Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
McFarlan, Franklin Warren
London: Macmillan, 1970
658.403 MCF t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Conflict appears in a social situation as any disagrement over issues of substance or emotional antagonisms taht create friction between individuals or groups. Conflict can be either emotional-based on personal feelings-or substance-based on work goals....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Patricia Rini Harmianti
"Dalam semua organisasi, setiap anggotanya akan berinteraksi dan tergantung satu sama lain pada saat melakukan pekerjaan. Saling ketergantungan ini dapat menciptakan suatu kerja sama di antara mereka dan kerja sama itu menjadi merupakan faktor penting yang dapat melandasi koordinasi antar anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Di dalam organisasi, kerja sama tidak selalu tercipta dalam semua situasi kerja, sebaliknya justru konfliklah yang sering mewarnai kehidupan organisasi. lvancevich dan Matteson (1990) menyatakan bahwa situasi saling ketergantungan dapat menyebabkan dua hal yang bertolak belakang yaitu kerja sama atau konflik. Konflik ini dapat terjadi bila sedikitnya terdapat dua partisipan, baik individuai atau kelompok, yang memiliki tujuan atau prioritas yang berbeda.
Konflik dapat dialami oleh siapa saja dalam posisi apa saja, namun konfiik akan Iebih sering dihadapi oleh manajer karena posisi manajer di dalam organisasi yang terletak di posisi tengah (middle line) di antara manajer puncak dan karyawan operasional (Robbins,1989). Hal tersebut membuat manajer berinteraksi dengan banyak orang, yaitu dengan atasan, dengan rekan kerja yang setingkat atau dengan bawahannnya. Dalam interaksi tersebut, konflik dapat terjadi. Konflik harus diwaspadai oleh manajer karena kehadirannya dapat berkembang menjadi parah dan sulit terpecahkan karena terdapat kontes "menang-kalah". Akibat yang dihasilkan konflik dapat pula mengganggu kerja sama yang telah ada sebelumnya dan dapat mengakibatkan ketegangan individu. Secara Iebih luas konflik dapat pula menyebabkan motivasi kerja partisipan menurun sehingga dapat menghambat unjuk kerjanya atau kelompok (Wexley & Yuki, 1984).
Karena dalam perkembangannya konflik dapat berkembang menjadi merugikan maka gaya penanganan konflik yang tepat mutlak harus ditampilkan manajer. Thomas (dalam Sekaran 1989) menyatakan terdapat lima gaya penanganan konflik yang biasa di tampilkan manajer. Menurut Robbins (1989) tidak ada satu gaya penanganan konflik yang tepat untuk semua situasi. Namun pendapat itu berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Kilmann & Thomas (dalam Robbins & Hunsaker, 1996) yang menyatakan bahwa walaupun variasi gaya penanganan konflik dapat ditampilkan oleh manajer sesuai konflik yang dihadapinya, setiap manajer memiliki kecenderungan untuk manampilkan satu gaya penanganan konflik. Gaya ini merupakan gaya konflik dasar yang ada pada diri manajer dan merupakan gaya penanganan konflik yang sering diandalkan manajer.
Dari kelima gaya penanganan konflik yang ada terdapat gaya penanganan konflik secara kolaborasi yang menurut Benfari (1991) merupakan solusi menang-menang, sedangkan menurut Wexley & Thomas (1984) merupakan teknik pemecahan masalah yang integratif. Berdasarkan hal tersebut kolaborasi merupakan gaya penanganan konflik yang paling efektif karena akar masalah atau konflik yang dihadapi dapat diselesaikan dengan cara damai dan dapat memuaskan berbagai pihak. Dalam hal ini peneliti ingin meneliti mengenai sikap manajer terhadap gaya kolaborasi dengan pertimbangan bahwa dengan mengetahui sikap tersebut peneliti dapat mengetahui kecenderungan manajer untuk menampilkan perilaku kolaboratif daiam menghadapi situasi konflik.
