Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dianita Ekawati
Abstrak :
Penyakit malaria dapat menyerang semua orang, dan dapat diidentifikasi dengan adanya gejala demam, menggigil yang menyerang secara berkala (Trias Malaria), dengan tahap stadium dingin, stadium demam, dan stadium berkeringat. Kabupaten Bangka merupakan daerah endemis tinggi malaria (AMI 54,83%). Hasil studi observasional yang dilakukan di Kabupaten Bangka didapat sebagian besar penderita malaria klinis yang melakukan pengobatan sendiri sebesar 62,5%. Berdasarkan hal tersebut maka telah dilakukan penelitian dengan tujuan menentukan perilaku pencarian pengobatan pertama penyakit malaria klinis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku tersebut. Rancangan penelitian menggunakan desain cross sectional. Populasi adalah penduduk yang pernah merasa atau sedang menderita penyakit malaria klinis dengan gejala demam, menggigil dalam satu bulan terakhir di Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Tabun 2002. Jumlah sampel sebanyak 270. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan cara univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan bantuan komputer. Hasil penelitian menunjukkan 62,2% penderita malaria klinis berobat ke luar sarana pelayanan kesehatan. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, pendidikan dan penyuluhan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama penyakit malaria klinis, dimana dengan OR = 2,13, 2,60, 2,30 (95% CI 1,25-3,66; 1,50-4,51; 1,34-3,96). Pendidikan yang mempunyai hubungan yang paling kuat dengan perilaku pencarian pengobatan pertama penyakit malaria klinis (OR = 2,63; 95% CI 1,25-3,66). Intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan dengan sasaran pemilik warung, masyarakat melalui LKMD, arisan-arisan dengan berbagai brosur, petunjuk minum obat malaria, leaflet, poster. ...... The First Health Seeking Behaviors of Clinical Malaria Sufferer In Sungailiat District In Bangka Regency Year of 2002Malaria can attacks everybody and it can be identified through several symptom i.e. fever, regularly trembling (Trias Malaria), and followed by cold, fever, and sweaty phase. Bangka regency is known as one of high category of malaria endemic area (AMI 54,83%/). The results of observational study in Bangka Regency shows that more than 62,5% of clinical malaria sufferer have therapy by self medicine. Base on that fact, some have done researches to determine the behaviors of clinical malaria sufferer and the other factors that related to the behaviors. The research using Cross Sectional design. The population is inhabitant ever to feel or suffering of clinical malaria that followed by fever, tremble in a month period in Sungailiat District, Bangka Regency in the year 2002. The samples are 270 sufferers. The analyses of data are done by univariat, bivariat and multivariat and processed by computer. The results gives evidence that 62,2% of clininical malaria sufferer have taken a medicine out of health center. There are relationships between educations, knowledge, information and the way to treat their diseases with OR the first health seeking behaviors of clinical malaria OR =2,13, 260, 2,30 (95%Cl 1,25-3,66; 1,50-4,51; 1,34-3,96). The education has a tight relations with they way of treatment of malaria diseases (OR = 2,63; 95% CI 1,25-3,66). The interventions that can be done, is to give information to the owner of stall, public via LKMD, brocure, medicine direction, leaflet, poster and the other public organizations.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T1702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieda Bolang
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Metodologi: Permetrin (Piretroid sintetik) merupakan insektisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dan toksisitas yang sangat rendah terhadap mamalia dan organisme nontarget. Permetrin pernah digunakan dalam pengendalian vektor malaria. Pada penelitian ini ingin diketahui berapa konsentrasi permetrin untuk membunuh larva Aedesaegypti di laboratorium dan di lapangan, yang nantinya dapat digunakan sebagai insektisida altematif untuk pengendalian vektor DBD bila resistensi temefos terjadi. Uji ekektivitas permetrin terhadap larva Aedes Aegypti di laboratorium ditentukan dengan uji Bioassay berdasarkan standar WHO, Konsentrasi permetrin yang diuji 0,01% dengan pengenceran 0,02; 0,03; 0,04; 0,05; 0,06; 0,07 mgil.yang didapat dari penelitian pendahuluan. Uji bioassay dilakukan 3 kali ulangan dengan kontrol. Larva Aedesaegypti yang diuji adalah larva instar III akhir dan instar IV awal.dari hasil kolonisasi di laboratorium. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam perlakuan dan dicatat jumlah larva yang mati. Uji di lapangan dilakukan dalam skala kecil dengan cara meletakkan tempat perindukkan nyamuk (kendi) secara menyebar indoor dan out-door, dibiarkan nyamuk bertelur sampai menjadi larva secara alamiah. Konsentrasi permetrin pada uji di lapangan ditentukan berdasarkan hasil uji bioassay di laboratorium yang menyebabkan kematian larva 99% (LC99) yang dikalikan 10, kemudian diamati setelah 24 jam perlakuan, dan dicatat jumlah larva yang mati. Pengamatan terus dilakukan selama 48 jam sampai kendi-kendi tersebut ditemukan larva. Hasil dan Kesimpulan: Hasil uji bioassay di laboratorium menunjukkan konsentrasi yang dapat mematikan larva sebesar 50% (LC50) adalah 0,000257 mg/i dan konsentrasi yang mematikan larva sebesar 99% (LC99) adalah 0,000667 mg/i. Konsentrasi yang digunakan untuk uji di lapangan adalah 0,00667 mg/I. Hasil uji efektivitas di lapangan menunjukkan permetrin masih efektif sampai minggu ke-4 setelah perlakuan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T1118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaiful Kamal
