Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chinta Novianti Mufara
Abstrak :
Provinsi Papua Barat menempati urutan ketiga kasus tertinggi malaria di Indonesia. Jumlah kasus malaria positif malaria tahun 2020 berjumlah 254.050 kasus, yang meningkat pada tahun 2021 dengan 304.607 kasus. Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya malaria seperti sosio demografi, factor lingkungan, maupun perilaku individu dalam pencegahan penularan penyakit malaria. Penelitian ini bertujuan untuk menilai determinan kejadian malaria di Provinsi Papua Barat, menggunakan sumber data Riskesdas Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan uji statistik cox regresi terhadap 2.602 sampel di provinsi Papua Barat, dengan signifikansi statistik berdasarkan interval kepercayaan 95%. Hasil penelitian didapatkan prevalensi malaria di Provinsi Papua Barat sebesar 37,2%. Proporsi kejadian malaria paling banyak pada laki-laki 42,5%, usia ³ 5 tahun 37,4%, pendidikan terakhir £SMP/SLTP 37,5%, pekerjaan tidak berisiko 37,8%, tidak tidur menggunakan kelambu berinsektisida 41,2%, tidak menggunakan repelen, tidak menggunakan obat nyamuk 38,0%, menggunakan kasa pada ventilasi rumah 42,7%, memusnahkan barang-barang bekas berwadah 39,5%, tinggal di daerah perkotaan 46,5%, jenis sarana air utama yang digunakan untuk keperluan masak, kebersihan pribadi dan mencuci yang tidak berisiko 38,3% dan jenis sarana air utama yang digunakan untuk keperluan minum yang tidak berisiko 38,7%. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin (PR 1,295; 95% CI 1,141-1,469) dan tipe daerah (PR 0,746; 95% CI 0,650-0,855). Serta faktor yang dianggap berhubungan dengan kejadian malaria yaitu tidur menggunakan kelambu berinsektisida PR 1,102;95% CI 0,965-1,258). Faktor jenis kelamin menjadi faktor yang paling mempengaruhi kejadian malaria yang memberikan resiko sebesar 1,295 terjadinya malaria pada laki-laki dibandingkan pada perempuan setelah dikontrol oleh faktor tipe daerah dan tidur menggunakan kelambu berinsektisida. Perlunya promosi, edukasi dan monitoring evaluasi penggunaan kelambu berinsektisida terutama pada masyarakat perkotaan dan kelompok berisiko (laki-laki) ......West Papua Province ranks third in the highest cases of malaria in Indonesia. The number of positive malaria cases in 2020 totaled 254,050 cases, which increased in 2021 with 304,607 cases. There are several risk factors for the occurrence of malaria such as socio-demographic, environmental factors, and individual behavior in preventing the transmission of malaria. This study aims to assess the determinants of malaria incidence in West Papua Province, using the 2018 West Papua Province Riskesdas data source with a cross-sectional study design. This study used the cox regression statistical test on 2,602 samples in the province of West Papua, with statistical significance based on 95% confidence intervals. The results showed that the prevalence of malaria in West Papua Province was 37.2%. the highest proportion of malaria incidence was in males 42.5%, age ³ 5 tahun 37.4%, last education £ SMP/SLTP 37.5%, work not at risk 37.8%, did not sleep using insecticide treated nets 41.2 %, not using repellents, not using mosquito coils 38.0%, using gauze on house ventilation 42.7%, destroying used containerized 39.5%, living in urban areas 46.5%, the type of main water facility used used for cooking, personal hygiene and washing purposes which were not at risk 38.3% and the type of main water facility used for drinking purposes which was not at risk 38.7%. The results showed that there was a significant relationship between gender (PR 1.295; 95% CI 1.141-1.469) and area type (PR 0.746; 95% CI 0.650-0.855). As well as factors that are considered related to the incidence of malaria, namely sleeping using insecticide-treated nets PR 1.102; 95% CI 0.965-1.258). The gender factor is the factor that most influences the incidence of malaria which gives a risk of 1.295 for the occurrence of malaria in men compared to women after controlling for the type of area and sleeping using insecticide-treated mosquito nets. It is necessary to promotion, education, monitoring and evalution of the use of insecticide-treated nets, especially in urban communities and at risk group (men).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Salsabilla Oktaviani