Untuk mengetahui penyebab internal yang dapat mempengaruhi konflik maka peneiiti mencoba untuk meiihatnya dari sudut pandang teori motivasi, karena motivasi dianggap dapat menjelaskan semua perilaku yang disadari manusia (Newstrom & Davis, 1993). Sedangkan teori motivasi yang akan dilihat hubungannya denga gaya penanganan konflik secara kolaborasi adalah teori motif sosial yang dikemukakan oleh McClelland, yaitu motif berprestasi (achievement motive), motif afiliasi (affiliation motive), dan motif kekuasaan (power motive). Sementara itu Robbins (1989) menyatakan bahwa ketiga motif itu terdapat daiam diri individu dengan derajat yang berbeda-beda. Dengan demikian setiap motif dapat memberikan sumbangan secara berbeda terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat (a) apakah motif berprestasi, motif afiliasi dan motif kekuasaan secara bersama-sama memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi yang dimiliki manajer (b) motif mana sajakah yang memberikan sumbangan yang paiing bemakna terhadap gaya penanganan konfiik secara kolaborasi.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian korelasional dengan teknik pengambilan data lapangan dan tanpa memberikan manipulasi kepada responden penelitian, yang dilakukan pada 125 kepala bagian di PT. X yang berlokasi di darah Tangerang. Daiam penelitian ini ada dua instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen pertama untuk mengukur motif sosial yang mengukur kedekatan seseorang dengan ciri-ciri orang yang memiliki motif tertentu secara teoritis (skala motif sosial) dan instrumen yang kedua untuk mengukur sikap terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi (skala gaya penanganan konflik secara kolaborasi).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada subjek peneiitian ini, motif berpresfasi, motif afiliasi dan motif kekuasaan secara bersama-sama ternyata tidak memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi karena secara jelas ditunjukkan bahwa hanya motif berprestasi yang memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya kolaborasi. Selain itu jika dilihat hubungan masing-masing motif terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi dengan teknik koreiasi parsial diperoleh hasil bahwa motif berprestasi memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara koiaborasi dan kedua motif yang Iain, motif afiliasi dan motif kekuasaan tidak memberikan sumbangan yang bermakna terhadap gaya penanganan konflik secara kolaborasi. Penelitian ini juga mengungkapkan adanya perbedaan yang signifikan antara gaya penanganan konflik secara kolaborasi yang dimiliki responden yang berlatar belakang SMA, Akademi dan perguruan tinggi.
Untuk penelitian lebih Ianjut peneliti menyarankan agar pengukuran variabel gaya penanganan konflik juga dilakukan pada gaya kompetisi, kompromi, menghindar dan akomodasi agar dapat diperoleh gambaran yang menyeluruh gaya penanganan konflik yang ada pada diri manajer. Selain itu untuk mempertajam hasil penelitian, subjek peneiitian juga dapat diambil dari kalangan manajer lini pertama dan manajer puncak sehingga dapat diketahui perbedaan yang ditampilkan ketiga golongan manajer dalam menghadapi konflik Sedangkan untuk alat yang digunakan daiam penelitian ini sebaiknya dilakukan pengukuran construct validity agar lebih yakin bahwa alat ukur tersebut memang mengukur suatu konstruk variabel yang hendak diukur."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziz Fajar Ariwibowo
"Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bertanggung jawab menjalankan strategi kantor pusat guna memperoleh laba, melaksanakan program dan kewajiban publik, menjaga viabilitas bisnis perusahaan, melayani pelanggan, dan mengelola karyawan. Hal ini mendorong pemimpin cabang untuk mengeksplorasi lingkungan mereka sekaligus menghadapi konflik target. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki dampak aktivitas boundary spanning dan orkestrasi sumber daya yang dilakukan pemimpin cabang terhadap kinerja kantor cabang dalam dinamika ketidakpastian lingkungan dan konflik target. Penelitian ini menggunakan structural equation modeling pada salah satu bank BUMN paling terkemuka di Indonesia, dengan 201 kantor cabang sebagai unit analisis dan 186 pemimpin cabang sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas boundary spanning memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan orkestrasi sumber daya. Sementara itu, aktivitas boundary spanning dan orkestrasi sumber daya keduanya memengaruhi kinerja kantor cabang. Namun, pengaruh tersebut sangat bervariasi tergantung pada ketidakpastian lingkungan dan konflik target yang dialami oleh pemimpin cabang. Selain itu, penelitian ini juga menemukan fenomena menarik bahwa konflik target tidak mengurangi aktivitas boundary spanning, melainkan justru meningkatkannya, meskipun tidak berdampak pada orkestrasi sumber daya. Hal ini erat kaitannya dengan budaya Indonesia sebagai bangsa yang memiliki jarak kekuasaan yang tinggi, individualisme yang rendah, maskulinitas yang rendah, dan pemanjaan diri yang rendah, yang mencerminkan preferensi untuk mengutamakan keharmonisan di tempat kerja, menaati atasan, dan bersikap loyal terhadap tempat kerja.

State-owned enterprises have responsibilities to conduct head office’s strategies to make profits, to execute public programs and obligations, to maintain their viabilities, to serve customers, and to manage employees. Those prompt their branch managers not only to explore their environment but also to face a goal conflict situation. This study is to investigate the effects of branch managers’ boundary spanning activities and resource orchestration on the performance of branch offices in the dynamics of environmental uncertainty and goal conflict. This study employs structural equation modeling on one of the most prominent state-owned banks in Indonesia, with 201 branch offices as the unit of analysis, and 186 branch managers as respondents. The results of this study show that boundary spanning activities have a positive and significant relationship with resource orchestration. Meanwhile, both boundary spanning activities and resource orchestration are to influence the performance of branch offices. However, the influence varies widely, depending on environmental uncertainty and goal conflict experienced by branch managers. Furthermore, this study delves into an interesting phenomenon, that goal conflict situation, instead of reducing boundary spanning activities, it increases them but has no impact on resource orchestration. This closely relates to the culture of Indonesia as a nation with high power distance, low individualism, low masculinity, and low indulgence which represent preferences to prioritize workplace harmony, obey supervisors, and be loyal to the workplace."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library