Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizqi Maulida Amalia
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara Mahabbah dan Iffah terhadap kepuasan pernikahan long distance marriage. Teknik pengambilan sampelnya menggunakan accidental sampling dengan jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 52 responden yang menjalani long distance marriage. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Multiple Regression (uji regresi berganda) dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara varian variabel mahabbah dan iffah terhadap kepuasan pernikahan long distance marriage dengan nilai kontribusi independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV) sebesar 0,525atau 52,2% dan sisanya sebesar 47,5% berasal dari variabel atau faktor lain. Adapun nilai signifikansinya 0.000 dengan taraf signifikansi sebesar 5% atau 0.05. Dari ke 8 varian variabel mahabbah dan iffah, terdapat 3 yang memiliki pengaruh signifikan yang tinggi terhadap kepuasan pernikahan long distance marriage sebagai DV, yaitu menjaga diri dari khianat sebesar 31,5%; menjaga diri dari zina sebesar 11,2% dan menahan diri dari penzaliman sebesar 5%, sedangkan yang lainnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pernikahan long distance marriage.
This study aims to determine the influence of mahabbah (love) and iffah (chastity) on quality of marital satisfaction among individual long distance marriage in Indonesian Muslim population. Using quantitative methods, this research called 52 respondents by paper based and online questionnaire. Data analyzed using multiple regressions with the significant level of 5%.

The result shows that there are significant influence between variances variables of love and chastity to the marital satisfaction among individual long distance marriage. Love and chastity contributing 52,5% to the higher score of marital satisfaction in this research which's use RDAS (revised dyadic adjustment scale, 1995) by Busby, Christensen, Crane, & Larson. From 8 variances variables of love and chastity, there are 3 variances has significant influence to the dependent variable, marital satisfaction. Variance variable avoiding perfidy 31,5%, variance variable keep away from fornication 11,2% and variance variable refrain the despotic 5%, while others do not have significant influence to higher score of marital satisfaction.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risnaliati Bona
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam peningkatan pelayanan pencatatan nikah atau rujuk, Pemerintah telah melakukan penetapan tarif nikah. Peningkatan tarif pencatatan nikah dapat berpengaruh pada jumlah pernikahan yang tercatat di KUA.Penelitian ini dilakukanuntuk mengetahui pengaruh tarif nikah terhadap jumlah pernikahan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data panel metode Fixed Effect. Pengaruh kebijakan kenaikan tarif nikah akan menurunkan jumlah pernikahan di Indonesia. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto PDRB Perkapita setiap provinsi tidak mempengaruhi banyaknya jumlah pernikahan.
ABSTRACT
In the improvement of services or refer the marriage registration, the Government has nikah tariff setting.Improved recording rates of marriage can affect the number of marriages recorded at KUA. This study was conducted to determine the effect of marriage rates to the number of marriages in Indonesia. This study uses panel data methods Fixed Effect. The influence policies marriage rate increase will decrease the number of marriages in Indonesia. While the Gross Regional Domestic Product GDP per capita each province does not affect the number of marriages.
2015
T47056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miryana Vinka Dayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Rumah tangga terdiri atas sekumpulan individu dengan preferensi yang berbedabeda yang mana terkadang memicu terjadinya konflik. Melihat semakin tingginya independensi kaum wanita, studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara semakin tingginya bargaining power wanita terhadap stabilitas pernikahan. Hipotesis dari studi ini diuji menggunakan data survei dari 752 wanita yang sudah menikah mengenai siapa yang menentukan pengeluaran dalam rumah tangga dan kejadian konflik. Pendekatan game theory dan estimasi ekonometrik digunakan untuk menganalisis pengaruh dari bargaining power wanita terhadap instabilitas dalam rumah tangga. Berdasarkan Nash Equilibrium, hubungan antara bargaining power wanita dan instabilitas pernikahan bisa positif maupun negatif bergantung dari tingkat bargaining power wanita. Studi ini menemukan bahwa hubungan antara bargaining power wanita dan instabilitas pernikahan mengikuti pola kurva berbentuk U. Studi ini juga menemukan bahwa instabilitas cenderung lebih tinggi pada rumah tangga di mana isteri pernah bercerai sebelumnya, pasangan memiliki perbedaan agama dan suku, dan pernikahan terjadi karena alasan-alasan lain seperti menikah karena kecelakaan. Penemuan dari studi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam seputar hubungan antara bargaining power pria dan wanita karena hal tersebut dianggap sebagai perilaku rumah tangga.