Abstrak :
Pendahuluan: World Health Organization (WHO) melaporkan ratusan juta jiwa di seluruh dunia terinfeksi malaria setiap tahunnya. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi di Indonesia dengan prevalensi malaria tertinggi. Di daerah endemis, malaria menjadi salah satu penyebab utama demam pada anak. Namun, hingga saat ini penelitian di Indonesia mengenai infeksi malaria dan hubungannya dengan demam belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara demam dan riwayat demam dengan infeksi malaria pada kelompok usia anak sekolah dasar di Nusa Tenggara Timur. Metode: Penelitian potong-lintang ini melibatkan anak sekolah dasar, berusia 6-16 tahun pada 5 SD di Kecamatan Wewiku, NTT. Parasit malaria terdeteksi dengan mikroskop dan RT-PCR. Demam didefinisikan sebagai suhu ≥ 37,5 °C diukur saat dilakukan wawancara dengan termometer telinga. Riwayat demam didefinisikan menderita demam 1 minggu terakhir. Data dianalisis menggunakan SPSS dengan uji Chi-square dan uji lanjutan Post-Hoc untuk analisis hubungan antara infeksi malaria dengan demam atau riwayat demam. Selain itu, uji Kruskal-Wallis untuk analisis hubungan densitas parasit dengan demam atau riwayat demam. Hasil: Di antara 348 anak sekolah dasar, ditemukan prevalensi infeksi malaria sebesar 34,8% dengan proporsi seimbang antara infeksi mikroskopik (16,4%) dan infeksi submikroskopik (18,4%). Secara keseluruhan, infeksi P. vivax (82,6%) lebih tinggi dari P. falciparum (15,7%). Proporsi demam didapatkan 4,3% dan riwayat demam 17,5%. Infeksi mikroskopik 4,6 kali lebih banyak menyebabkan demam atau riwayat demam daripada yang tidak terinfeksi (OR = 4,601; 95% CI = 2,442─8,670; p <0,01). Sebaliknya, infeksi submikroskopik lebih banyak tidak menimbulkan demam atau riwayat demam dibandingkan infeksi mikroskopik (76,6% vs 54%; p = 0,009). Pada infeksi P. falciparum, penderita dengan demam atau riwayat demam mengandung jumlah parasit lebih tinggi daripada kelompok yg tidak demam (2.499 vs 5.001 vs 77). Namun hal ini tidak berlaku pada infeksi P. vivax (242 vs 272 vs 168). Simpulan: Densitas parasit Plasmodium yang lebih tinggi cenderung menyebabkan demam atau riwayat demam. Temuan ini mendukung riwayat demam dijadikan sebagai tambahan indikator diagnosis malaria. ......Introduction: World Health Organization (WHO) reports that hundreds of millions of people worldwide are infected with malaria each year. East Nusa Tenggara is one of provinces in Indonesia with the highest prevalence of malaria. In endemic areas, malaria is one of the main causes of fever in children. However, until now research in Indonesia regarding malaria infection and its relationship with fever has not been conducted. This study aims to examine the relationship between fever and history of fever with malaria infection among school-age children in East Nusa Tenggara, Indonesia. Methods: This cross-sectional study involved elementary school children, aged 6-16 years at 5 elementary schools in Wewiku District, NTT. Malaria parasites were detected by microscope and RT-PCR. Fever was defined as an temperature ≥ 37.5° C, measured at the time of interview with an ear thermometer. History of fever was defined as having had fever in the last 1 week by asking history taking the subject. The data were analyzed using SPSS with Chi-square test and Post-Hoc follow-up test to analyze the relationship between malaria infection and fever or a history of fever. In addition, the Kruskal-Wallis test to analyze the relationship between parasite density and fever or history of fever. Results: Among 348 primary school children, it was found that the prevalence of malaria infection was 34.8%, with a balanced proportion between microscopic infection (16.4%) and submicroscopic infection (18.4%). Overall, the proportion of infection was higher in P. vivax (82.6%) compared to P. falciparum (15.7%). The proportion of fever was 4.3% and a history of fever was 17.5%. Microscopic