Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 538 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roswita Harimurti
Abstrak :
Perkawinan sangat penting artinya dalam kehidupan manusia. Dengan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi lebih terhormat sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan kehidupan rumah tangga dapat terbina dalam suasana yang lebih harmonis. Oleh karena itu, sangat tepat jika Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 digunakan sebagai pedoman pelaksanaan perkawinan. Masalah perkawinan juga telah diatur di dalam Hukum (Syari'at) Islam yang mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang terdapat di Kompilasi Hukum Islam di samping sumber hukum Islam yaitu al Qur'an, hadits dan sunnah Rasul. Hazairin telah menyatakan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 merupakan ijtihad bagi umat Islam sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah al-Qur'an dan sunnah Rasul. Terkait dengan perkawinan, ditemukan beberapa permasalahan hukum perkawinan di bawah umur. Persoalan yang timbul adalah (a) bagaimana kriteria "di bawah umur" menurut ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan menurut Hukum Perkawinan (Syari'at) Islam, (b) bagaimana keabsahan perkawinan di bawah umur sesuai ketentuan syari'at Islam dan (c) bagaimana upaya penyelesaian hukum terjadinya perkawinan di bawah umur yang tidak mendapatkan persetujuan kedua orangtua. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis telah melakukan penelitian pada kasus yang terdapat di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Pembahasan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat Yuridis-Normatif dikaitkan dengan analisa data sekunder dan dirangkai dengan hasil wawancara dengan narasumber. Pada bab Simpulan sesuai analisis, ditemukan adanya kejanggalan pada pertimbangan hukumnya karena tidak dinyatakan secara tegas bahwa perkawinan itu dilakukan karena alasan utama yaitu calon isteri telah hamil sebelum melakukan perkawinan yang sah. Tetapi lebih ditekankan pada faktor kecakapan melakukan perbuatan hukum terkait faktor usia. Namun pada akhirnya, perkawinan itu dapat terlaksana didasarkan pada pertimbangan sesuai syari'at Islam yaitu demi kepentingan kedua mempelai di kemudian hari dan demi kepentingan kemaslahatan masyarakat pada umumnya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Maulydia Apple
Abstrak :
Agama memiliki peranan penting dalam sebuah keluarga, karenanya peran agama-dalam perkawinan diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.1/1974 tentang Perkawinan. Perkawinan di dalam Islam menjadi hal penting dan sakral. Perkawinan antara seorang laki-laki muslim dengan perempuan yang non muslim dilarang oleh Islam begitu pula sebaliknya. Hal ini telah diatur dalam Q.S. 2:221 dan Q.S.60:10, dengan tegas menyatakan perkawinan beda agama hukumnya haram. Tetapi akibat adanya pandangan kontroversial yang dikemukakan oleh kelompok Jaringan Islam Liberal tentang Islam, antara lain menyatakan bahwa perkawinan antara seorang laki-laki muslim dengan perempuan non muslim dibolehkan sepanjang perempuan non muslim tersebut adalah ahli kitab(Q.S.5:5). Oleh karena itu belakangan ini banyak terjadi kawin beda agama di kalangan umat Islam, dan menimbulkan masalah yaitu bagaimana kawin beda agama dipandang baik menurut hukum Islam, hukum positip Indonesia dan pandangan aliran Islam Liberal serta apa akibat hukum terhadap suami istri yang melakukan kawin beda agama ini juga keturunannya. Tipe penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian hukum Normatif, yang bersifat deskriptif analitis. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan wawancara serta sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder baik dari bahan hukum primer, sekunder maupun tertier. Mengenai perbedaan pendapat mengenai masalah ini, Majelis Ulama Indonesia juga mengeluarkan fatwa yang isinya melarang kawin beda agama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa baik menurut hukum Islam maupun hukum positif Indonesia, suatu perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya itu dari mereka yang melangsungkan perkawinan dan perkawinan tersebut dicatat baik di Kantor Urusan Agama (Muslim) ataupun di Kantor Catatan Sipil (Non Muslim) yang dibuktikan dengan adanya bukti otentik (Akta Nikah/Buku Nikah). Status perkawinan, kedudukan anak, harta bersama dan kewarisan yang timbul akibat perkawinan menjadi jelas bila perkawinan yang dilakukan itu bukan dengan pemeluk agama yang berbeda. Oleh karena itu kesamaan agama dalamsuatu perkawinan bisa dikatakan memegang peranan yang penting agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari dalam perkawinan tersebut.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Okta Permana
Abstrak :