ABSTRACT
Household is a collection of individuals with differing preferences which often results in cooperation at one end and conflict at the other end. Considering the growing independence of women, this study seeks to examine the relationship between higher women?s bargaining power and the instability within family. The hypotheses from this research are tested using a survey from 752 married women regarding who decides over the use of household expenditure and the occurrence of conflict. Both game theoretic model and econometric estimations are applied to analyze the relationship between women?s intra-household bargaining power and conflict. According to Nash Equilibrium derived from mixed strategy, the relationship of women?s relative intra-household bargaining power can be both positive and negative depending on the level women?s bargaining power index. This study confirms the U-shaped curve relationship between women?s intrahousehold bargaining power and conflict. Other substantive findings are instability tends to be higher when the wives? have experienced divorce, spouses have different ethnicity and religion, and marriages were united because of other possible reasons (e.g. married by accident). The findings of this research are expected to give deeper understanding regarding the relations of bargaining power between men and women as it considered as household behavior.
2016
S62883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihaan Luthfiyyah Kaltsum
Abstrak :
Sejak pandemi COVID-19, tidak ada kedatangan turis Arab di Puncak, Bogor. Kondisi ini berdampak terhadap penurunan perekonomian, terutama di Desa Tugu. Penelitian ini membahas tentang praktik kawin kontrak di Desa Tugu. Masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana persepsi  masyarakat dan UUD terhadap kawin kontrak, bagaimana eksistensi kawin kontrak saat pandemi COVID-19 dan bagaimana dampak yang ditimbulkan dari ketiadaan kawin kontrak di Desa Tugu saat pandemi COVID-19. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan observasi. Teori yang digunakan penelitian adalah teori kawin kontrak menurut Al-Ghazali, teori perilaku menyimpang milik Robert M.Z, dan teori persepsi dari Thoha. Penelitian ini memperoleh hasil yaitu praktik kawin kontrak termasuk sebagai salah satu perilaku penyimpangan karena melanggar norma sosial, hukum, dan agama. Selama pandemi, praktik kawin kontrak sudah tidak pernah terjadi lagi karena tidak ada kedatangan turis Arab ke Puncak, Bogor. Ketiadaan kawin kontrak bukan hanya memberikan dampak penurunan ekonomi kepada wanita pelaku, tetapi berdampak juga pada beberapa sektor yang ada di kawasan Desa Tugu, seperti travel, tukang ojek, penyewaan villa, dan pedagang sekitar. ......Since the COVID-19 pandemic, there have been no Arab tourist arrivals in Puncak, Bogor, which has an impact on the poor economy, especially in Tugu Village. This study discusses the practice of contract marriage in Indonesia Tugu Village, Puncak, Bogor.   The problem that will be discussed in this research is about how the existence of contract marriages during the COVID-19 pandemic and what are the impacts of not getting married contract in Tugu Village during the COVID-19 pandemic. This study uses a qualitative approach and descriptive-amalitis method with data collection techniques, namely interviews and observations. Theory used on this research is the contract marriage theory according to Al-Ghazali, Robert M. Z's theory of deviant behavior, the theory of perception and Thoha. This study obtained the results that the practice of contract marriage is included as one of the social deviation because it violates social, legal, and religious. During the pandemic, the practice of mating the contract has never happened again because there are no single Arab tourists coming to Puncak, Bogor. The absence of contract marriages not only have an impact on the economic decline for female perpetrators, but also have an impact in several sectors in the Tugu Village area, such as travel, motorcycle taxi drivers, villa rentals, and so on social workers around.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Devi Yunanda
Abstrak :