infections were 4.6 times more likely to cause fever or a history of fever than those who were not infected (OR = 4.601; 95% CI = 2.442─8.670; p <0.01). In contrast, submicroscopic infections were more likely to not cause fever or history of fever than microscopic infections (76.6% vs 54%; p = 0.009). In P. falciparum infection, patients with fever or a history of fever contained a higher number of parasites than the non-fever group (2.499 vs 5.001 vs 77). However, this did not apply to P. vivax infection (242 vs 272 vs 168). Conclusion: Higher Plasmodium parasite density were associated with higher risk of fever and history of fever. These findings support the history of fever as an additional indicator of malaria diagnosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marliah Santi HR
Abstrak :
Beberapa tahun terakhir malaria merupakan salah satu penyakit yang muncul kembali yang menunjukkan kecenderungan meningkatnya jumlah kasus di beberapa daerah. Beberapa kejadian luar biasa (KLB) malaria diakibatkan karena perubahan lingkungan dimana tempat perindukan potensial semakin luas atau semakin bertambah. Kasus malaria di Kecamatan Lengkong selama tiga tahun terakhir terjadi penurunan, tetapi perlu tetap diwaspadai kenaikan kasus malaria kembali, karena terdapatnya vektor malaria, lingkungan yang mendukung untuk tempat perkembangbiakan nyamuk, kebiasaan masyarakat yang suka keluar malam, serta penduduk dengan mobilitas yaitu penduduk banyak yang mencari pekerjaan ke luar daerah (luar jawa) sebagai pekerja musiman penambang emas, dimana daerah yang dikunjunginya itu adalah daerah endemis malaria. Data kejadian malaria di Puskesmas Lengkong, adanya peningkatan kasus malaria import dari 7% pada tahun 2010 menjadi 37% sampai pada Bulan Oktober pada tahun 2011. Keadaan ini akan semakin berpotensi meningkatkan penularan kesakitan malaria. Penelitian dilakukan pada Bulan Desember 2011, di Desa Langkapjaya dan Desa Cilangkap Kecamatan Lengkong. Tujuan dari penetian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria pada penduduk Kecamatan Lengkong Kabupaten Sukabumi yang pernah bermigrasi. Menggunakan desain cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah total populasi (seluruh penduduk Kec.Lengkong yang bermigrasi). Data dianalisis univariat dan bivariat. Dari 100 responden diketahui ada 97 % penduduk bermigrasi ke daerah endemis, 96% tinggal didaerah migrasi lebih dari 1 bulan, sebanyak 55% tidak menggunakan kemoprofilaksis, 57% dari responden pernah punya riwayat sakit malaria, 31% pencarian pengobatan bukan pada tenaga kesehatan, semua responden tidak menggunakan kelambu dan kawat kasa. Terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit malaria sebelumnya, penggunaan kemoprofilaksis selama di tempat migrasi dengan kejadian malaria. ......For the recent years, Malaria has been a re-emerging disease breeding showing the trend of increasing cases in some areas. Several malaria outbreaks is caused changes in the environment in which the potential breeding places of vectors mereases. In Lengkong subdistric, the number of malaria cases decreased for the last three years but still need to remain continous number of malaria cases because of the existence of malaria area, the sustable environment for breeding place, the habit of people to go out in the night, and the mobility of the people who works as seasonal, gold miners in an endemic area malaria. Data in Lengkong's health center (mentioned as Puskesmas Lengkong) shows the increasing number of imported malaria case from 7% in 2010 to 37% until October 2011. This condition is very potential to increase the number of malaria's transmission. The study was conducted in December 2011 in Langkapjaya village and Cilangkap village, Lengkong subdistric. The purpose of this study is to determine factors associated with malaria in the population of Lengkong subdistric, Sukabumi regency, who are seasional migrant. The study used cross sectional design and the study population is all individual of Lengkong subdistric who migrated seasonally. Data were analyzed by univariate and bivariate. From 100 respondents, 97% migrated to endemic area, 96% lived in migration area for more than a months, 55% didn't use chemopropylaxis, 57% ever had malaria, 31% seek treatment to the health services, all respondent also didn't use mosquito nets and their quarters were not mosquito protek. There is a significant relationship between malaria history, the use of chemopropylaxis, and the search mode for treatment with the incidence of malaria.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Duwi Prihatin
