Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arfan Badeges
Abstrak :
Dalam penatalaksanaan trauma maksilofasial diperlukan material implan sampai terjadi penyembuhan tulang. Magnesium memiliki potensi sebagai material implan tulang, dengan syarat memiliki laju biodegradasi yang baik. Proses equal channel angular pressing (ECAP) merupakan salah satu metode untuk memperbaiki sifat biodegradasi dari material logam. Tujuan: Mengkaji proses biodegradasi magnesium ECAP pada cairan fisiologis. Metode: Laju biodegradasi dan tingkat evolusi hidrogen didapatkan dari uji perendaman pada larutan DMEM dengan metode weight loss dan spektrometri dengan menggunakan dua belas spesimen magnesium ECAP dan enam spesimen magnesium murni sebagai kontrol. Pola biodegradasi didapatkan dari analisis struktur permukaan mikro. Analisis data menggunakan uji T independen. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan antara laju biodegradasi dan tingkat evolusi hidrogen antara magnesium ECAP dengan magnesium murni. Magnesium ECAP memiliki pola biodegradasi yang homogen. Kesimpulan: Magnesium ECAP memiliki laju biodegradasi dan tingkat evolusi hidrogen yang lebih baik dibandingkan dengan magnesium murni. ......Implant material are used in the management of maxillofacial trauma until bone healing occur. Magnesium has the potential to be a bone implant material, but it requires a good biodegradation rate. The process of equal channel angular pressing (ECAP) is a method to improve the biodegradation properties of metallic materials. Purpose: To observe the biodegradation process of magnesium ECAP in physiological fluid. Method: The biodegradation and hydrogen evolution rate were obtained from immersion test in a DMEM solution, using weight loss and spectrometric method within twelve magnesium ECAP specimens and six specimens of pure magnesium as a control. Biodegradation pattern were obtained from the micro surface structures analysis. The result was statistically analyzed with independent T test. Results: There were significant difference between the biodegradation and hydrogen evolution rate between magnesium ECAP and pure magnesium. Magnesium ECAP has a homogeneous biodegradation pattern. Conclusion: Magnesium ECAP has better biodegradation and hydrogen evolution rate than pure magnesium.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T33021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Syaflida
Abstrak :
Magnesiummerupakan suatu material yang berpotensi digunakan sebagai biomaterial logam yang dapat terdegradasi. Syarat magnesium dapat digunakan sebagai material implan biodegradable adalah laju degradasimagnesiumharus sesuaidenganlaju penyembuhandarijaringan yang terlibat.Umumnya magnesium memiliki laju degradasi yang cepat, hal ini merupakan kekurangan magnesium yang tidak diinginkan.Aplikasimagnesiumsebagai implanyang terdegradasiterhambatkarena tingkattinggidegradasilingkungan fisiologisdan kerugiankonsekuen dalamsifat mekanik. Oleh karena itu, proses Equal Channel Angular Pressing (ECAP) yang dilakukan padamagnesium diharapkan akanmengurangiukuran butir yang dapat menurunkanlaju degradasidan meningkatkansifat mekanis magnesium. Tujuan: Menganalisasifat mekanismagnesium ECAP dalam cairan fisiologis. Metode:Sifat mekanis magnesium ECAP dianalisis setelah dilakukan perendaman dalam larutan DMEM dengan menggunakan masing-masing sepuluh sampel magnesium ECAP dan lima sampel magnesium untuk uji tarik dan uji kekekrasan. Sifat mekanis di analisis menggunakan nilai ultimate tensile strength (UTS) pada uji tarik dan vickers hardness number (VHN) pada uji kekerasan. Hasil: Kekuatan dan kekerasan magnesium meningkat setelah proses ECAP. ......Magnesium has thepotential to be used asdegradable metallic biomaterial. For magnesium to be used as biodegradable implant materials, their degradation rates should be consistent with the rate of healing of the affected tissue, the release of the degradation products should be within the body?s acceptable absorption levels. Conventional magnesium degrades rapidly, which is undesirable. The successful applications of magnesium as degradable implants are mainly inhibited due to their high