Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Krisniati Kurniati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
S29671
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surachman
Abstrak :
Mineral dolomit mcnlpakan salah satu sumber magnesium yang banyak digunakan untuk menghasilkan magnesium ataupun magnesium oksida. Dolomit menipakan ikatan rangkap magnesium karbonat dan kalsium karbonat, sebzigai senyawa campuran kalsit (CaCO;) dan magnesit (MgCO;). Dolomit mempunyai rumus kimia CaMg(C0;);, berat molekul 184,4 dan specific grafity 2,84 g/cm). dengan kandungan rata-rata logam magnesium dalam mineral dolomit I3 wt%. Penggunaan dolomit utamanya adalah unruk bahan refraktori, indusrri perta.nian, industri semen, fluks untuk paduan besi dan sebagai sumber magnesium. Proses plindian dalarn el-zstraksi magnesium oksida dari mineral dolomit ini adalah salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah dolomit yang tersedia dalam jumlah besar (satu setengah milyar ton) di Indonesia, karena nilai jual dalam bentuk magnesium oksida mencapai ratusan ribu kali lipat dari nilai jual dolomit mentah. Ekstraksi magnesium ol-csida dari mineral dolomit umumnya dilakukan dengan proses pirometalurgi, yang membutuhkan biaya tinggi karena proses berlangsung pada tcmperatur tinggi. Telmik produksi tanpa proses lcmpcratur tinggi tentunya akan jauh lebih ekonomis dan lebih mudah penanganannya. Untulc itulah. diuji cobakan proses pelindian sebagai altematif dalam menghasilkan magnesium oksida dari mineral dolomit. Penelitian ini menggunakan 10 gram scrbuk mineral dolomit, mencapai hasil magnesium oksida optimal pacla penggunaan pelarut asam klorida teknis (konsentxasi 8 M) sebanyak 27 ml dan pereaktan pengcndap NaOH 7M scbanyak 24 ml. Proses pencucian sangat berpengaruh dalam mcnghilangkan dan mcmisahkan ga.ra.m-garam anhidrat (NaCl dan CaCl¢) dari magnesium hidroksida. Pemanasan dan pengadukan meningkatkan kelamtan garam-garam anhidrat dalam air pada proses pencucian hingga sam setengah kali lipat proses pencucian tanpa pemanasan dan pengadukan, dan meningkatkan kadar magnesium olcicla hingga clelapan kali lipat. Proses kalsinasi diperlukan untuk merubah magnesium hidroksida menjadi magnesium oksida, dengan tempcratur kalsinasi 400° C. Dalam uji struktur fasa hasil ekslraksi proses pelindian, melalui perbandingan hasil XRD terhadap data standar PDF (kartu JCPDS, Powder Dwracrion File) clidapatkan baliwa fasa yang terbentuk adalah fasa magnesium oksida. Magnesium oksida yang dihasilkan dari proses pelindian ini, memiliki tingkat kemurnian yang tinggi (91 wt%). Dengan demikian, proses pelindian ini dirasakan layak dijadikan sebagai metode alternatif untuk mengliasilkan magnesium oksida dari mineral dolomit.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S41543
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Hamijaya
Abstrak :
Rangkaian penelitian yang dilakukan merupakan investigasi yang didasarkan dari literatur yang tersedia. Menganalisa sebuah proses produksi mixed hydroxide precipitate (MHP), yang diawali dengan proses proses pelindian atmosferik yang menghasilkan pregnant leach solution (PLS), dilanjut dengan multi-stage iron removal yang bertujuan untuk mengurangi pengotor besi yang terdiri dari dua tahapan. Pada tahapan pertama, PLS akan dititrasi dengan kalsium karbonat (CaCO3) dengan kadar 25 wt% hingga pH 2 tercapai, setelah itu, sampel dipanaskan hingga 90oC selama 2 jam. Pada tahapan kedua, sampel dititrasi dengan CaCO3 berkadar 12,5 wt% hingga pH 2 tercapai, selanjutnya dipanaskan hingga temperatur 90oC selama 1 jam. Recovery total besi, nikel, kobalt, aluminium dan mangan dengan proses multi-stage iron removal masing-masing mencapai 23,711%, 57,395%, 34,202%, 50,048%, 14,201%, dimana hasil ini cukup baik namun tidak memuaskan