Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arifin Sarif
Abstrak :
Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri sudah seyogyanya mendapat perhatian khusus dan penanganan serius dari pemerintah. Penanganan yang kurang baik dan pengiriman tenaga kerja tanpa dibekali keterampilan akan melahirkan permasalahan yang menjadi polemik. Dari permasalahan inilah di mana jumlah tenaga kerja yang terus meningkat dengan persepsi lapangan kerja yang terus menyusut akibat tekanan ekonami makro, pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri khususnya ke Uni Emirat Arab merupakan kontribusi yang menjanjikan penambahan devisa bagi negara dan penambahan kemampuan ekonomis bagi tenaga kerja yang bersangkutan. Tujuan penulisan untuk mengetahui dampak pelatihan dan pengembangan melalui balai latihan kerja terhadap peningkatan kemampuan tenaga kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan penyalur tenaga kerja. Disamping itu juga untuk mengetahui besarnya pengaruh pelatihan dan pengembangan yang dilakukan Balai Latihan Kerja terhadap kemampuan tenaga kerja yang diukur dengan tingkat penguasaan praktek. Penelitian menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dimana penulis menyajikan dan mengimplementasi data-data yang berhubungan dengan peringkatan kinerja TKI Indonesia melalui pelatihan dan pengembangan serta kontribusinya terhadap peningkatan kinerja penyalur (PJTKI). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah Data primer yang diperoleh dengan melalui wawaneara langsung dengan perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia (PTTKI) yang dibantu dengan daftar pertanyaan serta observasi di lapangan. Dan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain tingkat kinerja perusahaan penggerak tenaga kerja Indonesia, data berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, pengaruh pendidikan pelatihan pada balai latihan kerja terhadap kualitas kerja TKI masih sangat kecii atau mendekati tidak ada hubungan. Faktor yang menyebabkan rendahnya nilai kedua variabel lebih disebabkan tingkat pendidikan formal rata-rata TKI pada jenjang SD, waktu pelatihan yang relatif singkat serta distribusi bahan pelatihan/modul yang dirasa iamban merupakan penyebab utama dari rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia. Dengan demikian disarankan Departemen Tenaga Kerja melalui Binapenta melakukan kerjasama antar instansi sampai tingkat Kecamatan dalam pengadaan BLK sehingga penduduk yang berkeinginan menjadi TKI dapat mengikuti pelatihan pada tingkat Kecamatan dengan waktu yang relatih lebih lama sehingga kualitas TKI akan dapat meningkat. Selain itu tingkat pendidikan untuk calon TKI hares ditingkatkan dengan jenjang minimal SLTA demi untuk meningkatnya kualitas tenaga kerja. Jumlah TKI yang berhasil dikirim dengan tingkat kualitas yang baik tentunya akan meningkatkan kinerja perusahaan penggerak tenaga kerja.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T7670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Kusnowati
Abstrak :
Keberadaan migran Tenaga Kerja Indonesia di daerah transit, merupakan suatu kenyataan yang ada di Nunukan, karena Nunukan merupakan pintu gerbang masuknya TKI untuk menuju Malaysia. Letak Nunukan sangat strategi, berdekatan dengan negara Tawau Malaysia. Ketertarikan para migran transito tersebut karena ingin bekerja di Malaysia dan mempunyai gaji yang besar, dan keberadaan kota di Malaysia karena adanya faktor pendorong yaitu di desa asal migran kehidupannya sangat sulit, lahan sempit dan peluang pekerjaan sangat terbatas. Banyaknya migran transito di Nunukan membawa perkembangan sosial ekonomi bagi masyarakat Nunukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan sosial ekonomi dan dampaknya banyaknya migran transito di daerah transit. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara/interview dan Studi Kepustakaan. Metode Analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Nunukan selama satu bulan . Wawancara dilakukan dengan para informan yang terdiri dari unsur pemerintah, migran transito, serta penduduk lokal yang ada di Nunukan. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik migran transito. Hasil penelitian menunjukkan heterogennya migran dilihat dari daerah asal, keterampilan serta kedudukan sosialnya. Banyaknya migran transito tersebut membawa keberuntungan masyarakat Nunukan karena terjadi perkembangan sosial ekonomi dalam berbagai bidang usaha, dan pengembangan wilayah dengan terbentuknya perkampungan-perkampungan dan perkotaan. Banyaknya migran transito tidak menjadi permasalahan bagi penduduk asli, karena migran sifatnya hanya sementara di Nunukan walaupun ada juga yang sudah menetap. Sejumlah saran diajukan bagi Pemerintah Kabupaten Nunukan yaitu untuk memenuhi peluang pasar ekspor ke Tawau Malaysia agar pemerintah dapat lebih meningkatkan pembinaan dan pelatihan kerja agar produksi pertanian dan perkebunan dapat meningkat serta kualitas yang baik, membuka lahan perkebunan baru seperti kelapa sawit, karet, kakau dan lainnya, dengan mencari investor untuk menanamkan modalnya baik didalam maupun luar negeri. Untuk mencegah terjadinya deportasi dan hukuman bagi tenaga kerja maka perlu diperketat pengurusan ijin dengan persyaratan yang lengkap sampai kepada keberangkatan / penerimaan kepada perusahaan yang akan menerima di Malaysia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Dohar
Abstrak :
