Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rininta Riyandini
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Rininta RiyandiniNPM : 1406536291Program Studi : Ilmu HukumJudul : Studi Perbandingan Permisahan Harta yang Dilakukan Setelah Perkawinan antara Indonesia dan Filipina Sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 menyebabkan adanya perubahan pada Pasal 29 ayat 1 , 3 , dan 4 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Akibatnya adalah dimungkinkannya untuk membuat perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris dimana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut, mulai berlakunya perjanjian perkawinan juga dapat ditentukan dalam perjanjian perkawinan, dan perjanjian perkawinan dapat juga mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya. Masalah timbul ketika dibolehkannya membuat perjanjian perkawinan setelah atau selama dalam ikatan perkawinan, akan belum diaturnya mekanisme yang dapat membuat perjanjian perkawinan tersebut diketahui oleh pihak ketiga dan pihak ketiga dapat mempertahankan kepentingannya. Untuk mencari solusi dari masalah ini penulis melakukan penelitian dengan pendekatan perundang-undangan, perbandingan, dan analitis. Karya ilmiah ini menggunakan kajian ilmu hukum normatif dan tipologi penelitian berdasarkan sifatnya merupakan penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu perjanjian perkawinan dapat dikatakan merugikan pihak ketiga jika dilihat dari isinya yang tidak mengatur secara rinci hak dan kewajiban pasangan suami istri khususnya terhadap pihak ketiga. Penulis mendapatkan bahwa pengaturan mengenai pemisahan harta di Filipina lebih jelas tahapannya dan lebih melindungi pihak ketiga dengan melibatkannya pihak pengadilan dalam proses judicial separation of property. Penulis dapat menyarankan untuk mengatasi masalah yang ada dengan mengedepankan peran aktif notaris dalam membantu para pihak membuat perjanjian perkawinan, mengatur kewajiban publikasi akan dibuatnya, dicabut, ataupun dirubahnya suatu perjanjian perkawinan dan diberikan jangka waktu, melibatkan pengadilan dalam prosesnya, membuat daftar kreditur dan melakukan notifikasi, serta membuat pengaturan mengenai tahapan pemisahan harta yang lebih rinci. Kata kunci: hukum keluarga, pemisahan harta, perjanjian perkawinan, Indonesia,Filipina.
ABSTRACT
Name Rininta RiyandiniStudent Number 1406536291Program LawTitle Comparative Study of Separation of Property After Marriage between Indonesia and Philippines The Constitutional Court Decision Number 69 PUU XIII 2015 has resulted in changes to Article 29 paragraphs 1 , 3 and 4 of Law No. 1 of 1974 regarding Marriage. Consequently, it is possible to enact marriage settlement during marriage which can be authorized by a marriage registry employee or a notary which content also applies to third parties, the entry into force of the marriage settlement may also be prescribed in the settlement, and the marriage settlement may also concern the marriage property or other settlements. Problems arise when marriage settlement can be made after or during the marriage, but still there is no mechanism to make an easily noticeable marriage settlement by a third party. To find the solution of this problem, the author has done research with legislative, comparative, and analytical approaches. This research uses the study of normative law science with a descriptive research typology. The results show that a marriage settlement harms the third party when the contents do not regulate in detail the rights and obligations of the spouse, especially against a third party. The author finds that the regulations for property separation in the Philippines are clearer and more protective towards the third party by involving the courts in the judicial separation of property process. The author suggests addressing the existing problem by prioritizing the active role of the notary in assisting the spouses to make the marriage settlement, to regulate the obligation in publishing a marriage settlement within a particular time frame, to involve the courts in the process, to compel the spouses to make a list of creditors and notify them, and also regulate a clearer regulations about the procedure. Keywords family law, separation of property, marriage settlement, Indonesia,Philippines.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Herma Desfira
Abstrak :
