Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edy Sumarsono
Abstrak :
ABSTRAK
Nitrokarburisasi adalah salah satu tipe perlakuan panas termokimia yang sering digunakan oleh industri-industri otomotif dan permesinan untuk memperbaikki karakteristik produk komponen.

Besi murni Armco dipakai untuk mempelajari karakteristik lapisan senyawa yang terbentuk pada permukaan, dan juga dipelajari karakteristik baja ASSAB 705 sebagai material yang banyak dimanfaatkan dalam pembuatan-pembuatan komponen di kedua industri tersebut. Variabel temperatur dan komposisi gas masuk kedalam bed dikenakan pada kedua material diatas. Pada penelitian ini periakuan panas austenitik nitrokarburisasi diproses melalui dapur fluidised bed pada temperatur 65O, 700, dan 750 °C dengan variabel 0,5 NI/Menit CO2, dan 1 NI/Menit CO2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada permukaan kedua material terbentuk lapisan senyawa yang terdiri dad fasa e- Fe2.3(N1C), γ'-Fe4(N,C), serta θ-Fe3C pada kondisi komposisi gas masuk 0,35 NI/Menit CO2 untuk ketiga variabel temperatur, dan Fe3O4 terbentuk pada bagian terluar lapisan senyawa akibat atmosfir yang mengandung oksigen. Struktur martensit terbentuk pia pada bagian bawah lapisan senyawa akibat terdapatnya nitrogen austenit yang pada waktu didinginkan cepat dengan air terbentuk martensit. Pada baja ASSAB 705, zone difusi yang terdiri dari nitrida paduan merupakan fungsi temperatur, dan kondisi maksimum kedalaman zone difusi terdapat pada temperatur 700 °C.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan proses austenitik nitrokarburisasi menggunakan fluidised bed dengan komposisi atmosfir mengandung CO2 dapat menghasilkan lapisan senyawa yang ketebalannya maksimum pada besi mumi sebesar 200,3 pm (0,5 NI/Menit CO2 pada temperatur 750°C) dan pada ASSAB 705 sebesar 103,2 pm (1 Nl/Menit CO2 pada temperatur 750°C).
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintoro Siswayanti
Abstrak :
[Berbagai variasi pemanasan telah dilakukan terhadap kawat Cu-Nb-Sn Internal Tin Luvata Waterbury untuk menghasilkan kawat superkonduktor dengan kandungan intermetalik A15 Nb3Sn yang memiliki homogenitas mikrokimia dan mikrostruktur. Reaksi pembentukan intermetalik A15 Nb3Sn melalui solid state diffusion couple. Pemanasan dilakukan dalam kondisi terproteksi dari oksigen. Tabung berisi kawat tersebut dipanaskan pada temperatur 450oC, 600oC, 750oC, dan 900oC dengan variasi waktu. Tabung didinginkan dalam tungku baru kemudian dikeluarkan. Identifikasi evolusi fasa tidak bisa menggunakan XRD karena matriks Cu dominan, sehingga penentuan fasa dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder sebagai pembanding. Struktur mikro dan komposisi fasa cuplikan diamati dengan scanning electron microscope (SEM) dan energy dispersive x-ray spectroscopy (EDS). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Sn merupakan elemen utama yang berdifusi pada proses difusi yang terjadi. Pada pemanasan 450oC/72 jam terbentuk intermetalik Nb3Sn, larutan padat α-Nb dan juga Nb3Sn yang kurang superkonduktif. Sedangkan variasi perlakuan panas yang lain menghasilkan intermetalik Nb3Sn dengan komposisi % atom Sn yang homogen di sepanjang filament yang diamati. Seluruh variasi perlakuan panas didapati menyebabkan interkoneksi filament yang tidak diharapkan. Pemanasan 750oC dan 900oC didapati menyebabkan pelarutan Nb dari filament. Pemanasan 900oC/72 jam didapati menyebabkan kebocoran kawat sehingga terjadi peracunan selongsong Cu. Pada sisi lapisan intermetalik A15 Nb3Sn yang kaya Sn tumbuh kristal equiaxed sedang pada sisi yang kurang Sn tumbuh kristal columnar. Perlakuan panas optimal pada