karena loss nikel dan kobalt >1%. Hal ini kemungkinan terjadi karena selektivitas pengendapan yang rendah akibat penambahan agen pengendap yang terlau banyak. Terakhir, ditutup dengan proses presipitasi PLS yang telah direduksi kadar besinya, pada fase ini PLS hasil iron removal dititrasi dengan magnesia (MgO) dengan kadar 20 wt% hingga mencapai pH 7. Hasil yang diharapkan ialah terjadinya separasi antara pengotor dengan MHP yang mengandung banyak Ni dan Co. Namun, penelitian ini menemukan beberapa beberapa parameter yang menghalangi terjadinya separasi antara MHP dan pongotornya. Meningkatnya viskositas larutan pasca titrasi, dan tidak terjadinya separasi merupakan tanda dari tingginya derajat kejenuhan larutan. Kurang optimalnya proses pereduksian besi turut mempengaruhi tidak terjadinya separasi pada proses presipitasi yang membuat magnesia tidak bereaksi dengan Ni dan Co. ......The series of research carried out is an investigation based on the available literature. Analysing a production process of mixed hydroxide precipitate (MHP), which begins with an atmospheric leaching process that produces a pregnant leach solution (PLS), followed by multi-stage iron removal which aims to reduce iron impurities which consists of two stages. In the first stage, PLS will be titrated with calcium carbonate (CaCO3) at a level of 25 wt% until pH 2 is reached, after that, the sample is heated to 90oC for 2 hours. In the second stage, the sample is titrated with CaCO3 at a level of 12.5 wt% until pH 2 is reached, then heated to a temperature of 90oC for 1 hour. The total recovery of iron, nickel, cobalt, aluminium and manganese with the multi-stage iron removal process reached 23.711%, 57.395%, 34.202%, 50.048%, 14.201%, where these results were quite good but not satisfactory due to loss of nickel and cobalt >1%. This may be due to the low selectivity of precipitation due to the addition of too much precipitating agent. Finally, with the PLS precipitation process where the iron content has been reduced, in this phase the iron removed PLS is titrated with magnesia (MgO) with a concentration of 20 wt% until it reaches pH 7. The expected result is separation between impurities and MHP which contains a lot of Ni. and Co. However, this study found several parameters that prevented the separation between MHP and its impurities. The increase in the viscosity of the solution after the titration, and the absence of separation is a sign of the high degree of saturation of the solution. The less than optimal iron reduction process also affects the absence of separation in the precipitation process which makes magnesia not react with Ni and Co
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reynaldo Putrayadi
Abstrak :
Magnesium (Mg) merupakan logam ringan yang memiliki beragam aplikasi, termasuk dalam industri otomotif dan sebagai bahan implan biodegradable. Meskipun penting, kelemahan utama magnesium adalah ketahanan korosinya yang rendah terutama dalam lingkungan yang mengandung klorida. Oleh karena itu, perbaikan sifat korosi magnesium diperlukan melalui rekayasa permukaan. Salah satu metode yang efektif dalam rekayasa permukaan magnesium adalah metode plasma electrolytic oxidation (PEO). Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengaruh perbedaan kation yang digunakan sebagai elektrolit untuk PEO terhadap sifat mekanik dan ketahanan korosi lapisan PEO pada paduan magnesium AZ31. Elektrolit yang dimaksud adalah KOH dan NaOH. Dalam penelitian ini, dilakukan proses PEO pada paduan magnesium AZ31 menggunakan larutan basa seperti KOH, NaOH, dan campuran KNa. Proses ini menggunakan rapat arus 1000 A/m2 pada suhu 30ºC dalam waktu 10 menit. Sampel yang dihasilkan kemudian dianalisis menggunakan beberapa metode, termasuk pengamatan morfologi dan komposisi