Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajri Hidayat
Abstrak :
Green Medical Box adalah sebuah tempat untuk pendinginan obat-obatan, vaksin, darah dan organ menggunakan refrigeran yang ramah lingkungan yaitu R600a. Sumber energi untuk green medical box ini bisa menggunakan power supply 220 VAC/12 VDC, batere atau solar panel. Pada tugas akhir ini pengujian menggunakan sumber energi dari power supply 220 V AC / 12 V DC dan batere 12 V DC. Green medical box ini terdiri dari 2 kabin yaitu kabin cooler dan kabin freezer. Untuk kabin cooler set point temperaturnya pada +5 ºC dan kabin freezer -15 ºC. Temperatur kabin diatur oleh dua solenoid yang masing-masing dipasang di liquid line sebelum masuk pipa kapiler, dimana mekanisme buka tutupnya diatur oleh digital thermostat. Pada keluaran cooler dipasang EPR yang berfungsi untuk menjaga tekanan evaporasi pada cooler dan pada keluaran freezer dipasang check valve yang berfungsi untuk mencegah agar tidak ada aliran balik menuju freezer yang tekanannya sangat rendah. Pengujian Green Medical Box ini dilakukan dengan 4 variasi percobaan yaitu pertama alat dioperasikan menggunakan sumber listrik PLN dengan putaran 3500 rpm pada kompresor, kedua alat dioperasikan menggunakan sumber listrik PLN dengan putaran 2000 rpm pada kompresor. Dua tahap selanjutnya adalah dengan mengganti sumber listrik dengan batere 12 VDC dengan model variasi putaran yang sama. Dari beberapa variasi percobaan ini didapatkan beberapa pola perubahan tekanan, temperatur dan daya yang terjadi pada sistem yang menunjukkan karakteristik sistem. Untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk memasangkan pressure transmitter pada sistem agar dapat mendeteksi perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem lebih lanjut. Juga jika temperatur set point yang diinginkan belum tercapai saat cooler dan freezer bekerja bersamaan maka hendaknya memperbesar kapasitas kompresor.
Green Medical Box is a storage for refrigeration of the medicines, vaccines, blood plasma and organ using friendly environment refrigerant such as R600a. The power of the Green medical Box can uses power supply 220 V AC / 12 V DC, battery or solar panel. This final project uses power supply 220 V AC / 12 V DC and 12 VDC Battery. This Green Medical Box consist of 2 cabin (cooler cabin and freezer cabin). The set point temperature cooler cabin is +5 ºC and freezer cabin is -15ºC. Cabin temperature controlled with solenoid each put liquid line before capilary tube. Open close of the selenoid controlled with digital thermostat.At the cooler outlet there is EPR which control the evaporation temperature in cooler, and at the freezer outlet equipped with check valve to make sure that there is no reversed flow to freezer whose have a very low pressure. Testing of Green Medical Box have four variation: first is running the system using 220 VAC source power with 3500 rpm speed of compressor's motor; second running the system using 220 VAC source power with 2000 rpm speed of compressor's motor. The next two steps is changing the source power with 12 VDC battery with the same variation of compressor's motor speed. From these experiments we got some changing on pressure, temperature and power consumed by the system which show it's characteristic. For the next riset the writer to suggest use pressure transmitter on the system to detect more alteration on this system. And if the system cannot reach set point temperature we have to increase the capacity of the compressor.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S50978
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arifin
Abstrak :
"Dental porcelain" merupakan bahan gigi tiruan cekat yang ideal sampai saat ini. Sifat-sif at dental porcelain dapat memenuhi semua sifat gigi-geligi dalam berfungsi sebagai alat pengunyah, estetis, kenyamanan, kesehatan mulut dan kesehatan umum. Untuk memperoleh gigi tiruan cekat porcelain yang memenuhi kriteria tersebut di atas, perlu ditunjang oleh proses dan teknologi laboratorium yang memadai. Untuk keperluan fungsi pengunyahan, diperlukan kekerasan tertentu dari bahan gigi tiruan cekat. Dental porcelain mempunyai kekerasan di atas kekerasan email gigi asli. Agar dapat diperoleh kekerasan yang optimal dari dental porcelain, harus dilakukan kondensasi yang adekuat. Terdapat asumsi bahwa cara kondensasi yang berbeda dapat menghasilkan kekerasan yang berbeda. Ol eh karena itu telah dilakukan penelitian dengan pendekatan eksperimental laboratorik untuk mempelajari seberapa jauh perbedaan antara kondensasi dengan cara manual dan kondensasi dengan menggunakan vibrator terhadap kekerasan porcelain. Data berupa hasil rata-rata kekerasan porcelain dengan ukuran KHN. Kemudian dievaluasi perbedaannya dengan menggunakan t test. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan perbedaan bermakna antara cara kondensasi secara manual dan dengan menggunakan vibrator. Kekerasan porcelain yang dihasilkan dengan cara kondensasi menggunakan vibrator lebih besar bila dibandingkan dengan yang dihasilkan secara kondensasi manual dengan p = 0,01. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cara kondensasi menggunakan vibrator memberikan hasil kekerasan porcelain yang memadai.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tompkins, Willis J.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, 1981
