai koperasi sebagaimana prinsip dasar usaha koperasi, dalam kaitannya dengan usaha koperasi ini, pengelolaannya ditujukan untuk mencapai taraf hidup dan kesejahteraan anggota, termasuk secara umum masyarakat secara keseluruhan. Hambatan yang mungkin menghadang dalam upaya mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan kegiatan usaha yang merupikan posisi koperasi adalah ekonomi yang mendua, di satu sisi membiarkan modul usaha swasta dengan liberlismenya menghancurkan usaha ekonomi koperasi. Akan tetapi, di pihka lain mendorong gerakan koperasi sebagai gerakan perekonomuian nasional. Kebijakan tersebut harus dihapuskan dengan menguatkan struktur ekonomi yang mapan bagi koperasi. Dalam era pasar babas, persaingan usaha yang sehat menjadi salah satu prasyarat keberhasilan suatu badan usaha untuk tetap bertahan, salah satu badan usaha tersebut adalah koperasi yang merupakan wadah perekonomian yang sesuai dengan sifat dan watak hidup bangsa Indonesia, Dalam konsep persaingan usaha yang sehat diberlakukan di Indonesia, UU No 5 tahun 1999 memberikan pengecualian bagi koperasi dalam menjalankan kegiatan prodaksi atau pemasaran barang, perlakuan khusus tersebut diberlakukan sebagai bentuk dukungan pernerintah kepada badan usaha koperasi agar tidak terlibat dalam persaingan dengan kelompok ekonomi yang lebih kuat dan mapan, hal ini didasarkan pertimbangan bahwa koperasi belum tentu dapat mempunyai kemampuan lebih dalam menjalankan usaha yang setara dengan kelompok usaha lainnya. Persaingan usaha yang sehat menjadi salah satu prasyarat keberhasilan suatu badan usaha untuk tetap bertahan, salah satu badan usaha tersebut adalah koperasi yang merupakan wadah perekonomian yang sesuai dengan sifat dan watak hidup bangsa Indonesia. Adanya perlakuan khusus yang tertuang didalam pasal 50 Huruf i UU No. 5 tahun 1999 tersebut merupakan bagian dari peningkatan struktur dan diversifikasi usaha koperasi agar semakin berkembang, dalam kebijakan tertentu yang melibatkan koperasi dan usaha kecil, sama lapangan usaha ekonomi terbuka dilakukan oleh koperasi dan kemudian proses pelaksanaan di lapangan dilakukan pembinaan sebagaimana mestinya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mukhlas
Abstrak :
Globalisasi di bidang ekonomi berdampak kepada semakin terbukanya pasar nasional bahkan intemasional baik pasar barang maupun jasa, sehingga akan mendorong adanya persaingan yang kuat bagi pars pelaku usaha. Dalam perdagangan internasional telah ada rambu-rambu yang mengaturnya yaitu Unfair Trade Practice dan Anti-Dumping Code dalam General Agreement Tariff and Trade (GATT). Sedangkan pads skala nasional rambu-rambu tersebut diatur melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam penulisan tesis ini dikaji mengenai bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sejauhmana kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam membatalkan perjanjian, dan kasuskasus yang berkaitan dengan perjanjian yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli. Bentuk-bentuk perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, perjanjian dengan pihak di luar negeri, monopoli, monopsoni, pengadaan pasar, dan persekongkolan. Berdasarkan Pasal 47 ayat (1), KPPU hanya berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrasi dan berdasarkan Pasal 47 ayat (2) huruf a memberikan wewenang kepada KPPU untuk menjatuhkan sanksi berupa penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16. Sedangkan berdasarkan Pasal 47 ayat (2) huruf c KPPU berwenang menjatuhkan sanksi berupa perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. Kasus-kasus yang berkaitan dengan perjanjian yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli adalah: kasus perjanjian pengadaan pita cukai yang menyebabkan terjadinya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dengan Nomor Perkara: 03IKPPU-L12004, dan kasus perjanjian pengadaan jasa terminal pelayanan bongkar muat petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok dengan Nomor Perkara: 04IKPPU-112003. Perlu dilakukan amandemen terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya Pasai 47 ayat (2) huruf a. Pasal tersebut agar diamandemen karena tidak perlu menggunakan batasan pasal-pasal sebagaimana disebutkan; dan agar pasal tersebut berlaku untuk umum.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>