penelitian ini 600oC/72 jam dan diperlukan jarak antar filament yang lebih lebar untuk menghindari interkoneksi filament. Efek Hartley Kirkendal berupa pergeseran batas muka tampak dengan pergeseran yang kecil. ......Variations heat treatment have been applied to the wire Cu-Nb-Sn Internal Tin Luvata Waterbury to produce superconducting wire with A15 Nb3Sn intermetallic that has microchemical and microstructural homogeneity. A15 Nb3Sn intermetallic formation reactions via solid state diffusion couple. Heating is carried out in a protected conditions from oxygen. Quartz tube containing the wire is heated at a temperature of 450oC, 600oC, 750oC and 900oC with time variations. Tube cooled in the furnace and then removed. XRD could not identified phase evolution because the dominant Cu matrix, so that the phase determination is done by using secondary data as a comparison. Microstructure and phase composition of the samples was observed by scanning electron microscope (SEM) and energy dispersive x-ray spectroscopy (EDS). The results showed that Sn play as main diffusant. The heating 450oC/72 hours generate intermetallic Nb3Sn, α-Nb solid solution and also less Nb3Sn superconductive. While the other heat treatment variations produced intermetallic Nb3Sn with % Sn atom in homogeneous along the filament was observed. All the various heat treatment interconnecting filaments found to cause unexpected. Heating 750oC and 900oC were found causing dissolution of the Nb filaments. 900oC/72 hour heating wire found to cause leakage resulting in the poisoning of the Cu shell. On the side of the A15 Nb3Sn intermetallic layer rich Sn grows equiaxed crystals, whether on the side of less Sn columnar crystals grow. Optimal heat treatment in this study 600oC/72 hours required distance between the filament and wider to avoid interconnecting filaments. Effects Hartley Kirkendal be a shifting boundary face seemed to shift a little., Variations heat treatment have been applied to the wire Cu-Nb-Sn Internal Tin Luvata Waterbury to produce superconducting wire with A15 Nb3Sn intermetallic that has microchemical and microstructural homogeneity. A15 Nb3Sn intermetallic formation reactions via solid state diffusion couple. Heating is carried out in a protected conditions from oxygen. Quartz tube containing the wire is heated at a temperature of 450oC, 600oC, 750oC and 900oC with time variations. Tube cooled in the furnace and then removed. XRD could not identified phase evolution because the dominant Cu matrix, so that the phase determination is done by using secondary data as a comparison. Microstructure and phase composition of the samples was observed by scanning electron microscope (SEM) and energy dispersive x-ray spectroscopy (EDS). The results showed that Sn play as main diffusant. The heating 450oC/72 hours generate intermetallic Nb3Sn, α-Nb solid solution and also less Nb3Sn superconductive. While the other heat treatment variations produced intermetallic Nb3Sn with % Sn atom in homogeneous along the filament was observed. All the various heat treatment interconnecting filaments found to cause unexpected. Heating 750oC and 900oC were found causing dissolution of the Nb filaments. 900oC/72 hour heating wire found to cause leakage resulting in the poisoning of the Cu shell. On the side of the A15 Nb3Sn intermetallic layer rich Sn grows equiaxed crystals, whether on the side of less Sn columnar crystals grow. Optimal heat treatment in this study 600oC/72 hours required distance between the filament and wider to avoid interconnecting filaments. Effects Hartley Kirkendal be a shifting boundary face seemed to shift a little.]