degradation rates in physiological environment and consequent loss in the mechanical properties. Equal channel angular pressing (ECAP) was applied to a pure magnesium. This processes will be decreasing grain size, decreasing degradation rates and increasing mechanical properties. Purpose: To analyze the mechanical properties of magnesium ECAP in physiological fluid. Method:The mechanical properties were obtained from immersion test in a DMEM solution, within ten magnesium ECAP specimens and five specimens of pure magnesium as a control. Mechanical properties were analyzed using the value of ultimate tensile strength (UTS) with tensile testing and vickers hardness number (VHN) with hardness testing. Results:The ultimate tensile strength and hardness magnesium increased after ECAP, and the mechanical properties of the magnesium ECAP decreased in physiological fluid.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T33041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jordan Andrean Martin
Abstrak :
Paduan Feronikel (FeNi) merupakan salah satu produk utama yang dihasilkan dalam pengolahan bijih nikel laterit. Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan deposit nikel besar dalam bentuk bijih laterit. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kadar senyawa Magnesium melalui proses leaching menggunakan larutan asam klorida dengan variasi konsentrasi larutan dan waktu proses leaching. Sampel yang digunakan berupa Slag Feronikel yang telah diberikan penambahan aditif Na2CO3 dan telah dipanggang dengan temperatur 1100oC. Penelitian dilakukan dengan melakukan proses leaching sampel menggunakan larutan HCl 4M dan 6M. Proses leaching untuk setiap konsentrasi larutan kemudian divariasikan waktu proses leaching yang digunakan yaitu 2, 4, dan 6 Jam. Setelah proses leaching mencapai waktu yang ditentukan, dilakukan proses penyaringan untuk memisahkan filtrat dan residu yang dihasilkan. Pada filtrat hasil leaching dilakukan karakterisasi ICP-OES untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang terlarut pada filtrat selama proses leaching berlangsung. Sedangkan residu hasil leaching dilakukan karakterisasi SEM/EDS untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada residu setelah proses leaching. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan kadar Magnesium dari kadar sebelum dilakukan proses leaching. Proses leaching menggunakan larutan HCl 6M menghasilkan peningkatan kadar Magnesium yang lebih besar. Selain itu, waktu proses leaching yang digunakan juga berpengaruh terhadap hasil yang dilakukan, dimana proses leaching Roasted Slag Feronikel memiliki waktu optimal untuk proses ekstraksi senyawa Magnesium. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa larutan asam klorida (HCl) yang digunakan dalam proses leaching Roasted Slag Feronikel dapat meningkatkan kadar senyawa Magnesium pada filtrat. Proses leaching yang paling optimal pada penelitian ini menggunakan larutan HCl 6M selama 4 Jam, dengan persentase leaching sebesar 49,05%.
Feronickel Alloy (FeNi) is one of the main products produced in the processing of nickel laterite ore. Indonesia is one of the countries with a large nickel deposit in the form of laterite ore. This research aims to increase the levels of Magnesium compounds through the leaching process using hydrochloric acid solutions with varying solution concentrations and leaching process times. The sample used is the Feronickel Slag which has been given the addition of the Na2CO3 additive and has been baked at an 1100oC temperature. Research is conducted by conducting leaching process samples using a solution of HCl 4M and 6M. The leaching process for each solution concentration is then varied when the leaching process used are 2, 4, and 6 hours. After the leaching process reaches the specified time, the filtering process is performed to separate the filtrate and the resulting residue. In filtrate, leaching is performed ICP-OES characterization to identify the dissolved elements of the filtrate during the progress of the leaching process. Meanwhile, leaching residue is performed SEM/EDS characterization to know the changes occurring in residue after leaching