Propinsi Jawa Barat pada Sensus Penduduk Tahun 1990 merupakan suatu Propinsi penerima migran terbesar di Indonesia dan menurut hasil publikasi Supas Tahun 1995 semakin menurun namun masih tetap sebagai Propinsi penerima migran terbesar di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat variabei-variabel yang diduga mempunyai hubungan dengan kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Variabel-variabel tersebut terdiri dari Variabel Demografi yang terdiri dari : Propinsi asal, Tempat Tinggal, Umur, Jenis kelamin, Pendidikan serta Status Kawin yang menggambarkan karakteristik migran itu sendiri dan Variabel Kontekstual yang terdiri dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Tingkat Industri dan Expected Wage yang menggambarkan pengaruh lingkungan terhadap migrasi tenaga kerja. Penggunaan variabel kontekstual didasarkan pada realita dimana lingkungan Propinsi Jawa Barat mempunyai kelebihan atau keistimewaan jika dibandingkan dengan propinsi-propinsi lain di Indonesia, seperti: 1. Pertumbuhan PDRB yang relatif tinggi, Tingkat industri yang merata mulai dari industri kecil sampai besar dari yang bersifat padat karya sampai kepada yang padat modal dan Expected Wage relatif tinggi; 2. Berbatasan langsung dengan DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia sehingga daerah Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek) berfungsi sebagai daerah penyangga pemukiman dan perdagangan bagi DKI Jakarta. Ada tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Pertama, memperoleh karakteristik migran yang masuk ke Propinsi Jawa Barat dari tahun 1990-1995. Kedua, untuk melihat pengaruh lingkungan migran terhadap propinsi asal dan Propinsi Jawa Barat. Ketiga, sebagai akibat dari pertama dan kedua menganalisis kecenderungan migrasi tenaga kerja Propinsi Jawa Barat. Unit analisis adalah Propinsi Jawa Barat dan migrasi tenaga kerja (penduduk 10 tahun ke atas) yang pada waktu pelaksanaan SUPAS tahun 1995 sudah tinggal di Propinsi Jawa Barat. Tenaga kerja migran tersebut berasal dari seluruh Indonesia tidak teimasuk migrasi tenaga kerja antar daerah yang berasal dari Propinsi Jawa Barat. Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data SUPAS Tahun 1995 dan data Publikasi Biro Pusat Statistik mengenai PDRB dan Tingkat Industri. Metode analisis statistik yang dipakai adalah Model Log-Linier (MLL). Metode ini dipandang lebih fleksibel karena sebagai alat analisis dapat dipakai untuk melihat pola hubungan antar variabel bebas dan variabel tak bebas maupun pola hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas (Analisis inferensial) dan dilakukan juga analisis deskriptif sebagai analisis tabulasi silang. Untuk meinpermudah analisis baik deskriptif maupun inferensial propinsi asal tenaga kerja migran dibagi dua, yaitu: 1. Tenaga kerja migran yang berasal dari Pulau Jawa (propinsi yang terdapat di Pulau Jawa) dan 2. Tenaga kerja migran yang berasal dari luar Pulau Jawa (propinsi yang terdapat di luar Pulau Jawa). Pada penelitian ini diperoleh sebanyak 1933 sampel kasus dengan jumiah populasi tenaga keija migran sebanyak 1.030.980 orang, terdiri dari: Bekerja Sebanyak 588.848 orang, Mencari Pekerjaan sebanyak 58.260 orang dan Angkatan Kerja sebanyak 647.108 orang yang masuk Propinsi Jawa Barat dari tahun 1990-1995. Secara umum kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat berdasarkan propinsi asal lebih besar dari Pulau Jawa dibandingkan dengan yang berasal dari luar Pulau Jawa. Propinsi asal menunjukkan kecenderungan yang berarti terhadap migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Jarak berbanding terbalik dengan kecenderungan migrasi tenaga keija dan sesuai dengan pola migrasi yang ditemukan oleh Revenstein (1889). Tempat tinggal lima tahun yang lalu yaitu perkotaan dan pedesaan, tidak mempunyai hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Hal ini diduga karena tempat tinggal sudah diwakili oleh Propinsi asal, tanpa membedakan apakah tinggal di desa atau di kota, dan proporsi rnigran yang berasal dari DKI Jakarta, yang secara notabene tidak mempunyai daerah dengan status desa. Umur dan Pendidikan mempunyai pola hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat, hal ini diduga dipengaruhi oleh migran yang berasal dari DKI Jakarta dan Jawa Tengah yang tinggal di daerah Botabek. Sedangkan migran yang berasal dari luar Pulau Jawa kecenderungannya searah antara umur dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Jenis Kelamin mempunyai hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Pengaruh perbedaaan jenis kelamin relatif kecil bahkan beberapa propinsi proporsi laki-laki lebih kecil dari perempuan terutama migran yang berasal dari Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan. Status Kawin mempunyai hubungan yang berarti terhadap migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Selain dipengaruhi oleh proporsi keluarga migran yang berasal dari DKI Jakarta, juga dipengaruhi umur (20-44 tahun) dan tanggungan keluarga yang harus dijamin oleh migran laki-laki baik tenaga kerja migran yang berasal dari dan luar Pulau Jawa. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mempunyai hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Hubungannya antara lain adalah: 1. Hubungan searah, artinya migran berasal dari propinsi yang mempunyai PDRB lebih rendah atau sama dengan Propinsi Jawa Barat, dan 2. Hubungan terbalik, artinya justru tenaga kerja migran berasal dari propinsi yang mempunyai PDRB lebih tinggi dari pada Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan PDRB ini proporsi migran yang berasal dari PDRB lebih kecil dan sama dengan Propinsi Jawa Barat lebih kecil dibandingkan dengan propinsi yang mempunyai PDRB lebih tinggi dari Propinsi Jawa Barat. Tingkat Industri mempunyai hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Hubungannya antara lain adalah: 1. Hubungan searah, artinya migran berasal dari propinsi yang mempunyai pertumbuhan industri lebih rendah atau sama dengan Propinsi Jawa Barat. 2. Hubungan terbalik, artinya justru tenaga kerja migran berasal dari propinsi yang mempunyai pertumbuhan industri lebih tinggi dari pada Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan pertumbuhan industri, proporsi migran yang berasal dari pertumbuhan industri rendah lebih kecil dari pada yang mempunyai pertumbuhan industri lebih tinggi dari Propinsi Jawa Barat.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Joko Sri Haryono
Abstrak :
ABSTRAK Sejak beberapa dasawarsa terakhir ini di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, telah terjadi peningkatan arus migrasi yang cukup pesat. Peningkatan arus migrasi tersebut terutama terjadi dari daerah pedesaan menuju ke daerah perkotaan. Sehubungan dengan itu berbagai studi dan penelitian yang berkenaan dengan gejala migrasi tersebut telah sering dilakukan oleh para ahli, baik menyangkut tentang daerah asal migran maupun daerah tujuan. Namun demikian, dari berbagai studi yang telah dilakukan ternyata belum banyak yang menggunakan analisis jaringan sosial untuk memahami kehidupan para migran. Tesis ini bermaksud ingin membahas tentang bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi jaringan sosial para pelaku migrasi sirkuler asal Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri yang bermigrasi ke Jakarta. Jaringan sosial yang dimaksud adalah jaringan sosial yang bersifat informal yang di lakukan para pelaku migrasi dalam rangka memperoleh sumber daya sosial ekonomi dan mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya di kota tujuan. Penelitian ini menemukan bahwa umumnya migran sirkuler asal desa Kepatihan selalu mengembangkan dan memelihara jaringan sosial dengan sesama migran se desa asal. Jaringan sosial tersebut merupakan salah satu strategi yang penting dalam upaya mereka untuk mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi para migran, dan dalam upaya untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Pentingnya membentuk dan memelihara jaringan sosial bagi para migran terutama dirasakan pada saat seseorang pertama kali berangkat bermigrasi, saat-saat awal seorang migran mengadaptasikan diri di tempat tujuan, maupun sebagai salah satu sarana untuk meraih kesuksesan dalam mencari nafkah di kota. Penelitian ini juga menemukan bahwa berdasarkan status sosial ekonomi pelaku migrasi sirkuler, ada dua bentuk jaringan sosial yaitu jaringan sosial yang bersifat horisontal, di mana pelaku migrasi yang terlibat jaringan sosial memiliki status sosial ekonomi yang sepadan; dan jaringan sosial vertikal, di mana pelaku migrasi yang terlibat jaringan sosial memiliki status sosial ekonomi yang tidak sepadan. Kedua bentuk jaringan sosial tersebut umumnya berbasis pada hubungan-hubungan yang bersifat kekerabatan dan campuran antara hubungan kekerabatan dan ketetanggaan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriatnoko
Abstrak :
Fenomena migrasi dalam karya sastra multikultural merupakan sebuah tema yang menarik untuk diteliti. Dalam Penelitian ini, penulis tesis mencoba menganalisis karya Zeny Giles: Between Two Worlds dan Miracle of the Waters, untuk menemukan masalah-masalah dislokasi yang timbul akibat migrasi dan kontak budaya migran Yunani generasi pertama di Australia. Lewat kedua karya itu pun, penulis tesis ini ingin menampilkan teori Sneja Gunew tentang model budaya yang timbul akibat pertemuan budaya antara budaya migran dengan budaya Anglo-Keltik Australia. Penelitian ini dilakukan antara lain lewat unsur tokoh dan penokohan. Dari hasil penelitian ini, penulis tesis ini menemukan bahwa masalah-masalah dislokasi yang dialami oleh tokoh-tokoh raigran Yunani generasi pertama dalam Between Two Worlds dan Miracle of the Waters, adalah tentang bentrok budaya, krisis identitas, alienasi, marginalisasi, dan sinkretisme budaya. Masalah-masalah tersebut mengakibatkan mereka merasa terasing, marginal, dan inferior. Between Two Worlds dan Miracle of the Waters juga menunjukkan perkembangan sikap Zeny Giles sebagai pengarang sastra multikultural tentang migran Yunani generasi pertama di Australia. Between Two Worlds termasuk "karya imigran", menampilkan model budaya nostalgia. Sedangkan Miracle of the Waters termasuk "karya multikultural", yang menampilkan model budaya asimilasi. Lewat Between Two Worlds, pengarang menampilkan, khususnya, tokoh-tokoh migran Yunani generasi pertama yang menghadapi masalah-masalah dislokasi. Kemudian, pada Miracle of the Waters, pengarang menampilkan tokoh-tokoh migran Yunani generasi pertama dan juga tokoh-tokoh migran lain khususnya yang berasal dari negara-negara di kawasan Eropa Timur dan Selatan. Di sini, jelas adanya perkembangan sikap pengarang dalam menampilkan masalah-masalah dislokasi. Lewat Miracle of the Waters, pengarang menunjukkan bahwa masalah-masalah dislokasi merupakan masalah bersama yang dialami dan dihadapi kelompok migran yang berlatar belakang budaya non-Anglo-Keltik di dalam masyarakat multikultural Australia.