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T43437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S47879
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrur Rozi
Abstrak :
ABSTRAK Baja tahan karat dua fasa SAF 2205 pipa kelas 65 diberikan perlakuan cold pilgering menyebabkan kelasnya meningkat menjadi kelas 140 dan kekuatan luluhnya juga meningkat. Meningkatnya kekuatan luluh ternyata menurunkan ketangguhan material. Diberikan perlakuan panas untuk meningkatkan ketangguhan tersebut dan diharapkan sifat mekanisnya mendekati kelas 125 atau 110. Diberikan perlakuan panas dengan suhu 350 ̊C, 450 ̊C dan 550 ̊C dengan waktu tahan 30 dan 40 menit. Setelah diberikan perlakuan, diperiksa sifat mekanisnya dengan pengujian tarik, impak, keras dan metalografi. Didapatkan parameter optimum untuk mendapatkan ketangguhan yang optimum pada suhu 550 ̊C dengan waktu tahan 30 menit.
ABSTRACT Duplex stainless steel SAF 2205 grade 65 given cold pilgering treatment that increase their grade to grade 140 and increase the yield strength. Increasing yield strength, lowering the toughness of material. Heat treatment given to material to increase the toughness and make the mechanical properties closer to grade 125 or 110. Heat treatment parameter that been used are 350 ̊C, 450 ̊C, and 550 ̊C with holding time 30 and 40 minutes. After heat treatment, the mechanical properties checked with tensile test, impact test, hardness test and metallography. The optimum parameter for the optimum toughness is reached in temperature 550 ̊C with holding time 30 minute.
2014
S65713
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syeila Yusuf
Abstrak :
Penelitian komposit Mg-Al-Ti-B dilakukan untuk mencari alternatif material selain aluminium dan diaplikasikan sebagai kerangka kendaraan dan komponen otomotif. Komposit magnesium cocok digunakan karena memiliki nilai densitas rendah sehingga dapat meningkatkan efesiensi dan memiliki sifat mekanis yang baik. Pada penelitian ini, Mg-Al-Ti-B bertindak sebagai matriks komposit yang diberi 0,20 vf% penguat nano-Al2O3. Komposit difabrikasi dengan metode pengecoran aduk, kemudian perlakuan panas T6 diterapkan pada sampel, diawali dengan solution treatment pada 420 oC selama satu jam dan dilanjutkan dengan artificial agingdengan variasi temperatur 170 oC, 200 oC, 230 oC dan 260 oC selama 6 jam. Pengaruh dari perlakuan panas T6 terhadap struktur mikro menunjukkan perbedaan morfologi fasa Mg17Al12 dimana terjadi pembulatan dan muncul presipitat Al3Ti dan TiB2 hasil proses aging untuk meningkatkan sifat mekanis pada sampel. Pada penelitian ini juga dilakukan karakterisasi kimia OES, EDS dan XRD, densitas dan porositas dan pengujian merusak. Hasil pengujian mekanis menunjukkan peningkatan sifat mekanis pada sampel yang telah diberikan perlakuan panas. Nilai kekuatan tarik (UTS) tertinggi pada sampel dengan temperature aging 170 oC yakni 65,31 MPa. Nilai kekerasan, harga impak dan laju aus paling optimum dicapai oleh sampel dengan temperatur aging200 oC yakni 92,4 HRH, 0,07 J/mm2, dan 0,00254mm3/m berturut-turut. ......A study of Mg-Al-Ti-B composite is conducted to replace aluminium for vehicle body structure and automotive components application. Magnesium composite is a suitable material to be applicated due to its lightweight and its low density. Thus, the vehicle body structure with lightweight, high efficiency, and good mechanical properties can be achieved. Mg-Al-Ti-B acts as the matrix, reinforced with 0.20 vf% nano-Al2O3. Magnesium composite was fabricated by the stir casting method. Furthermore, T6 heat treatment was applied with aging temperature 170oC, 200 oC, 230 oC dan 260 oC for 6 