dengan SEM-EDS, uji mekanik untuk mengukur ketahanan aus dan kekerasan, serta eksperimen elektrokimia dengan EIS dan PDP. Larutan KOH, NaOH, dan KNa dapat meningkatkan ketahan korosi dan sifat mekanik lapisan PEO pada paduan magnesium AZ31. Data uji korosi menunjukkan bahwa larutan KOH memiliki tingkat korosi paling tinggi dibandingkan dengan NaOH dan KNa dengan nilai rapat arus dan resistansi polarisasi sebesar 7,31 × 10-5 A/cm2 dan 280 Ω.cm2 . Uji mekanik mengindikasikan peningkatan kekerasan dan ketahanan aus pada sampel yang diuji dengan larutan campuran KNa dengan nilai kekerasan sebesar 71 Hv dan nilai spesifik abrasi sebesar 9,07 × 10-6 mm3 /mm. Hal ini disebabkan oleh nilai at% dari unsur O pada elektrolit KNa lebih tinggi dibandingkan elektrolit NaOH dan KOH. ......Magnesium (Mg) is a lightweight metal with diverse applications, including the automotive industry and as a material for biodegradable implants. Despite its significance, magnesium's primary weakness lies in its low corrosion resistance, particularly in chloride-containing environments. Therefore, improving magnesium's corrosion resistance is essential through surface engineering. One effective method for surface engineering of magnesium is the Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) technique. This research aims to understand the influence of different cations used as electrolytes for PEO on the mechanical properties and corrosion resistance of PEO coatings on the AZ31 magnesium alloy. The electrolytes in focus are KOH and NaOH. In this study, the PEO process was conducted on the AZ31 magnesium alloy using basic solutions such as KOH, NaOH, and a mixture of KNa. The process employed a current density of 1000 A/m2 at a temperature of 30ºC for 10 minutes. The produced samples were then analyzed using various methods, including morphology and composition observation with SEM-EDS, mechanical testing for wear resistance and hardness measurement, as well as electrochemical experiments using EIS and PDP. KOH, NaOH, and KNa solutions successfully enhanced the corrosion resistance and mechanical properties of PEO coatings on the AZ31 magnesium alloy. Corrosion test data indicated that the KOH solution exhibited the highest corrosion rate compared to NaOH and KNa, with corrosion current density and polarization resistance values of 7,31 × 10-5 A/cm2 and 280 Ω.cm2 , respectively. Meanwhile, mechanical tests indicated improved hardness and wear resistance in samples treated with the KNa mixed solution, showing a hardness value of 71 Hv and specific abrasion value of 9,07 × 10-6 mm3 /mm. This can be attributed to the higher atomic percentage of oxygen in the KNa electrolyte compared to NaOH and KOH.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Nadi Astuti
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Amanda
Abstrak :
Deoksigenasi katalitik lemak hewani yang mengandung asam lemak telah diimplementasikan untuk menghasilkan renewable diesel. Lemak ayam atau minyak lemak ayam (CFO) adalah salah satu bahan baku renewable diesel hewani yang menjanjikan. Jumlah produksi ayam ras pedaging di Indonesia ada sebanyak 3.43 juta ton pada 2021. Ketersediaan ayam ras pedaging yang berlimpah diikuti oleh sejumlah besar limbah lemak yang dihasilkan menjadikan minyak lemak ayam bahan baku renewable diesel yang ekonomis. Pada penelitian ini, renewable diesel diproduksi dengan deoksigenasi berkatalis magnesium oksida (MgO). Deoksigenasi dilakukan untuk meningkatkan karakteristik renewable diesel dengan melibatkan penghilangan spesies teroksigenasi dalam bentuk CO, CO2, dan H2>O melalui dekarbonilasi dan dekarboksilasi di atmosfer tanpa H2 yang membuatnya ekonomis dan ramah lingkungan untuk produksi renewable diesel. Hasil produk cair penelitian ini diuji berdasarkan Keputusan Dirjen