process. The results of this study showed that the presence of increased levels of Magnesium from levels prior to leaching processes. The leaching process using a 6M HCl solution produces a greater increase in Magnesium levels. In addition, the leaching process time used also affects the results, where the leaching process of Roasted Slag Feronickel has the optimal time for the extraction process of Magnesium compounds. Based on the results of this study, it can be concluded that a solution of hydrochloric acid (HCl) used in the leaching process of Roasted Slag Feronikel can increase the levels of Magnesium compounds in filtrate. The most optimal leaching process in this study was using an 6M HCl solution for 4 hours, with a leaching percentage of 49,05%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Cahyeni
Abstrak :
Magnesium (Mg) merupakan logam ringan. Namun, magnesium dan paduannya mengalami degradasi yang sangat cepat di dalam lingkungan yang basah. Selain itu sifat film alami pada paduan magnesium sangat tipis, sehingga paduan magnesium memiliki ketahanan korosi yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan kekuatan mekanik pada paduan magnesium mengalami penurunan. Untuk menangani masalah tersebut maka dilakukan Plasma electrolytic Oxidation (PEO) untuk meningkatkan ketahanan korosi pada paduan magnesium. Lapisan film oksida yang dihasilkan dari proses PEO bersifat tebal dan keras, namun juga memiliki pori, retakan dan lapisan yang tidak rata. Proses PEO dilakukan dengan memvariasikan waktu PEO dan arus selama PEO yang berlangsung di dalam elektrolit 0.5 M Na3PO4 pada suhu 30°C ± 1°C. PEO dilakukan dengan variasi waktu 30, 60 dan 90 detik. Ketebalan yang dihasilkan untuk masing-masing variasi waktu adalah 16,23, 27,76 dan 33,11 μm. Sedangkan untuk variasi arus 0,2, 0,3 dan 0,4 A akan dihasilkan ketebalan film oksida 32,61, 55,65 dan 66,25 μm. Untuk mengetahui laju korosi paduan magnesium yang telah diberi perlakuan PEO dilakukan dengan uji polarisasi di dalam larutan 3,5% NaCl pada suhu 30°C. Hasil uji polarisasi untuk variasi waktu menunjukkan peningkatan ketahanan korosi yang ditandai dengan kenaikan potensial korosi pada substrat, 30, 60 dan 90 detik berturut-turut adalah -1.22, -1.26, -0.75 dan -1.03 VAg/AgCl dan penurunan arus korosi berturut-turut 94,79, 11.30, 0.36 dan 0,67 μA/cm2. Sedangkan untuk variasi arus 0,2, 0,3 san 0,4 A menunjukkan kenaikan potensial korosi berturut-turut  -1,24, -1,18 dan 0,41 VAg/AgCl dan penurunan arus korosi berturut-turut adalah 5,1, 4,6 dan 4,3 μA/cm2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa PEO dapat meningkatkan ketahanan  korosi pada paduan magnesium AZ91.
Magnesium (Mg) is a lightweight metal. However, Magnesium and its alloys experience very rapid degradation in wet environments. In addition, the natural film properties of magnesium alloys are very thin, so magnesium alloys have very low corrosion resistance. This causes the mechanical strength of the magnesium alloy to decrease. To deal with these problems, a Plasma Electrolytic Oxidation (PEO) was performed to improve corrosion resistance in magnesium alloys. The oxide film layer produced from the PEO process is thick and hard, but also has pores, cracks and uneven layers. The PEO process is carried out by varying the time of the PEO and the current during the PEO that takes place in a 0.5 M Na3PO4 electrolyte at a temperature of 30 °C ± 1 °C. PEO is done with a time variation of 30, 60 and 90 seconds. The thickness produced for each time variation is 16.23, 27.76 and 33.11 μm. As for the current variations of 0.2, 0.3 and 0.4 A, an oxide film thickness of 32.61, 55.65 and 66,25 μm  To determine the corrosion rate of magnesium alloys that have been treated with PEO is done by polarization testing in a solution of 3.5% NaCl at 30 °C. The polarization test results for time variation show an increase in corrosion resistance which is characterized by an increase in corrosion potential on the substrate, 30, 60 and 90 seconds respectively -1.22, -1.26, -0.75 and -1.03 VAg/AgCl and a decrease in corrosion currents respectively 94.79, 11.30, 0.36 and 0.67 μA/cm2. As for the current variations of 0.2, 0.3 and 0.4 A, it shows a increase in corrosion potential of -1.24, -1.18 and 0.41 VAg/AgCl and an decrease in corrosion current respectively 5,1, 4,6 dan 4,3 μA/cm2. These results indicate that PEO can increase corrosion resistance in AZ91 magnesium alloys.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Hadi Surya