Abstrak :
Di Indonesia malaria saat ini masih merupakan penyakit yang secara bermakna menimbulkan kesakitan dan kematian yang sangat tinggi, khususnya pada anak-anak dan ibu hamil. WHO merperkirakaa di Indonesia terdapat 6 juta kasus malaria yang menerima pengobatan tiap tahunnya. Beberapa hasil penelitian lain menunjukkan penggunaan obat yang tidak sesuai standar mengingatkan kita untuk tetap waspada terhadap resistensi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor riwayat pernah sakit malaria klinis dengan perilaku pencarian obat sendiri di warung pada penderita malaria klinis di desa "High Incidence Area" di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang (Cross sectional study), dengan pengolahan data menggunakan analisis regresi logistik ganda. Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi penderita malaria klinis yang mencari obat anti malaria di warung sebesar 56,4% : diantaranya 57,0% responden membeli Resochin dan 30,8% responden membeli Riboquin. 53,4% responden membeli 3 - 4 butir, 94,1% meminum obat dalam jangka waktu 1 - 2 hari, 48,41% meminum 1 - 2 butir dan 52,5% merasa sembuh setelah minum 1- 2 butir. Tidak ada hubungan antara riwayat sakit dengan perilaku mencari obat anti malaria di warung. Variabel keparahan sakit merupakan faktor confounder terhadap variabel riwayat sakit dalam berperilaku mencari tempat pengobatan malaria klinis. Penderita malaria klinis ringan cenderung membeli obat di warung 6,68 kali (95% Cl 3,99 - 11,19) dibandingkan dengan penderita malaria klinis berat. Penderita berpendapat harga obat di warung lebih murah dibandingkan dengan di pelayanan kesehatan, hal ini menyebabkan penderita cenderung membeli obat di warung sebesar 7,42 kali (95% Cl 4,23 - 13,01) dari pada ke pelayanan kesehatan. Jika responden ke pelayanan kesehatan mengeluarkan biaya transportasi, maka responden tersebut cenderung membeli obat di warung 2,20 kali (95% Cl 1,33 - 3,65) dari pada ke pelayanan kesehatan. Dari penelitian ini disarankan pada produsen obat anti malaria agar dalam kemasan yang dipasarkan ke konsumen berisi jumlah pil disesuaikan dengan dosis standar. Perlu penyuluhan lebih intensif tentang malaria serta pengobatannya ke masyarakat luas dengan memanfaatkan berbagai sarana yang ada di Kabupaten OKU. Pemilik warung diikutsertakan dalam penyebarluasan informasi setelah di bekali pengetahuan tentang malaria dan pengobatannya serta warung menjadi sarana informasi dilengkapi dengan sarana penyuluhan. Bagi tenaga kesehatan dalam memberikan obat anti malaria berpedoman kepada petunjuk pemberian obat anti malaria yang dikeluarkan Depkes. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan kemungkinan adanya resistensi obat di desa "High Incidence Area" di Kabupaten OKU. ...... Year Of 2001Malaria is one of the infectious diseases that caused morbidity and mortality n and child significantly in Indonesia. World Health Organization (WHO) has estimated that there 6 million cases of malaria in Indonesia which have accepted the treatment. In other studies have indicated there was inappropriately drugs usage that can make drug resistance effect to malaria. This study aimed to find out the correlation between personal historic factors of clinical malaria with health seeking behaviors on malaria patients in high incident area's villages in Ogan Komering Ulu municipality. This study using cross sectional design and multi logistic regression analysis. The result shows the proportion of patients of malaria which seeking for medication to any mini market (warung) is 56,4%, which comprise 57% buying Resochin, 53,4% buying 3-4 pills, 94,1% consume this medicine for 1 or 2 days, 48,41% consume 1-2 pills and 52,5% feeling well after consume 1-2 pills. Illness severity variable is confounding factor to personal sick history in behavioral to seek treatment service for clinical malaria. Patients with low severity of malaria tend to find medication to mini market is 6,68 times (95%Ci 3,99-11,19) rather than those who have high severity. Those who seek drugs to mini market are 7,42 times (95% CI '4,23-13,00 than going to health center because they think the price is lower. Those who think that total expenses to find mediation on their own than going to health center is 2,20 times (95%CT 1,33-3,65). Those who think that they should be spend some money for transportation to reach the health center service tend 2,748 times to seek drugs to mini market. This study recommends a packaging model that content standard dose of malaria drugs to producer. Also dissemination information about malaria and its medication to community and mini market or mini drug store owner participation to spread information about malaria drugs usage and, equipped with some tools. Also recommend carry out study to find out any drug resistance in high incidence area villages in Ogan Komering Ulu Municipality.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 3733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Muhammad