Abstrak :
Setiap tahun lebih dari 1 juta penduduk di dunia meninggal akibat malaria, 80% diantaranya di Afrika dan diperkirakan ada sekitar 3 milyar pasien malaria di seluruh dunia, salah satunya di Indonesia. Puskesmas Mantangai Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, angka kejadian malaria dari tahun 2009 - 2011 mengalami perubahan yaitu kasus malaria klinis dari 520 kasus turun menjadi 30 kasus, sedangkan kasus malaria positif dari 102 kasus naik menjadi 254 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik individu dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Mantangai Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2012. Metode penelitian adalah deskriptif dan desain Cross Sectional dengan pendekatan kuantitatif. Populasi adalah seluruh masyarakat yang pernah diperiksa terhadap malaria di wilayah kerja Puskesmas Mantangai Kabupaten Kapuas, yakni sebesar 259 orang dengan jumlah sampel 100 responden, tehnik pengambilan sampel adalah simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan secara wawancara menggunakan kuesioner. Hasil analisis bivariat yang mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian malaria adalah pekerjaan, pengetahuan, pemakaian obat anti nyamuk, dan kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari. Each year more than 1 million people worldwide die from malaria, 80% of them in Africa and an estimated 3 million malaria patients around the world, one in Indonesia. Mantangai Health Center Kapuas District of Central Kalimantan Province, the incidence of malaria from 2009 - 2011 which changed from 520 cases of clinical malaria cases dropped to 30 cases, while the positive malaria cases rose from 102 cases to 254 cases. The purpose of this study was to determine the individual characteristics and behaviors associated with the incidence of malaria in the region of Mantangai Health Center of Central Kalimantan Province Kapuas 2012. The research method was descriptive and cross sectional design with quantitative approach. The population was all people who ever checked against malaria in the region of Kapuas Mantangai health center, which amounted to 259 people with a sample of 100 respondents, the sampling technique is simple random sampling. The data was collected by interview using a questionnaire. The results of bivariate analyzes that have a meaningful relationship with the incidence of malaria is the work, knowledge, use of anti-mosquito, and and habits are outside the house at night.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Veronika Dwi Utami
Abstrak :
ABSTRAK
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI mengadakan riset kesehatan dasar (Riskesdas) berbasis kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah melihat faktor risiko secara spesifik lokal yang paling dominan di Indonesia pada Riskesdas 2007 dan 2010, mengetahui manfaat Riskesdas sebagai indikator pengendalian malaria. Penelitian ini menggunakan studi ekologi berbasis populasi yang dilaksanakan pada tahun 2011 dengan sumber data dari Laporan Riskesdas. Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor risiko kepadatan hunian ≥8m2 adalah faktor risiko yang paling berisiko pada Riskesdas 2007 dan pemakaian repellent adalah faktor risiko yang paling berisiko pada Riskesdas 2010. Propinsi Papua, Papua barat, dan NTT adalah propinsi yang paling berisiko terhadap kejadian malaria. Hasil Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2010 dapat dijadikan sebagai dasar untuk membuat kebijakan kesehatan suatu daerah sesuai dengan tujuan Riskesdas akan tetapi perlu dilakukan pendekatan secara spesifik lokal pada setiap faktor risiko.