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan unifikasi di bidang hukum perkawinan, yang berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berbeda-beda suku, agama dan ras. Namun dalam hal perkawinan yang antara mereka yang berbeda agama, ternyata Undang-undang Perkawinan tidak mengatur secara eksplisit sehingga menimbulkan berbagai macam penafsiran. Meskipun pendapat yang lazim diterima dari para pakar hukum adalah bahwa UU Perkawinan tidak menghendaki perkawinan beda agama, tidak menyurutkan pasangan yang berbeda agama untuk tetap mengikatkan diri dalam lembaga perkawinan. Berbagai cara dilakukan agar perkawinan dapat dicatatkan dan mendapat pengakuan dari Negara. Salah satu cara yang akhir-akhir ini ditempuh oleh banyak pasangan yang berbeda agama adalah melangsungkan perkawinan dengan difasilitasi oleh Yayasan Wakaf Paramadina yang mengakui sahnya perkawinan beda agama. Dalam penelitian ini, penulis meneliti apakah perkawinan beda agama yang difasilitasi oleh Yayasan Wakaf Paramadina dapat dicatatkan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku dan upaya yang dapat ditempuh oleh pasangan beda agama yang telah melangsungkan perkawinan dengan difasilitasi Yayasan Wakaf Paramadina agar perkawinannya dapat dicatatkan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat yuridis-normatif, dimana penelitian mengacu pada norma-norma hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan dan pencatatan perkawinan. Data yang dipergunakan adalah data sekunder berupa bahan kepustakaan yang didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber terkait. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa perkawinan beda agama yang dilangsungkan oleh Yayasan Wakaf Paramadina tidak dapat dicatatkan di baik di Kantor Urusan Agama maupun di Kantor Catatan Sipil, namun apabila mereka mempunyai bukti pengesahan perkawinan dari agama dan kepercayaannya selain agama Islam, maka perkawinannya dapat dicatatkan di Kantor Catatan Sipil. Kemudian untuk masa yang akan datang, berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan telah membuka peluang untuk dapat dicatatkannya perkawinan beda agama di Indonesia, yakni melalui penetapan pengadilan.
The Law Number 1 Year 1974 concerning Marriage is acknowledged as the unification of the law in term of marriage that is applied to all Indonesian citizens that are consist of different ethnics, religions as well as races. However, it is found out that the Law did not regulate explicitly things about marriage between people from different religious background. This in turn brings about consequence in form of various interpretation of the vague condition. Even though the majority of legal experts hold that The Law concerning Marriage does not acknowledge any marriage between two different religious backgrounds, there are yet still some of such couples pursue further their interest under the marriage institution. Among many ways they take for this purpose, getting them-selves under religious ceremony held by Yayasan Wakaf Paramadina, which acknowledges the validity of such marriages, is one of the most renowned alternatives. In this research paper, the writer seeks to find out whether the marriage ceremony held by Yayasan Wakaf Paramadina, as well as the effort conducted by the couples from different religious background can be registered according to the positive law. The research applies the juridical-normative method, since it refers to the laws that regulate matters concerning marriage and marriage registration. Meanwhile the data utilized are secondary ones, in form of literatures, which further supported by the result of in-depth interview with the respondents. It is eventually concluded that any marriage happens between two persons from two different religious backgrounds that is held under the supervision of Yayasan Wakaf Paramadina cannot be registered in either Office of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama) or Office of Civil Registration (Kantor Catatan Sipil). However if they have an acknowledgement certificate validating the marriage from their respective religion authority, then the marriage shall be registered in the Office of Civil Registration. In addition, the recent implementation of the Law Number 23 Year 2006 concerning Demography Administration has further advanced in the opportunity to such couples to register their marriage in the concerned authorities in Indonesia, that is by court order.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T38057
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Ariyulinda
Abstrak :
ABSTRAK