Abstrak :
Proses elektrolisis temperatur tinggi telah diaplikasikan untuk mendapatkan bubuk magnesium dari hidromagnesit dan magnesium oksida sebagai material umpan. Dalam proses elektrolisis, garam MgCl2 hidrat dipanaskan hingga 750 °C - 850 °C hingga menjadi lelehan elektrolit. Beda tegangan antara elektroda sebesar 0 - 12 V diberikan untuk mendapatkan bubuk magnesium. Ditemukan bahwa bubuk magnesium terbentuk pada katoda Pt sebagaimana warna dari lelehan garam berubah dari putih menjadi abu-abu seperti warna Mg. Pembentukan Mg juga diindikasikan dengan kenaikan arus pada pembacaan amperemeter. Sayangnya, proses dilakukan pada kondisi udara terbuka dan kemudian bubuk Mg segera teroksidasi menjadi bubuk MgO. Disimpulkan meskipun tidak ada bukti puncak-puncak difraksi dari Mg pada pola XRD dari sampel, bubuk Mg berhasil dihasilkan selama proses. Kata kunci: elektrolisis, magnesium. ......High temperature electrolysis process has been applied to obtain magnesium powders from hydromagnesite and magnesium oxide as the feed materials. In the electrolysis process, hydrat MgCl2 salts were heated to 750 °C - 850 °C towards molten electrolyte. Voltage between electrodes of 0 - 12 V was then applied for obtaining Mg powders. It was found that Mg powders formed in the Pt cathode as color of molten salts changed from white to grey which is similar to that of Mg. Formation of Mg was also indicated by a current rise as read in amperemeter. Unfortunately, the process was carried out under open atmosphere and thus Mg powders were immediately oxidized to MgO powders. It is concluded that despite no evidence of diffraction peaks for Mg in XRD pattern of the sample, the Mg powders were successfully produced during process. Keywords: electrolysis, magnesium.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S29012
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Handayani
Abstrak :
Latar Belakang: Magnesium ECAP mempunyai sifat mekanis yang baik danpengaruh osteoanabolik, namun magnesium memiliki sifat korosif.Imunohistokimia mengidentifikasi respon proses korosi dengan melihat jejakjaringan sekitar. Metode: Tulang femur dipasang miniplate dan screwdikelompokkan 1-3-5 bulan. Tulang kontrol diambil pada sisi berlawanan. Hasil Imunohistokimia dinilai dengan skoring. Data diuji nonparametrik dengan tingkatkepercayaan 99. Hasil: Perbedaan bermakna kelompok perlakuan dengankelompok kontrol p=0,000 . Peningkatan pembentukan trabekula dan responosteogenesis. Peningkatan revaskularisasi dan reaksi kluster diferensiasi terhadapgas poket hingga bulan ke-3. Kesimpulan: Respon jaringan sekitar tertoleransi dengan terjadinya peningkatan osteogenesis, tidak ditemukannya jaringannekrosis, dan penurunan nilai gas poket. ......Background : ECAP processed magnesium has an excellent mechanicalproperties and osteoanabolic effect. However metal materials are known to havecorrosive nature, and magnesium was no exception. Immunohistochemistry is ableto identify corrosion process response in living organism by looking into its tracesin surrounding tissus. Methods : The femur bone samples were implanted byECAP processed magnesium miniplate and screw for 1, 3, and 5 months. Theopposing femur was left alone as control samples. Afterwards,immunohistochemical staining results were scored and tested using nonparametrictests with confidence interval of 99. Results : Significant differences werefound between treatment groups and control groups p=0.000. The increase oftrabeculae formation and osteogenesis responses also revascularisation anddifferentiation clusters to gas voids are observed well into the 3 month samples. Conclusion : Surrounding tissue responses are tolerated as shown by the increaseof osteogenesis, untraceable necrotic tissues, and the decrease in gas voids score.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pengetahuan mengenai manfaat klinis kadar magnesium serum baru dimulai akhir-akhir ini sering dengan adanya analisis dan penemuam bahwa kadar magnesium abnormal pada gangguan kardiovaskuler,metabolik dan neuromuskuler.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suzanna Immanuel