Abstrak :
Di Indonesia penyakit malaria khususnya diluar Jawa-Bali masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan, dimana pada akhir pelita VI angka kesakitan 32,23 perseribu penduduk dan parasit rate di daerah prioritas 4,78 perseratus penduduk, sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah menurunkan angka kesakitan dibawah 40 perseribu penduduk dan di daerah prioritas menurunkan parasit rate dibawah 2 perseratus penduduk dan malaria tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sedangkan di Propinsi Daerah Istimewa Aceh angka kesakitannya 32,7 perseribu penduduk dan pada daerah prioritas parasit rate 3,15 perseratus penduduk dan khususnya pada daerah pantai 4,91 perseratus penduduk. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan total sampel sebanyak 45 desa di daerah pantai dengan lingkup 4 dati II di 7 kecamatan dengan melakukan pengumpulan data sekunder laporan penyemprotan rumah dengan bendiocab dan data survai malaria tahun 1997 - 1998. Kemudian data tersebut dilakukan pengolahan dan analisa data dengan menggunakan program SPSS dan Epi Info untuk mengetahui apakah ada pengaruh penyemprotan rumah dengan insektisida terhadap penurunan parasit rate. Dalam penelitian ini di fokuskan pada 4 variabel yang terkait dengan kualitas penyemprotan rumah dan breeding places dengan perubahan parasite rate, dengan hasil yang diperoleh menggambarkan adanya perbedaan yang bermakna antara parasite rate awal dengan parasite rate akhir dengan p = 0,020 dengan perbedaan rata-rata parasite rate awal 4,84 dengan simpangan baku 4,78 dan rata-rata parasite rate akhir.3,80 dengan simpangan baku 3,64 (t-tes). Namun dari hasil uji statistik dengan chi squre's yang dilakukan terhadap kualitas penyemprotan dengan perubahan parasite rate ditemukan hubungan yang tidak bermakna dengan nilai p -1,00. Sedangkan hubungan antara breeding places dan perubahan parasite rate di peroleh hasil uji statistik dengan paired t-tes diperoleh nilai p = 0,051 , sehingga menggambarkan kecendrungan bahwa pada desa yang mempunyai breeding places penyemprotan rumah mempunyai manfaat dalam penurunan parasite rate. Dan hasil uji paired t-tes pada desa yang ada breeding places yang dilakukan penyemprotan dengan kualitas baik mempunyai manfaat dalam penurunan parasite rate. Sehingga dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada desa-desa yang ada breeding places, penyemprotan rumah dengan kualitas baik dapat menurunkan parasite rate. Daftar bacaan: 16 (1969 -1999)
Spaying Effect with Bendiocarb for Housing to Decreasing Parasite Rate Malaria Desease in the Seashore of Province Specific AcehMalaria desease in Indonesian, especially out side Jawa-Bali still be a problem of Public Health. Because of it's incidence rate is still high. In last pelita VI, the incidence rate it 32,23 / 1000 of population and parasite rate in the priority area 4,78 /100 population. The am halt want to action is reduce incidence rate lower than 40/1000 population and for the priority area lower than 2/100 population, after malaria desease will not the a public health problem any more. Incidence rate in Provinc specific Aceh is 32,7/1000 population and in priority area parasite rate is 4,25 /100 population, especially for the sea shore areait is parasite rate 4,93/100 of population. In this reseach, total sample in taken from 45 villages in the leach which haven four municiplelities in seven district by collecting secondary data have spraying report with Bendiocarb and malaria survey in 1997-1998. The data is manufactored and analisys data by Epi Info and SPSS, for used is there an effect of house spraying with insectiside to reduce parasite rate. This reseach is focus by 4 variables that connect with the house spraying quality for loused and breeding places with changing parasite rate, and the ralt pictures that there is a with significant 0,020, with mean deviation of begginning parasite rate is 4,84 with standart deviation 4,78 and last mean parasite rate is 3,80 with standart deviation 3,64 (paired t-tes). But, the result of statistic test used chi square's, which is done to spraying quality with relation and parasite rate changes, is founded the meaninggless relation with probability score 1,0000. Beside that to relation with breeding places and changing parasite rate statistic test with paired t-tes scor 0,051 is showed trends to villagge to relation in reduce parasite rate. And statistic paired t-tes an village between breedingplaces with spraying good quality and having in reduce the parasite rate. Refference, 16 (1969 -1999).