Deklarasi Universal Hak Asasi manusia (DUHAM) merupakan akar dari instrument hak asasi manusia internasional. Dalam DUHAM dapat dibagi dalam tiga kelompok besar pengaturan yaitu: hak sipil dan politik, hak ekonomi, social dan budaya, dan ketentuan penutup. Dalam tingkat nasional banyak negara telah mengadopsi elemen-elemen dari deklarasi tersebut ke dalam Undang-Undang Dasar mereka. Dalam hal ini Indonesia telah mengadopsi nilai-nilai hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah mengenai perkawinan. Dalam hal perkawinan, masyarakat menyoroti pengaturan mengenai hal tersebut. Dalam Pasal 16 ayat (1) DUHAM, perkawinan karena perbedaan agama bukan merupakan suatu penghalang. Tetapi dalam pengaturan mengenai perkawinan di Indonesia, yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahuh 1974 tentang Perkawinan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, Pasal 2 ayat (2) bahwa Tiaptiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga terdapat perbedaan antara DUHAM dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan kenyataan bahwa di Indonesia banyak yang melakukan perkawinan beda agama, hal ini disebakan karena interaksi sosial yang luas, pada hal dalam pengaturannya, perkawinan tersebut dilarang. Dalam hal penegakan hak asasi manusia, setiap negara yang berdaulat mempunyai hak untuk menafsirkan pelaksanaan dari nilai-nilai hak asasi manusia yang tercantum dalam DUHAM. Penerapan hak asasi tersebut disesuai dengan kondisi latar belakang masyarakat dalam suatu negara tersebut, budaya, adat istiadat, moral, dan nilai-nilai agama yang diyakini dalam suatu negara tersebut. Sehingga tidak dapat dilaksanakan secara mutlak nilai-nilai hak asasi manusia yang terdapat dalam DUHAM. Sehingga pengaturan mengenai perkawinan beda agama yang dilarang dalam UU No. 1 Tahun 1974 jik a dilihat dari perspektif HAM tidak melanggar hak asasi manusia.
2011
T38071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emiria Aulia Devi Patria
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai hak kewarisan dari seorang anak yang dilahirkan dalam pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan dan pembagian waris bagi para ahli waris dari seorang Pewaris yang pernah menikah dibawah tangan sebelumnya dan menikah lagi untuk kedua kali (bukan dengan perempuan yang sama) dengan pernikahan yang sesuai Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Tesis ini juga merupakan studi kasus atas Putusan Majelis Hakim Perkara Nomor 0931/Pdt.G/2017/PA.JP. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya, yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Hasil penelitian menyarankan bahwa penyelesaian masalah pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan adalah dengan mengajukan permohonan istbat nikah ke Pengadilan Agama setempat agar kemudian pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan bisa dicatatkan ke Kantor Urusan Agama. Untuk mengajukan hak sebagai ahli waris, anak kandung hasil pernikahan siri dan nikah dibawah tangan juga bisa mengajukan permohonan asal-usul anak dan melakukan tes DNA. Setelah itu anak kandung hasil pernikahan siri dan pernikahan dibawah tangan dapat mengajukan gugatan atas sengketa waris atau permohonan penetapan ahli waris ke Pengadilan Agama setempat. Notaris memiliki peranan dalam masalah kewarisan Islam, khususnya dalam pembagian wasiat wajibah bagi orang-orang yang beragama Islam. ......This thesis has examined about the legacy of a birth children of siri marriage and unregistered marriage for the distribution of an inheritance to all of a member of the family, in a family where the Heir of a heritance had married two times, first is a siri marriage and second time is a legal marriage with another bride. This thesis is also a case study of a Judgment of a State Islamic Court in Jakarta Pusat at 2017 case 0931/Pdt.G/2017/PA.JP. This research is normative juridical research method from secondary data as the source of the data, which is obtained from the literature. The result of the research prompt that the solution to the issue of a siri marriage and a marriage which not registered is to submit a marriage court istbat application to the State Islamic Court, so then the siri marriage can be recorded by a State Marriage Departement. The other way are to apply pleading for the origin of a family as a birth children of siri marriage to State Islamic Court and or do a DNA test, so then the biological children of siri marriage can submit a claim for inheritance dispute or request for the determination of the heir to the local State Islamic Court. Notary also has a role in a cases of inheritance of a moslem, especially for a distribution of wasiat wajibah.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Alifia Husna