Migas Nomor 146.K/10/DJM/2020 sehingga dapat bermanfaat untuk pengembangan renewable diesel untuk bisa dipasarkan di Indonesia. Dari hasil penelitian, konversi menggunakan rasio berat katalis terhadap umpan 4 wt% dan suhu 400 ˚C menghasilkan produk cair yang sebagian besar mengandung senyawa alkana (42.68%), alkena, (18.41%) dan (6.59%) siklik. Pentadekana dan Heptadekana merupakan senyawa utama produk cair, mengindikasikan terjadinya reaksi deoksigenasi. ......As a method of producing renewable diesel, catalytic deoxygenation of animal fats containing fatty acids has been developed. Chicken fat or chicken fat oil (CFO) is one of the promising feedstocks of renewable animal diesel. In 2021, Indonesia yielded 3.43 million tons of broiler chickens. The abundant availability of broilers followed by the large amount of waste fat produced makes CFO an economical renewable diesel feedstock. In this study, renewable diesel is produced by deoxygenation with magnesium oxide (MgO) catalyst. Deoxygenation is carried out to improve the characteristics of renewable diesel by involving the removal of oxygenated species in the form of CO, CO2, and H2O through decarbonylation and decarboxylation under H2-free atmosphere thereby is environmentally and economically effective for the production of green diesel. The liquid products from this research were tested based on the Keputusan Dirjen Migas Nomor 146.K/10/DJM/2020 which can be useful for the development of renewable diesel to be marketed in Indonesia. Conversion using a catalyst to feed weight ratio of 4 wt% and a temperature of 400 ˚C produced a liquid product containing mostly alkanes (42.68%), alkenes (18.41%) and cyclic (6.59%) compounds. Pentadecane and Heptadecane are the main compounds of the liquid product, indicating the occurrence of deoxygenation reactions.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stanley Austin Susanto
Abstrak :
Pengaruh sifat fisik dan kimia dari metode persiapan MgO dan nikel atau rutenium yang didispersikan pada MgO untuk reaksi konversi katalitik etanol menjadi butanol telah dipelajari. Reaksi telah dilakukan pada suhu 350 A°C dalam reaktor batch. Katalis pendukung dan Ni atau Ru yang didispersikan pada MgO telah dikarakterisasi dengan XRD, CO2-TPD, dan SAA. Dari MgOs disintesis, hasil tertinggi butanol diperoleh dari MgO disintesis dari metode presipitasi (2,36%) yang memiliki luas permukaan dan volume pori terbesar, ukuran pori kecil, dan kebasaan tertinggi. Dari logam yang terdispersi pada MgO metode presipitasi, hasil tertinggi butanol diperoleh dari ruthenium yang didispersikan pada MgO metode presipitasi (6,60%) yang memiliki kebasaan lebih tinggi daripada nikel. ......The effect of physical and chemical properties of MgO preparation methods and nickel or ruthenium dispersed on MgO for converting catalytically reaction of ethanol to butanol have been studied. The reactions have been conducted at the temperature of 350 A°C in batch reactor.The supports and Ni or Ru dispersed on MgO have been characterized by XRD, CO2-TPD, and SAA. It turned out that of MgOs synthesized, highest yield of butanol was obtained from MgO synthesized from precipitation method (2.36%) having largest surface area, pore volume, small pore size, and highest basicity. Of metals dispersed on MgO of precipitation method, highest yield of butanol was obtained from ruthenium dispersed on MgO of precipitation method (6.60%) having higher basicity than nickel.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asweda Luluk Saptaningrum
Abstrak :