2000
T4597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferizal Masra
Abstrak :
Di Indonesia, penyakit malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah luar Jawa Bali. Di daerah-daerah tersebut masih sering terjadi letusan wabah yang menimbulkan banyak kematian. Pemberantasan penyakit malaria dapat dilakukan dengan pemutusan rantai penularannya, melalui upaya menghilangkan tempat perindukan nyamuk Anopheles di sekitar rumah, sehingga nyamuk tidak dapat berkembangbiak. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara tempat perindukan nyamuk dengan kejadian malaria di Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung Tahun 2002. Desain penelitian yang digunakan adalah Kasus-Kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 196 orang dan menggunakan alat pengumpul data berupa kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keberadaan tempat perindukan nyamuk yang berjarak kurang dari 2 km dari pemukimam mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria, dengan nilai OR sebesar 3,774 (95 % CI: 1,975-7,211), dan setelah dikontrol oleh variabel lain, yakni pekerjaan dan pemakaian kelambu yang berperan sebagai faktor konfonding, nilai OR menjadi 3,687 (95 % Cl: 1,819-7,473). Aktifitas di luar rumah pada malam hari, Pemasangan kassa pada ventilasi rumah, dan lama bermukim di wilayah penelitian, merupakan variabel yang mempunyai hubungan langsung dengan kejadian malaria, akan tetapi tidak mempunyai pengaruh secara bermakna terhadap hubungan antara tempat perindukan nyamuk dengan kejadian malaria. Disarankan agar masyarakat lebih berperan aktif dalam pemberantasan penyakit malaria dengan upaya membersihkan tempat perindukan nyamuk di sekitar rumahya, melakukan perlindungan individu dan perlindungan rumah/keluarga terhadap gigitan nyamuk Anopheles. Dan bagi Pemerintah Daerah bersama-lama dengan Dinas Kesehatan agar lebih intensif lagi melaksanakan kegiatan pemberantasan penyakit malaria dengan lebih melibatkan peran serta aktif masyarakat dan melaksanakan penyuluhan tentang pendidikan kesehatan masyarakat secara intensif. ......In Indonesia, malaria diseases remains one of public health problems, mainly at the districts beyond Java and Bali.Within those districts, frequently occurs the outbreaking disease with result to the mortality case. Malaria disease elimination through breaking down the infection linking by cleaning up the Anopheles breeding places around the house, in order the mosquito could not growth. The research is conducted to find assosiation strength between breeding place with malaria incidence in Kecamatan Teluk Behmg Barat, Kota Bandar Launpung Tahnm 2002. Research design used is Case-Control with total sample are 196 peoples and using questioner as collecting instrument The research shows that the existence of breeding place which the distance is less than 2 km from community residence have significant assosiation with malaria incidence, with OR is 3,774 (95% CI : 1,975 - 7,211), and controlled by another variables, that is occupational and bad net used which plays role as confounding factor, then OR becomes 3,687 (95% CI : 1,819 - 7,473). Night outdoor activities, screening applied on ventilation, length of stay in the research area, are the direct variables to the malaria incidence without having significant influence to the relation between breeding place and malaria incidence. The community is advised to participate actively in eliminating the malaria disease by cleaning up the breeding place of mosquito around the house, individual protecting and house/flintily protecting against anopheles bitting. The District Government and Provincial health authority are expected to work together intensively in malaria eliminating by involving community roles, and conducting counseling about conummity health education intensively.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T4600
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyo
Abstrak :
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara termasuk Indonesia. Angka kesakitan malaria di Indonesia sejak empat tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan penyakit endemis di Propinsi Sulawesi Tengah. Kasus malaria dari tahun ke tahun belum menunjukkan adanya penurunan. Kecamatan Kulawi merupakan salah satu daerah endemis malaria di Kabupaten Donggala. Berbagai upaya dilakukan untuk menanggulangi malaria antara lain dengan pemberantasan vektor. Pada saat ini telah dikembangkan penggunaan kelambu poles insektisida sebagai suatu Cara dalam penanggulangan vektor malaria, selain berperan sebagai sawar, kelambu poles sekaligus dapat membunuh atau menghalau nyamuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan kelambu poles dengan kejadian malaria di Kecamatan Kulawi Kabupaten Donggala Tahun 2001. Rancangan penelitian adalah kasus kontrol berpadanan. Kasus adalah pengunjung puskesrnas dan talon kontrol yang positif malaria berdasarkan pemeriksaan laboratorium Puskesmas. Sedangkan kontrol adalah tetangga kasus yang berobat Ice puskesmas antara Milan 3uli sampai dengan September 2001 dan negatif malaria berdasarkan pemeriksaan laboratorium. Jumlah kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 120 responden (perbandingan 1:1). Variabel yang diteliti adalah penggunaan kelambu poles, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, kebiasaan di luar rumah pada malam hari, penggunnaan anti nyamuk, rumah terlindung Ban nyamuk, konstruksi rumah, tempat perindukan, adanya ternak dan bekerja di hutan. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan kelambu poles mempunyai hubungan yang be ma na dengan kejadian malaria. Responden yang selanna tidur tidak menggunakan kelambu mempunyai risiko terkena malaria 2,91 kali dibandingkan dengan yang selama tidur menggunakan kelambu (p = 0,000, 95% Cl : 1,664;5,136). Sedangkan faktor lain yang berhubungan dengan kejadian malaria adalah kebiasaan di luar rumah pada malam hari dan rumah terlindung dari nyamuk. Faktor yang mernpengaruhi hubungan antara penggunaan kelambu dengan kejadian malaria adalah rumah terlindung dari nyamuk dan kebiasaan di luar rumah pada malam hari. Dari hasil penelitian ini dsarankan 1) Meningkatkan penggunaan kelambu poles di daerah endemis yang sulit terjangkau oleh program penyemprotan rumah dan meningkatkan keteraturan pemakaian kelambu poles selama tidur untuk mencegah kontak antara penduduk dengan nyamuk malaria 2) Mengurangi kebiasaan masyarakat berada di luar rumah pada malam hari atau menggunakan penutup tubuh (baju lengan panjang, celana panjang atau sarung) untuk mencegah terjadinya kontak dengan nyamuk 3) Meningkatkan penggunaan kawat kasa baik pada ventilasi maupun jendela rumah dan membiasakan menutup rumah waktu sore hari. ...... The Association between the Use of Impregnated Bed Nets and Incidence, in Sub-District of Kulawi, Regency of DonggalaMalaria is still an important public health problem in various countries, including Indonesia. Malaria incidence in Indonesia has been increasing since last four years. Up to now, to disease has become endemic in the province of Central Sulawesi Year-by-year, the malaria cases have not decrease yet The sub-district {kecamatan) Kulawi is part of endemic areas in the regency of (kabupaten) Donggala. Various efforts had been done to control the disease including vector control. A bed nets impregnated with insecticide has currently been developed as means to control the vector. In addition to barrier, this impregnated net might function as killer or remover of mosquito. The aim of this matched case-control study was to know association between the use of impregnated bed-nets and malaria incidence in sub-district Kulawi, regency of Donggala, in year 2001. A case was defined as a person visiting a community health center (Puskesmas) and positively diagnosed as a malaria patient through Puskesmas laboratory examination. A control was a neighbor of the case who also visited Puskesmas (between July and September 2001) and did not have malaria. The number of cases as well as control was 120 (ratio cases to control 1:1) Independent variables investigated were use of impregnated bed-nets, ages, gender, education, occupation, knowledge, attitude, the habit of staying outside at night, the use anti mosquito substance, having a protected house (from mosquito), house construction, breeding places, cattle grazing, and working in the forest. Our study result showed that the use of impregnated bed-nets was significantly associated with the incidence of malaria. Respondents sleeping without the impregnated bed nets were 2,91 times more likely to develop malaria, as compared to tole sleeping with the nets (p x,000, 95% CI : 1,66-5,14). Other factors statistically associated with malaria incidence were the habits oh staying outside at night and having a protected house from mosquito. These two factors confounded the association beetwen the use of the nets and malaria incidence. Based on our findings, we firstly recomanded to increase the use impregnated bed-nets in endemic areas uncovered by fogging program and improve the regularity of using nets. Secondly, it is suggested to minimize the habit of being outside at night or to use covering clothes (to avoid being bitten by mosquito). Finally, it is recommended to use a wire net for windows ang air ventilation, and to close the doors and windows at night.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwandi Subki
Abstrak :
Malaria merupakan salah satu masalah paling serius yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Diperkirakan 1,2 milyar masyarakat Asia Tenggara bermukim di "Area Malaria". Pada tahun 1995, kasus malaria di wilayah tersebut diperkirakan 21,9 juta kasus dan harnpir 32.000 kasus kematian. Di Indonesia 70 juta (35 %) penduduk tinggal di daerah malaria (desa), setiap tahun 3,5 juta penderita, 200.000 SD Positif dan 108 jiwa kematian (0,05 %). Di Sumatera Selatan Parasite Rate (PR) tahun 1998/1999 antara 0,97 % - 3,53 %, Slide Positive Rate pada tahun 1995 menjadi 43,43 %. Angka Annual Malaria Insidence (AMI) di Kabupaten Belitung pada tahun 1998 menjadi 89 %o. Pada tahun 1998 AMI di Puskesmas Membalong 246,7 %o, di Puskesmas Gantung 128,9 %o dan di Puskesmas Manggar 125,09 %o dengan SPR (Slide Possitive Rate) 4 %. Tingginya angka kesakitan malaria di ketiga wilayah kerja puskesmas tersebut bisa menghambat kegiatan pembangunan sosial ekonomi masyarakat. Keberhasilan penanggulangan malaria tidak hanya tergantung pada parasit, vektor dan lingkungan tetapi juga tergantung pada faktor manusianya terutama perilaku pencegahan. Oleh karena itu dilakukan penelitian pengaruh faktor perilaku dan pengaruh faktor lingkungan terhadap kejadian malaria. Jenis Penelitian adalah studi observasional dengan disain kasus kontrol dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh faktor perilaku seperti : pemakaian kelambu, cara berpakaian keluar rumah malam hari, pemasangan kawat kasa