Perkawinan merupakan salah satu cara bagi manusia untuk melanjutkan keturunan. Akan tetapi, perkawinan tidak hanya sekedar suatu hubungan badan, melainkan pula merupakan suatu hubungan perikatan antara suami dan isteri. Dengan adanya hubungan perjanjian perikatan tersebut, maka perkawinan menimbulkan segala akibat hukum di dalamnya. Menurut pasal 2 ayat (1) UU No. 1, suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agamanya masing-masing dan kepercayaannya. Kemudian, pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, ditentukan bahwa tiap-tiap perkawinan tersebut harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010, pencatatan perkawinan tidak menjadi faktor yang menentukan keabsahan perkawinan, melainkan sebagai kewajiban administratif. Meskipun pencatatan perkawinan tidak menjadi faktor yang menentukan keabsahan perkawinan, tetapi kedudukan pencatatan perkawinan di sini memiliki peranan yang sangat penting untuk memberikan kejelasan pada peristiwa perkawinan yang terjadi. Selain itu, pencatatan perkawinan tersebut juga berfungsi sebagai alat pembuktian yang sempurna di hadapan pengadilan. Undang-undang kita memungkinkan dilakukan pembatalan perkawinan dengan alasan-alasan tertentu. Berdasarkan Pasal 22 UU No. 1 Tahun 1974, suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Pada penelitian ini, Penulis hendak meneliti apakah perkawinan yang tidak dicatatkan dapat dijadikan dasar pengajuan permohonan pembatalan perkawinan. Adapun metode penelitian yang digunakan ialah yuridis-normatif dengan jenis data sekunder. Jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini ialah bahan hukum primer, yaitu KUH Perdata, UU Perkawinan, dan beberapa peraturan perundang-undangan terkait; dan bahan hukum sekunder, yaitu bukubuku hukum, serta jurnal ilmiah. ......Marriage is one way for humans to continue their offspring. However, marriage is not just a physical relationship, but also an engagement relationship between husband and wife. With the engagement agreement, the marriage has all the legal consequences in it. According to article 2 paragraph (1) of Law no. 1, a marriage is valid if it is carried out according to the laws of their respective religions and beliefs. Then, in Article 2 paragraph (2) of Law no. 1 of 1974, it is determined that each of these marriages must be registered in accordance with the applicable laws and regulations. According to the Constitutional Court Decision No. 46/PUU-VIII/2010, marriage registration is not a factor that determines the validity of a marriage, but as an administrative obligation. Although marriage registration is not a factor that determines the validity of a marriage, marriage registration has a very important role in determining a marriage event that occurs. In addition, the registration of the marriage also serves as a perfect means of proof before the court. Our law supports marriage for certain reasons. Based on Article 22 of Law no. 1 of 1974, a marriage can be annulled if the parties do not meet the requirements to enter into a marriage. In this study, the author wants to examine whether unregistered marriages can be used as the basis for submitting a marriage application. The research method used is juridical-normative with secondary data types. The types of secondary data used in this study are primary legal materials, namely the Civil Code, Marriage Law, and several related laws and regulations; and secondary legal materials, namely books law, and scientific journals.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzia Wulan Suci Siswanto
Abstrak :
Tulisan ini berfokus pada analisis mengenai pembatalan perkawinan karena salah sangka terhadap diri pasangan dalam Putusan No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn dengan mengacu pada UU No. 1 Tahun 1974 yang diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019 (UU Perkawinan). Adapun metode penulisan yang digunakan adalah doktrinal dengan studi kepustakaan. Salah sangka terhadap diri pasangan didefinisikan ahli hukum dan para hakim terdahulu sebagai suatu penipuan identitas yang disengaja mengenai dirinya karena tidak terdapat pengaturan mendetail yang mendefinisikan salah sangka di dalam UU Perkawinan. Selaras dengan hal tersebut, Putusan No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn mengandung pokok perkara mengenai salah sangka mengenai diri istri yang diajukan oleh Pemohon. Pemohon menilai bahwa terdapat kebohongan mengenai latar belakang profesi, pendidikan, domisili, serta sikap Termohon yang tidak sesuai dengan sangkaannya sebelum perkawinan. Hakim dalam perkara mengabulkan permohonan Pemohon selaku suami secara seluruhnya