hours, following the prior 1 hour 420 oC solution treatment. The effect of T6 heat treatment on microstructure shows difference in morphology of primary Mg17Al12in which spheroidization takes place, also Al3Ti and TiB2precipitates from aging appears. In this research, characterizations were conducted using OM, OES, EDS XRD, density and porosity measurements, and destructive test. Mechanical properties of T6 heat treated sampel is improved compared to non-heat treated ones. The highest ultimate tensile strength is achieved with 170 oC aging temperature that is 65.31 MPa. The optimum hardness, impact value and wear rate are seen on 200 oC aging temperature, the numbers are 92,4 HRH, 0,07 J/mm2, dan 0,00254mm3/m respectively.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Hasan
Abstrak :
Paduan Al-Mg-Si memiliki sifat rasio kekuatan terhadap berat yang tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan paduan Al-Mg-Si adalah dengan perlakuan pencanaian panas yang dilanjutkan dengan penuaan buatan atau dikenal sebagai proses perlakuan panas T5. Penelitian ini mempelajari pengaruh persen deformasi yang dilakukan setelah proses laku pelarutan terhadap respons penuaan paduan Al-1,86Mg-0,51Si (% berat). Paduan dibuat melalui pengecoran dengan metode squeeze casting. Selanjutkan dilakukan homogenisasi pada temperatur 400 °C selama 4 jam. Kemudian sampel diberi laku pelarutan pada temperatur 590 °C selama 1 jam dan dalam keadaan panas diberi deformasi sebesar 10, 17,5, dan 25 %. Tahap berikutnya sampel dicelup cepat dengan media air dan dilakukan penuaan buatan pada temperatur 180 °C selama 200 jam. Karakterisasi yang dilakukan pada sampel meliputi pengujian komposisi kimia, pengujian kekerasan, pengamatan struktur mikro dengan mikroskop optik, pengujian SEM-EDS, dan XRD. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan persen deformasi menyebabkan pengecilan ukuran butir dan peningkatan kekerasan puncak setelah penuaan buatan. Hal ini disebabkan oleh adanya fenomena dynamic recrystallization yang mendorong terjadinya pengecilan ukuran butir. Namun tidak ada interaksi yang signifikan dari proses canai pada laku pelarutan dengan penuaan buatan. Adanya perbedaan kekerasan hanya disebabkan oleh perbedaan persen deformasi yang menyebabkan penguatan batas butir. ......The Al-Mg-Si alloys has a high strength to weight ratio. Way to increase the strength of Al-Mg-Si alloys is by hot rolling treatment followed by artificial ageing or known as T5 heat treatment process. This research studied the effect of deformation percentage performed after solution treatment on ageing response of Al-1.86Mg-0.51Si alloy (wt. %). The alloy made by squeeze casting method and homogenized at 400 °C for 4 hours. Then the sample was given solution treatment at 590 °C for 1 hour and in hot conditions deformed by 10, 17.5, and 25 %. Next, the samples were rapidly quenched in water and artificially aged at 180°C for 200 hours. The characterization carried out included chemical composition testing, hardness testing, microstructure observation with optical microscope, SEM-EDS testing, and XRD. The results showed that the increase in percent deformation causes a decrease in grain size and increase in peak hardness after artificial ageing. This is caused by the phenomenon of dynamic recrystallization which encourages grain size reduction. However, there was no significant interaction of the rolling process on solution treatment with artificial ageing. The difference in hardness is only caused by the difference in percent deformation which causes grain boundary strengthening.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company, Inc., 1963