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Perkawinan campuran merupakan perkawinan yang terjadi antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan. Perbedaan kewarganegaraan antara kedua orang yang menikah tentunya akan menimbulkan suatu permasalahan hukum terkait dengan adanya perkawinan campuran tersebut. Pertama, bagaimanakah prosedur dan tata cara perkawinan campuran. Kedua, dalam hal perkawinan tersebut putus, aspek apakah yang terdapat dalam putusan hakim terkait dengan anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut. Kedua permasalahan tersebut diteliti dalam penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat deskriptif evaluatif dengan studi dokumen menggunakan data sekunder yang akan dianalisa secara kualitatif. Prosedur dan tata cara perkawinan campuran di Indonesia dilakukan menurut ketentuan dalam undang-undang nomor 1 Tahun 1974 dengan memperhatikan aspek-aspek Hukum Perdata Indonesia. Disamping itu, ketentuan Undang-Undang Kewarganegaran juga turut memberikan kontribusi dalam menentukan status kewarganegaraan anak yang lahir dari perkawinan campuran. Dalam hal perkawinan putus, maka hakim bisa memutuskan hak asuh anak kepada ibunya. Namun, status kewarganegaraan anak yang mengikuti ayahnya. Dalam hal ibunya warganegara Indonesia dan ayahnya warga Negara asing, maka anak yang masih dibawah umur berada dalam asuhan ibunya setelah orangtuanya bercerai akan menimbulkan masalah bagi si ibu. Dalam perkawinan campuran, seharusnya dibuka peluang yang sama besar bagi anak yang masih dibawah umur untuk ikut warganegara ayah atau ibu, bukannya secara otomatis ikut ayah. Sebaiknya anak dari perkawinan campuran yang masih dibawah umur diberikan kewarganegaraan ganda, agar dapat tinggal dengan bebas di Indonesia, tidak lagi dihantui oleh ketakutan untuk dideportasi keluar negeri dan bagi si ibu dapat dengan tenang mendidik dan memelihara anak di Indonesia, barulah setelah dewasa (berumur 18 Tahun) si anak dapat memilih kewarganegaraan yang ia kehendaki. Dalam perkawinan campuran, hak perempuan warganegara Indonesia, tidak sekalipun dapat dicabut, dikurangi atau dibatasi sebagai akibat dari perkawinan campuran.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecilia
Abstrak :
Pada dasarnya setiap manusia diciptakan berpasang-pasangan, sehingga sangat wajar apabila seorang pria dan seorang wanita menyatakan untuk hidup bersama dalam waktu yang sangat lama dalam suatu lembaga yang disebut dengan perkawinan. Dalam perkawinan tersebut, mereka akan dihadapi masalah-masalah yang harus mereka hadapi bersama, dimana masalah yang paling sensitif adalah masalah mengenai harta benda (keuangan). Untuk mencegahnya, pasangan suami istri tersebut dapat membuat perjanjian perkawinan sebelum mereka menikah. Di Indonesia, terdapat 3 (tiga) peraturan yang mengatur masalah perjanjian perkawinan, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 1 tahun l974 mengenai Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam. Penulis ingin mengetahui perbedaan dari isi perjanjian perkawinan yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam tersebut. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode kepustakaan. Dalam mengumpulkan datanya ditunjang dengan wawancara dengan narasumber yang terkait. Perjanjian perkawinan yang dilakukan pasangan suami-istri merupakan suatu sarana unruk mempermudah dan memperjelas pengaturan harta kekayaan calon pasangan suami istri tersebut. Pada dasarnya perjanjian perkawinan yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang No.l Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, tidak mengandung perbedaan yang terlalu banyak. Sayangnya masyarakat Indonesia masih menganggap perjanjian perkawinan tidak terlalu diperlukan, padahal perjanjian perkawinan memiliki banyak manfaat dalam pengaturan masalah keuangan di rumah tangga mereka.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Sugeng Fajar
Abstrak :
Perkawinan merupakan suatu peristiwa hukum yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ketentuan mengenai perkawinan yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat, hukum Islam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Perkawinan mempunyai akibat hukum terhadap harta kekayaan suami isteri yaitu sejak perkawinan dilangsungkan akan terbentuk harta bersama. Terhadap ketentuan mengenai harta bersama, suami isteri dapat melakukan penyimpangan dengan membuat perjanjian perkawinan. Ketentuan mengenai perjanjian perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbeda dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Agar dapat berlaku bagi pihak ketiga, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mewajibkan perjanjian perkawinan untuk didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mewajibkan perjanjian perkawinan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan di Kantor Catatan Sipil bagi golongan masyarakat yang tunduk kepada Hukum Perdata Barat atau oleh Pegawai Pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama bagi golongan Indonesia asli. Tesis ini membahas apakah perjanjian perkawinan yang dibuat setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yang didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dapat berlaku terhadap pihak ketiga serta apa akibat perjanjian perkawinan terhadap pihak ketiga? Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, ketentuan hukum mengenai perkawinan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sepanjang telah diatur dalam Undang-Undang dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, perjanjian perkawinan yang didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga. Dengan pendaftaran perjanjian perkawinan sesuai ketentuan yang berlaku, perjanjian perkawinan membawa akibat hukum bagi pihak ketiga yaitu dalam melakukan perbuatan hukum pihak ketiga hanya terkait dengan harta salah satu pihak dari suami isteri tanpa melibatkan harta pasangannya. Pemerintah perlu mensosialisasikan ketentuan mengenai pendaftaran perjanjian perkawinan untuk menghindari kesimpangsiuran yang terjadi di masyarakat.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nitra Reza