Abstrak :
Pengetahuan mengenai manfaat klinis kadar magnesium serum baru dimulai akhir-akhir ini setting dengan adanya analisis dan penemuan bahwa kadar magnesium abnormal pada gangguan kardiovaskuler, metabolik dan neuromuskuler. Meskipun kadarnya di serum lidak menggambarkan kadar magnesium tubuh, tetapi saat ini yang dikenal Iuas penggunaannya hanya pemeriksaan kadar magnesium serum. Magnesium eritrosil saat ini dinilai lebih sensitif dari pada magnesium serum, karena magnesium eritrosit dapat mewakili penilaian status magnesium intrasel. Menurun NCCLS (National Committee for Clinical Laboratory Standards) setiap laboratorium dianjurkan memiliki nilai rujukan sendiri untuk pemeriksaan yang dikerjakannya, termasuk juga pemeriksaan magnesium. Nilai rujukan yang didapat sesuai dengan populasi dan dipengaruhi oleh metode serta teknik pemeriksaan. Penelitian ini bertujuan untuk menidapatkan nilai rujukan magnesium dalamn serum dan plasma serta mendapatkan nilai rujukan magnesium intrasel yaitu magnesium eritrosit dengan metode pemeriksaan langsung dan mengtlahui perbandingan hasil pemeriksaan antara magnesium serum dengan plasma. Bahan darah diambii dari 114 peserta donor darah di Unit Transfusi Darah Daerah (UTDD) Budhyarto PMl DKl Jakarta, terdiri dari 57 orang pria dan 57 orang wanita berusia antara 17-65 tahun, secara klinis sehat menurut kriteria donor darah PMl. Darah diambii dari selang blood set, langsung dimasukkan 4 mL ke dalam tabling vakum tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan magnesium serum dan 3 mL kedalam tabling vakum dengan antikoagulan lithium heparin untuk pemeriksaan magnesium eritrosit dan plasma. Penetapan kadar magnesium dilakukan dengan alat kimia klinis olomatis Hitachi 912 dengan metode Xylidil Blue dengan prinsip kolorimetri.Pada penelitian ini didapatkan tidak ada perbedaan bermakna untuk hasil pemeriksaan magnesium ekstrasel memakai bahan serum maupun plasma heparin. Nilai rujukan untuk magnesium serum atau plasma adalah 1.30 - 2.00 mEtq/L dan magnesium eritrosit adalah 4.46-7.10 mEq/L. (Med J Iiidones 2006; 15:229-235).
The interest in the clinical importance of serum magnesium level has just recently begun with the analysis and findings of abnormal magnesium level in cardiovascular, metabolic and neuromuscular disorder. Although the serum level does not reflect the body magnesium level, but currently, only serum magnesium determination is widely used. Erylhrocyte magnesium is considered more sensitive than serum magnesium as it reflects intracelhdar magnesium status. According to NCCLS (National Committee for Clinical Laboratory Standards) every laboratory is recommended to have its own reference range for the tests it performs, including magnesium determination. The reference range obtained is appropriate for the population and affected by the method and technique. This study aimed to find the reference range of serum and plasma magnesium and also intracelhdar magnesium i.e. erythrocyte magnesium by direct method, and compare the results of serum and plasma magnesium. Blood was taken from 114-blood donor from Unit Transfusi Darah Daerah (UTDD) Budhyarto Palang Merah Indonesia (PMl) DKl Jakarta, consisted of 57 male and 57 female, aged 17 - 65 years, clinically healthy according to PMl donor criteria. Blood was taken from blood set, collected into 4 ml vacuum tube without anticoagulant for serum magnesium determination and 3 ml vacuum tube with lithium heparin for determination of erythrocyte and plasma magnesium Determination of magnesium level was performed with clinical chemistry auto analyzer Hitachi 912 by Xylidil Blue method color/metrically. This study showed no significant difference between serum and heparinized plasma extra cellular magnesium. The reference range for serum or plasma magnesium was 1.30 - 2.00 mEq/L and for erythrocyte magnesium was 4.46 - 7.10 mEq/L (MedJIndones 2006; 15:229-35).