dengan mempertimbangkan adanya kebohongan mengenai identitas diri istri selaku Termohon. Penulis menilai bahwa No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn telah sesuai dengan UU Perkawinan, tetapi tidak menyetujui pertimbangan hakim yang menafsirkan sikap pemarah Termohon dan percekcokan setelahnya sebagai suatu salah sangka, karena tidak relevan dengan penipuan identitas yang dilakukan Termohon dan merupakan sebab akibat dengan hak nafkah Termohon yang tertahan. Dalam menghadapi kekosongan hukum terkait salah sangka, hakim juga tidak mengakomodasi hukum agama Kristen yang dianut Pemohon dan Termohon serta memberi pertimbangan yang kurang cermat yang tidak didasarkan pada pengaturan selain UU Perkawinan. Penulis menilai bahwa hakim kurang mencerminkan penguasaan hukum. Dibutuhkan pula pengaturan yang spesifik mengenai definisi dan kategorisasi salah sangka untuk menciptakan kepastian hukum. ......This paper analyzes marriage annulment due to false presumption towards the spouse in District Court Decision No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn with reference to Law No. 1 of 1974 which was amended by Law No. 16 of 2019 (Marriage Law). The writing method used is doctrinal method with literature study. False presumptions as the basis of marriage annulment has been defined by legal experts and previous judges as deliberate identity fraud regarding oneself due to unavailable provisions in defining false presumptions in the Marriage Law. In accordance with this, District Court Decision No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn contains the subject of the case regarding false presumptions submitted by the husband as Petitioner. The Petitioner considered that there were lies regarding the Respondent's professional background, education, domicile, and attitude which did not match Petitioner presumptions before the marriage. The judge granted the Petitioner's petition in its entirety taking into account the lies regarding the wife's identity as the Respondent. The author considers that No. 700/Pdt.G/2020/PN.Mdn was in accordance with the Marriage Law, but disagree with the judge's consideration which interpreted the Respondent's temperament and subsequent quarrel as a false presumptions, owing to the fact that it was irrelevant to the identity fraud committed by the Respondent and was a causality of the Respondent's livelihood being withheld. In facing the legal vacuum related to false presumptions, the judge also did not accommodate the Christian religious law adhered to by the Petitioner along with Respondent and gave inaccurate considerations that were not based on regulations other than the Marriage Law. In addition, the author considers that judges do not reflect their mastery of the law. Specific regulations are also needed regarding the definition and categorizations of false presumptions to contribute and construct legal certainty.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriesti Hannadwita Maritza
Abstrak :
Undang-Undang sejatinya mengharapkan supaya perkawinan dilakukan dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Namun apabila kenyataannya sudah tidak sebagaimana tujuan yang diharapkan, dibuka kesempatan supaya perkawinan dibubarkan. Penulisan skripsi ini berfokus pada pembubaran perkawinan dengan pembatalan perkawinan, beserta akibat daripada pembatalan perkawinan itu sendiri, terutama dalam kaitannya bahwa dalam pembatalan perkawinan, dianggap bahwa perkawinan tidak pernah terjadi. Bagi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan, Undang-Undang telah menegaskan bahwa keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut baginya. Namun tidak jelas bagaimana status dan kedudukan anak dalam kandungan dalam hal dilakukan pembatalan perkawinan. ......The law essentially expects that marriage be carried out with the aim of building a happy and eternal family. But, if the reality is not as expected, the law gives an opportunity for the marriage to be dissolved. The writing of this thesis focuses on the dissolution of marriage with the annulment of the marriage along with the consequences itself, especially relating to the fact in the annulment of marriage, the marriage will be considered as never happened. The law has regulated that for children that are born from the marriage is not affected by the annulment of the marriage (non-retroactive). However, it is unclear how annulment of marriage affects an unborn child.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library