Migration phenomenon is an interesting theme of multicultural literature research. In this thesis, this writer analyses Zeny Giles's works: Between Two Words and Miracle of the Waters, to depict the problems of dislocation caused by migration and culture contact of the first generation of Greek migrant in Australia. Through both works, this writer would also like to put forward Sneja Gunew's theory about the models of culture. After analyzing those works, this writer discovers that the problems of dislocation experienced by the first generation of Greek migrant about culture conflict, crisis of identity, alienation, marginalisation, and cultural sincreticism. Those problems make them feel alienated, marginal, and inferior. Between Two Worlds and Miracle of the Wafers are also expressing of Zeny Giles's observation as an author of multicultural literature about the first generation of Greek migrant living in Australia. Between Two World, a "migrant writing", presents the model of nostalgia, whereas Miracle of the Waters which is a "multicultural writing", presents the-model of assimilation. Through Between Two Worlds, the author describes, in particular, the characters of first generation of Greek migrant who are facing the problems of dislocation. Then, through Miracle of the Waters, She does not only describe the characters of first generation of Greek migrant but also includes the characters of migrants of non-Anglo-Celtic culture background, especially the migrants from East and South European Countries. They face together the problems of dislocation living in Australia. Through Miracle of the Waters, the author indicates that the problems of dislocation have also been the problems of the non-Anglo-Celtic migrant communities within the multicultural Australian Society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T9022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanihuruk, Muba
Abstrak :
Migrasi orang-orang Nias ke Medan secara masif baru terjadi sejak tahun 80-an ke depan. Realitas ini sejalan dengan peningkatan penduduk perkotaan secara nasional di Indonesia, yakni 5,1 persen. Penduduk negara berkembang hampir 42 persen tinggal di perkotaan. Melonjaknya jumlah penduduk di kota seiring dengan perkembangan struktur dan ruang kota yang menerima imbas kapitalisme global lewat salah satunya penanaman modal asing. Sejalan dengan pertumbuhan kota-kota besar itu pula, termasuk Medan, dampak ikutannya adalah arus masuk migran yang masif. Migran baru ini biasanya memasuki sektor informal di samping sektor formal yang sering dianggap sebagai katup penyelamat bagi migran pendatang. Fenomena yang sama juga terjadi di Medan. Gelombang masif migran Nias mulai memasuki sektor informal yang ada di Medan. Kehadiran etnis Nias ini diduga mengalami kesulitan adaptasi dengan penduduk setempat. Indikasi ini terekam jelas dari konflik etnis Nias dengan etnis Karo di Kaban Jahe pada akhir 1995. Indikasi yang lebih mikro terlihat dalam polarisasi pangkalan-pangkalan beca yang terjadi di sekitar kampus USU. Dalam perkembangan kota dimaksud, bagaimana migran tersebut beradaptasi; secara sosial (neighbourhood integration), dan budaya (peran asosiasi budaya lokal di kota). Namun paruh tahun 1997, krisis moneter (`Asian Flu') seolah telah menciptakan anomali dalam perkembangan kota-kota di Indonesia. Krisis moneter tersebut telah menimbulkan kilas balik yang ditandai antara lain penanaman modal asing yang kian minim bahkan diduga terjadi pelarian modal ke luar negeri - dan perkembangan kota yang stagnan. Dalam konteks ini, strategi adaptasi ekonomi para migran selama krisis akhirnya juga ditelusuri, yang sebelumnya tidak dijadikan variabel dalam studi ini. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan menggambarkan realitas sosial. Tidak mencari atau menjelaskan antarvariabel, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi. Sedangkan populasi penelitian adalah migran yang bekerja di sektor informal. Karena kerangka sampel (sample frame) tidak ada, maka penarikan sampel dilakukan secara nonrandom. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan dua Cara. Pertama, teknik bola salju (snow ball) di permukiman para migran. Kedua, teknik kebetulan (accidental) di pangkalan-pangkalan beca di sekitar kampus USU. Jumlah sampel dalam penelitian ini 90 orang. Penetapan jumlah sampel ini dilakukan karena terjadinya kejenuhan data (pengulangan jawaban-jawaban). Selanjutnya, untuk mengumpul data disebarkan kuesioner setengah terbuka yang pengisiannya dituntun langsung asisten pengumpul data di lapangan. Wawancara mendalam dilakukan dengan lima orang migran yang kasusnya dianggap ?menarik'. Pemilihan responden ini didasarkan atas kuessioner yang telah dianalisa-Hasil wawancara mendalam ini dimuat dalam biografi singkat (lihat apendiks). Terakhir, analisis data dilakukan