2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Sriwijaya
Abstrak :
Dihidroartemisinin-piperakuin (DHA-PPQ) telah digunakan secara global sebagai terapi kombinasi standar pada pengobatan malaria vivaks di Indonesia. Efikasi dan keamanan obat ini banyak dilaporkan, namun data efek samping obat terhadap jantung masih sangat terbatas. Salah satu efek samping yang patut diwaspadai adalah pemanjangan repolarisasi ventrikel yang dapat menyebabkan berkembangnya aritmia ventrikuler yang dikenal sebagai Torsade de Pointes (TdP). Pengukuran interval QT telah dijadikan standar untuk mengukur waktu repolarisasi ventrikel. Interval QT juga mewakili waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi dan repolarisasi ventrikel sehingga tidak selalu bisa dijadikan indikator akurat pada kelainan repolarisasi. Saat ini pengukuran interval QT digunakan sebagai standar utama penilaian efek samping obat terhadap jantung, namun menurut pemikiran sebagian ahli, pengukuran interval JT lebih akurat untuk mengukur waktu repolarisasi ventrikel, karena tidak terpengaruh oleh variabilitas durasi kompleks QRS. Interval QT dan JT dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung, maka dalam penelitian ini digunakan dua formula yang sudah dikoreksi terhadap frekuensi denyut jantung, yaitu formula Bazett (QTcB, JTcB) dan Fridericia (QTcF, JTcF). Penelitian before-after ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai rerata interval QTc dan JTc penderita malaria vivaks sebelum dan sesudah pemberian DHA-PPQ. Penelitian ini dilakukan pada penderita malaria vivaks yang juga diberikan primakuin (PQ) untuk mencegah kekambuhan, sehingga juga dilakukan pengukuran interval QTc dan JTc sebelum dan sesudah pemberian PQ. Subyek yang masuk dalam kriteria seleksi pada pemberian DHA-PPQ berjumlah 24 subyek, sedangkan pada pemberian PQ sebanyak 14 subyek. Pengukuran interval QT dan JT dilakukan pada data rekaman EKG penelitian utama ?Safety, tolerability, and efficacy of artesunat-pyonaridine or dihydroartemisinin-piperaquine in combination with primaquine as radical cure for P. Vivax in Indonesian Soldiers? tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pemanjangan rerata interval QTcF dibandingkan baseline yang bermakna secara statistik di D3 setelah pemberian DHA-PPQ. Pemanjangan sebesar 14,42 milidetik terjadi di D3 predose dan 20,53 milidetik di D3 postdose, sedangkan rerata pemanjangan interval JTcF yang bermakna setelah pemberian DHA-PPQ, didapatkan sebesar 13,43 milidetik di D3 postdose. Hasil penelitian pada pemberian PQ terdapat perbedaan nilai rerata interval QTcB dibandingkan baseline sebesar 19,42 milidetik. Nilai median interval QTcB di D42 predose dan D42 postdose, masing-masing sebesar 402,69 milidetik dan 399,73 milidetik, sedangkan nilai median QTcB D29 predose sebagai baseline 380,31 milidetik, dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik. Untuk rerata pemanjangan interval JTcF dibandingkan baseline diperoleh sebesar 16,50 milidetik di D42 postdose dan secara statistik bermakna.
Dihydroartemisinin-piperaquin (DHA-PPQ) has been used globally as standard combination therapies for vivax malaria treatment in Indonesia. There are accumulating reports of efficacy and safety for these drugs. However, data on cardiotoxicity are limited. One of the side effects that must be put into caution is the prolongation of ventricular repolarization which can lead to the development of ventricular arrhythmia known as Torsade de Pointes (TdP). QT interval has been the standard measurement of ventricular repolarization. However, it includes both depolarization and repolarization time, and may not always be an accurate indicator for repolarization abnormalities. Recently, many experts suggest that JT interval could be a more accurate measurement of ventricular repolarization since the variability of QRS complex duration does not affect it. QT and JT intervals are affected by heart rate, so both of them have to be corrected for the heart rate using two formulas, i.e.: Bazett (QTcB, JTcB) and Fridericia (QTcF, JTcF) formulas. This study used ?before and after? design and was aimed to find out whether there was a significant difference of QTc and JTc interval of vivax malaria patients pre and post DHA-PPQ dose. Since our patients were also given primaquine (PQ) the differences of QTc and JTc interval of vivax malaria patients pre and post PQ were also explored. The ECG record of 24 DHA-PPQ and 14 PQ treated subjects taken from ?Safety, tolerability, and efficacy of artesunat-pyonaridine or dihydroartemisinin-piperaquine in combination with Primaquine as radical cure for P. Vivax in Indonesian Soldiers? study in the 2010 year, were analyzed. The results showed significant QTcF prolongations of 14.42 ms predose and 20.53 ms postdose on D3 DHA-PPQ treatment compared to the baseline value, D1, whereas prolongations of JT interval were 13.43 ms found on D3 postdose. The results after given PQ showed mean difference of QTcB compared to the baseline value was 19.42 ms and the values of QTcB interval median were 402.69 ms and 399.73 ms for D42 predose and D42 postdose, respectively, compared to the baseline value 380.31 ms for D29 predose, and which was statistically significant. The result for JTcF interval after given PQ, showed mean difference of prolongations compared to the baseline value was 16.50 ms, statistically significant.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Dian Ayu Agustina Fatem
