Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuwono
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Southeast Asian Ovalocytosis (SAO) yang lazim ditemukan pada populasi Asia Tenggara, merupakan polimorfisme yang terbentuk akibat delesi 27 pb pada gen AEI/hilangnya 9 asam amino pada protein pita 3. Delesi 9 asam amino ini menyebabkan gangguan gerak protein pita 3 dan protein rangka membran, membran menjadi kaku dan bentuk eritrosit berubah menjadi oval. Perubahan morfologi ini memberi keuntungan karena sel darah merah dengan SAO menjadi resisten terhadap malaria. Mekanisme serta berbagai faktor yang berhubungan dengan resistensi ini, sampai kini masih banyak diperdebatkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan variasi resistensi tersebut dengan etnis dan geografis. Pendekatan yang dilakukan yaitu studi epidemiologi molekul untuk mengetahui frekuensi ovalositosis pada penderita malaria dan pada individu sehat pada dua populasi yang berbeda etnis dan letak geografisnya (Alor dan Bangka), uji invasi in vitro untuk melihat apakah ovalositosis resisten terhadap invasi P. falciparum. Pada penelitian ini juga dilakukan pendeteksian faktor perancu pada ovalositosis dan perbandingan metode deteksi ovalositosis berdasarkan gambaran morfologi sel darah merah dan berdasarkan metode polymerase chain reaction (PCR).
Hasil dan Kesimpulan:
Frekuensi, ovalositosis pada penderita malaria dibandingkan pada individu sehat di Alor adalah 3.1% (2164) : 13.5% (13/96) (p< 0.05) dan di Bangka 0% (01164) : 8.1% (131156) (p< 0.01). Uji chi square menunjukkan bahwa frekuensi ovalositosis pada penderita malaria di kedua pulau berbeda bermakna (p< 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa individu dengan ovalositosis di Bangka memiliki resiko lebih rendah untuk terinfeksi malaria dibanding individu dengan ovalositosis di Alor. Hasil studi pada populasi ini diperkuat dengan hasil studi invasi yang menunjukkan bahwa parasitemia pada sel darah merah ovalositosis 10 kali lebih rendah dibanding pada sel darah merah normal dan terjadi hambatan perkembangan parasit intraovalositosis. Thalasemia β kemungkinan bukan merupakan faktor perancu pada ovalositosis. Diagnosis ovalositosis berdasarkan metode PCR lebih handal (sensitifitas dan spesifitas 100%) dibandingkan diagnosis berdasarkan gambaran morfologi sel darah merah (sensitifitas 73-84%, spesifitas 97-99%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10345
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prisilia Oktaviyani
"

ABSTRAK

Nama : Prisilia Oktaviyani
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul : Analisis Tren Spasial-Temporal Kejadian Malaria berdasarkan Faktor
Lingkungan dan Kependudukan di Kabupaten Kapuas tahun 2013-2017
Pembimbing : Dr. Budi Hartono, S.Si., MKM
xviii + 127 halaman + 16 tabel + 15 gambar + 4 lampiran
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasite Plasmodium dan ditularkan oleh
nyamuk Anopheles. Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi
Indonesia dan dunia. Sehingga upaya pemberantasan malaria masuk dalam salah satu
tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan faktor lingkungan dan kependudukan terhadap kejadian malaria di
Kabupaten Kapuas. Penelitian ini menggunakan metode ekologi yang dilakukan pada 17
kecamatan di Kabupaten Kapuas tahun 2013 – 2017. Data yang digunakan pada penelitian
ini adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait, yaitu Dinas Kesehatan
Kabupaten Kapuas, Badan Pusat Statistik Kabupaten Kapuas dan BMKG Palangkaraya.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah topografi, curah hujan, luas perairan,
distribusi kelambu, dan kepadatan penduduk. Untuk variabel dependen adalah kejadian
malaria. Hasil analisis menunjukan bahwa variabel lingkungan yaitu topografi, curah
hujan, luas perairan, dan distribusi penduduk serta variabel kependudukan yaitu
kepadatan penduduk berhubungan secara signifikan dengan kejadian malaria di
Kabupaten Kapuas tahun 2013-2017 (nilai p < 0,1). Hasil analisis juga menunjukkan
hubungan posistif antara variabel topografi, laus perairan, dan distribusi kelambu dengan
kejadian malaria. Sedangkan variabel curah hujan dan kepadatan penduduk menunjukkan
hubungan yang negative terhadap kejadian malaria. Perlu dilakukan usaha preventif
untuk mencegah kejadian malaria di Kabupaten Kapuas seperti memaksimalkan
distribusi kelambu melakukan penyemprotan di rumah transmigran, menyediakan
larvasida serta memperkuat data dasar malaria dengan pemetaan.
Kata kunci: Malaria, Faktor Lingkungan, Faktor Kependudukan