dengan membuat persentase lewat tabel-tabel tunggal sederhana sehingga terlihat besaran persentase yang mencerminkan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan, integrasi ketetanggaan migran Nias ini dengan etnis lain di sekitar permukiman mereka tidak harmonis. Indikasi ini antara lain terungkap bahwa 23,3 persen responden tidak pernah berinteraksi dengan tetangga yang bukan orang Nias. lndikasi lain misalnya juga terlihat dari pengakuan migran yang menyatakan bahwa 44 persen di antara mereka tidak pernah menghadiri acara atau pesta yang dilakukan tetangga yang bukan orang Nias. Bahkan 41,1 persen mengaku tidak memiliki teman dekat yang bukan orang Nias. ini mengekspresikan bahwa stradkasi etnis terjadi antara mingran Nias sebagai pendatang dengan penduduk setempat. Dalam konteks ini, migran Nias dipandang sebagai etnis subordinate dan host ethnic dianggap superordinate. Kondisi ini pada gilirannya sering melahirkan prejudice (perkembangan akumulatif dari etnosentrisme) yang memendam konflik Eaten. Indikasi ini jelas terlihat dengan terjadinya polarisasi pangkalan-pangkalan beca yang dikuasai etnis Nias di satu sisi dan etnis Karin dan Jawa di sisi lainnya. Konflik laten ini dengan mudah bisa berubah menjadi konflik terbuka lewat pemicu sepele yang bemuatan ethnic group resources, yakni melalui mobilisasi dan solidaritas dengan menggunakan etnisitas. Temuan adaptasi budaya menunjukkan bahwa 43,3 persen responden mengaku tidak mengetahui keberadaan asosiasi budaya lokal di tempat tinggal mereka. Selebihnya, 45,6 mengakui keberadaan asosiasi dimaksud, dan 11,1 persen mengaku tidak tahu. Migran yang tidak mengetahui keberadaan asosiasi lokal umumnya adalah migran muda (belum berkeluarga) yang relatif baru (1-2 tahun) tinggal di Medan dan mengikuti orang gereja kharismatik (fundamentalis). Sedangkan migran yang tertibat dalam asosiasi lokal biasanya adalah migran yang sudah berkeluarga dan telah lama menetap di Medan serta mengikuti aliran gereja tradisional. Temuan menarik studi ini adalah bahwa migran Nias tidak terlalu mengenal asosiasi perkumpulan marga - seperti migran Batak umumnya. Menurut pengakuan mereka, ikatan marga tidaklah begitu berperan dalam kehidupan sosial mereka. Justru yang lebih mengikat adalah prinsip fabanuasa (teman sekampung). Terakhir, strategi adaptasi ekonomi para responder dalam suasana krisis adalah melibatkan istri (81.6 %) dan anak bekerja (bagi migran yang telah berkeluarga) untuk menambah pendapatan keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan pokok, 55,3 persen responden mengurangi menu makanan di rumah dan belanja di pasar murah (31,6 %). Bahkan 23,3 % responden mengaku mengurangi jatah makan (3 x sehari).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Wahyu Widodo
Abstrak :
Di Indonesia diperkirakan menjelang talmn 2000 belum dapat terhindar dari permasalahan penduduk berikut aspek-aspek yang terkait didalamnya dan sekaligus berfungsi sebagai pilar untuk mencapai kestabilan politik maupun ekonomi. Jika permasalahan ini ditempatkan dalam suatu kerangka pembangunan dari negara yang sedang berkembang ternyata masih banyak kegiatan ekonomi yang tergantiung pada keadaan penduduk seperti halnya masalah kemiskinan, rendahnya tingkat upah pekerja, penyerapan tenaga kerja di sektor .formal dan yang lebih penting semakin rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam arti luas. Kenyataan menunjukkan bahwa mobilitas penduduk terkonsentrasi di. kota besar terutama di DKI Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan yang sarat dengan fasilitas umum serta fasilitas sosial sehingga menjadikan Jakarta sebagai pusat industri, pusat perdagangan dan juga merupakan pusat kebudayaan. Kondisi yang demikian akan membawa dampak berkembangnya sektor informal yang semakin luas diberbagai lingkup kegiatan ekonomi yang merupakan daya tarik bagi penduduk di kota kecil untuk melakukan migrasi yang secara bertahap semakin meningkat jumlahnya. Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi pengirim terbesar kedua setelah propinsi Jawa Tengah, sedangkan DKI Jakarta masih merupakan wilayah yang relatif mempunyai prosentase migran netto tertinggi di Indonesia Menitik beratkan mengenai keadaan di kedua wilayah tersebut dipandang cukup menarik untuk ditelaah secara mendalam mengenai determinant sosial ekonomi peluang migran asal Jawa Timur untuk memperoleh pekerjaaan pada sektor formal-informal di DKI Jakarta dan untuk selanjutnya dari hasil kajian tersebut akan dapat menjelaskan pekerjaan migran secara jelas berikut latar belakang sosial ekonominya. Secara umum dapat diungkapkan bahwa dalam kurun waktu 25 tahun sejak 1960 jumlah penduduk DKI Jakarta mengalami peningkatan 2,6 kali lipat. Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk relatif sangat cepat yang disebabkan karena faktor daya tarik yang sangat kuat di DKI Jakarta seperti, pusat pemerintahan, perkembangan perekonomian yang cukup pesat dan peluang dalam menciptakan kesempatan kerja yang cukup besar dan kesemuanya tersebut merupakan faktor yang sangat potensial terjadinya migrasi masuk. Kondisi migran asal Jawa Timur di DKI Jakarta dilihat dari segi pendidikan tampak sangat bervariasi antara migran yang berpedidikan rendah dengan migran yang berpendidikan tinggi. Bagi migran yang berpendidikan rendah didorong oleh kemauan untuk mendapatkan pekerjaan demi kelangsungan hidup yang layak, sedangkan bagi migran yang berpendidikan tinggi mempunyai motivasi untuk meningkatkan keadaan sosial ekonominya yang lebih tinggi dibandingkan ditempat asal. Pola migran dilihat dari status kawin, bagi migran asal Jawa Timur menunjukkan pola yang cukup berimbang antara yang kawin dan belum kawin. Namun demikian untuk migran yang berstatus belum kawin dapat dikatakan relatif cukup besar hampir mendekati 50 % hal ini menunjukkan bahwa motivasi utama dari migran asal Jawa Timur untuk melakukan migrasi adalah untuk mendapatkan pekerjaan. Jika dilihat dari jenis kelamin maka untuk migran perempuan relatif lebih banyak dibandingkan dengan migran laki-laki meskipun perbedaan tersebut dipandang kurang berarti. Kenyataan ini diduga bahwa migran perempuan merupakan pekerja informal untuk kelompok menengah kebawah dengan suatu motivasi untuk memperoleh pekerjaan. Pola migran asal Jawa Timur berdasarkan karakteristik sosio demografi tidak secara keseluruhan mengikuti pola migran secara umum di DKI Jakarta, sehingga banyak bertentangan dengan beberapa pendapat maupun temuan secara umum, disebutkan bahwa ciri dari migran mayoritas adalah : berusia muda, tingkat pendidikan relatif tinggi status belum kawin dan jenis kelamin adalah laki-laki. Hasil analisa menunjukkan bahwa migran berasal dari Jawa Timur pada kelompok umur muda dan pada umumnya justru bekerja di sektor formal yang berstatus belum kawin dan tingkat pendidikan terkonsentrasi pada tamat SD kebawah. Pada kelompok umur tua hampir keseluruhan bekerja pada sektor informal baik migran yang berpendidikan rendah maupun migran yang berpendidikan tinggi SLTA keatas .Karakteristik yang sangat berbeda jika dikaitkan dengan status kawin maka bagi migran pada kelompok umur ini yang bekerja pada sektor formal pada umumnya berstatus sudah kawin dan yang bekerja pada sektor informal berstatus belum kawin. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model regresi berganda dilakukan dengan 2 model ialah model -1 dan model -1A. Hasil analisa menunjukkan bahwa untuk model I -A tidak dapat digunakan mengingat tidak satupun variabel yang dimasukkan mempunyai nilai yang significant, sehingga model -1 merupakan model yang terpilih. Dari model terpilih terlihat variabel yang significant adalah UI kelompok umur 10-19 tahun dengan menggunakan nilai a = 0,05 maka (Pr < Chi = 0,0589 ) dan variabel selanjutnya yang terlihat signifikan adalah U2 kelompok umur 20-29 tahun dengan menggunakan nilai a = 0,05 maka (Pr < Chi = 0,0070 ) dan variabel selanjutnya adalah PD I kelompok pendidikan tamat SD kebawah dengan menggunakan nilai a yang sama maka ( Pr < Chi = 0,0043 ), sehingga variabel yang dibahas dalam analisa ini adalah variabel yang signifikan. Migran asal Jawa Timur berdasarkan analisa yang tertuang dalam model -1 dapat diungkapkan bahwa untuk kelompok umur 10-19 tahun yang sudah kawin dan tingkat pendidikannya semakin tinggi, kecil peluangnya untuk bekerja disektor' informal dibandingkan dengan migran yang berstatus belum kawin. Sebaliknya bagi migran pada kelompok umur tersebut dengan status belum kawin dan semakin tinggi tingkat pendidikannya mempunyai peluang yang cukup besar untuk masuk ke sektor formal dibandingkan dengan migran yang berstatus kawin. Pada kelompok umur 20- 29 tahun yang berstatus kawin semakin tinggi pendidikannya akan semakin kecil peluangnya untuk bekerja disektor informal dibandingkan dengan migran yang berstatus belum kawin. Untuk migran yang berasal Dari Jawa Timur pada kelompok umur ini terlihat peluangnya yang cukup besar adalah masuk ke sektor formal jika migran tersebut berstatus belum kawin. Bagi migran yang mempunyai pendidikan tamat SD kebawah semakin tua umurnya dan berstatus sudah kawin mempunyai peluang yang cukup besar untuk memasuki sektor informal, jika migran pada kelompok ini berstatus belum kawin dengan tingkat pendidikan yang relatif sama maka peluangnya untuk masuk kesektor informal relatif kecil, sehingga ada kecenderungan untuk masuk ke sektor formal.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Umar
Abstrak :