Abstrak :
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, balita dan ibu hamil. Apabila mengenai ibu hamil dapat berakibat buruk terhadap ibu dan janinnya, salah satunya terhadap berat lahir bayi. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih menjadi daerah endemis malaria dimana pada tahun 2012 terdapat 417.819 kasus. Di Papua,angka Annual Paracite Incidence (API) pada tahun 2012 sebesar 85,75/1000 penduduk, sedangkan angka API di kota Jayapura menunjukkan nilai 57,29 per 1000 penduduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status malaria pada ibu hamil dan BBLR di RSUD Abepura. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif, menggunakan 540 data rekam medis pasien yang melakukan antenatal care di RSUD Abepura selama tahun 2012-2013. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kelompok responden yang mengalami malaria dalam kehamilan tidak berisiko secara statistik (Trimester pertama dengan RR 1,06 95% CI 0,42-2,72 dan p-value 0,891; trimester kedua dengan RR 0,99 95% CI 0,38-2,56 dan p-value 0,984; serta trimester ketiga dengan RR 1,01 95% CI 0,34-3,01 dan p-value 0,982) untuk melahirkan BBLR setelah dikontrol oleh variable usia gestasi dan status gizi ibu diantara ibu hamil yang anemia. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan pengambilan sampel yang tepat dan jumlah sampel yang lebih besar. ......Malaria is one of public health problem that can causes the death, especially for infants, toddlers and pregnant woman. If it touched by pregnant woman can adversely affects for the mother and their fetus. Indonesia is one of tropical countries that is still be a malaria endemic area, reported about 417.819 cases in 2012. In Papua, the number of Annual Paracite Incidence (API) in 2012 was about 85,75 per 1000 population, and the number of API in Jayapura was showed 57,29 per 1000 population. The purpose of this study was to determine the relation of malaria in pregnancy with low birth weight in RSUD Abepura. This study is a retrospective cohort that conducted through collect of 540 medical records of patients that are antenatal care in RSUD Abepura during 2012-2013. The result found that the respondents with malaria in pregnancy didn?t have riskbut it was not statistically significant (1st trimester with RR 1,06 95% CI 0,42-2,72 and p-value 0,891; 2nd trimester with RR 0,99 95% CI 0,38-2,56 and p-value 0,984; 3rd trimester with RR 1,01 95% CI 0,34-3,01 and p-value 0,982) for having baby with low birth weight after controlling with gestational pregnancy and nutritional pregnancy in respondent with anemia. Need to do further research with a larger sample and more appropriate sampling method.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T43124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labibah Qotrunnada
Abstrak :
ABSTRAK
Jumlah parasitemia pada infeksi malaria yang ada di dalam darah perifer tidak mampu menunjukkan total biomassa parasit malaria. Total biomassa parasit malaria yang diukur dengan pemeriksaan antibodi histidine rich protein HRP dan Plasmodium lactate dehydrogenase pLDH menunjukkan bahwa biomassa parasit malaria lebih tinggi dibandingkan dengan parasitemia di darah perifer. Biomassa parasit malaria berhubungan dengan inflamasi sistemik dan tidak berhubungan dengan aktivasi endotel. Oleh karena itu, biomassa parasit malaria kemungkinan tidak terakumulasi di sel-sel endotel, melainkan di organ non endotel seperti limpa. Penelitian tentang malaria di limpa masih sangat jarang dilakukan, namun ada beberapa yang menunjukkan terdapat perbedaan arsitektur limpa yang terinfeksi oleh P. falciparum dan P. vivax. Perbedaan tersebut diduga karena perbedaan sel inang yang diinfeksi, yaitu eritrosit pada P. falciparum dan retikulosit pada P. vivax. Sebanyak 12 sampel limpa pasien splenektomi digunakan untuk membuktikan apakah limpa manusia merupakan reservoir parasit malaria dan terjadi penghindaran respons imun di limpa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi berat limpa pasien berhubungan dengan tingginya parasitemia, luas pulpa putih dan akumulasi parasit malaria. Akumulasi P. falciparum juga terjadi di limpa dengan tingginya parasitemia di limpa namun stadium hidup yang muda lebih banyak ditemukan di limpa. Hal tersebut berhubungan dengan mekanisme penghindaran respons imun dengan dugaan sekuestrasi di pembuluh darah sehingga menurunkan stadium matang di limpa. Mekanisme penghindaran pada stadium yang lebih muda juga dilakukan dengan cara membentuk rosetting. Akumulasi P. vivax di limpa tidak dapat dideskripsikan di penelitian ini karena jumlah sampel yang sedikit dengan parasitemia rendah. Namun penelitian ini mampu memprediksi kemungkinan akumulasi P. vivax di limpa dengan tingginya retikulosit di limpa.Kata kunci: Limpa, Malaria, P. falciparum, P. vivax, limpa, retikulosit.