681.761 TOM d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Prasetyanugraheni Kreshanti
Abstrak :
Fraktur mandibula merupakan fraktur kraniomaksilofasial yang paling umum dan seringkali menyebabkan gangguan mengunyah. Tata laksana definitif fraktur mandibula adalah reduksi terbuka dan fiksasi interna menggunakan plat dan sekrup sistem 2.0, seperti plat tiga dimensi (3D). Namun, desain plat 3D konvensional memiliki keterbatasan karena bentuknya yang tidak dapat diubah, sehingga sulit menghindari garis fraktur atau struktur anatomi penting seperti akar gigi dan saraf saat melakukan pemasangan sekrup. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan desain plat 3D yang dapat diubah konfigurasinya. Oleh karena itu, dikembangkanlah desain plat 3D interlocking. Berbeda dengan plat 3D yang sudah ada selama ini, plat 3D interlocking memiliki kebaruan yaitu plat ini dapat dirangkai dari beberapa jenis plat dengan menumpuk 2 buah plat menjadi 1 kesatuan plat. Sambungan kedua buah plat ini tidak menambah ketebalan plat dan dapat diubah konfigurasinya dengan menyesuaikan sudut antara plat horizontal dan plat vertikal. Finite Element Analysis (FEA) dilakukan untuk menentukan kelayakan desain plat 3D interlocking. Setelah FEA memastikan kelayakan desain, purwarupa yang diproduksi dilakukan pengujian biomekanik menggunakan sepuluh mandibula kambing untuk menilai kekuatan mekanik dan stabilitas plat 3D interlocking. Biokompatibilitas dan penyembuhan tulang dievaluasi dalam uji hewan coba yang melibatkan 28 kambing. Biokompatibilitas dinilai dengan mengevaluasi respons inflamasi dari uji radiologik dan histopatologik (pewarnaan Hematoxylin-Eosin). Penyembuhan tulang dinilai melalui berbagai metode, termasuk uji radiologik yang mengukur kepadatan tulang, uji histopatologik menggunakan pewarnaan Mason Trichome, dan analisis penanda tulang melalui imunohistokimia dan ELISA. Selain itu, uji kemudahan penggunaan dilakukan dengan sembilan Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik untuk menilai tingkat kenyamanan dan durasi yang diperlukan untuk mengaplikasikan plat pada model mandibula sintetik. Uji biomekanik juga dilakukan pada uji kemudahan penggunaan sebagai komponen evaluasi objektif. Dalam uji biomekanik, plat 3D interlocking menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan stabilitas fraktur yang memungkinkan gerakan mikro yang terkendali. Selanjutnya, uji biokompatibilitas menunjukkan bahwa kelompok plat 3D interlocking menghasilkan reaksi jaringan dan respons inflamasi yang lebih rendah dibandingkan plat tolok ukur pada uji hewan coba. Selain itu, plat 3D interlocking juga mempercepat proses penyembuhan tulang, terbukti dari peningkatan bermakna dalam pembentukan dan kepadatan tulang pada uji hewan coba. Hasil uji kemudahan penggunaan menunjukkan bahwa plat 3D interlocking dapat digunakan dengan mudah seperti halnya plat tolok ukur. Secara keseluruhan, plat 3D interlocking menunjukkan potensi sebagai alternatif yang layak untuk tata laksana fraktur mandibula. ......Mandibular fractures are the most common craniomaxillofacial fractures, often resulting in mastication disturbances. Mandibular fracture management typically involves the use of 2.0 system plates and screws, such as three-dimensional (3D) plates. However, the conventional 3D plate designs for mandibular fracture management have limitations. Their fixed shape makes it challenging to avoid fracture lines or vital anatomical structures, such as dental roots and nerves when placing screws. A 3D plate design that allows for configuration changes is needed to address this issue. Therefore the interlocking 3D plate was developed. This novel design features components that can be adjusted to avoid critical anatomical structures and fracture lines while still offering the stability of a 3D plate, enhancing its utility in mandibular fracture management. Finite element analysis was performed to establish the feasibility of the interlocking 3D plate design. Once that was established, biomechanical evaluation was conducted using ten goat mandibles to assess the mechanical strength and stability of the interlocking 3D plate. Biocompatibility and bone healing properties were evaluated in an animal study involving 28 goats. Biocompatibility was assessed by evaluating inflammatory responses from radiological and histopathological (Hematoxylin-Eosin staining) study. Bone healing properties were assessed through various methods, including