Penempatan buruh migran ke Saudi Arabia merupakan program nasional yang strategis. Penempatan ini dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi tenaga kerja Indonesia ke Saudi Arabia dan mendorong pemasukan devisa negara. Meningkatnya buruh migran informal ke Saudi Arabia dipengaruhi oleh faktor penarik dan pendorong maupun peran PJTKI dalam proses penempatan buruh migran. Peningkatan ini secara kuantitas ekonomis berdampak pemasukan devisa negara dan ekonomi keluarga di desa melalui kiriman remitan bagi buruh migran berhasil. Numun tidak sedikit masalah dialami buruh migran selama proses penempatan ke Saudi Arabia, akibat masih lemahnya perlindungan, jaminan kesejahteraan sosial dan kualitas kompetensi maupun lemahnya monitoring dan pengawasan pemerintah terhadap PJTKI. Penelitian ini, mengambil kasus buruh migran Ke Saudi Arabia desa Lemahmakmur, Karawang. Tujuannya mendeskripsikan kondisi buruh migran sejak rekrutmen, hubungan kerja di Saudi Arabia sampai kepulangan ke daerah asal, dan mendeskripsikan posisi buruh migran terhadap PJTKI dan majikan. Mendeskripsikan faktor-faktor mempengaruhi motivasi buruh mig ran memutuskan bermigrasi ke Saudi Arabia, Mengembangkan strategi kebijakan sosial penempatan buruh migran ke Saudi Arabia. Penelitian ini adalah deskriptif yang memberikan gambaran mengenai suatu fenomena sosial yang menjadi fokus penelitian, bagaimana dan mengapa terjadi hubungan fenomena tersebut. Peneepatan kualitatif berdasarkan studi lapangan untuk mendapatkan gambaran kon lisi meningkatnya buruh migran ke Saudi Arabia, dan besarnya resiko sosial yang dialami selama proses penempatan, tetapi buruh migran tetap termotivasi memutuslan bermigrasi ke Saudi Arabia. Dari basil penelitian ini disimpulkan sebagai berikut: (a) motivasi buruh migran memutuskan bermigrasi ke Saudi Arabia dipengaruhi oleh faktor penarik (pull factors) berupa kondisi perkembangan ekonomi dan pembangunan infrastruktur negara Saudi Arabia, dan adanya kelas sosial yang membutuhkan pekerja informal dornestik sebagai bagian gays hidup sosial masyarakatnya., Saudi Arabia membutuhkan pekerja sektor informal dan Indonesia tanpa. pendidikan dan keterampilan khusus. Secara ekonomis sosiologis, bahwa dengan upah tinggi dan melakukan ,haaah haji karena kesamaan agama Islam merupakan alasan kuat memilih Saudi Arabia sebagai tujuan migrasi. (b) faktor pendorong (push factors) mempengaruhi motivasi buruh migran memutuskan bermigrasi kerja ke Saudi Arabia. Akibat kondisi struktural sosial ekonomi dalam negeri baik angkatan kerja meningkat, lapanaan kerja terbatas menyebabkan pengagguran yang sampai ke desa. Akibat perubahan lahan pertanian sebagai sumber lapangan kerja petani digunakan untuk areal industri_ Modernisasi pertanian program revolusi hijau rnerubah poly tingkah laku ekonomi dan hubungan ikatan sosial petani. Dampak lebih luas adalah hilangnya akses kesempatan kerja bagi petani miskin dan perempuan desa, pendapatan ekonomi menurun, pengguran tinggi yang proses selanjutnya mengakibatkan kemiskinan. Kondisi ini mendorong keluarga petani mencari alternatif untuk bekerja ke Saudi Arabia dengan harapan memperoleh kemandirian kerja, nilai ekonomi dan status sosial kehidupan keluarga lebih baik. Faktor fasilitasi PJTKI dalam proses penempatan berperan mempengaruhi motivasi buruh migran bermigrasi ke Saudi Arabia, sejak rekrutmen calon buruh migran di desa, bekerja di Saudi Arabia sampai kembali ke daerah asal, PJTKI urnumnya kurang mempunyai akses langsung ke desa, melalui perantara sponsor atau cal() melakukan rekrutmen di desa, mempertemukan talon buruh migran dengan PJTKI, menerima imbalan uang jasa dari PJTKI dan memungut uang tidak sedikit dari setiap calon buruh migran. Ketidaktahuan calon buruh migran mengurus persyaratan diperlukan, menimbulkan lahan pekerjaan baru bagi sponsor atau cabo. Besarnya peran PJTKI, sponsor atau cafo rnenciptakan ketergantungan talon buruh migran melalui promosi kerja dengan informasi harapan menjanjikan, pengurusan dokumen, sampai pemberian pinjaman untak biaya perjalanan ke Saudi Arabia dengan persyaratan pengembalian dua kali lipat total pinjaman. Akibat lemahnya mekanisme perlindungan proses rekrutmen di desa menyebabkan maraknya percaloan dan pemerasan, pemalsuan identitas sangat merugikan buruh migran. Kondisi buruh migran pekerja informal dalam proses penempatan ke Saudi Arabia. Mayoritas perempuan desa, pendidikan dan keterampilan rendah (unskilled labor). Pekerjaan ini secara sosial masih dipandang rendah, tidak dijamin hukum perburuhan baik Saudi Arabia maupun Indonesia. Lemahnya- jaminan perlindungan dan kesejahteraan, nilai kompetensi dan pengelolaan penempatan baik monitoring dan pengawasan pemerintah, informasi tentang hak, fungsi KBRI, kondisi kerja dan adat istiadat Saudi Arabia merupakan titik lemah penempatan ke Saudi Arabia. Kondisi ini menyebabkan posisi tawar (bargaining position) buruh migran lemah terhadap majikan dan PJTKI. Akibatnya banyaknya masalah resiko sosial dialami buruh migran baik tindakan penipuan, pelecehan, dan penyiksaan maupun