ABSTRACT

Name : Prisilia Oktaviyani
Study Program : Public Health
Title : Spatial-Temporal Trend Analysis of Malaria Cases Based on
Environmental and Demography Factors in Kapuas Regency
2013-2017
Counsellor : Dr. Budi Hartono, S.Si., MKM
xviii + 127 pages + 16 tables + 15 figures + 4 attachments
Malaria is a disease caused by the Plasmodium parasite and is transmitted by the
Anopheles mosquito. Malaria is one of the health problems faced by Indonesia and the
world. So that efforts to eradicate malaria are included in one of the goals of the
Sustainable Development Goals (SDGs). This study aims to determine the relationship of
environmental and population factors to the incidence of malaria in Kapuas District. This
study used ecological methods carried out in 17 sub-districts in Kapuas District in 2013 -
2017. The data used in this study were secondary data obtained from relevant agencies,
namely the Kapuas District Health Office, Kapuas Regency Central Bureau of Statistics
and BMKG Palangkaraya. The independent variables in this study were topography,
rainfall, water area, distribution of bed nets, and population density. For the dependent
variable is the incidence of malaria. The results of the analysis show that environmental
variables, namely topography, rainfall, water area, and population distribution and
population variables, namely population density are significantly associated with malaria
incidence in Kapuas District in 2013-2017 (p value <0.1). The results of the analysis also
showed positive relationships between the topographic, water, and netting distributions
with the incidence of malaria. While the rainfall and population density variables showed
a negative relationship to the incidence of malaria. Preventive efforts need to be made to
prevent the incidence of malaria in the Kapuas Regency, such as maximizing the
distribution of mosquito nets to spray in transmigrant homes, providing larvacides and
strengthening malaria baseline data by mapping.
Key words: Malaria, Environmental Factors, Demography Factor

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Pekey
"ABSTRAK
Latar Belakang : Infeksi malaria menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan pada semua usia terutama kelompok berisiko tinggi. Golongan darah ABO dikatakan dapat mempengaruhi berat ringannya malaria namun pada etnik dan geografis tertentu dapat berbeda. Meskipun beberapa penelitian terakhir mengatakan terdapat hubungan namun terdapat beberapa penelitian yang tidak menemukan hubungan tersebut termasuk di Papua New Guinea yang memiliki karakteristik etnik dan alam yang mirip dengan Papua. Selain itu pada beberapa studi sebelumnya jumlah sampel yang digunakan hanya sedikit, terdapat hasil statistik yang tidak bermakna, melibatkan sampel anak serta beberapa hanya dilakukan berbasis laboratorium Laboratory base . Pada penelitian ini kami menggunakan sampel yang lebih banyak, tidak melibatkan sampel anak dan penelitian dilakukan berbasis rumah sakit Hospital base . Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di RSUD Dok II Jayapura Indonesia dari September hingga November 2016. Sebanyak 210 subjek malaria yang memenuhi kriteria dikategorikan menjadi golongan darah O dan Non O serta malaria berat dan malaria ringan berdasarkan kriteria WHO. Data yang diperoleh diolah menggunakan SPSS versi 17 dengan melakukan analisis statistik kai-kuadrat dan menghitung rasio prevalensi serta interval kepercayaan. Hasil Penelitian : Dari 210 pasien, golongan darah non-O 80 pasien 38,2 dan golongan darah O 130 pasien 61,9 . Malaria berat pada golongan darah Non O sebanyak 13 kasus 16,3 dan Golongan darah O sebanyak 9 kasus 6,9 . Terdapat perbedaan prevalensi kejadian malaria berat yang bermakna antara kedua golongan darah p = 0,032 dengan Prevalensi rasio PR 2,4 IK95 : 1,06-6,42 . Golongan darah B terbanyak mengalami malaria berat p = 0,038 dan IK95 1,06-6,42 . Prevalensi malaria berat golongan darah non O pada kedua etnik lebih tinggi terutama pada etnik non Papua non Papua, PR 3,8 IK95 0,84-17,9, p=0,143 dibandingkan Papua, PR 1,83 IK 95 0,56-5,9, p=0,356 . Kesimpulan : Terdapat hubungan bermakna golongan darah ABO dengan berat ringanya malaria. Malaria berat lebih banyak terjadi pada Golongan darah Non O terutama golongan darah B.

ABSTRACT
Background Malaria infection has caused a significant morbidity and mortality in all ages, especially in high risk groups. Various factors, including ABO blood type, can influence the severity of malaria to certain ethnic group and location. In terms of ABO blood types, several studies showed their relationship with severity of malaria. Others, such as study on Papua New Guinea which has the same characteristic with Papua Province in Indonesia, showed a contrary result. However, these studies were considered invalid due to the usage of smaller samples, with no statistical differences results, only included children and laboratory based studies. In our study, we included more samples, not involving children and did a hospital based studies. Methods This was a cross sectional study in Dok II Jayapura Hospital, Indonesia, from September to November 2016. 210 subjects were diagnosed with malaria, clinically classified according to WHO criteria and underwent ABO blood type examination. Blood type was categorized into O and Non O groups. Malaria severity was classified into severe and mild malaria. Results Out of 210 patients, 80 38.2 and 130 61.9 were Non O and O blood types respectively. Severe malaria was commonly found in Non O compare to O blood type 16.3 vs 6.9 prevalence ratio PR 2.4 95 CI 1.06 6.42 p 0.032 . Moreover, group B blood type had the highest incidence of severe malaria p 0.038 95 CI 1.06 6.42 . In addition, Non O blood group in both Papuan and Non Papuan races had a greater prevalence of severe malaria Papuan, PR 1.83, 95 CI 0.56 5.9 p 0.356, compared with Non Papuan, PR 3.8, 95 CI 0.84 17.9, p 0.143 .Conclusion There is a significant relationship between ABO blood group and the severity of malaria in Papua. Severe malaria was more common in Non O, especially type B blood group. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library