radiological study measuring bone density, histopathological study using Mason Trichome staining, and analyzing bone markers through immunohistochemistry and ELISA. Additionally, usability study were conducted with nine plastic surgeons to assess the level of comfort and the duration required to apply the plate on a synthetic mandibular model. These findings were correlated with biomechanical test results. The biomechanical evaluation revealed that the interlocking 3D plate design better-maintained fracture stability while allowing controlled micro-movement. Regarding biocompatibility, the interlocking 3D plate exhibited better results than the standard plate, as indicated by lower tissue reaction and inflammatory response in animal study. The interlocking 3D plate also facilitated faster bone healing, with significant bone formation and bone density improvements in animal study. Usability study demonstrated that the interlocking 3D plate was as easy to use as the standard plate, with no significant differences in application time. Overall, the interlocking 3D plate demonstrates significant potential as a viable alternative for managing mandibular fractures.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Panji Asmoro
Abstrak :
Pendahuluan: Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang menjamin pasien aman dari insiden. Perawat sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan wajib menerapkan sasaran keselamatan pasien (SKP). Dibutuhkan instrumen yang bersifat proaktif mencegah insiden. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen faktor prediktor kepatuhan perawat dalam melaksanakan SKP di rumah sakit. Metode: Tahap 1 merupakan pengembangan item instrumen dengan 3 fase: wawancara, expert judgement, dan uji keterbacaan. Tahap 2 yakni uji validitas dan reliabilitas instrumen dengan pendekatan cross sectional menggunakan dua analisis data, yakni Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan regresi linier berganda. Partisipan dalam fase wawancara menggunakan perawat pelaksana dan perawat manajer. Uji validitas dan reliabilitas instrumen melibatkan perawat pelaksana dengan jumlah sampel 100 responden. Variabel dependen yakni kepatuhan perawat dalam melaksanakan SKP di rumah sakit. Hasil: Sebanyak 16 faktor dan 63 item dihasilkan dari tahap 1 penelitian. Uji CFA menyebutkan bahwa seluruh faktor, termasuk variabel kepatuhan perawat dalam melaksanakan SKP dinyatakan valid dan reliabel dengan model yang dinyatakan dalam rentang good fit hingga perfect fit. Hasil analisis regresi linier pada uji t menyimpulkan bahwa hanya delapan faktor yang memiliki pengaruh terhadap kepatuhan, antara lain: sarana prasarana, kesadaran diri, niat, professional habit, komitmen, imbalan, kepemimpinan, serta tuntutan dan reputasi rumah sakit. Pada uji f menyimpulkan bahwa semua faktor tersebut menghasilkan 51,1% potensial memengaruhi kepatuhan perawat. Saran: Manajer keperawatan rumah sakit direkomendasikan untuk menggunakan instrumen ini untuk memperkuat sistem pencegahan insiden oleh perawat pelaksana. ......Introduction: Patient safety is a system that ensures patients are safe from incidents. Nurses, as part of the health service system, are obliged to implement patient safety targets (SKP). We need instruments that are proactive in preventing incidents. This research aims to develop an instrument for predicting factors of nurse compliance when implementing SKP in hospitals. Method: Stage 1 is the development of instrument items with 3 phases: interview, expert judgment, and readability test. Stage 2 is testing the validity and reliability of the instrument with a cross-sectional approach using two data analyses, namely confirmatory factor analysis (CFA) and multiple linear regression. Participants in the interview phase were nurse practitioners and nurse managers. Testing the validity and reliability of the instrument involved implementing nurses with a sample size of 100 respondents. The dependent variable is nurses' compliance with implementing SKP in hospitals. Results: A total of 16 factors and 63 items were generated from phase 1 of the research. The CFA test states that all factors, including the nurse compliance variable in implementing SKP, are declared valid and reliable with the model stated in the range of good fit to perfect fit. The results of the linear regression analysis on the t test concluded that only eight factors had an influence on compliance, including: infrastructure, self-awareness, intention, professional habit, commitment, rewards, leadership, as well as hospital demands and reputation. The f test concluded that all these factors produced 51.1% of the potential to influence nurse compliance. Suggestion: Hospital nursing managers are recommended to use this instrument to strengthen the incident prevention system by implementing nurses.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library