Abstrak :
Pada saat ini perbuatan perjanjian kawin masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat tidak setuju karena perjanjian kawin dianggap tidak etis sehingga dapat menyinggung perasaan suami. Sebagian kecil masyarakat setuju dengan perjanjian kawin karena merupakan salah satu kebutuhan bagi yang membutuhkannya. Perjanjian kawin merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan oleh isteri untuk melindungi harta yang dimilikinya. Pada saat ini perjanjian kawin dapat dibuat secara tertulis balk notariil maupun dibawah tangan. Dari beberapa macam perjanjian kawin yang aria, maka perjanjian kawin yang tepat untuk melindungi harta isteri dalam perkawinan ialah perjanjian kawin diluar persekutuan harta benda dalam perkawinan. Dengan adanya perjanjian kawin maka isteri dapat melakukan berbagai perbuatan hukum. Misalnya menandatangani perjanjian kredit dan juga berbagai macam perbuatan lainnya antara lain yang berkaitan dengan tanah dalam rangka menandatangani Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tanpa meminta persetujuan suami sebagai teman nikahnya. Peranan Notaris sangat dibutuhkan untuk melayani kepentingan masyarakat umum dalam hal membuat akta otentik maupun legalisasi akta dibawah tangan. Perbedaan antara akta notaril dengan dibawah tangan terletak pada daya pembuktiannya. Akta notaril memiliki daya pembuktian secara lahiriah sehingga menjamin kepastian hukum dan tanggal. Dengan metode kepustakaan dan wawancara dengan informan, terbukti bahwa semua akta perjanjian kawin yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan semuanya dibuat secara notariil.
2005
T14532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirbito Prastyono
Abstrak :
Undang-Undang Perkawinan menetapkan bahwa suatu perkawinan harus dicatatkan di lembaga pencatatan perkawinan. Menurut undang-undang ada dua lembaga pencatatan perkawinan yaitu Kantor Urusan Agama bagi para pemeluk agama Islam dan Kantor Catatan Sipil bagi mereka yang tidak beragama Islam. Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa pencatatan perkawinan sangat penting, dan berguna untuk mendapatkan bukti otentik yang dapat menjelaskan tentang perkawinan tersebut Serta bukti pengakuan dleh Negara. Jika suatu perkawinan tidak dicatatkan maka akan menimbulkan masalah terhadap status perkawinan, status anak yang dilahirkan dan status harta bersama.Dalam Kenyataannya para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat dengan mudah mencatatkan perkawinannya pada Kantor Catatan sipil. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat mengenai penafsiran ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kegercayaannya itu. Ada pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan agamanya dan kepercayaannya adalah kepercayaan terhadap agamanya tapi ada yang berpendapat bahwa kata agama dan kepercayaannya merupakan dua kata yang terpisah.Untuk mencari pemecahan masalah ini upaya hukum yang dapat dilakukan hingga saat ini dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memperoleh Penetapan/Persetujuan/Dispensasi. Sedangkan bagi mereka yang telah terlanjur menikah tapi permohonan pencatatan perkawinannya ditolak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mendrofa, Juniman
Abstrak :
Bangsa Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki penduduk yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku, adat istiadat dan agama yang berbeda. Masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari saling berinteraksi dengan pemeluk agama lainnya, mereka dapat hidup rukun dan berdampingan serta saling menghormati maka terjadinya perkawinan antar umat beragama ini merupakan suatu hal yang sulit dicegah. Pada dasarnya setiap agama melarang setiap umatnya untuk melakukan pernikahan dengan umat pemeluk agama lain. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan perkawinan adalah sah bila telah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya itu. Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Perkawinan ditegaskan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya. Faktor larangan tersebutlah yang menyebabkan banyak pasangan berbeda agama ini memilih perkawinan diluar wilayah Indonesia antara lain di Australia. Tesis ini berjudul Pengaruh hukum perkawinan beda agama yang dilangsungkan di luar negeri dan yang telah dicatat di kantor catatan sipil jakarta terhadap hubungan perdata suami isteri dan harta benda perkawinan Serta anak yang dilahirkan analisis kasus nomor: 195/KHS/II/1933/2003 menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Untuk melangsungkan Perkawinan di luar negeri bagi warga negara Indonesia berlaku ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang berbunyi ?Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang waraganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-Undang ini. Dan Pasal 56 ayat (2) berbunyi ?Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami-isteri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka". Dari ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri harus mengikuti tata-cara perkawinan di luar negeri dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, lebih khususnya Pasal 2 ayat (1). Dari hal-hal tersebut di atas dirumuskan pokok permasalahan yaitu (1)Bagaimana keabsahan Perkawinan Beda Agama yang dilangsungkan di luar wilayah R.I. antara Joharson Esterlla Sihasale dengan Vanya Zulkarnaen yang telah dicatat di kantor catatan sipil Jakarta? (2) Adakah pengaruh hukum Perkawinan Beda Agama tersebut terhadap hubungan perdata suami isteri; terhadap harta benda dan terhadap anak yang dilahirkan? Dalam penulisan tesis ini metode penelitian. yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif sedangkan teknik pengumpulan data mempergunakan metode studi dokumen. Tipelogi penelitian bersifat eksplanatoris dengan bentuk evaluatif. Adapun metode pengolahan datanya dilakukan secara kualitatif dengan demikian bentuk penelitian bersifat evaluatif analisis. Kesimpulan dalam tesis ini bahwa perkawinan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia adalah tidak sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh pejabat kantor catatan sipil Jakarta tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap hubungan perdata suami isteri, harta benda Suami isteri dan anak yang dilahirkan.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ida Harnani
Abstrak :
Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila terutama sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mempunyai hubungan erat antar perkawinan dengan agama hal ini disebabkan bukan saja mempunyai unsur jasmani tetapi juga unsur rohani memegang peranan penting. Dalmn perkawinan akan timbul hak dan kewajiban baik suami maupun isteri, diantaranya harus bertanggung-jawab terhadap harta benda. Harta kekayaan dalam Suatu perkawinan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan rumah tangga yang bahagia. Apabila harta kekayaan tersebut baik yang diperoleh selama perkawinan ataupun sebelum perkawinan tidak dapat dipertanggungjawabkan akan menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Untuk melindungi hak dan kewajiban suami istri khususnya harta benda maka dibuatlah perjanjian Perkawinan. Seringkali pihak ketiga tidak menyadari adanya percampuran harta, dalam pembuatan perjanjian perkawinan juga harus memperhatikan mengenai kecakapan dalam membuatnya yakni pertama akta perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga dalam rangka perjanjian pemberian jaminan kredit perbankan, kedua mengenai syarat-syarat yang dipakai untuk membuat akta perjanjian perkawinan supaya bisa nengikat pahak ketiga, ketiga batas usia yang dipakai oleh notaries untuk dianggap cakap membuat akta perjanjian perkawinan. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif,tipe penelitian eksplanatoris, data yang digunakan data sekunder, diadakan wawancara dengan notaris di Tangerang, metode analistisnya yaitu metode kualitatif. Perjanjian perkawinan mempunyai bentuk dan isi sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lain yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian perkawinan mempunyai syarat pendaftaran yang didaftarkan pada kantor pencatat perkawinan pada saat dilangsungkan perkawinan. Perjanjian perkawinan dapat berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga memiliki hubungan hukum dengan kedua belah pihak yang membuatnya. Batas usia seseorang untuk dapat membuat perjanjian perkawinan adalah 21 tahun atau belum 21 tahun tapi sudah menikah. Pihak ketiga adalah bank maka apabila melakukan pengikatan maka hendaknya memeriksanya terlebih dahulu akta perkawinan dari kedua belah pihak.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Siswati
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketentuan asas monogami yang dianut oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan diterapkan dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan dan menganalisa data sekunder, disamping itu juga melakukan penelitian lapangan, yaitu melakukan wawancara dengan nara sumber dan melakukan pengamatan tidak terlibat. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yang bersifat eksplanatoris, karena akan dijelaskan dan sekaligus diuji apakah permasalahan yang dikemukakan sebelumnya sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, asas monogami yang dianut oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah asas monogami yang tidak mutlak atau asas monogami dengan pengecualian, karena memberikan kemungkinan bagi seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang pada saat bersamaan, asalkan mendapat izin dari Pengadilan. Izin dari Pengadilan diberikan jika suami beristeri lebih dari Seorang itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, memenuhi alasan dan syarat yang ditentukan oleh Undang-undang, dan hukum agama suami memungkinkan untuk beristeri lebih dari seorang. Pada kenyataannya, kebanyakan suami beristeri lebih dari seorang tidak sesuai denqan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Suami melakukan penyelundupan hukum dan melakukan perkawinan dibawah tangan. Perkawinan kedua dan seterusnya yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku tidak mempunyai kekuatan hukum dan dapat dibatalkan. Perkawinan dianggap tidak pernah ada. Isteri berhak melakukan penuntutan. Suami dapat dikenakan denda.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>