nyamuk, memakai obat anti nyamuk/repellant dan pembersihan sarang nyamuk sedangkan faktor lingkungan adalah tempat perindukan nyamuk , ternak besar, lama bermukim, perubahan Iingkungan, pekerjaan, pendidikan dan status sosial ekonomi yang berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmasn Membalong, Puskesmas Gantung dan Puskesmas Manggar Kabupaten Belitung Provinsi Sumatera Selatan. Ada pengaruh pemakaian kawat kasa terhadap kejadian malaria (p = 0,002). Ada pengaruh pemakaian obat anti nyamuk terhadap kejadian malaria (p = 0,001). Ada pengaruh memelihara ternak besar terhadap kejadian malaria (p = 0,0363). Ada pengaruh pembukaan lahan baru terhadap kejadian malaria (p = 0,0000). Ada pengaruh pekerjaan terhadap kejadian malaria (p = 0,007). Ada pengaruh pemakaian kelambu terhadap kejadian malaria (p = 0,0103). Analisa statistik dampak potensial digunakan untuk mengetahui berapa besar pengaruh (kontribusi) masing-masing variabel dalam kaitannya dengan menurunkan kejadian malaria apabila dilakukan intervensi. Dengan mengetahui kontribusi masingmasing faktor maka dapat ditentukan skala prioritas dalam upaya pemberantasan malaria. Dari perhitungan dampak potensial maka faktor yang paling berpengaruh berdasarkan kontribusinya secara berurutan adalah pemakaian kelambu (90 %), pemakaian kawat kasa (63 %), pembukaan lahan baru (37 %), ternak besar (36 %), pekerjaan (33 %) dan obat anti nyamuk (21 %). Dari hasil penelitian ini disarankan 1) Melaksanakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit malaria sehingga masyarakat dapat berperilaku ideal berkaitan dengan pencegahan malaria (ideal behaviour). Seperti memakai kelambu kalau tidur terutama malam hart, memasang kawat kasa di rumah , memakai ()bat anti nyamuk dan seterusnya. 2) Meningkatkan kegiatan Gebrak Malaria Kabupaten Belitung. 3) Melaksanakan penelitian (Operasional Research) untuk mendapatkan model pemberantasan penyakit malaria yang cocok dengan situasi dan kondisi masyarakat di Kabupaten Belitung Provinsi Sumatera Selatan


Malaria is one of the most serious problems encountered by the developing countries. It is estimated that 1.2 billions of people in the South East Asia reside at the "Malaria Areas". In 1995, malaria cases in the areas is estimated to be 21.9 million cases and almost 32,000 cases ended up with death. In Indonesia, 70 millions of people (35%) live in the malaria vulnerable areas (villages) and there is 3.5 millions of people suffer from malaria annually and 200,000 positive SD and 108 people loss their lives caused by this disease (0.05%). In South Sumatra, Parasite Rate (PR) in the year of 1998/1999 ranges from 0.97% to 3.53 %, Slide Positive Rate in 1995 reached 43.43%. The Annual Malaria Incidence (AMI) in Belitung Regency in 1998 becomes 89 In 1998, AMI at the Membalong Public Health Center reached 246.7 °I°°, Gantung 128 °I°07 Manggar 125,09 with SPR (Slide Positive Rate) of 4%. High Malaria Incidence at said three areas can hinder the social and economic development of the community. The success of the overcoming of the malaria problem does not only depend on the parasite, vector and environment, but also on the human factor, especially the preventive behaviors. This research is observational in nature applying the case control design with the objective to identify the effect of the behavior factors such as the use of mosquito net, dressing manner during the night, mosquito wire net, mosquito repellants and mosquito hide clearance. While the environmental factors include mosquito production location, cattle, length of living, environmental changes, education and socio-economic status which relate to the malaria incidence at the working area of Membalong, Gantung and Manggar Public Health Centers in the Belitung Regency, South Sumatra Province. It is identified that there is an effect of using the mosquito wire net to the malaria incidence (p = 0,0002). There is an effect of using the mosquito coil/mosquito repellents to the malaria incidence (p = 0,001). There is an effect of raising big cattle to the malaria incidence (p = 0,0363). There is an effect of opening new land to the malaria incidence (p = 0,0000). There is an effect of occupation to the malaria incidence (p = 0,007). There is an effect of using the mosquito net to the malaria incidence (p = 0,0103). It is used the statistical analysis on the potential impacts to identify how much the effect (contribution) of each variable in relation to the decreased malaria incidence in case of any intervention. By identifying the contribution of each factor, it can be determined the priority scale in the efforts to prevent malaria incidence. On the basis of the calculation on the potential impact, the most significant factors based on its contribution are consecutively the use of the mosquito net (90%), the use of the mosquito wire net (63%), new land opening (37%), big cattle (36%), occupation (33%) and mosquito repellent (21%). On the basis of the result of the research, it is recommended to (1) provide a health consultation regarding the malaria so that the public community are able to have the ideal behavior in relation to the malaria prevention such as using the mosquito net when sleeping at night, installing the mosquito wire net, using the mosquito repellent and so forth; (2) improve the Anti-Malaria Movement Activity at Belitung Regency; (3) carry out a research (operational research) to get a appropriate model of the malaria prevention activities in accordance to the situation and the condition of the community at Belitung Regency, South Sumatra Province.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhartono
Abstrak :
Morbiditas malaria di Indonesia tertinggi diantara negara-negara Asia Tenggara. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, prevalensi malaria 4 tahun terakhir ini meningkat. Di Kabupaten Gorontalo prevalensi malaria klinis cenderung meningkat dan 19 per 1000 penduduk tahun 1997 menjadi 24 per 1000 penduduk tahun 2001. Pada periode yang sama angka nasional menunjukkan angka 16 per 1000 penduduk tahun 1997 dan 31 per 1000 penduduk tahun 2001. Surveilans malaria tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Peningkatan insidens malaria tidak terdeteksi secara dini, tingkat endemisitas tidak terpantau secara rinci penurunan dan peningkatan disetiap wilayah, serta informasi selalu terlambat diterima oleh Dinas Kesehatan. Potensi yang dapat memberikan informasi cepat dalam kegiatan surveilans yaitu keberadaan puskesmas pembantu di 127 desa di kabupaten Gorontalo perlu dikembangkan agar mampu melakukan surveilans malaria. Ditemukan lebih dari 90% petugas puskesmas pembantu tidak pernah dilatih surveilans malaria. Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan desain pre test post test control group design melalui intervensi pelatihan surveilans malaria petugas puskesmas pembantu. Sebelum intervensi dan 4 minggu setelah intervensi dinilai peningkatan kinerjanya. Penilaian dilakukan terhadap 7 indikator kinerja yang meliputi ketersediaan dokumen peta endemisitas, slide sediaan darah, pemeriksaan mikroskopis, survei malariometrik, pencatatan dan pelaporan, analisis dan saran, serta penyebarluasan informasi kepada yang berkepentingan. Skor minimal 0 maksimal 12. Intervensi meningkatkan kinerja 1,7 skor dengan standard error 0,23 dan p > I t I W 0,0000. Setelah disesuaikan (adjusted) dengan variabel lain yang mempengaruhinya diperoleh peningkatan kinerja 1,52 skor, dan 69,15% subyek yang diintervensi kinerjanya meningkat > 1 skor. Peningkatan kinerja sebesar ini dapat merubah posisi kinerja jelek menjadi sedang dan sedang menjadi baik. Variabel yang mempengaruhi peningkatan kinerja adalah intervensi, jenis kelamin, umur, dan pedoman kerja. Prediksi individu yang tidak dilatih kinerjanya menurun dari waktu kewaktu sebesar 1,3 skor. Intervensi dalam bentuk pelatihan tidak bisa hanya sekali untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja petugas pembantu. Mereka yang pernah dilatih sebaiknya dibekali dengan pedoman kerja.
Malaria morbidity in Indonesia is the highest among the Southern East Asian Nations. According to the Ministry of Health of Indonesia, malaria prevalence in recent four years increased. In Gorontalo regency clinical malaria tend to increase 19 per 1000 peoples in 1997 to 24 per 1000 peoples in 2001. Malaria surveillance was not attempted properly, increasing incidence of malaria was not early detected, the endemicity have not known yet increased or decreased in the area. For overcoming this problems the capabilities of the nurses have to be progressed by the training of the malaria surveillance. The nurses of the community health centre at 127 villages in Gorontalo are the potential providers who can give community base informations rapidly, but they have no capabilities for it. This research also revealed that more than 90 percent of the nurses never trained about malaria surveillance. This study is an experimental design with randomized pre test post test control group design. We have trained about 43 nurses of the village health centre as the subject of intervention, meanwhile 38 nurses as the controls. We use the 7 variables as the composit variables to indicate the performance elevating, those are: documents of the endemicity map (spot map), the blood slides, malarial microscopic report, malariometric survey document, recording and reporting, analysis of the cases and suggested intervention, giving the information for the patients and the Community Health Centre. We compare the first evaluation of their surveillance malaria performance to 4 weeks after the intervention for the group of intervention and the control group. Minimum score is 0 and maximum is 12. The controls have no progress in their performance, but the intervention subject have.The testing results before and after intervention shows an elevated 1,7 scores with standard error 0,23 and p >1 t I = 0,0000 The multivariate regression linier counting the elevated after adjusted by sex, age and work guidance as 1,52 scores. This progress could bring who has a bad performance become fair and who has a fair performance become better. About 69,15 percent subjects who trained the performance increased about 1 score.and more. The variables that influenced for the progress of the performance are intervention, sex, age, and the work guidance. The individual prediction theoritically performance will drop 1,3 scores if their aren't intervention by the training.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T8382
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Waris
Abstrak :