Magnesium dan paduannya telah digunakan di berbagai industri karena memiliki rasio kekuatan terhadap berat yang tinggi, modulus elastisitas dan densitas yang rendah, serta sifat mampu bentuk dan manufaktur yang baik. Namun, magnesium memiliki ketahanan korosi dan aus yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan rekayasa permukaan pada paduan magnesium. Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) menghasilkan lapisan keramik oksida yang dapat meningkatkan ketahanan korosi dan aus paduan magnesium. Jenis elektrolit yang digunakan karakteristik dan waktu hidup plasma. Dalam penelitian ini, proses PEO dilakukan pada paduan AZ91 dalam elektrolit berbasis campuran silikat, fosfat, dan hidroksida yaitu Na3PO4, Na2SiO3, dan KOH. Proses PEO dilakukan dengan menggunakan rapat arus konstan sebesar 533 A/m2 selama 10 menit. Parameter proses tersebut dipilih untuk memperlama waktu hidup plasma. Pada penelitian sebelumnya, plasma hanya dapat hidup selama 2 menit. Hasil analisis SEM-EDS menunjukkan bahwa lapisan PEO yang dihasilkan memiliki dua tipe warna, yaitu abu-abu dan putih dengan morfologi dan komposisi berbeda. Bagian putih memiliki morfologi yang tidak seragam dan banyak retakan, dibandingkan dengan bagian abu-abu yang memiliki sedikit pori dan retakan. Ketebalan lapisan yang terbentuk sebesar 53 ± 3 μm. Berdasarkan hasil analisis fasa XRD, terdapat fasa kristal dan amorf Mg2SiO4, Mg3(PO4)2, dan MgO pada lapisan PEO. Hasil tersebut dikonfirmasi oleh hasil analisis EDS dengan terdeteksinya unsur-unsur terkait. Bagian putih memiliki konsentrasi Si yang lebih tinggi dibandingkan bagian abu-abu. Bagian abu-abu memiliki daya tahan abrasi yang lebih tinggi dibandingkan lapisan putih yang ditunjukkan dari nilai spesifikasi abrasinya, yaitu 0,684 × 10-5 mm3/mm dibanding 1,48 × 10-5 mm3/mm. Hasil karakterisasi dan uji mekanik menunjukkan lapisan PEO yang terbentuk tebal dan memiliki ketahanan aus yang baik karena plasma dapat hidup sampai 10 menit. ......Magnesium and its alloys have been used in various industries due to their high strength-to-weight ratio, low modulus of elasticity and density, as well as good formability and manufacturability. However, magnesium has low corrosion resistance and wear resistance. To overcome these challenges, surface engineering is required for magnesium alloys. Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) produces a ceramic oxide layer that can enhance the corrosion resistance and wear resistance of magnesium alloys. The type of electrolyte used determines the characteristics and lifetime of the plasma. In this study, the PEO process was performed on the AZ91 alloy using an electrolyte based on a mixture of silicate, phosphate, and hydroxide, namely Na3PO4, Na2SiO3, and KOH. The PEO process was carried out using a constant current density of 533 A/m2 for 10 minutes. These process parameters were chosen to prolong the plasma lifetime. In previous studies, the plasma could only last for 2 minutes. The results of SEM-EDS analysis showed that the produced PEO layer had two different colors, namely gray and white, with different morphologies and compositions. The white part exhibited non-uniform morphology and numerous cracks compared to the gray part, which had fewer pores and cracks. The thickness of the formed layer was measured to be 53 ± 3 μm. Based on XRD phase analysis, crystal and amorphous phases of amorf Mg2SiO4, Mg3(PO4)2, and MgO were detected in the PEO layer. These findings were confirmed by EDS analysis, which detected related elements. The white part had a higher concentration of Si compared to the gray part. The gray part exhibited higher abrasion resistance compared to the white layer, as indicated by the abrasion specification values, which were 0,684 × 10-5 mm3/mm and 1,48 × 10-5 mm3/mm, respectively. The characterization and mechanical testing results indicated that the formed PEO layer was thick and had good wear resistance due to the plasma lifetime reaching 10 minutes.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library