ABSTRACT
The number of parasitemia in malaria infections from peripheral blood was not able to show the total parasite biomass. Total malaria parasite biomass as measured by histidine rich protein HRP and Plasmodium lactate dehydrogenase pLDH antibody test showed higher parasitic biomass than parasitemia in peripheral blood. Total parasite biomass was not correlated with endothelial activation. Therefore parasite biomass was possible to accumulate in non endothelial organ such as the spleen. Research on malaria in the spleen was still very limited, but there were some that showed the differences of splenic architecture in P. falciparum and P. vivax infection. The difference was due to the difference of infected host cell ie red blood cell in P. falciparum and reticulocyte in P. vivax. A total of 12 spleen from splenectomy patients were used to prove whether the human spleen is malaria parasite reservoir and the escaping immune response in the spleen. The results showed that the higher spleen weight was associated with high parasitemia, white pulp area, and accumulation of malaria parasites. P. falciparum accumulation also occurs in the spleen with high parasitemia in the spleen but younger life stages are more common in the spleen. It is related to the mechanism of escaping the immune response with sequestration in the blood vessels thereby decreasing the mature stage in the spleen. The mechanism of escaping immune respons in the spleen at younger stages was also done by forming rosetting. The accumulation of P. vivax in the spleen can not be described in this study because of the limited number of samples with low parasitemia. However, this study was able to predict the possibility of P. vivax accumulation in the spleen with high reticulocytes in the spleen.Keywords Spleen, Malaria, P. falciparum, P. vivax, spleen, reticulocyte.
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Malaria termasuk penyakit yang timbul kembali di Pulau Jawa, khususnya di Kabupaten Kebumen terjadi kejadian luar biasa dengan peningkatan kasus. Penelitian dilakukan di daerah Desa Wagirpandan, Kecamatan Rowokele, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian ini untuk mengidentifikasi pengetahuan lokal dan perilaku dari masyarakat, yang terjadi faktor penting pengendalian penyakit bersumber vektor. Metode: Penelitian dilakukan Bulan Juni 2011 hingga November 2011, menggunakan disain kualitatif dengan pendekatan etnosains. Data didapatkan melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Hasil: Dari penelitian ini sebutan lokal untuk sakikt malaria adalah “udug-udug” dan terjadi penundaan pengobatan saat muncul gejala sakit malaria. Malaria dianggap penyakit berbahaya bila dalam seminggu tidak sembuh dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Dalam penelitian ini ditemukan kesenjangan pemahaman mengenai vektor DBD dan malaria. Kesimpulan: Kesenjangan pemahaman berdampak ke kecendrungan tindakan pencegahan yang dilakukan masyarakat untuk mengeliminasi berkembangnya jentik vektor DBD di penampungan air bersih. Ditemukan kelompok berisiko terjangkit malaria, yakni pekerja imigran musiman dan pekerjaan pencari getah pinus. Saran: Perlu informasi promosi dan pendidikan kesehatan tentang vektor nyamuk, perilaku pencegahan dan pengobatan malaria.
BULHSR 17:4 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yudinto
Universitas Indonesia, 2006
T39434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>