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia termasuk di Kalimantan Selatan dan merupakan reemerging disease di dunia. Spesies vektor malaria yang terpenting di pulau Kalimantan adalah An.subpicius Grassi, menjadi masalah karena sehubungan dengan terjadinya penebangan hutan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh Pyriproxyfen terhadap pertumbuhan, perkembangan dan mortalitas larva An.subpictus. Metode penelitian adalah eksperimen skala laboratorium dimana variabel dependen adalah konsentrasi Pyriproxyfen (ppm) dan variabel independen adalah pertumbuhan dan perkembangan larva dan pupa, mortalitas larva dan pupa, abnormalitas dari pra-dewasa dan nyamuk dewasa. Analisis statistik adalah correlation regression dilakukan untuk melihat hubungan korelasi antara variabel dependen dan variabel independen. Pemeriksaan mikroskop dilakukan untuk melihat perkembangan yang abnormal dan penyebab terjadinya kematian pada stadium pra-dewasa. Hasil penelitian adalah Pyriproxyfen sebagai suatu alternatif IGR, memberikan dampak kematian dan pengaruh pertumbuhan terhadap stadium larva ke pupa dan stadium pupa ke nyamuk dewasa. Makin tinggi konsentrasi Pyriproxyfen, makin tinggi kematian larva (p=0,012), dan makin sedikit pupa yang terbentuk (p=0,007), dan makin sedikit pupa yang mati (p=0,015). Hasil analisis korelasi memperlihatkan hubungan positif antara Pyriproxyfen terhadap kematian larva (Kematian Larva=22,29+0,4*Konsentrasi), hubungan negatif antara Pyriproxyfen terhadap pembentukan pupa (Pembentukan Pupa=2,71-24*Konsentrasi), dan hubungan negatif antara Pyriproxyfen terhadap kematian pupa (Kematian Pupa=2,86-0,44*Konsentrasi). Dari penelitian ini tidak ada pupa yang berhasil menjadi nyamuk dewasa. Pengaruh Pyriproxyfen terhadap pertumbuhan larva dan pupa adalah menggagalkan proses ecdysis yang menyebabkan kematian pada larva dan pupa. Malaria is still as a public health problem in Indonesia including South Kalimantan, and one of a reemerging disease. The important of species malaria vector in coastal area of Kalimantan is An. subpictus Grassi, this species become very important malaria vector due to an increasing deforestation of mangrove. The objective of this study is to describe the impact of Pyriproxyfen to the growth, development and mortality of An. subpictus larvae. The study design is an experimental in laboratory scale, where dependent variable is Pyriproxyfen concentration (ppm) and the independent variables are larvae and pupae growth and development, mortality of larvae and pupae, an abnormality of immature and adult stages. Statistical analysis, correlation regression were used to describe a correlation between dependent and independent variables. Microscopic examinations were carried out to examined development and describe any anomaly or abnormalities, and caused of dead of the immature stages. The results of this study showed that the Pyriproxyfen is very potential IGR, it were kill and hampered the development of larvae to pupae and also pupae to adults stages. The higher concentration of Pyriproxyfen, the higher rate of larva mortality (p=0,012), and as lower pupa formed (p=0,007), and lower rate of pupa mortality (p=0,015). The correlation analysis found that relation between Pyriproxyfen to larva mortality is positive (mortality of larva=22,29+0,4*concentration), relation between Pyriproxyfen to pupa formed is negative (pupa formed=2,71-24*concentration), and relation between Pyriproxyfen to pupa mortality is negative (mortality of pupa= 2,86-0,44*concentration). None of the pupa has been succeeds to emerged become adult stage (mosquito). The important effect of Pyriproxyfen is to the growth of larvae and pupae, it is hampered the ecdysis and at the end will cause death of larva and pupa.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Astuty
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Berbagai faktor respon imun & seluler yang spesifik telah dipelajari sebagai dasar pengembangan vaksin malaria. Selain itu respon imun non spesifik akhir-akhir ini mulai banyak diteliti; salah satunya adalah nitrogen oksida (NO). Penelitian yang dilakukan di 2 daerah yang berbeda tingkat endemisitasnya memberi kadar NO labia tinggi di daerah hipo daripada hiperendemik. Penelitian lebih lanjut pada berbagai golongan umur di suatu daerah endemi diperlukan untuk mengetahui variasi kadar NO pada kelompok yang imunitasnya berbeda. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar NO pada berbagai golongan umur, serta hubungannya dengan parameter parasitemia dan splenomegali. Hasil dan kesimpulan.: Sebanyak 150 serum penduduk desa Tipuka, Irian Jaya yang terdiri dari kelompok anak berumur 3 - 5 tahun (19 orang ), anak berumur 6 - 9 tahun 51 orang) dan kelompok dewasa z 15 tahun (80 orang) didalamkan pemeriksaan kadar NO, parasitemia dan splenomegali. Kadar NO diukur sesuai dengan metoda Rocket dkk. (1992) dengan uji Reactive nitrogen intermidiates (RNI). Hasil penelitian memperlihatkan kadar NO tertinggi ditemukan pada kelompok anak berusia 6 - 9 tahun dan berbeda bermakna dibandingkan kadar NO kelompok dewasa (p = 0.0001 ); tetapi tidak bermakna bila dibandingkan kadar NO kelompok anak 3 - 5 tahun (p = 0.0848 ). Pada anak umur 6 - 9 tahun kelompok tanpa parasitemia, kadar NO nya lebih tinggi daripada kelompok parasitemia (p = 0.0239 ); demikian juga dengan splenomegali, dimana kelompok tanpa splenomegali kadar NO lebih tinggi daripada kelompok dengan splenomegali. Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar NO pada berbagai kelompok umur suatu populasi yang tinggal di daerah malaria dengan endemisitas tinggi. Pada kelompok umur 6 - 9 tahun yang kadar NO nya tertinggi ada kemungkinan bersifat protektif terhadap infeksi malaria.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>