671.36 HEA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zakharov, B.
Moscow: Peace, 1962
671.36 ZAK h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Eifelson
Abstrak :
Piston pada motor adalah komponen dari mesin pembakaran dalam yang berfungsi sebagai penekan udara masuk dan penerima hentakan pembakaran pada ruang bakar silinder liner. Material penyusun piston tersebut adalah AC8H yang sifatnya ringan, kuat, dan tahan aus. Menanggapi tantangan mahalnya sumber energi dunia khususnya bahan bakar minyak, industri-industri harus mengambil langkah-langkah efektif untuk menghadapi permasalahan kenaikan harga minyak dunia yang pada penelitian ini akan dibahas adalah mempersingkat proses perlakuan panas yaitu mengganti proses T6 (artificial ageing) (yang merupakan proses standar dari pembuatan piston) dengan proses T4 (natural ageing). Penelitian ini membandingkan sampel T4 (natural ageing) [kondisi: temperature solution treatment 505 ± 5° C selama 2 jam ± 5 menit, proses quenching dengan temperatur air 71 ± 5°C selama 3 ± 1 menit, lalu ageing pada temperatur ruang (25°C)] dengan sampel T6 (artificial ageing) [kondisi: solution treatment dan quenching yang sama seperti sampel T4, tetapi dilakukan ageing buatan dengan temperatur 230 ± 5°C selama 5 jam ± 5 menit]. Pengujian sampel T4 dilakukan mulai 0 jam kondisi as quench sampai 120 jam kondisi as quench dengan pengulangan pengujian setiap 24 jam. Pengujian yang dilakukan adalah uji kekerasan, keausan, dan foto mikrostruktur. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sampel T4 (natural ageing) mulai 0 jam sampai 120 jam menunjukkan peningkatan kekerasan dan ketahanan aus. Sampel T4 (natural ageing) 120 jam setelah as quench memiliki kekerasan sebesar 65,6 HRB yang artinya telah masuk dalam range standar yaitu 63 ? 70 HRB dan memiliki laju aus (0,005mm³/m) dibawah laju aus sampel T6 (artificial ageing) (0,007mm³/m) yang artinya memiliki ketahanan aus yang lebih baik. Dari segi biaya yang dikeluarkan proses T4 dengan biaya penyimpanan Rp 11.539.500,- lebih hemat dibandingkan dengan proses T6 dengan biaya listrik Rp 70.200.000,-, sehingga melihat data yang ada, maka penggantian proses T6 (artificial ageing) (yang merupakan proses standar dari pembuatan piston) dengan proses T4 (natural ageing) untuk penghematan energi sangat dimungkinkan.
Piston part in motorcycle is a component from burner machine which has a function to pushing in the air and to receive burning shock at combustion room cylinder liner. The material for piston is AC8H which has a mechanical properties such as light in weight, strong, and good at wear. To challenge the expensive of world energy cost, industries have to take effective action to face this condition. This research is to shorten the heat treatment process by changing T6 (artificial ageing) process with T4 (natural ageing) process. This research is to compare T4 sample (condition: solution treatment temperature 505 ± 5° C during 2 hour ± 5 minutes, quenching process with water temperature 71 ± 5°C during 3 ± 1 minutes, then naturally aged at room temperatur 25 °C) with T6 sample (condition: solution treatment and quenching same with T4, but artificially aged with temperature 230 ± 5°C during 5 hour ± 5 minutes). The experiment test for T4 sample is start from 0 hour as quench condition until 120 hour as quench condition with test repeat every 24 hour. The experiment test are hardness, wear and photo microstructure. The result from this experiment that T4 sample start at 0 hour until 120 hour showed the increasing of hardness and wear resistant. The 120 hour T4 as quench sample has 65,6 HRB, which mean the hardness is already inside the hardness range that is 63 ? 70 HRB and also has a wear rate (0,005mm3/m) below T6 wear rate sample (0,007mm3/m) which mean T4 sample is more resistance to wear. From cost aspect, T4 need strorage space with cost Rp 11.539.500,- and it is more economic than T6 process with electricity cost Rp 70.200.000,-. Depend on the experiment data, changing T6 process (standard process for piston making) with T4 process for saving the energy cost is posible.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S41641
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dossett, Jon L.
Abstrak :
This book describes heat treating technology in clear, concise, and nontheoretical language. It is an excellent introduction and guide for design and manufacturing engineers, technicians, students, and others who need to understand why heat treatment is specified and how different processes are used to obtain desired properties.
Materials Park, Ohio: ASM International, 2006
e20442561
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>