Abstrak :
Pulau Kalimantan merupakan pulau dengan provinsi yang memilili kejadian perkawinan anak tertinggi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Banyak dampak kesehatan yang timbul akibat perkawinan anak, pemerintah Indonesia dalam RPJMN dan Dunia dalam SDG’s menargetkan penghapusan praktik perkawinan anak turun menjadi 8,74% (2024) dan 6,94% (2030). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren dan determinan perkawinan anak pada wanita menikah usia 15-29 tahun di Pulau Kalimantan. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Sampel penelitian adalah seluruh wanita menikah berusia 15-29 tahun yang terpilih menjadi responden dalam SDKI 2007, 2012 dan 2017 di Pulau Kalimantan dan dianalisis menggunakan analisis regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan tren kejadian perkawinan anak dari tahun 2007-2017 stagnan (Prevalensi2007: 54,4%; Prevalensi2012:52,3%; Prevalensi2017:52,4%). Pendidikan, pendidikan pasangan, perbedaan umur, wilayah tempat tinggal, dan indeks kekayaan merupakan determinan perkawinan anak tahun 2007 dan 2007-2017. Pendidikan, perbedaan umur, wilayah tempat tinggal, dan indeks kekayaan merupakan determinan perkawinan anak tahun 2012. Pendidikan, pendidikan pasangan, pekerjaan pasangan, dan perbedaan umur merupakan determinan perkawinan anak tahun 2017. Selanjutnya, determinan utama yang mempengaruhi perkawinan anak di Pulau Kalimantan secara berturut-turut yakni status pendidikan (OR 2,9;95%CI:1,17-5), perbedaan umur (OR 2,9; 95%CI: 2,2-3,7), pekerjaan pasangan (OR 13,9; 95%CI: 1,4-137,5), dan perbedaan umur (OR 2,6; 95%CI: 2,2-3). ......Kalimantan Island is an island with the highest number of child marriages in Indonesia in the last 10 years. Due to many health impacts resulting from child marriage, Indonesian government in the RPJMN and SDG’s targeting the elimination of the practice of child marriage to fall to 8.74% (2024) and 6.94% (2030). This research aims to determine trends and determinants of child marriage among married women aged 15-29 years on the island of Kalimantan. This study used a cross-sectional design. The research sample was all married women aged 15-29 years who were selected as respondents in the 2007, 2012 and 2017 IDHS on Kalimantan Island and analyzed using multiple logistic regression analysis. The research results show that the trend in the incidence of child marriage from 2007-2017 was stagnant (Prevalence2007: 54,4%; Prevalence2012:52,3%; Prevalence2017:52,4%). Education, partner's education, age difference, area of residence, and wealth index are determinants of child marriage for 2007 and 2007-2017. Education, age difference, area of residence, and wealth index are determinants of child marriage for 2012. Education, partner’s education, partner's occupation, and age difference are determinants of child marriage for 2017. Furthermore, the main determinants that influence child marriage on Kalimantan Island respectively namely education (OR 2.9; 95%CI: 1.17-5), age difference (OR 2.9; 95%CI: 2.2-3.7), partner's occupation (OR 13.9; 95%CI: 1.4-137.5), and age differences (OR 2.6; 95%CI: 2.2-3).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Dewi
Abstrak :
Paktik perkawinan anak adalah fenomena sosial yang dialami oleh banyak perempuan di berbagai belahan dunia. Temuan Unicef mencatat pada tahun 2014 lebih dari 700 juta perempuan menikah dibawah usia 18 tahun, sementara Indonesia berada di urutan kedua tertinggi di ASEAN. Disertasi ini di tulis untuk mengungkap dan memaparkan proses reproduksi budaya praktik perkawinan anak yang berkelindan dengan beragam aspek dan konteks serta pengalaman dan negosiasi perempuan dalam menjalani perkawinan anak pada orang Kaili di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Suatu kajian etnografi feminis yang meggunakan teori habitus dan practice, Pierre Bourdieu untuk mengungkap relasi antara gagasan budaya dan aspek sejarah dengan praktik perkawinan anak. Teori intersectionality dari patricia Hill Collins untuk menganalisis posisi subyek dengan rangkaian persinggungan relasi kuasa yang mempengaruhi pengalaman hidup subyek perkawinan anak serta teori agency dan resistance dari Saba Mahmood untuk menguraikan upaya perempuan dalam membangun subyektivitasnya. Penelitian dilakukan bulan Juli 2016 - Maret 2019 melaui observasi dan wawancara mendalam serta metode life history dan genealogi. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah 1). Bagaimana praktik perkawinan anak menjadi bagian dari sistem sosial orang Kaili dari masa ke masa? 2). Bagaimana reproduksi kultural praktik perkawinan anak dimaknai oleh subyek dari berbagai latar belakang sosial dalam generasi yang berbeda? 3). Bagaimana perempuan Kaili membangun subjektivitasnya selama menjalani praktik perkawinan anak dan menggunakan subyektifitas tersebut untuk menegosiasikan posisinya? Temuan penelitian menujukan bahwa praktik perkawinan anak merupakan disposisi atas berbagai masalah terutama yang menyangkut kehormatan dan martabat perempuan yang membentuk habitus. Praktik tidak selalu identik dengan usaha untuk meneguhkan dominasi seperti yang dikemukakan oleh Bourdieu. Pada kondisi tertentu praktik sosial terkadang mengekspresikan ketulusan dalam menjalin relasi yang intim antara manusia seperti relasi antara orang tua dan anak. Pada masa lampau perkawinan anak menjadi pilihan paling rasional saat itu, untuk menjaga kehormatan dan harga diri perempuan. Pada generasi masa kini perkawinan anak ditafsir kembali sebagai strategi mengatasi dinamika kontekstual dalam kehidupan sosial, baik pribadi maupun kelompok. Selanjutnya tidak semua perempuan subyek perkawinan anak kemudian menjadi powerless. Berbagai cara dan mekanisme yang dikembangkan oleh para subyek menegaskan bahwa praktik ini bukan fenomena tunggal dengan reason yang tunggal pula, akan tetapi didalamnya terdapat para individu dengan beragam kepentingan (self interest) lalu mengembangkan berbagai mekanisme sesuai dengan kondisi diri dan keluarga yang melingkupinya. ......The practice of child marriage is a social phenomenon experienced by many women in various parts of the world. Unicef's findings noted that in 2014 more than 700 million women were married under the age of 18, while Indonesia was the second highest in ASEAN. This dissertation was written to reveal and describe the cultural reproduction process of child marriage practices that are intertwined with various aspects and contexts as well as experiences and negotiations of women in undergoing child marriage to Kaili people in Donggala Regency, Central Sulawesi. A feminist ethnographic study that uses habitus and practice theory, Pierre Bourdieu is used to reveal the relationship between cultural ideas and historical aspects and the practice of child marriage. The intersectionality theory from Patricia Hill Collins is used to analyze the subject's position with a series of power relations that affect the life experience of the subject of child marriage and the theory of agency and resistance from Saba Mahmood is used to describe women's efforts in building their subjectivity. The research was conducted in July 2016 - March 2019 through observation and in-depth interviews as well as methods of life history and genealogy. The research questions posed are 1). How has the practice of child marriage been part of the Kaili social system from time to time? 2). How can the cultural reproduction of child marriage practices be interpreted by subjects from various social backgrounds in different generations? 3). How did Kaili women develop their subjectivity during the practice of child marriage and use this subjectivity to negotiate their positions? The research findings show that the practice of child marriage is a disposition to various problems, especially those concerning the honor and dignity of women who form the habitus. The practice is not always in line with efforts to assert domination as argued by Bourdieu. In certain conditions social practice sometimes expresses sincerity in forging intimate relationships between humans such as relationships between parents and children. In the past, child marriage was the most rational choice at that time, to protect women's honor and dignity. In the current generation, child marriage is reinterpreted as a strategy to overcome contextual dynamics in social life, both individually and in groups. Furthermore, not all women who are subject to child marriage become powerless. The various ways and mechanisms developed by the subjects emphasize that this practice is not a single phenomenon with a single reason, but there exist individuals with various interests (self-interest) then develop various mechanisms according to their own conditions and the family conditions that surrounds it.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>