Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Untari
"ABSTRAK
Keperawatan menurut Mc Mahon merupakan terapi yang melibatkan tiga 3 komponen yaitu partnership, intimate dan reciprocity disetiap tindakan keperawatan. Begitu juga yang harus dilakukan oleh perawat ners spesialis atau perawat lanjutan. Pelaksanaan praktik residensi keperawatan khususnya neurologi dilakukan sebagai bagian dari proses untuk mencapai pendidikan perawat ners spesialis. Perawat ners spesialis dalam memberikan asuhan keperawatan harus memiliki tujuh kompetensi yaitu memberikan pelayanan langsung, konsultasi, kepemimpinan, kolaborasi, pendidikan, penelitian dan pengambil keputusan yang mengedepankan etik. Rangkaian pendidikan spesialis keperawatan ini adalah mengelola kasus utama, menyusun kasus resume yang dilaporkan sebanyak 30 pasien dengan gangguan neurologi, melakukan Eviden based Nursing EBN latihan Menelan dengan madu pada pasien disfagia serta melakukan inovasi membuat video edukasi. Kasus terbanyak selama praktik adalah stroke dan diagnosis keperawatan terbanyak yaitu resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilisasi dan gangguan pemenuhan kebutuhan personal hygine.. Rekomendasi: analisis lebih dalam tentang latihan menelan dengan madu dan analisis kognitif, afektif dan psikomotor yang diperoleh saat menggunakan video edukasi pada pasien ABSTRACT
Nursing in Mc Mahon say that nursing is a therapy that involves three 3 components of partnership, intimate and reciprocity in every action of nursing. So also must be done by a specialist nurse nurse or advanced nurse. Implementation of nursing residency practices, especially neurology is done as part of the process to achieve specialist nurse education. The role of nurse specialist in providing nursing care should have seven competencies that is to provide direct services, consultation, leadership, collaboration, education, research and decision makers that put ethics forward. This series of nursing specialist education is managing the main case, compiling 30 reported cases of patients with neurological disorders, performing an Evidence based Nursing EBN and innovating with patients with neurological disorders. The most cases during the practice were stroke and the most common nursing diagnoses were the risk of perfusion of cerebral tissue, impaired mobilization and impaired fulfillment of personal hygine needs. EBN is a swallowing exercise with honey and the implementation of group innovation to make educational videos to increase self awareness and family against the risk of recurrent stroke. Recommendations deeper analysis of swallowing exercises with honey and cognitive, affective and psychomotor analyzes obtained when using educational videos in patients"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdi
"Latar belakang. Sebanyak 1 juta kasus baru dan 625.000 kematian terjadi di dunia setiap
tahunnya akibat meningitis kriptokokus. Perbaikan dalam antiretroviral (ARV) telah
dilaksanakan namun jumlah kasus meningitis kriptokokus masih tinggi. Mortalitas juga masih
tinggi (30-40%) bahkan dengan terapi amfoterisin B. Dengan epidemiologi penyakit yang
tersebar luas dan mortalitas yang substansial, penyakit ini perlu dipikirkan sebagai masalah
kesehatan besar yang memerlukan perhatian global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
mortalitas meningitis kriptokokus di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan faktor yang
berhubungan.
Metode. Penelitian kohort retrospektif dengan rekam medis di RSUPN Cipto Mangunkusumo
pada subjek dengan meningitis kriptokokus dari tahun 2013-2023. Analisis dilakukan terhadap
data dasar, klinis, pemeriksaan penunjang, dan tata laksana yang dihubungkan dengan
mortalitas 2 minggu.
Hasil. Dari 68 subjek yang melalui kriteria inklusi dan ekslusi, didapatkan mortalitas 2 minggu
sebesar 26,5%. Subjek dengan HIV positif didapatkan sebesar 91% dengan riwayat
penggunaan ARV sebesar 49% dan riwayat putus ARV sebesar 16%. Manifestasi klinis
tersering adalah nyeri kepala (94%) dan muntah (60%). Komorbid tersering yang ditemukan
adalah tuberkulosis paru (49%) dan pneumonia bakterialis (37%). Infeksi PCP berhubungan
dengan mortalitas 2 minggu subjek (OR 14, IK 95% 1,5-135,6, p=0,02). Tinta India ditemukan
positif pada 84% subjek (p=0,029) dan antigen LFA ditemukan positif pada 94% subjek.
Infiltrat pada foto toraks berhubungan dengan mortalitas 2 minggu (OR 12, IK 95% 1,3-115,4,
p=0,03). Frekuensi pungsi lumbal yang lebih jarang berhubungan dengan mortalitas 2 minggu
(p=0,009). Antijamur yang diberikan sebagian besar adalah kombinasi amfoterisin B dan
flukonazol (71%).
Kesimpulan. Mortalitas 2 minggu meningitis kriptokokus sebesar 26,5%. Faktor yang
berhubungan dengan mortalitas adalah infeksi PCP, tinta India positif, infiltrat pada foto
toraks, dan pungsi lumbal yang jarang. Subjek meningitis kriptokokus dengan infeksi HIV
mengalami imunosupresi berat yang ditandai dengan CD4 rendah, riwayat ARV yang rendah,
dan angka putus ARV yang tinggi. Sebagian besar subjek meningitis kriptokokus memiliki
kondisi klinis yang berat sehingga tata laksana seperti pungsi lumbal diperlukan sejak awal.

Background. Approximately 1 million new cases and 625.000 deaths each year are caused by
Cryptococcal meningitis. Improvement in antiretroviral (ARV) was done but number of
Cryptococcal meningitis cases was still high. In spite of amphotericin B based regimen, the
mortality was still high (30-40%). With worldspread epidemiology and substantial mortality,
this disease is a major health issue which requires global attention. This research aimed to
know Cryptococcal meningitis mortality in Cipto Mangunkusumo National General Hospital
and its associated factors.
Methods. Retrospective cohort research using medical records at Cipto Mangunkusumo
National General Hospital was conducted for Cryptococcal meningitis from 2013 to 2023.
Analysis was performed for baseline, clinical, ancillary test, and treatment data with 2 week
mortality.
Results. Of 68 subjects following inclusion and exclusion criteria, the 2 week mortality was
26,5%. The proportion of HIV positive was 91,2% with 38,5% subjects with history of ARV,
and 16,2% subjects with history of default. Common clinical manifestations were headache
(94%) and vomiting (60%). Common comorbids were pulmonary tuberculosis (49%) and
bacterial pneumonia (36%). PCP was associated with mortality (OR 14, 95% CI 1,5-135,6,
p=0,02). Positive India ink was found in 84,3% subjects (p=0,03) and positive LFA antigen
was found in 94,2% subjectss. Infiltrate in chest x ray was associated with mortality (OR 12,
95% CI 1,3-115,4, p=0,03). Infrequent lumbal puncture was associated with mortality
(p=0,009). Majority of antifungal regimen given was combination of amphotericin B and
fluconazole (71%).
Conclusions. The 2 week mortality of Cryptococcal meningitis was 26,5%. Associated factors
were PCP, positive India ink, infiltrate in chest x ray and infrequent lumbal puncture.
Cryptococcal meningitis subjects with HIV infection had severe immunosupression reflected
by low CD4, low ARV usage, and high ARV defaulters. Majority of cryptococcal meningitis
subjects had severe clinical conditions so optimal treatment like lumbal puncture was needed
earlier.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library