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-4-OctDec2006-229
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Haedjadi Widjaja
Abstrak :
Magnesium dan paduannya termasuk sebagai logam struktural teringan dengan ketahanan korosi yang paling rentan diantara logam struktural lainya. Lapisan MgO dibentuk pada permukaan paduan magnesium dengan proses anodisasi dalam larutan NaOH 3M untuk meningkatkan ketahanan korosi. Variasi tegangan (10 V, 15 V, 20 V) dan waktu (5 menit, 10 menit, 15 menit) dilakukan pada proses anodisasi untuk mengetahui hubungannya dengan laju korosi. Perubahan morfologi dan struktur lapisan oksida diamati dengan menggunakan mikroskop optik dan scanning electron microscope (SEM). Fasa lapisan oksida pada paduan magnesium diamati dengan menggunakan X-ray diffraction (XRD). ......Magnesium and its alloys is the lightest of all structural metal with the most vulnerable corrosion resistance among other structural metal. MgO layer is formed on the surface of magnesium alloy with anodizing process in NaOH 3M solution to increase the corrosion resistance. Voltage variation (10 V, 15 V, 20V) and time variation (5 minutes, 10 minutes, and 15 minutes) is being done in anodization process to determine its relation with corrosion rate. Changes in morphology and structure of oxide layer is being observed with optik microscope and scanning electron microscope (SEM). The phase of oxide layer in magnesium alloy is being observed with X-ray Diffraction (XRD).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lineke Guntara
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui hubungan kadar magnesium serum dan asupan magnesium dengan hipertensi, serta hubungan magnesium serum, asupan magnesium dan tekanan darah dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, pada orang dewasa > 35 tahun. Tempat: Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan Bahan dan cara : Studi cross sectional dilakukan pada 105 subyek pria dan wanita > 35 tahun yang dipilah secara simple random sampling dari sampel MONICA Jakarta 2000. Data yang dikumpulkan meliputi: data umum subyek, asupan makanan, antropometri, tekanan darah, pemeriksaan laboratorium (kadar magnesium serum, kreatinin serum dan gula darah puasa). Data dianalisis dengan uji statistik Chi-square, Fisher's exact, Kolmogorov-Smirnov, Anova dan t- tes. Hasil : Hipertensi didapatkan pada 40 % subyek dan makin banyak pada kelompok umur yang lebih tua. Sebanyak 38,8% subyek pria dan 55,4% subyek wanita mempunyai asupan magnesium kurang, Hipomagnesemia lebih sering terjadi pada subyek hipertensi daripada subyek tidak hipertensi. Dari hasil analisis bivariat, didapatkan hubungan bermakna antara :1) perilaku gizi dengan pola makan, 2) umur dan pola makan dengan asupan magnesium, 3) umur dengan tekanan sistolik, 4) asupan protein dengan tekanan darah sistolik, 5) asupan magnesium dengan tekanan darah diastolik dan hipertensi. Rata-rata kadar Mg serum lebih rendah pada subyek hipertensi, namun tidak terdapat hubungan bermakna antara kadar Mg serum dengan hipertensi. Simpulan : Defisit asupan magnesium didapatkan pada semua subyek dan terutama berhubungan dengan pola makan yang kurang baik. Kurangnya asupan magnesium makanan dan rendahnya magnesium serum dapat menjadi salah satu faktor penunjang hipertensi. ......The Relationship Between Serum And Dietary Magnesium With Hypertension And The Influential Factors In Adults In Mampang Prapatan District, JakartaObjective: to determine the relationship between serum and dietary magnesium with hypertension, and the relationship between serum magnesium, dietary magnesium and blood pressure with the influential factors in age > 35 year. Location: Mampang Prapatan District, South Jakarta. Materials and method: A cross-sectional study had been carried out among 105 subjects selected by simple random sampling method. The collected information consist of socioeconomic status, smoking and physical activities, dietary intake, anthropometric, blood pressure and laboratory examinations for serum magnesium, creatinine serum and fasting blood glucose. Statistical analysis was performed by Chi Square, Fisher's exact, Kolmogorov-Smirnov, Anova and t -test. Results: Hypertension was found in 40 % subjects and more prevalent in older groups. Low level of magnesium intake was found in 38,8 % men and 55,4% women. Hypomagnesaemia was more prevalent in hypertensive subjects than in non-hypertensive. Bivariat analysis found significant relationships between :1) nutritional behavior with food pattern, 2) age and food pattern with dietary magnesium intake,3) age with systolic blood pressure, 4) dietary protein intake with systolic blood pressure, 4) dietary magnesium intake with diastolic blood pressure and hypertension. The average serum magnesium level was lower in hypertensive subjects, but no significant relationship between serum Mg levels with hypertension. Conclusions: Dietary magnesium deficit was found in all of subjects, especially associated with the poor food pattern. The reduced level in magnesium diets and the low level of magnesium serum could be a responsible factor in the development of hypertension.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T2028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>