penganiayaan selama proses-rekrutmen di desa dan penampungan, saat bekerja di Saudi Arabia sampai kepulangan ke daerah asal. Namun demikian secara kuantitas ekonomis menunjukkan dampak perubahan sosial ekonomi. Tahun 2001 pemasukan devisa sebesar USD 4,2 milyar dari 1,2 juta buruh migran termasuk Saudi Arabia, dan penghasilan (remittances) terhadap kehidupan sosial ekonomi keluarga bagi buruh migran berhasil, dan kegiatan usaha di desa Lemahmakmur. (f) kebijakan sosial penempatan buruh migran ke Saudi Arabia adalah pemenuhan kebutuhan kesejahteraan sosial dan perlindungan buruh migran. Integrasi keseimbangan aspek pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial- melalui upaya pembangunan manusia (human development) untuk peningkatan kemampuan (capability), peningkatan produktivitas dan pemberian jaminan kesejahteraan social. Perlindungan hukum dan politik untuk keseimbangan hak dan kewajibannya. melakukan kegiatan sosial dan berorganisasi di negara Saudi Arabia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eben Sahlan
Abstrak :
Walaupun pertumbuhan penduduk di Indonesia secara relatif telah mengalami penurunan dari 2,32 persen pada periode 1971 - 1980, menjadi 1,97 persen pada periode 1980 - 1990, namun seraca absolut angka pertumbuhan itu masih cukup tinggi. Dan perkiraan terhadap pertumbuhan penduduk sampai akhir abad ini masih akan mengalami peningkatan. Kecenderungan ini terutama dipengaruhi oleh pertambahan alami yang masih tinggi. Sedangkan untuk daerah perkotaan di Indonesia, di samping pertambahan alami itu, juga ditambah dengan pertambahan karena terjadinya migrasi desa - kota atau urbanisasi (Soewartoyo : 1987).

Konsekuensi dari perkembangan jumlah penduduk adalah bertambahnya penduduk di setiap strata umur. Dengan begitu, jelas pertumbuhan jumlah penduduk usia kerja dan angkatan kerjapun akan semakin meningkat. Tenaga kerja bertambah dari 104,4 juta pada tahun 1980 menjadi 135,8 juta pada tahun 1990, dan diperkirakan akan menjadi sekitar 170,6 juta dalam tahun 2000. Demikian juga angkatan kerja bertambah dari 53,3 juta pada tahun 1980 menjadi 77 juta pada tahun 1990, dan diperkirakan menjadi sekitar 100 juta pada tahun 2000. Dengan demikian jelas semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula penyediaan tanaga kerja (Simanjuntak, 1985 : 21).
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Dannerius
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai migran Batak Toba yang bekerja sebagai pedagang dan calo buku di Pasar Senen Jakarta. Di kemukakan keterkaitan antara solidaritas berkerabat dengan aktivitas ekonomi dari pedagang dan calo buku. Bagaimana orang Batak Toba mengadaptasikan kegiatan dagangnya dalam hubungan berkerabat dan bagaimana ekonomi berfungsi bagi solidaritas berkerabat adalah beberapa persaingan yang akan di coba di jawab dalam tesis ini.

Hasil kajian menunjukkan bahwa solidaritas berkerabat melalui ikatan marga dan alienasi kekerabatan Dalihan Na Tolu telah membuat orang Batak mendominasi bidang pekerjaan tersebut di daerah Senen. Sedangkan munculnya praktek percaloan buku, didorong oleh terbukanya peluang berupa sistem harga luncur (sliding price system), letak tempat yang kurang strategis, serta persediaan buku yang tidak lengkap. Kehadiran calo bisa memberi keuntungan bagi pedagang dan sebaliknya, bisa pula memberikan kerugian.

Pasar buku di Senen adalah pasar dengan bentuk persaingan sempurna (perfectly competitive market). Jadi potensi untuk bersaing di antara pelaku transaksi selalu terbuka. Dengan demikian kegiatan berdagang ini bisa pula menciptakan situasi hubungan berkerabat menjadi renggang.

Mengamati interaksi dari pelaku transaksi (mencakup pedagang, pekerja atau penjaga kios, calo buku dan pembeli), ada empat bentuk tingkah laku yang ditampilkan yaitu. Pertama, pelaku yang memanfaatkan hubungan berkerabat sebagai strategi untuk meraih keuntungan ekonomi. Kedua, pelaku lebih yang mengutamakan hubungan berkerabat walaupun dari sisi ekonomi kurang menguntungkan. Ketiga, pelaku yang mengandalkan hubungan berkerabat untuk memperoleh keuntungan ekonomis sekaligus mempertahankan ikatan kekerabatannya. Keempat, pelaku yang mengabaikan hubungan berkerabat dan interaksi yang dilakukan merupakan transaksi bisnis semata.

Sumbangan dari tesis ini adalah bahwa migrasi sebagai suatu aktivitas beresiko tinggi tidak berlaku sepenuhya dalam kasus pedagang dan calo buku asal Batak Toba. Pilihan kerja merupakan strategi adaptif terhadap kehidupan sosial dan ekonomi di kota Jakarta dan hubungan di antara pedagang dan calo buku murni merupakan hubungan mitrabisnis bukan hubungan patron-klien serta aktivitas atau kegiatan ekonomi merupakan bagian dari organisasi sosial yang lebih besar yaitu sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T6721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>